Beranda / Romansa / My Sugar Candy / 5. Wanita Lucu

Share

5. Wanita Lucu

Di sebuah kamar, tampak seorang pria yang terlihat pasrah dengan apa yang ia alami. Tanpa membantah Gevan membiarkan ibunya menyemprotkan parfum di tubuhnya. Jika tidak mengingat jika wanita di depannya adalah wanita yang melahirkannya, sudah dipastikan jika Gevan akan melarikan diri.

"Ma, cukup." Gevan mengambil botol parfum dari tangan ibunya.

"Pokoknya Mama nggak mau tau. Kencan sama Tasya malam ini harus berhasil."

"Habis sama Tasya sama siapa lagi?" tanya Gevan sarkasme.

"Ada Anggun."

"Ma!" Gevan menatap ibunya tidak percaya, "Mama nggak capek?"

Dengan kesal wanita itu menarik telinga Gevan, "Seharusnya Mama yang tanya. Kamu nggak capek sendiri terus? Kamu nggak iri liat temen-temen kamu udah pada gendong anak?"

"Ya kan jalan hidup orang beda-beda, Ma. Nggak bisa disamain."

"Masih bantah Mama kamu? Kamu itu udah umur 39, Gevan!"

"Kan belum 40."

"Gevan!"

Gevan berdecak, "Iya, tapi aku bisa cari sendiri. Mama nggak perlu jodoh-jodohin. Terbukti kalau semuanya nggak ada yang berhasil kan?"

Ibu Gevan menggelengkan kepalanya dan mulai berjalan menjauh. Dia tampak lelah beradu argumen dengan anaknya. Dia sudah berumur dan yang ia inginkan hanya melihat anaknya menikah. Dia iri melihat teman-temannya yang selalu bermain dengan cucunya.

"Kamu tau kenapa Mama selalu jodohin kamu sama anak temen Mama? Itu karena kamu nggak pernah kenalin pacar kamu, Gevan. Andai kamu punya pacar, pasti Mama nggak bakal jodohin kamu. Pasti Mama langsung kawinin kalian berdua."

"Emang kucing pake dikawinin," gumam Gevan pelan.

"Mama pingin cucu!" teriak Ibu Gevan tiba-tiba.

"Iya-iya... nanti malem aku bikinin cucu."

"Gevan!"

Gevan meringis saat ibunya kembali membahas tentang pernikahan. Tanpa menjawab dengan cepat dia meraih jam tangan dan juga dompetnya. Setelah itu Gevan menghampiri ibunya dan mencium keningnya cepat.

"Aku berangkat dulu."

Jika sudah membicarakan masalah cucu, maka perdebatan tidak akan selesai. Gevan tidak mau terus mendengar omelan ibunya mengenai hal yang sama setiap harinya.

***

Di belakang sebuah bangunan kafe, terihat seorang wanita yang tengah duduk bersila sambil membuka bungkus permen. Sesekali tangannya mengelus kepala anak kucing yang berada di sampingnya. Di tengah ramainya pengunjung kafe, Olin harus bisa mencuri waktu untuk istirahat makan siang. Terbukti jika dia baru makan siang di saat sore hari seperti ini.

"Dimakan ya, Yang?" ucap Olin memberikan kepala ikan sisa makannya pada kucing liar yang selalu berada di belakang kafe.

Pintu belakang kafe terbuka dan muncul Fika dan Alan. Alan adalah seorang koki di kafe tempat ia bekerja.

"Lo kasih makan apa si kuyang?" tanya Alan.

"Enak aja kuyang. Yayang nih, panggil Yayang!" ucap Olin tidak terima.

"Dih, malu udah gede manggil kucing Yayang, cari pacar sana," ledek Fika.

"Heh, Pikacu! Gue masih belum kenyang ya, jangan sampe lo ikutan gue makan."

"Mana bisa Olin cari pacar, Pik? Orang dunianya nggak jauh-jauh dari kerja, si Yayang, sama si Alif." Alan mulai menyulut rokoknya.

Beruntung keadaan kafe sudah mulai tenang sehingga mereka bisa bergantian untuk beristirahat di belakang kafe, markas mereka.

"Eh, si Alif apa kabar? Kok gue jarang liat dia di lampu merah," tanya Fika mengambil satu permen dari kantong celana Olin.

Olin menghela napas kasar mendengar pertanyaan Fika. Dia sendiri juga tidak tahu di mana keberadaan Alif dan bagaimana keadaannya. Olin hanya bisa berdoa jika Alif baik-baik saja. Dia takut jika anak itu kembali disiksa oleh ibunya.

"Terakhir gue ketemu Alif minggu lalu pas anterin dia pulang dari rumah sakit. Setelah itu nggak pernah ketemu lagi."

"Kasian Alif. Pasti dia disuruh pindah tempat jualan sama si Medusa biar lo nggak ganggu dia lagi," ucap Alan.

"Andai gue punya nomernya Kak Seto, udah gue aduin dari dulu."

Alan dan Fika hanya bisa menggeleng melihat tingkah Olin. Di tengah keterbatasan ekonomi yang wanita itu alami, Olin tidak pernah lupa dengan orang-orang di sekitarnya. Dia terlalu baik sehingga lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Seperti kata Alan, dunia Olin hanya fokus pada tiga hal, yaitu mencari uang, memberi makan si Yayang, dan menjaga Alif.

Untuk Alif, dia adalah anak kecil yang berhasil menarik simpati Olin. Dia sudah menganggap Alif seperti adiknya sendiri.

***

Di sebuah kafe yang cukup ramai itu, Olin dengan cekatan berjalan ke sana-ke mari untuk mencatat dan mengantarkan pesanan. Malam ini banyak pengunjung kafe yang datang. Meskipun malam-malam sebelumnya juga ramai, tapi malam ini ada banyak pasangan anak muda yang tengah berkencan.

"Makanannya, Kak. Spageti Aglio Olio," ucap Olin dengan senyuman manis.

"Mbak, jangan ganjen dong sama pacar saya."

Senyum Olin langsung luntur mendengar itu. Dia menatap remaja di hadapannya dengan bingung. Dia hanya bersikap ramah, bukan menggoda.

"Maaf ya, Kak." Olin memilih untuk meminta maaf dan kembali tersenyum. Dia tidak ingin memperkeruh suasana.

"Tuh kan! Mbaknya senyum lagi. Sengaja ya godain cowok saya?"

Olin kembali dibuat bingung. Apa dia melakukan kesalahan?

"Yang, kamu apa-apaan sih? Mbaknya nggak salah kok kamu omelin?" ucap laki-laki yang Olin yakini sebagai kekasih gadis yang memarahinya.

"Oh, kamu belain dia?! Emang ya kamu itu nggak ngerasa salah. Bukannya minta maaf malah caper ke Mbak ini!"

Olin memeluk nampannya erat. Dia tersenyum canggung pada pengunjung yang kini mulai menatap mereka. Jika tidak ingat dengan tata krama, sudah sedari tadi dia melayangkan nampan di tangannya.

"Sekali lagi saya minta maaf, Kak. Saya permisi dulu."

"Eh jangan pergi!" Gadis remaja itu menarik tangan Olin dan beralih pada kekasihnya, "Sekarang aku tanya sama kamu, aku sama Mbak ini cantikan mana?"

Olin menggelengkan kepalanya tidak percaya. Sepertinya gadis di depannya itu sudah gila, atau mengalami depresi? Jika sedang bertengkar dengan kekasihnya kenapa harus Olin yang mendapat getahnya?

"Kak, saya mau kerja lagi." Olin masih berusaha sabar.

"Nggak boleh!"

"Kak!" Kali ini Olin habis kesabaran. Dia menatap tajam pada gadis di depannya itu.

Dengan kesal Olin meletakkan nampannya dan mulai menggulung lengan seragamnya, "Kalau ada masalah sama pacarnya jangan bawa-bawa saya dong!"

"Heh! Kok Mbak jadi kurang ajar sama saya? Nggak sopan banget!"

"Ya maunya Kakak ini apa? Dikasih senyum salah, diomelin juga salah."

"Saya mau bicara sama manager kafe ini!" ucap gadis yang masih tidak merasa bersalah itu.

"Nggak ada manager! Manager lagi pengajian!" balas Olin tajam.

"Pembeli itu raja, harus dituruti! Cepet panggilin managernya."

"Lo itu bukan raja tapi kuyang!" Habis sudah kesabaran Olin. Dia sudah cukup lelah hari ini tapi ada manusia gila yang membuat emosinya meledak.

"Lo!"

"Ada apa ini?" tanya seorang pria yang tiba-tiba datang.

"Ini, Mas. Bocil satu ini cari gara-gara," adu Olin pada Tama.

Perlahan Tama menatap gadis remaja itu dengan senyuman. Sebagai pemilik kafe tentu dia harus bersikap ramah.

"Loh, Mas ngapain senyum-senyum ke pacar saya? Mau godain pacar saya ya?" ucap laki-laki yang sedari tadi diam.

Seketika senyum Tama luntur. Begitu juga Olin, dia semakin emosi melihat pasangan gila di depannya.

"Keluar kalian!" ucap Olin tegas.

"Jangan kurang ajar ya, Mbak!"

"Keluar!" Olin menarik dua orang itu keluar dari kafe, "Selesain masalah kalian dulu baru makan!"

Olin kembali masuk sambil merapikan pakaiannya yang kusut. Tanpa disangka para pelanggan yang sedari tadi menikmati drama yang terjadi langsung bertepuk tangan untuknya.

"Keren banget, Mbak!" ucap seseorang sambil mengacungkan kedua jempolnya, "Emang harus diusir. Dari tadi pasangan itu berantem mulu bikin ganggu."

Olin tersenyum sambil memperlihatkan wajah bangganya. Dari kejauhan, terlihat seorang pria terkekeh melihat tingkah Olin sedari tadi. Dia merasa geli dengan aksi Olin yang menarik perhatiannya.

"Van, kamu denger nggak aku ngomong apa?" ucap Tasya menyadarkan Gevan.

"Ya? Kamu ngomong apa tadi?" Gevan kembali menatap wanita di hadapannya.

"Nggak, nggak jadi."

Gevan hanya mengangguk dan kembali melihat Olin yang berjalan ke dapur sambil melambaikan tangannya seperti model. Lagi-lagi Gevan terkekeh geli.

"Lucu," gumamnya pelan.

***

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status