Beranda / Romansa / My Sugar Candy / 1. Jomblo Akut

Share

My Sugar Candy
My Sugar Candy
Penulis: Viallynn

1. Jomblo Akut

Lampu operasi yang berubah padam menjadi pertanda jika operasi telah selesai. Terlihat jelas gurat lelah di wajah seorang pria. Tentu saja, Gevan baru saja melakukan operasi yang berlangsung selama lima jam. Cukup lama karena dia menangani pasien dengan penyakit jantung.

Setelah mengurus dan memeriksa beberapa hal, akhirnya Gevan bisa bebas. Dia berjalan menuju ruang istirahat dokter dengan langkah mantap. Dia berniat untuk tidur sebentar sebelum pulang. Sebenarnya hari ini bukan jadwal prakteknya, tapi Gevan harus menggantikan Anton yang tengah cuti bulan madu saat ini.

Saat membuka pintu ruangan, Gevan menghela napas kasar. Dia menatap datar pada dua manusia yang tengah bermesraan di dalam ruangan saat ini. Seketika batinnya menjerit kesal melihat itu.

"Kenapa harus di sini?" tanya Gevan jengah.

Melihat keberadaan Gevan, Martin dan Eca hanya bisa tersenyum konyol. Mereka mulai saling menjauhkan diri.

"Cuma di sini yang sepi, Van," balas Martin.

Martin adalah sahabat Gevan yang juga merupakan seorang dokter. Sebenarnya hari ini juga bukan jadwal jaganya, tapi dia ingin menemui kekasihnya. Eca adalah kekasih Martin yang merupakan perawat di rumah sakit ini.

"Keluar, gue mau tidur," usir Gevan.

"Dokter Gevan nggak pulang?" tanya Eca. "Udah nggak ada jadwal operasi kan?"

"Iya, istirahat di rumah sana," sahut Martin.

"Males," jawab Gevan mulai merebahkan diri.

Dia meraih buku secara asal dan meletakkannya di atas wajah dengan posisi terbuka. Dia tidak bisa tidur jika ada cahaya dari lampu.

"Lagi ngehindarin nyokap ya?" tanya Martin kembali menarik Eca.

"Hm." Gevan hanya bergumam sebagai jawaban. Dia terlalu malas membahas masalah ini. "Lanjut di tempat lain, Tin. Gue ngantuk."

Mendengar ucapan Gevan, Martin dan Eca kembali melepaskan diri. "Ganggu aja lo, dasar jomblo akut!"

Martin menendang kaki Gevan pelan dan berlalu keluar ruangan bersama Eca. Dia akan membiarkan sahabatnya itu beristirahat. Dia tahu jadwal operasi Gevan sangatlah padat akhir-akhir ini karena harus menggantikan Anton.

Getaran pada ponselnya membuat Gevan menarik napas dalam. Dia masih belum terlelap sepenuhnya dan memilih untuk mengambil ponselnya. Ada satu pesan singkat dari ibunya.

"Jangan lupa nanti malem kencan sama Jessica."

Gevan memejamkan matanya erat setelah membaca pesan itu. Ini adalah salah satu alasan kenapa dia memilih untuk beristirahat di rumah sakit. Jika di rumah, Gevan akan bertemu dengan ibunya yang terus mengingatkannya untuk melakukan kencan buta.

"Siapa lagi Jessica?" Gevan mengabaikan pesan ibunya dan kembali memejamkan mata.

Bukan kali ini saja ibunya selalu merencanakan kencan buta untuk anaknya. Entah sudah berapa banyak wanita yang dikenalkan, tapi semuanya berakhir sama, yaitu ketikdak-cocokkan. Lebih tepatnya Gevan yang tidak tertarik sama sekali. Kadang dia merutuki dirinya sendiri yang terlalu pemilih. Itulah yang membuatnya masih bertahan sendiri di usianya yang sudah menginjak 39 tahun ini.

Gevan Prakarsa, seorang dokter bedah yang memiliki jam kerja yang tinggi. Dia sudah memiliki nama dan dipercaya oleh banyak orang. Saat ini dia memiliki dua izin praktek kerja di dua rumah sakit swasta. Selain karena terlalu perfeksionis, sepertinya profesi sebagai dokter spesialis bedah juga membuatnya sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk wanita.

Baru terlelap beberapa menit, Gevan kembali terbangun saat mendengar dering ponsel yang berbunyi. Dia menggeram saat melihat nama ibunya di sana. Sudah bisa ditebak jika wanita itu akan kembali mengingatkannya tentang kencan buta yang sudah ia rencanakan.

"Ya, Ma?" jawab Gevan malas.

"Udah berangkat, Van?"

"Berangkat ke mana?" Kening Gevan berkerut.

"Kencan lah, Van! Kamu ini gimana sih? Jangan sampe Jessica dateng duluan."

Gevan memijat keningnya yang berdenyut, "Aku capek, Ma. Batalin dulu ya kencan hari ini."

"Mana bisa? Ini kan malam minggu, Van. Ayo dong seneng-seneng. Kamu nggak pingin malam mingguan kayak temen-temen kamu?"

Gevan memejamkan matanya sabar. Dia sudah terbiasa dengan kencan buta yang dibuat ibunya setiap malam minggu. Namun anehnya wanita itu tidak menyerah saat Gevan selalu menolak pilihannya.

"Aku capek, Ma. Ada banyak operasi hari ini. Aku mau istirahat dulu."

"Kamu kok gitu sih, Van? Nggak kasian sama Mama yang udah tua ini? Mama sendirian di rumah, Van. Mama pingin cucu!"

Cukup.

Jika sudah seperti ini maka Gevan harus menyerah. Jika terus membantah maka air mata ibunya yang akan keluar.

"Oke, aku berangkat sekarang." Dengan malas, Gevan mulai bangkit dari tidurnya.

Tidak ada salahnya menuruti ucapan orang tua. Semoga saja wanita yang dipilih ibunya malam ini memiliki kecocokan sehingga Gevan tidak kecewa karena sudah menggunakan waktu istirahatnya.

***

Selama perjalanan, Gevan tidak berhenti untuk menghela napas lelah. Dia benar-benar malas untuk berkencan hari ini. Jujur saja dia lebih memilih untuk tidur dari pada bertemu dengan wanita cantik. Sepertinya kasur terlihat lebih nyaman untuk saat ini.

Gevan sengaja untuk melambatkan laju mobilnya. Dia tidak mau untuk cepat sampai di restoran. Jika bisa, Gevan berharap jika Jessica yang datang terlebih dulu dan menunggu. Biasanya wanita akan kesal jika seperti itu. Jika sudah kesal, Gevan hanya bisa berharap jika pertemuan nanti akan segera berakhir.

Di lampu merah, Gevan meraih sebotol air mineral. Dia menoleh saat melihat seorang anak kecil yang tengah menjual jajanan tradisional di samping mobilnya. Awalnya Gevan memilih untuk mengabaikannya, tapi karena kasihan akhirnya dia memutuskan untuk membeli sedikit dagangannya.

Kadang dia merasa heran, siapa yang tega menyuruh anak di bawah umur untuk berjualan seperti itu? Jika tidak siap untuk menghidupi seorang anak kenapa harus memiliki anak? Gevan yang sudah matang secara usia dan materi saja tidak pernah berpikir untuk memiliki anak. Atau memang dirinya saja yang aneh?

Gevan membuka jendela mobil dan berniat melihat makanan yang dijual.

"Alif!" Suara teriakan nyaring itu membuat anak kecil itu menoleh.

"Kak Olin!" balasnya senang.

Dahi Gevan berkerut melihat interaksi itu. Namun dia tetap memilih makanan yang anak itu bawa.

"Beli lima, Dek."

"Total 25 ribu, Om."

Gevan mengangguk dan memberikan sekembar uang berwarna biru.

"Kembali 25 ribu ya, Om."

"Ambil aja," ucap Gevan.

"Makasih banyak ya, Om." Anak itu terlihat sangat senang.

Gevan mengangguk dan mulai menutup jendela mobil. Matanya masih tertuju pada anak kecil yang berlari menuju seorang wanita yang memanggilnya tadi. Dari jauh, Gevan bisa melihat jika wanita itu mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik dan memberikannya pada anak kecil itu. Sebuah permen. Gevan tersenyum miring melihatnya.

Bukan hanya satu anak karena setelah itu banyak anak lainnya yang datang. Wanita itu tampak senang membagikan permen lollypop-nya.

Mata Gevan masih tertuju pada kerumuman itu. Dia kembali tersenyum saat melihat wanita itu ikut memakan permen yang ia bagi. Saat ini mereka tampak seperti sebuah geng yang diketuai oleh wanita itu

"Lucu," gumamnya.

Suara klakson yang berbunyi menyadarkan lamunan Gevan. Dengan cepat dia melajukan mobilnya saat lampu sudah berubah warna menjadi hijau. Seketika senyumnya kembali luntur. Gevan berubah tidak semangat saat memgingat jika ia harus menemui Jessica, wanita asing yang tidak ia kenal sama sekali. Bahkan rupanya saja ia tidak tahu.

Sebenarnya ada berapa banyak nama wanita yang ibunya miliki? Kenapa tidak habis-habis?

***

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status