Ini sudah hari kelima Angela di rumah sakit tersebut. Sebenarnya Angela sudah tidak sakit apa-apa. Tapi Ryan tidak mau memulangkannya, dokter itu juga demikian. Padahal ia lah yang paling tahu keadaan pasiennya yang sebenarnya. Selama lima hari pula, ia tidak melihat Bryan menjenguknya.
"Astaga, Angela. Mana mungkin pria itu akan menengokmu. Malahan dia pasti senang karena melihatmu sedang sakit. Sepertinya keputusan Ryan untuk tidak memberitahu keberadaanmu adalah keputusan yang benar, nak" Ujar Angela sambil mengelus perutnya. Ia menghadap kaca bening besar yang memperlihatkan keindahan danau di bawahnya.
"Ryan adalah laki-laki yang baik meski aku baru mengenalnya. Ia bahkan lebih lembut daripada Bryan. Dia mau menebus hutang mom dan dad supaya aku terlepas dari Bryan. Tapi..." Sendu Angela.
"Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi, Angela. Syukur-syukur kalau Ryan menepati ucapannya. Kalau misalnya dia tidak mau menikah, tidak masalah. Aku berjanji akan hidup berdua denganmu, sayang. Setelah Ryan membebaskan kita, ayo kita pergi ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh orang-orang yang kita kenal disini. Kita hidup berdua, sepertinya keputusan yang bagus, nak"
Anegela terus saja berbicara sendirian. Ia menceritakan ini-itu sambil mengelus perutnya.
Brakk...
Angela seketika terkejut. Ia langsung berbalik melihat orang yang masuk dengan cara yang sangat kasar.
"Ada apa, dok?" Tanya Angela. Ia takut. Mungkin saja akan ada penjahat suruhan Bryan yang datang untuk membunuhnya.
"Dasar wanita jalang!"
Plakk...
Higon menampar pipi Angela tanpa memberikan alasan yang jelas. Tentu saja Angela menangis karena tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya sampai orang itu memperlakukannya kasar seperti ini.
"Aku salah apa?" Tanya Angela.
"Dasar wanita jalang!. Gara-gara kau, Ryan sampai diasingkan oleh orang tuanya!. Gara-gara janjinya untuk menebusmu dari Bryan, dia sampai dipukul bahkan hampir dibunuh oleh Bryan juga oleh keluarganya sendiri!" Teriak Higon dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Aku tidak mengerti. Sekarang dimana Ryan?" Tanya Angela. Ia masih tidak percaya dengan semua yang didengarnya ini.
"Kamu tidak perlu mengetahui keberadaannya sekarang dimana. Oh iya, aku mempunyai berita bagus untukmu"
"Aku tidak memerlukan berita bagus itu. Aku hanya ingin tahu dimana Ryan sekarang!"
Angela ikutan emosi.
"Kamu tidak perlu tahu dimana ia sekarang. Seperti yang aku katakan sebelumnya, kamu telah berhasil menghacurkan hidupnya. Dan satu lagi, kamu sudah terbebas dari jeratan Bryan. Silahkan pergi dari kehidupan Ryan dan juga Bryan. Jangan sampai memunculkan dirimu kembali dihadapan mereka!"
Higon keluar. Ia menutup pintu dengan sangat keras.
"Dimana kamu Ryan?. Kenapa nasibku seburuk ini?. Disaat aku sudah bergantung pada orang lain, Tuhan membuatnya pergi dariku. Mom, aku butuh kamu sekarang" Ucap Angela disela tangisnya.
***
Angela masih berdiam diri di ruang rawatnya. Ia belum memutuskan untuk keluar dari ruangan ini. Beberapa kali perawat mencoba masuk ke dalam ruangannya, akan tetapi semenjak Higon keluar, ia menguncinya. Ia tidak membiarkan siapapun untuk masuk.
Rasa lapar sudah tidak bisa ditahan oleh Angela. Ia belum makan sedikitpun dari tadi pagi dan sekarang sudah akan menjelang petang.
Suara gebrakan pintu kembali terdengar. Kali ini Angela mendengarnya berbeda. Ia tidak mendengar dengan cara yang halus seperti sebelumnya. Ini lebih kasar dan terkesan pemaksaan.
Brakk...
Yang masuk adalah orang yang sama dengan orang yang memberitahunya keadaan Ryan. Ia Higon. Masuk dengan ekspresi yang tak terbaca.
"Kau jangan main-main dengan keluarga Ryan. Kamu perempuan yang sangat tidak tahu diri!. Sudah beruntung kamu ditebus, masih tidak mau keluar dari tempat ini?. Jangan mencoba menantang saya untuk melakukan hal yang lebih kasar, Angela!" Ujar Higon. Ia memegang bahu Angela dengan keras, bahkan hampir melukai perempuan tersebut.
Angela meringis.
"Higon! Higon!. Jangan menyakitinya!" Teriak seseorang dari dalam telepon. Higon langsung melepas Angela. Ia mengambil ponselnya di dalam sakunya.
"Ryan, please!" Ucap Higon berbicara dengan seseorang di balik teleponnya itu. Ketika mendengar nama Ryan disebut, ekspresi Angela langsung berubah.
"Berikan ponsel ini padanya. Aku perlu berbicara dengannya dan aku janji ini adalah yang terakhir kalinya. Aku mohon berikan padanya, Higon. Untuk terakhir kalinya" Ucap Ryan yang bisa didengar oleh Angela meskipun tidak terlalu jelas.
"Terserah!" Ujar Higon dan melempar ponselnya pada ranjang Angela. Ia langsung keluar tanpa kata apapun, lagi.
"Angela? Angela?" Panggil Ryan.
Tangan Angela bergetar ketika mengambil ponsel itu. Ini adalah pertama kalinya mendengar suara Ryan kembali setelah lima hari tidak bertemu. Ryan, pahlawannya.
"Iya, Ryan?" Jawab Angela.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik, sangat baik. Berkatmu" ucap Angela. Ia kembali menangis. Seketika ia merinding ketika mendengar bahwa Ryan menanyakan kabarnya dengan sangat lembut. Ia terharu. Ternyata masih ada yang peduli dengannya.
"Syukurlah. Lalu bagaimana dengan Baby?"
Angela bergerak mengelus perutnya. "Sangat baik. Berkatmun pula" Ujar Angela menahan tangisnya agar tidak terlalu kentara. Ia tidak ingin ryan mengetahuinya sedang menangis.
"Menangislah!" Ujar Ryan. Sontak tangis Angela langsung keluar.
"Maafkan aku, Angela. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk membantumu merawat bayi itu meski aku juga sudah mengatakan bahwa aku tidak siap untuk menikah denganmu. Bagiku itu adalah hal yang berat. Seharusnya aku berada di sampingmu sekarang. Tapi ingat Angela, ini diluar kuasaku. Aku tidak bisa melakukan apapun. Aku hanya ingin memelukmu dan mengatakan bahwa kamu pasti bisa. Kamu adalah perempuan yang sangat kuat. Aku sudah menganggapmu seperti adikku. Kamu sangat mirip dengannya. Ia juga mengalami hal yang sama sebelum meningalkan kami ke dunia lain. Aku tidak mau kamu melakukan hal yang sama, Angela" Ujar Ryan.
"Tidak, jangan meminta maaf. Akulah yang salah karena mencoba merusak hidupmu. Seharusnya aku memang tidak tinggal di dunia ini dan itu adalah keputusan yang sangat bagus. Ryan, kamu adalah pria yang sangat baik. Kamu harus mencari perempuan yang baik, cantik dan bisa menghadirkan anak-anak yang lucu di tengah-tengah kebahagiaan kalian. Tenang saja, kamu sudah menepati janjimu untuk melepaskanku dari Bryan. Itu cukup bagiku. Kamu tahu? Kamu sudah memberiku banyak sekali harapan yang sudah aku hempas jauh baru-baru ini. Ternyata hidup semenyakitkan ini. Aku menyesal telah lahir ke dunia yang penuh ketidak-adilan ini. Tapi aku tidak menyesal bertemu denganmu. Terima kasih karena sudah menemaniku, beberapa hari ini. Selamat tinggal, semoga kita bisa bertemu di dunia yang berbeda" Angela menaruh ponsel Higon tanpa mematikan panggilan Ryan. Ia bahkan mengabaikan seruan Ryan yang memanggil namanya lewat ponsel. Ia langsung keluar dengan deraian air mata. Berlari tanpa memperhatikan sekelilingnya.
Angela berlari tanpa arah. Ia berbaur dengan banyak orang yang lalu lalang di tepi jalanan. Tanpa melihat kanan-kiri, Angela langsung menyebrangi jalanan.
Tittt....
Brakkkk....
"Siapa itu?" Tanya seorang laki-laki.
"Tidak tahu, Tuan. Sepertinya seorang perempuan"
"Ck... merepotkan sekali. Jalan saja, aku tidak mau penerbanganku batal" Ujarnya.
"Baik, Tuan"
Jantung Angela berdetak kuat. Karena kecerobohan yang di buat oleh dirinya sendiri, hampir saja ia di tabrak oleh mobil yang melintas di depannya. Akan tetapi ada perempuan lain yang mendapat nasib buruk itu. Ia tertabrak dan naasnya tidak ada yang mau membantunya.Rasanya Angela sesak untuk sekedar bernafas. Dengan tubuh yang gemetar, Angela mencoba untuk mendekati perempuan yang baru saja tertabrak. Sayangnya hanya dia lah yang berani mendekati perempuan itu."Kenapa kalian diam saja?. Dia tertabrak dan kalian membiarkannya begitu saja seakan sampah yang di injak-injak?" Tanya Angela tidak percaya dengan orang di sekitarnya yang hanya bisa berdiri, menonton, tanpa berniat untuk membantu untuk sekedar mengantar ke rumah sakit. Padahal keberadaan rumah sakit berada di depan mata mereka.Kemarahan Angela tidak bisa ditahan. Ia berlari menuju rumah sakit kembali dan membawa brankar untuk perempuan itu. Bahkan di badannya juga masih melekat pakaia
Desakan itu selalu muncul dalam diri Angela setelah mengetahui fakta mengejutkan itu. Ingin sekali rasanya Angela untuk pergi, lari dari tanggung jawabnya kepada adik Higon. Pada dasarnya, Angela memang tidak punya tanggung jawab karena menabraknya, hanya saja dia teringat dengan ucapan Higon kalau secara tidak langsung dia lah yang membuat perempuan itu tertabrak. Ia menyelamatkan nyawa Angela, juga calon bayinya.Sampai malamnya, Angela tetap menunggu di depan ruang rawatnya. Tidak pernah makan seharian penuh, bahkan Higon juga tidak memperdulikan dirinya meski beberapa kali keluar masuk ruang rawat adiknya. Sampai akhirnya, Angela tertidur sendiri dengan perut yang kosong. Apalagi sekarang dia sedang hamil, akan sangat berbahaya untuknya.Tiba-tiba wajahnya di siram dengan air botol, dengan teganya oleh Higon hingga membuatnya terbangun terpaksa. Ia terkejut dan masih mencoba menerima perlakuan buruk yang ia dapatkan dari Higon."Ada apa?" Tanya Angela.
Dengan rasa marah dan kecewa yang kian membesar, Ryan kembali ke ruang rawat Diana. Dengan raut wajah yang sangat berbeda dari sebelumnya. Di tekuk, cemberut, dan entah terselip makna kesedihan bercampur emosi di sana. Diana yang melihatnya pun merasa kebingungan, sedangkan Higon sudah menerka-nerka tentang kejadian yang sebenarnya. Ia menatap Ryan tidak suka."Kak, kapan aku bisa bertemu dengan perempuan itu. Aku ingin mengobrol dengannya" Pinta Diana, merengek seperti anak kecil."Tadi saat aku keluar, perempuan itu sudah tidak ada. Mungkin sudah pulang" Bujuk Higon supaya Diana berhenti berharap.Ryan paham siapa perempuan yang mereka maksud. Dia seakan menjauh dari kedua adik-kakak itu. Tidak mau memperlihatkan hasrat yang sebenarnya sedang bersembunyi dalam dirinya. Ia dan ambisinya yang mendalam kepada Angela tidak boleh di ketahui oleh siapapun."Tidak mau. Pokoknya dia harus ke sini, saat ini juga!. Atau aku gak mau minum obat!"
Sudah dua hari berturut-turut Angela selalu dihantui rasa khawatir terhadap dirinya sendiri. Ia takut kalau suatu hari nanti dia mengkhianati dirinya sendiri. Bagaimana tidak?. Dua hari ini Ryan seakan tidak punya rasa malu sama sekali. Mencoba untuk mendekati Angela, bahkan saat di depan umum. Bukan menjadi rahasia lagi kalau Ryan akan menikah dengan salah satu pasien di rumah sakit itu, namun ia semakin gesit mendekati Angela. Ia memberikan perhatian lebih sampai membuat Angela tidak punya kata-kata lagi untuk memakinya. Apalagi sekarang posisi Angela adalah seorang pekerja bawahan saja. Alhasil dia di ejek dan dipandang rendah oleh banyak orang. "Angela, ini aku bawakan makanan untukmu. Pasti kamu sudah lapar" Ryan memberikan sekantong plastik makanan untuk kesekian kalinya hari ini. Angela menghela nafas kasar, sudah tidak punya kesabaran yang tersisa untuk Ryan yang terlalu ngeyel. "Kamu tuli?" Tan
"Berani sekali kalian pada calon istriku!"Suara nyaring itu membuat suasana menjadi gaduh, dalam keheningan. Sontak suasana kembali berubah, dari yang gaduh dan selalu menyalahkan keberadaan Angela. Kini berubah menjadi penasaran dan semakin penasaran dengan kehadiran satu pria di tengah-tengah mereka, mengaku menjadi pasangan korban yang di salahkan.Angela yang tadinya diam, menunduk, dan tak kuasa dengan semua kesalahan yang di limpahkan kepadanya, kini dia berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa gerangan orang yang mengaku itu.Ia merasa asing dengan pria itu. Semuanya juga menatapnya dengan tatapan asing. Tidak ada yang mengenalinya."Siapa kamu?" Tanya Angela.Bukannya menjawab, pria itu menghempas tangan Cindy. Ia menatap perempuan itu layaknya bukanlah sebagai perempuan yang harus di hormati."T
Semakin hari Angela semakin merasa tidak tenang bekerja di sana. Banyak yang merudungnya, seakan dia adalah seorang teroris. Bahkan tak segan-segan atasannya sendiri menghinanya. Angel pernah berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ini, namun dia menahan dirinya dengan alasan kalau sekarang dia bukanlah apa-apa. Dia tidak punya harta, bahkan harga diri. Sejak hari itu, Angela selalu menghindar dari Ryan. Pria itu bagai parasit bagi Angela. Selalu berbohong hanya untuk keamanan dirinya sendiri. Tentu saja, Bryan semakin berkuasa. Namun entah mengapa sejak saat itu Angela tidak pernah melihat Cindy bersama dengan Bryan. Malah yang Angela lihat, Bryan kini sudah baikan dengan Ryan. Sebenarnya, apa rencana mereka kepada Angela?. Di tambah lagi dengan sikap Higon yang terlalu emosional. Tak segan dia menyiram Angela d hadapan umum. Angela sudah tidak punya harga diri sama sekali di rumah sakit itu. K
Angela menolak telak keputusan pria itu untuk menggugurkan kandungan Angela, meski maksudnya baik. Dia pria, pantas saja tidak mengertilah perasaan perempuan jika di hadapkan hal yang seperti ini.Sebagai gantinya, Angela harus menjadi pembantu rumah tangga di rumah pria itu. Cukup membingungkan karena mereka tidak mengenal sebelumnya."Kenapa aku harus mau menjadi pembantu mu? Aku kan tidak pernah merugikan mu," ucap Angela, menolak.Pria itu menatap tajam Angela. Ia tertawa jahat."Kamu memang tidak pernah merugikan ku, tapi kehadiranmu berpotensi untuk menghancurkan ku. Mulai dari hari ini, kamu adalah milikku meski kamu tidak terima,""Aku tidak menerimanya, brengsek!" Ujar Angela, tidak terima. Hampir melayangkan tamparan padanya. Namun, dengan cekatan pria itu menghindarinya. Malah sekarang tangan yang tadi hendak Angela gunakan untuk menamparnya, dalam kuasanya."
Angela tetap saja mengikuti Damian dari belakang. Ia melangkahkan kakinya, sebagaimana pria itu beranjak. Sepertinya bangunan rumah ini terlalu luas bagi Angela, membuat perempuan itu sedikit ngos-ngosan. Tidak hanya itu saja, dia juga beberapa kali berhenti berjalan, namun telinganya tak henti-hentinya mendengarkan penjelasan dari Damian. "Area kerjamu hanya satu. Kamu akan lebih banyak bekerja di kamarku, sedangkan yang lainnya kamu tidak memerlukannya." Kata Damian, kemudian berbalik. Ia tidak menemukan Angela di dekatnya, melainkan perempuan itu masih berhenti di ujung lorong sana. "Siapa yang menyuruhmu duduk? Aku belum selesai menjelaskan pekerjaan mu. Kamu tidak menghargai aku sama sekali?" Tanya Damian, tidak terima dengan sikap Angela saat ini. Perempuan itu hanya nyengir, kemudian bangun dengan susah payah dan beranjak mendekati Damian kembali. "Aku hanya merasa sedikit lelah. Rumahmu sangat luas, bahkan lebih luas dibandin