Julian sama sekali tidak dapat memejam matanya, dia hanya bermodalkan nekat untuk datang ke pernikahan mantan kekasihnya tanpa memikirkan kesiapan apa yang akan dia lakukan ketika dia berada di acara tersebut, dia juga tidak terlalu menyukai suasana pernikahan yang menurutnya begitu membosankan jika berlama-lama berada disana.
Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi, seharusnya masih ada beberapa jam lagi sebelum dirinya melihat upacara pernikahan itu, tapi rasanya seperti dirinya-lah yang akan berdiri di depan altar, perasaan gugup bercampur khawatir menyelimuti pikirannya, tidak henti-hentinya langkah pria itu berjalan tak tentu arah.
"Akh!!! Menyebalkan!! Mereka yang ingin menikah kenapa harus diriku yang dibuat rumit!!" ucapnya, tak tahu ucapan itu tersampaikan untuk siapa.
"ayolah Jul!! Kau hanya perlu memberikan selamat lalu setelah itu pergi, tidak sulit bukan?"
Haruskah sekarang dia menyesali pilihannya?
Hanya menghadiri sebuah pernikahan dirinya begitu bereaksi berlebihan melebihi mereka yang akan menikah, padahal dia hanya satu dari ratusan undangan yang juga menghadiri pernikahan, hanya perlu bersikap normal seperti mereka lagipula mantan kekasihnya tidak terlalu mementingkan kehadirannya disana.
Daripada pusing memikirkan hal yang tidak jelas bukankah lebih baik Julian seharusnya menyiapkan dirinya?
Setelah puas memperdebatkan antara memikirkan hati dan penampilan, Julian memutuskan untuk mengeluarkan semua barang di dalam kopernya, sesampainya di hotel pria itu tidak sempat membukanya karena tiba-tiba saja temannya meminta Julian untuk menemuinya.
Dan baru sekaranglah Julian bisa melihat pemandangan pulau Jeju dari lantai lima belas, jika dilihat dari jam sekarang pulau itu masih terlihat sejuk dan masih belum terlihat matahari akan segera terbit.
"What??" Julian sedikit terkejut melihat isi kopernya yang begitu banyak sekali barang-barang yang tidak pernah diperintahkan oleh Yuri, dia bahkan menemukan sekotak kondom dan beberapa barang yang tidak diketahui namanya.
Didalam ada sepucuk surat yang mungkin ditulis oleh Yuri.
'aku sudah menyiapkan kado, untuk mantan kekasihmu,tolong jangan di buka itu!!! Dan aku juga menyelipkan alat yang bagus disana, semoga saja berguna' - sekretaris Yuri.
"Sial!!!" dengan kesal Julian mengambil kotak itu, lalu melemparkannya ke dalam tempat sampah bersama surat yang Yuri, dia hanya melakukan perjalanan selama dua hari tapi sikap Yuri yang meyakini Han akan menebar benih sembarangan.
'kau pikir diriku tidak bisa mengendalikan diri apa?'
"Seperti dari awal pilihanku memang selalu salah."
Julian memutuskan untuk membersihkan diri setelah memutuskan untuk memakai jas hitam dan kemeja putih dengan dasi kupu-kupu sebagai pelengkapnya, acara pernikahan memang akan berlangsung pukul sembilan pagi tapi tidak ada salahnya jika dia menyiapkannya bukan?
Setelah menghabiskan waktu empat puluh lima menit di dalam bathroom yang segala kemewahan di dalamnya membuat Julian sedikit bermalas-malasan di dalamnya, di kamar hanya mengenakan handuk yang dililitkan di pinggang, membiarkan dada bidang dan perut kotaknya terekspos begitu saja.
Pria itu kini sedang menikmati makanan yang diantar oleh pesanan layanan kamar, dia meneguk wine sedikit demi sedikit meresapi rasa anggur yang begitu manis dan pahit secara bergantian, sebenarnya sangat tidak baik ketika perut kosong diisi dengan minum dengan kadar alkohol tinggi tapi siapa yang bisa melarangnya disini?
Dia berjalan kearah kaca besar di berikan pandangan langsung oleh indahnya pulau yang masih sepi dari para pengunjung, sambil menggenggam wine di tangannya tatapan tertuju pada gadis memakai gaun putih dengan bagian punggung perlihatkan sedang duduk di pesisir pantai.
Dengan bantuan angin laut membuat rambutnya sedikit berterbangan tak tentu arah, tatapan gadis itu hanya tertuju pada matahari yang sebentar lagi akan menampakkan dirinya, entah kenapa Julian ingin sekali melihat wajah tapi tidak terlalu penasaran.
Bisa jadi wanita itu hanya sedang menunggu matahari atau menghilangkan rasa sedih karena berpisah dengan kekasihnya.
*********Jam sudah menunjukan pukul 8.45 pagiSemua para hadirin yang datang sudah duduk dibangku untuk para undangan, tidak banyak yang hadir karena pernikahan dilaksanakan bukan pada hari libur.
Dengan jas hitam dan putih, Julian masuk kedalam ruangan pengantin wanita, dia ingin melihat Mira lebih jelas sebelum melihat wanita itu pergi ke altar.
Dia melihat Mira yang sedang mengarah ke cermin, betapa cantik dirinya dipoles oleh makeup dan memakai gaun pengantin itu, semakin membuat Julian ragu untuk kembali melangkah mendekati Mira yang sendirian disana. Tapi Julian tidak bisa menghindari pertemuan ini dan seharusnya dia melakukan itu untuk segera mengakhirinya semua dan meyakini itu jika semua sudah berlalu.
Julian tersenyum saat tanpa sengaja ketika tatapan bertemu dengan Mira melalui cermin, dia sedikit salah tingkah saat Mira juga membalas senyumannya.
Mira sedikit merubah posisi untuk bisa melihat sosok kekasih yang telah mengajarkan banyak hal padanya walau kisah mereka tidak bisa berakhir bersama.
"kamu datang?"
Julian mengangguk, dia sedikit menjaga jarak dengan Yeri sampai lima langkah, Julian tahu jika dia harus menjaga jarak pada seseorang yang akan menikah apalagi wanita itu masih berbeda didalam hati sampai saat ini.
"aku hanya ingin mengucapkan selamat untuk pernikahanmu, tidak ada hal spesial yang bisa aku berikan, tapi aku selalu berharap semoga kehidupan selalu bahagia dengannya, aku ingin mengucapkan salam perpisahan untuk cintaku dan melepaskannya sekarang."
Untuk sejenak Julian mengambil nafas "Mita, tolong jangan pernah kembali padaku, kau tahu jelas bagaimana perasaanku padamu, aku tidak ingin terikat dalam jurangnya kehancuran, aku punya hak untuk bahagia sama seperti dirimu, jadi mari kita akhiri semua ini dan lupakan segalanya apapun yang pernah terjadi."
"Julian, aku tahu kau terluka karena ku memutuskan meninggalkanmu saat kita akan melaksanakan pertunangan kita, tapi itu bukan keinginanku melainkan ayahmu yang selalu membuatku takut untuk dekat denganmu, jika aku bisa memilih aku ingin selalu bersamamu Julian, tapi aku salah nyatanya kisah ini tidak akan pernah terjadi dan aku senang bisa melupakan dirimu sampai akhirnya aku menjatuhkan hatiku pada seseorang setelah banyak sekali luka yang terukir." ucap Mira, dia menghapus air mata yang sebentar lagi akan mengalir.
"Baiklah, ini memang salahku terlalu mencintaimu hingga aku terluka karena cintaiku sendiri, aku rasa mereka semua sudah menunggumu, pergilah."
Tak lama para pengiring pengantin memasuki ruangan tersebut, mereka memasangkan kain untuk menutupi wajah Mira dan berikan seikat bunga mawar padanya, secara perlahan mereka meninggalkan ruangan itu dan membawa Mira pergi.
'aku mencintaimu'
Upacara berjalan dengan baik seperti cuaca hari ini, Julian melewati semua proses itu dari kejauhan dengan perasaan bercampur menjadi satu, ada rasa lega tapi diliputi dengan kesedihan, begitu menyedihkan melihat orang yang dia cintai mengikrarkan janjinya dengan pria lain dan memutuskan untuk menghabiskan hidupnya bersamanya.
Julian hanya duduk di ujung kursi setelah pesta dimulai, dia juga hanya minum dari para pelayan yang memberikannya, tak ada minat untuk bergabung di sana apalagi berbincang dengan Mira dan sang suami yang begitu bahagia.
Hingga sampai sesi dimana pengantin meninggalkan tempat dan waktunya untuk menentukan apakah bunga itu akan dilempar atau diberikan kepada seseorang yang beruntung.
Julian tak beranjak dari sana sedikit-pun.
Tapi siapa menyangka jika Mira akan menghampirinya dan memberikan buket bunga miliknya pada Julian, saat para undangan bersuara sedih karena tidak ada sesi saling merepotkan buket bunganya.
"Untukmu, aku harap kamu tidak takut untuk melangkah ke pernikahan dan aku harap kamu bisa jatuh cinta dan bahagia Julian." ucap Mira, dia benar-benar memiliki niat untuk memberikan bunga itu pada Julian jauh dari sebelum mereka bertemu tadi.
"Terimakasih Mira."
Mira tersenyum, dia menerima uluran tangan sang suami itu segera membawanya masuk kedalam mobil yang sudah disiapkan.
'benarkah itu akan terjadi?'
Sore harinya, setelah menyaksikan banyak sekali moment tentang masa lalu, Julian memilih untuk mencurahkan semua perasaan dan memutuskan untuk berdiri di antara bebatuan yang cukup tinggi, sehingga jika dia melihat ke arah bawah Han bisa melihat betapa dalam dan tingginya.
"I Hate my life!!!"
"Aku ingin bebas!!!"
"Kenapa ibu selalu berbohong!!"
Julian mencurahkan semua perasaannya dengan berteriak di atas tebing.
"Paman!!"
Julian sedikit terkejut ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan seperti itu, dengan sedikit kesal pria itu berbalik dan menatap wanita yang memanggilnya 'Paman'
"Akh!!!"
Menikmati suasana sore hari bersama dengan udara pantai sejuk dan angin yang menerpa tubuh, membuat segala kepenatan dalam hidup menjadi berkurang dan menghilang bersama indahnya suasana disana.Liera duduk diantara pasir putih dan suara ombak yang terus menggoda dirinya walau hanya sekedar mencelupkan kakinya disana, sang ibu maupun sang kakak tidak ada yang memiliki waktu untuk menemaninya untuk melihat indahnya matahari terbenam, padahal mereka hanya berada disana tidak lebih dari tiga hari tapi seakan-akan pekerjaan selalu membuat mereka lupa tujuan awal mereka bertiga kesini.Gadis Lugu itu hanya terdiam disana, disekitar dirinya banyak sekali pasangan yang juga menunggu moment itu, tak ada rasa iri dalam hatinya. Lisa selalu berpikir jika dirinya masih terlalu jauh untuk melangkah dalam hubungan 'pacaran' dirinya bahkan masih begitu canggung berinteraksi dengan teman sekolahnya, hal itu membuat Liera ingat dengan kejadian beberapa hari lalu dimana dirinya tak senga
Sesampainya di hotel …Liera menutup diri saat Sang Ibu terus mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan pria yang Merry baru lihat, saat menemukan mereka berdua satu sama lain seperti telah terjadi sesuatu hingga Liera bahkan mau memakai jas pria itu.Tidak!!Pikiran negatif terus memenuhi pikiran Merry saat ini, dia hanya bisa menatap Liera yang terdiam di sofa dengan tatapan kosongnya, pertama kalinya Merry melihat Liera yang terdiam dan bahkan terus mengabaikan dirinya jika diajak berbicara."Liera?" panggil Merry, dia sedikit menjaga jarak pada putri dengan maksud memberikan ruang pada untuknya dan mencoba berbicara baik layaknya sebagai sahabat putrinya."Ibu, Liera tidak ingin mengatakan apapun, aku butuh istirahat sekarang."Liera pergi dari ruang tamu itu, dia berjalan kearah kamarnya dengan handuk yang masih berada diatas kepalanya, kejadian itu membuat banyak sekali pertanyaan dan juga keanehan yang terus menghantu
Beberapa hari begitu saja, Liera kembali pada aktivitas sebelumnya yang dimana dia masih menjadi gadis yang belum menyelesaikan sekolahnya, kembali kepada dirinya yang akan bertemu dengan teman sebayanya setelah menghabiskan libur musim panas.Dengan tas ransel berwarna biru, dirinya melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah setelah memberikan salam perpisahan dengan sang ibu, bukan suatu hal yang baru bagi Liera jika setiap hari, ibu akan mengantar-jemput dirinya dari sejak Liera mengenal sekolah sampaisekarang.Di sekolah umum yang sekarang Liera tempu pendidikannya, tidak banyak dari mereka yang memperdulikan dirinya tapi tak banyak juga ingin berteman dengannya, Liera sangat populer dalam segala kalangan disekolah ini, banyak sekali kakak kelas dan adik kelas sering kali mendekati dirinya namun tidak ada satupun yang bisa memikat hati.Lisa sangat pintar dalam urusan menolak pria.Disekolah ini tak ada yang bisa membully dirinya, tapi bukan berarti tid
Beberapa hari kemudian …Kehidupan ini masih berjalan seperti biasanya, di mana cuaca kadang berubah di setiap harinya dan terkadang berbeda dari harapan, wajar saja jika dihitung dari pergantian musim sudah seharusnya menjelang kedatangan 'Reason Summer.'Walau semua terdengar baik, tapi seindah apapun pergantian musim tak akan sempat Julian lihat, pria terlalu sibuk dengan banyak sekali pekerjaan, itu hanya satu pengalihan saja dia hanya sibuk menghindari bertemu langsung dengan ayahnya, mulai dari dirinya harus lebihsering mengunjungi rumah calon istrinya dan terus meluangkan waktu untuk pertemuan yang sangat Julian hindari.Menurutnya dia terlalu terburu-buru jika harus langsung bersikap jika dia setuju walau tidak punya peluang untuk menolak, Julian ingin melakukan pendekatan secara pribadi, dia sangat menentang jika harus diatur apalagi diperintahkan seperti beberapa hari yang lalu, untungJulian bisa menolaknya dengan alasan jika dia sakit.Tapi
Hari ini Liera harus lebih larut malam, dia harus mengikuti segala kegiatan menjelang dirinya mendekati ujian kelulusan padahal ujian itu akan berlangsung bulan depan tapi Lisa sudah bertekad untuk mendapatkan nilai terbaik dan masuk ke universitas bersama temannyaAsyla, dalam harapan kecil Liera, dia ingin sekali menjadi seorang pianis, bermain piano adalah hal yang selalu Liera lakukan setiap dirinya memiliki waktu luang.Sebelumnya Liera tidak memberitahu sang Ibu jika dia akan mengikuti pelajaran tambahan setelah pulang sekolah, hari ini juga entah kenapa Liera lupa segalanya, dia bahkan tidak fokus mengikuti pelajaran dan beberapa kali mencoba tertidur di jam pelajaran.“A
Liera dihantar oleh Asyla sampai didepan gerbang rumahnya."Asyla, sampah jumpa dan terimakasih." ucap Liera, dia melambaikan tangan di kaca mobil saat mobil Asyla akan segera meninggalkan area rumahnya.Liera sedikit bingung melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya, itu mirip sekali dengan mobil yang pria tadi menariknya dan seakan pria itu mengenal dirinya."Astaga! Apakah itu benar? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Liera menggigit jarinya dengan panik perkataan pria itu benar-benar sulit untuk dirinya mengerti, sesampainya di depan teras rumah Liera sedikit mengintip dari jendela rumahnya.Dan itu benar! Ada pria itu di sana, duduk bersebrangan dengan ibunya.
Disinilah Liera, duduk diantara kedua pria itu lagi, sebenarnya setelah kejadian itu, Liera enggan untuk melihat pria yang bernama Julian itu, atau mungkin calon suaminya, ralat! Pria yang bahkan belum Liera bayangkan akan menjadi pendamping hidupnya.Liera hanya diam ketika sang Ibu terus menggenggam tangannya, memaksa Liera untuk terus berada disampingnya padahal Liera tahu hari sudah mulai mendekati tengah malam dan mengingat begitu banyak hal yang harus Liera lakukan, tapi semua ini membuat dirinya tidak memiliki kemampuan untuk pergi.Bagaimana nanti pada akhirnya semua tahu, jika dalam hitungan bulan Liera harus menikah.Dia bahkan tak tahu apapun tentang arti sebuah pernikahan, apalagi menjadi istri yang baik yang baru saja Tuan Grew katakan pada dirinya
Membuka lembaran demi lembaran buku di hadapan Liera, gadis itu tidak bisa fokus pada pelajaran hari ini, matanya memang tertuju pada papan tulis didepan tapi pikiran dan hatinya berada ditempat lain.Perkataan sang ibu masih berputar di kepala terus berputar tanpa henti, hari ini Liera menghindari percakapan yang biasa dia lakukan dengan sang Ibu, memberikan alasan jika dia ingin cepat sampai di sekolah dan membahas beberapa materi dengan teman-temannya.Itu hanya alasan, sebenarnya Liera tak ingin mendengar apapun.Pernikahan?Dan satu fakta yang benar-benar menjadi tanda tanya besar, jika sebenarnya Liera masih memiliki seorang ayah. Tapi kenapa sang Ibu menyembunyikan? Apakah Kakak
Satu tahun kemudian.Suatu pagi di rumah sederhana yang menjadi sebuah pertemuan dan menjadi akhir kebahagian.suara tangisan seorang bayi mewakili indahnya pagi hari, dengan iringan kicauan burung, cahaya matahari juga tidak ingin kalah untuk menyambut mereka, menjadi sebuah awalan di pagi hari dengan kisah baru untuk kisah selanjutnya.keluarga kecil yang kini menjadi suatu kebahagiaan tidak ternilai, itulah kisah ini.dari perjanjian menjadi sebuah ikatan benang antara Julian dan Liera yang membawa mereka pada indahnya falling love, padahal awal hanya sebuah persetujuan paksaan tapi kini berubah menjadi ketulusan untuk rela bersama.Liera membuka matanya setelah rasanya tangisan bayinya semakin menggema di dalam ruangan, dan hal yang dirinya lihat adalah pemandangan dimana Julian tertidur di sofa sambil memeluk putra mereka yang menangis, dia tersenyum. biasanya Julian membangunkan dirinya saat tengah malam putranya menangis,
"Benarkah? Kamu janji?" Tanya Liera dengan wajah penuh harapan menatap Julian yang ada di sampingnya, berharap jika pria itu akan segera mengangguk ucapannya.Walau kehadiran seseorang yang ada di dalam perutnya sungguh memberikan rasa bahagia luar biasa, Liera juga ingin dimanjakan oleh Julian, setidaknya kini dirinya sudah hamil, tidak perlu ada kebohongan lagi untuk membuat Ayah Julian menekan dirinya lagi.Setidaknya untuk saat ini itulah kebahagian yang harus segera diberikan pada yang lain.Liera tidak bisa membayangkan bagaimana nanti dirinya saat mulai membesar perutnya, ketika dirinya akan lebih sering menghabiskan waktu untuk menceritakan banyak hal pada anaknya, Liera sempat membaca ibu hamil akan sering meminta sesuatu yang aneh, dia ingin membayangkan bagaimana sulitnya Julian untuk mencari hal yang sangat dirinya inginkan.Dengan diam-diam Liera mengelus perutnya yang masih rata, dari dalam hatinya dia menyampaikan sebuah pesan
Beberapa hari kemudian.Akhir pekan, Sebenarnya Julian dan Liera ingin menghabiskan liburan mereka di pantai, tapi kemarin keduanya mendapatkan undangan dari ayah Julian untuk menghadiri acara yang pria itu buat.Julian awalnya ingin menikah karena pasti acara itu untuk pertemuan para partner kerja ayahnya, tapi Liera mengatakan jika dirinya ingin datang dan mengharapkan Julian untuk menceritakan apa sebelumnya merekadiskusikan, jadi tidak alasan untuknya nolak.Julian membuka matanya, dia masuk setelah Liera tidak ada di sampingnya, ini aneh kenapa dia bangun lebih siang dan kenapa Liera juga tidak membangunkan dirinya?Fokus Julian teralihkan saat mendengar suara yang aneh dari berasal dari bathroom, suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, Julian langsung mengibaskan selimut di tubuhnya, berjalan mendekat dan tangan terulur membuka pintu.Dan benar, Julian langsung diberikan pandangan dimana Liera yang sedang berhada
Sesampainya di Vila mereka.Ketika Liera menginjakkan kakinya setelah sekian lama tidak kembali ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan, apalagi ketika Julian membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam bersama.Lampu menyala dan seluruh ruangan terlihat jelas, Liera tersenyum tidak ada yang berubah dan semua masih sama, hanya saja dibuat lebih rapi dari sebelumnya, mungkin Julian menatanya saat Liera berkata ingin kembali.Julian melepaskan yang dirinya kenakan, melangkah untuk menuju dapur, dirinya akan langsung membuat makan malam karena di perjalanan Julian sempat mendengar suara perutnya yang minta di isi, pria itu membuka lemari kulkas dan melihat apa yang akan dirinya buatkan, tapi sebelum memulai masuk.Pria itu mengambik nasi instan dan meletakan ke dalam oven, jika memasak nasi waktunya tidak akan cukup, jadi dia mengunakan nasi instan, karena itulah kebiasaan saat Liera tidak ada di rumah sakit.Liera berijalan mendekat se
Liera dan Kiera berjalan bersama menuju parkiran mobil, setelah berpamitan dengan Asyla dan Jake, keduanya memutuskan untuk pulang.Liera menatap layar ponselnya, ada satu pesan masuk dari Julian.Jika sudah sampai rumah, bisakah aku menghubungimu?>Liera tidak langsung menjawab pesan itu, rasanya sudah cukup bukan seharian bertemu dengannya, Liera hanya sedang mematangkan pikirannya, apakah keputusannya sudah benar atau belum, dan entah kenapa juga kepalanya sedikit pusing, dia juga ingin memakan sesuatu."Jadi kakak menyusul karena takut aku tidak memiliki teman?" Tanya Liera, setelah dirinya memasak sabuk pengaman dan setelah mobil sang kakak sudah meninggalkan area itu."lbu juga menyuruhku, jadi setelah pertemuan itu selesai aku memutuskan untuk kesini, tidak disangka akan ada Julian disana, kau bahkan biasa saja." Ucap Kiera, dia tidak kesal seharusnya Liera memberitahunya, tapi jika tidak kesana mungkin juga K
"Liera, pulanglah, aku sungguh merasa kosong kau tidak ada di villa," ucap Julian, dia merapikan rambut Liera yang sempat berantakan, jika dilihat seperti ini Liera banyak berubah, raut wajahnya, terus bibir dan pipinya sedikit kurus, apakah banyak hal dirinya pikirkan?Tapi semua tertutup dengan kecantikan hari ini, gaun yang sedikit membuat Julian kesal karena hampir mengekspos seluruh punggung istrinya, siapa yang telah merekomendasikan pakaian ini padanya?Liera mengangkat kepalanya untuk menatap Julian, dia ingin sekali pulang tapi setelah apa yang terjadi banyak hal membuat Liera terus mempertimbangkan banyak hal, dia tidak terus dibutakan oleh kebersamaan, dia juga tidak bisa terus menipu dan pura-pura tidak tahu."Kamu tahu, aku datang kesini setelah membatalkan jadwal rapatku, karena aku tidak mau menerima surat cerai yang kau kirim, Liera kenapa kamu melakukan itu? Aku tidak akan melupakanmu." Ucap Julian, itu benar. Dia baru saja akan kemba
MISS U Hari itu, hari dimana Liera berdiri dengan buket bunga ditangannya, suasana sakral benar-benar terasa selama dirinya berdiri disamping Asyla.Ya, hari ini sudah tiba dimana akhirnya Liera harus membantu teman menentukan pilihan hidupnya, sebagai satu saksi dari sekian banyak para undangan yang datang, Liera melihat ke depan saat waktunya mempelai pengantin wanita berjalan menuju altar.Seluruh tubuh liera hanya bisa melihat ke bawah, apa yang diharapkan?Kenapa selalu berkaitan dengan Julian, kenapa rasanya sulit mengangkat kepala di situasi seperti itu? Dirinya merusak suasana pernikahan bukan?"Liera, kamu baik-baik saja?" Tanya Asyla, dia sampai harus mengambil langkah untuk berdiri di samping sahabatnya, karena sejak datang Liera tidak pernah menunjukan wajah bahagianya, padahal semua orang tersenyum lebar di ruangan ini."Asyla, maafkan aku. Seperti kamu sadar, aku tidak berbohong jika aku masih bingung saat ini, aku
By FoundBeberapa hari kemudian.Hari ini rencananya jika memang tidak ada halangan, Julian akan melakukan terapi untuk kedua kalinya, terlalu dekat dengan terapi pertama, hanya berjarak tiga hari, padahal terapi ini hanya dianjurkan selama dua minggu sekali, tapi sekali lagi siapa yang bisa menghentikan keras pria itu?Tidak ada yang bisa, jika Julian sudah memintanya maka hal itu harus terjadi, walau resiko bisa lebih buruk dari yang pertama.Hari tidak ada bisa memberikan semangat atau sekedar kata untuk membuat Julian berpikir dua kali, baik Sean dan jake keduanya memiliki kepentingan masing-masing. lagipula siapa yang tahan bersama dirinya lebih dari tiga jam hanya satu orang.Liera.Tapi gadis itu sekarang sudah menyerah dan sekarang sedang menunggu dirinya untuk siapa menerima surat cerai darinya.Menyedihkan bukan?Ketika seseorang sedang berjuang untuk sebuah keberhasilan yang rasanya mustahil
Julian sepertinya di buat kembali pada masa lalu, ingatannya membawa dirinya pada kejadian asing tapi semua terasa begitu familiar, dia melihat dirinya di dalam kemacetan di lalu lintas jalan, dirinya mencoba kembali melangkah untuk melihat dengan jelas.Tapi saat melangkah mendaki Julian melihat dirinya yang keluar dari mobil dengan perasaan kesalnya, mengejar seseorang yang juga keluar dari mobil, dalam sebuah keributan itu dan kekacauan keadaan.Membuat Julian tidak bisa melangkah mendekati, kakinya terpaku dan dirinya takut untuk melihat apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia benci melihat kecelakaan, karena kecelakaan Sean yang membuat Julian saat itu trauma dan bahkan sempat membuat Julian tidak bisa melihat jalanan kota dengan tenang, apalagi berada di padatnya kemacetan."Tidak!" Teriak Julian saat melihat dirinya berlari untuk mendekati pria yang dirinya kejar, Julian tidak bisa melihat wajah itu dengan jelas, hingga akhirnya Julian mel