Pagi yang cerah di musim summer ini, hari ini Leira dan Merry berencana akan menghabiskan liburan Lisa dipantai, rencana awal Liera memang ingin pergi kesana karena saat menyenangkan melihat pantai di musim panas seperti ini, ditambah dengan ombak dan angin yang selalu menjadi penyelengkap setiap dirinya berkunjung ke pantai.
Tapi itu harus tertunda untuk beberapa jam karena tiba-tiba Merry memiliki sebuah jadwal pertemuan dengan tamu yang datang dari London, kali ini setelah sekian lama akhirnya Merry mendapatkan kerjasama dengan negara bunga sakura itu.
Jadi mereka memutuskan menunda keberangkatan sampai Merry selesai melakukan pertemuannya.
Liera menatap bosan pada layar TV yang menayangkan banyak program bagus, tangannya hanya terus menekan tombol 'next' yang tidak tahu apa tujuan dia melakukan itu, dia sudah mengemasi pakaiannya dan juga sudah menyiapkan kebutuhan lainnya, tapi sekarang dia harus menunggu sang ibu yang belum pulang.
"aku bosan!"
Liera berjalan mendekati lemari kulkas, mencari cari sesuatu yang bisa dimakan atau mungkin mengusir kebosanannya, dan pilihan jauh pada ice cream box, sudah lama juga Liera memakan ice cream, gadis itu kembali ke ruangan tamu dengan ice cream box dan sendok.
"Liera suka ice cream coklat"
Gadis itu terus menyendok ice cream kedalam mulutnya, wajahnya begitu bahagia menyantap ice cream yang besar dan terlalu banyak untuk diri sendiri, lagi-lagi kegiatannya harus makannya harus terhenti ketika suara bel rumahnya terus berdering tanpa henti.
"Apakah itu Ibu?"
Liera berjalan menuju pintu rumahnya dengan sendok yang masih berada di dalam mulutnya dan ice cream di tangannya.
"Kakak Keira?"
Liera meletakkan ice cream itu ke sembarang tempat, saat membuka pintu dia melihat Kakak-nya dengan keadaan yang cukup berantakkan, bahkan Keira seperti terlihat begitu mabuk hingga harus digendong orang seorang pria yang tentu saja baru Liera lihat, tanpa berpikir panjang Liera membuka pintunya selebar mungkin membiarkan pria itu menaruh sang kakak di sofa ruang tamu.
"Anda siapa? Kenapa Kakak Keira seperti ini?" tanya Liera, dia menghentikan langkah kaki pria itu ketika ingin meninggalkan rumahnya, Liera tidak tahu apapun dengan kondisi sang kakak itu kenapa dia ingin bertanya pada pria.
"Aku hanya manajer Keira, aku tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya tapi semalam diri minum terlalu banyak, dan tidak bisa kembali pulang, tolong jaga dia." ucap pria itu, dia melepaskan pergelangan tangan Liera untuk berhenti menarik jasnya, dan segera meninggalkan rumah itu.
"Minum? Setiap hari Liera minum tapi tidak seperti itu."
Liera menggaruk kepalanya sebentar, dia mengambil ice cream-nya kembali, lalu berjalan mendekati Keira yang kini sudah terbangun dan sedang memegang kepalanya yang mungkin terasa begitu sakit akibat terlalu banyak meminum alkohol tadi malam."Kakak, baik-baik saja? Butuh sesuatu Kakak Keira?" tanya Liera, dia mendekati sang kakak yang mungkin butuh bantuan dirinya.
"Dimana dia?" tanya Keira dengan bingung, dia memijat keningnya untuk sedikit meredakan rasa sakit kepalanya.
"Dia? Lelaki yang tadi mengantar Kakak? Dia langsunh pulang."
"Kau ini bodoh sekali! kenapa biarkan dia pergi, Akh!! lupakan, Dimana Ibu?" ucap Keira, dia sedikit kesal jika Liera diajak berbicara selalu tidak mengerti seperti anak kecil yang butuh penjelasan dulu baru mengerti apa yang Keira maksud.
"Ibu sedang pergi, baru akan kembali nanti setelah jam makan siang." ucap Liera, dia meletakkan ice cream dan sendok di meja, dia membantu sang kakak melepaskan sepatunya dan juga mengambil tas miliknya.
"Kepalaku pusing sekali!"
Keira memang peminum yang kuat tapi jika dirinya terus dipaksa untuk minum akan berefek seperti ini setelahnya, dia kembali membaringkan tubuhnya di sofa setelah Liera melepaskan sepatunya.
Lier mengeluarkan ponselnya untuk mencari tahu menghilangkan pusing kepala, seperti anak remaja yang baru mengenal dunia mereka cenderung lebih suka mencari sesuatu sendiri seperti Google daripada bertanya, sama seperti yang Liera lakukan untuk menghilangkan rasa pusing yang Keira rasakan.
"Kakak Keira ingin air hangat? atau membutuhkan sesuatu untuk meredakan pusing?"
"Air hangat." Keira mengisyarakan Leira untuk segera mengambilnya , dia terlalu pusing walau hanya untuk membuka kedua matanya apalagi membalas ucapan Liera.
*********"siapa yang mengirimkan undangan ini?" tanya Julian. Baru saja pria itu sampai di kantor dengan perasaan bahagia karena akhirnya dia bisa menjauh dari sang ayah, tiba-tiba di meja kantornya Julian melihat sebuah undangan pernikahan berwarna merah muda dengan pita berwarna pink.
Saat membuka undangan pernikahan itu, ada sepucuk surat terselipkan disana, dengan sedikit ragu pria yang memakai kemeja putih dengan jas hitam ditambah dasi biru itu langsung membaca dan mengamati setiap kalimat demi kalimat.
'Jul?
Kau masih ingat denganku? Aku Mira.. tolonglah datang ke pernikahanku,Jika kamu tidak datang, aku akan menganggap jika dirimu masih belum melupakanku!!'Julian menghela nafas, dia melemparkan undangan beserta dengan surat itu, butuh satu tahun untuk terbiasa hidup tanpa dirinya kini Julian harus berhadapan wanita itu lagi, dia bahkan mengatakan jika Julian tidak datang maka dirinya akan menganggap jika Julian masih mengharapkan dirinya.
Tak lama kemudian, Yuri memasuki ruangannya seperti biasa dia akan menyerahkan jadwal hari ini pada Julian, tapi Yuri harus melihat wajah Julian yang kesal di pagi yang cerah ini. Saat mendekati meja kantor Julian dirinya menemukan sebuah undangan.
"Mira? Apakah dia kekasihmu yang meninggalkan saat kalian akan bertunangan? Kasihan sekali kau malah harus datang pada pernikahannya dengan orang lain." ucap Yuri, wanita itu sangat menyukai jika menyangkut masa lalu Julian yang terus membuatnya ingin membully pria itu, yang menurutnya tampan, kaya, dan setia tapi sangat mudah ditinggal oleh kekasihnya.
"Yuri!! Berikan padaku!!" ucap Julian, dia sangat malas jika Yuri terlalu ikut campur dalam masalah hidupnya, salahkan Julian yang terlalu mempercayai wanita itu dalam urusan masa lalu yang membuat Julian malas untuk menikahi.
Tentu saja Yeri tidak semudah itu memberikan undangan pernikahan mantan Julian, dia malah sengaja menyembunyikan dibelakang tubuhnya.
"Kau akan datang ke pernikahannya? Aku lihat lokasinya cukup bagus, pantai? bukankah itu sangat romantis? Aku bisa membatalkan jadwal-mu selama dua hari kedepan, kau tidak lihat jika dia akan menganggapmu masih mencintaimu, jika aku jadi dirimu akan--"
Tiba-tiba Julian membalik tubuh Yuri dan mendorong wanita itu untuk segera keluar dari ruangannya, mood-nya sudah hancur karena undangan itu kini ditambah dengan Yuri yang semakin dirinya tidak bisa konsentrasi lagi dengan pekerjaannya, jika tahu akan seperti ini Julian tidak akan menerimanya menjadi sekretarisnya.
"Bisakah tinggalkan aku sendirian? Itu bukan urusanmu, aku datang atau tidak!"
Detik berikutnya pintu itu tertutup rapat saat Yuri sudah diusir keluar. "Jul!! Buka pintunya!"
Yang satu ruangan dengan mereka langsung menatap kearah Yuri ketika wanita itu menggedor pintu presiden Han dan juga berteriak, membuat wanita bernama 'Yuri' itu lupa jika sekarang dirinya sedang berada di kantor.
"Presiden Julian, anda memiliki rapat pagi ini."
Julian menyandarkan tubuhnya pada sofa miliknya, dia sedikit memijat pelipis hidungnya, kehidupannya selalu tidak pernah jauh dari pernikahan yang seakan-akan mengejar dirinya untuk segera berlari ke altar, setiap hari selalu seperti itu dan akan muncul masalah baru dengan versi berbeda.
"Haruskah aku datang?"
"Ah!! Aku tidak peduli!!"
Julian lebih memilih mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi terus bergetar di dalam saku jasnya, saat melihat nama yang tertuliskan di layarnya membuat Julian lebih malas lagi untuk mengetahui apa tujuan John menghubunginya, Julian bisa menebak pria itu akan mengajaknya pergi ke pernikahan Mira atau bisa jadi John mengajak Julian untuk bermain bola basket bersama.
"jika kau menelponku hanya untuk mengajak pergi ke pernikahan Mira, maka jawab--"
'Hallo Jul ...' - Mira.
Julian terdiam saat mendengar suara mantan kekasih yang sudah lama tidak dia dengan, dirinya masih saja tidak terbiasa dengan semua ini padahal mereka sudah berpisah lama namun hanya Julian yang seperti sulit untuk melupakan hubungan mereka.
'Ya, ini aku Mira, aku meminjam ponsel John, kita kebetulan bertemu ketika pria itu ada pemotretan.'
"Hai Mira, aku tidak tahu jika John bertemu denganmu, kita jarang berbicara mengenai pekerjaan." ucap Julian, entah kenapa suara begitu lembut saat berbicara dengan Mora, dan tidak pernah dia lakukan pada siapapun.
'kamu akan datangkan Julian? Aku ingin melihat dirimu sebelum aku pergi ke London dan tinggal disana.' ucap Mora, wanita itu begitu lembut entah dalam berbicara atau sifatnya yang begitu tenang, tentu saja tipikal Julian.
"tentu saja aku akan datang, hari ini aku sangat sibuk, jadi aku akan segera menutup telepon ini, sampai jumpa Mira"
Dengan buru-buru Julian mematikan panggilan itu, satu masalah muncul lagi karena kesalahan dirinya, itulah sifat Julian yang sebenarnya jika sudah jatuh cinta dia mudah sekali berkata 'Ya' daripada menolaknya, dia tipikal pria yang akan memberikan segalanya untuk wanita yang dia cintai dan sulit melepaskan jika sudah menjauh hatinya.
'bodoh!!'
"kau sangat lemah Jul!!"
"jika seperti ini terus aku akan semakin malas menikah."
"apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Aishh!! Kenapa aku berkata akan datang!! Bodoh!! Bodoh!!"
Untung saja ruangan itu begitu tertutup dan kedap suara, orang lain akan mengatakan jika dirinya gila karena berbicara sendiri dan memukul dirinya sendiri, tapi siapa yang akan menyangka jika Ceo yang mereka kenal dengan sifat dinginnya akan terlihat sangat berbeda jika dirinya sedang dalam masalah.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, Julian harus segera menghadapi rapat pagi ini tapi pikirannya tidak akan henti-henti memikirkan apakah dirinya akan pergi atau tidak, tapi jika dia memilih untuk pergi itu berarti Julian harus menguatkan hatinya melihat orang yang masih dia cintai menikah dengan pria lain tapi jika dirinya tidak datang Julian tidak memiliki alasan yang kuat untuk meyakini jika Julian benar-benar tidak bisa hadir, belum lagi dirinya sudah berjanji akan datang ke pernikahan Mora.
"Presiden Julian, anda sudah ditunggu di ruang meeting." teriak Yuri dari luar, karena sedari tadi dirinya mengetuk pintu namun tidak akan respon dari Han, jadi terpaksa teriak dalam menggedor-gedor pintu.
Julian berjalan mendekati pintu setelah meyakini dirinya untuk menyampingkan masalah pribadi dengan pekerjaan.
"Yu—maksudku Sekertaris Yuri, jika sedang di kantor bisakah anda lebih sopan lagi? Ini bukan di hutan yang seenaknya anda bisa berteriak seperti itu!"
Yuri memutar bola matanya dengan malas sambil melipat kedua tangannya, "jika bukan berada diluar ruangan itu sudah ku pukul mulutmu itu!! Apakah kau tuli? Atau memang tahu tidak tahu cara mengangkat telepon? Untuk apa anda memiliki benda itu jika tidak berfungsi!!"
"jika kau tidak tidak segera pergi ke ruang meeting--aku yang akan menyeretmu!!"
Julian tersenyum, senang rasa ada yang bisa melampiaskan amarahnya dengan cara yang lucu seperti ini, di kantor Han tidak ada yang pernah berani menatap dirinya apalagi meninggikan suaranya seperti Yuri.
"sekretaris Yuri, bisakah pesanku penerbangan untukku? Dan bisakah menelpon pembantuku untuk mengemasi barangku?"
"kau akan pergi? Kau punya hati yang kuat ternyata." ucap Yuri, dia memukul dada Julian sedikit kencang hingga membuat Julian harus menahan untuk tidak jatuh karena terkejut.
"aku bukan pria lemah yang kau pikirkan."
Udara daerah yang terasa begitu menyejukkan ketika pertama kali meninggalkan bandara.Keira, Leira dan Merry, ketiganya menyeret koper masing-masing sambil berjalan meninggalkan bandara, jam sudah menunjukkan pukul lima sore.Karena Merry yang melakukan pertemuannya begitu lama belum lagi tiba-tiba Keira yang meminta ikut membuat ketiganya memesan penerbangan sore hari secara mendadak untuknya, awalnya Merry ingin menunda lagi keberangkatan menjadi besok tapi saat Keira memutuskan untuk ikut, entah kenapa Merry begitu senang sampai setelah kembali langsung bergegas menuju bandara.Wajah bahagia sangat terlihat jelas ketika Merry menatap kedua putri, walau Keira mengatakan terang-terang membenci dirinya tapi Merry masih bisa bersyukur karena Keira tidak menunjukkan jika dirinya tidak menyukai adiknya, walau sikapnya sangat dingin tapi dia masih mau menganggap Leira adiknya.Ketiganya menunggu mobil yang sudah pesan Merry, dengan barang yang tidak terlalu banya
Julian sama sekali tidak dapat memejam matanya, dia hanya bermodalkan nekat untuk datang ke pernikahan mantan kekasihnya tanpa memikirkan kesiapan apa yang akan dia lakukan ketika dia berada di acara tersebut, dia juga tidak terlalu menyukai suasana pernikahan yang menurutnya begitu membosankan jika berlama-lama berada disana.Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi, seharusnya masih ada beberapa jam lagi sebelum dirinya melihat upacara pernikahan itu, tapi rasanya seperti dirinya-lah yang akan berdiri di depan altar, perasaan gugup bercampur khawatir menyelimuti pikirannya, tidak henti-hentinya langkah pria itu berjalan tak tentu arah."Akh!!! Menyebalkan!! Mereka yang ingin menikah kenapa harus diriku yang dibuat rumit!!" ucapnya, tak tahu ucapan itu tersampaikan untuk siapa."ayolah Jul!! Kau hanya perlu memberikan selamat lalu setelah itu pergi, tidak sulit bukan?"Haruskah sekarang dia menyesali pilihannya?Hanya menghadiri sebuah pernikahan
Menikmati suasana sore hari bersama dengan udara pantai sejuk dan angin yang menerpa tubuh, membuat segala kepenatan dalam hidup menjadi berkurang dan menghilang bersama indahnya suasana disana.Liera duduk diantara pasir putih dan suara ombak yang terus menggoda dirinya walau hanya sekedar mencelupkan kakinya disana, sang ibu maupun sang kakak tidak ada yang memiliki waktu untuk menemaninya untuk melihat indahnya matahari terbenam, padahal mereka hanya berada disana tidak lebih dari tiga hari tapi seakan-akan pekerjaan selalu membuat mereka lupa tujuan awal mereka bertiga kesini.Gadis Lugu itu hanya terdiam disana, disekitar dirinya banyak sekali pasangan yang juga menunggu moment itu, tak ada rasa iri dalam hatinya. Lisa selalu berpikir jika dirinya masih terlalu jauh untuk melangkah dalam hubungan 'pacaran' dirinya bahkan masih begitu canggung berinteraksi dengan teman sekolahnya, hal itu membuat Liera ingat dengan kejadian beberapa hari lalu dimana dirinya tak senga
Sesampainya di hotel …Liera menutup diri saat Sang Ibu terus mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan pria yang Merry baru lihat, saat menemukan mereka berdua satu sama lain seperti telah terjadi sesuatu hingga Liera bahkan mau memakai jas pria itu.Tidak!!Pikiran negatif terus memenuhi pikiran Merry saat ini, dia hanya bisa menatap Liera yang terdiam di sofa dengan tatapan kosongnya, pertama kalinya Merry melihat Liera yang terdiam dan bahkan terus mengabaikan dirinya jika diajak berbicara."Liera?" panggil Merry, dia sedikit menjaga jarak pada putri dengan maksud memberikan ruang pada untuknya dan mencoba berbicara baik layaknya sebagai sahabat putrinya."Ibu, Liera tidak ingin mengatakan apapun, aku butuh istirahat sekarang."Liera pergi dari ruang tamu itu, dia berjalan kearah kamarnya dengan handuk yang masih berada diatas kepalanya, kejadian itu membuat banyak sekali pertanyaan dan juga keanehan yang terus menghantu
Beberapa hari begitu saja, Liera kembali pada aktivitas sebelumnya yang dimana dia masih menjadi gadis yang belum menyelesaikan sekolahnya, kembali kepada dirinya yang akan bertemu dengan teman sebayanya setelah menghabiskan libur musim panas.Dengan tas ransel berwarna biru, dirinya melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah setelah memberikan salam perpisahan dengan sang ibu, bukan suatu hal yang baru bagi Liera jika setiap hari, ibu akan mengantar-jemput dirinya dari sejak Liera mengenal sekolah sampaisekarang.Di sekolah umum yang sekarang Liera tempu pendidikannya, tidak banyak dari mereka yang memperdulikan dirinya tapi tak banyak juga ingin berteman dengannya, Liera sangat populer dalam segala kalangan disekolah ini, banyak sekali kakak kelas dan adik kelas sering kali mendekati dirinya namun tidak ada satupun yang bisa memikat hati.Lisa sangat pintar dalam urusan menolak pria.Disekolah ini tak ada yang bisa membully dirinya, tapi bukan berarti tid
Beberapa hari kemudian …Kehidupan ini masih berjalan seperti biasanya, di mana cuaca kadang berubah di setiap harinya dan terkadang berbeda dari harapan, wajar saja jika dihitung dari pergantian musim sudah seharusnya menjelang kedatangan 'Reason Summer.'Walau semua terdengar baik, tapi seindah apapun pergantian musim tak akan sempat Julian lihat, pria terlalu sibuk dengan banyak sekali pekerjaan, itu hanya satu pengalihan saja dia hanya sibuk menghindari bertemu langsung dengan ayahnya, mulai dari dirinya harus lebihsering mengunjungi rumah calon istrinya dan terus meluangkan waktu untuk pertemuan yang sangat Julian hindari.Menurutnya dia terlalu terburu-buru jika harus langsung bersikap jika dia setuju walau tidak punya peluang untuk menolak, Julian ingin melakukan pendekatan secara pribadi, dia sangat menentang jika harus diatur apalagi diperintahkan seperti beberapa hari yang lalu, untungJulian bisa menolaknya dengan alasan jika dia sakit.Tapi
Hari ini Liera harus lebih larut malam, dia harus mengikuti segala kegiatan menjelang dirinya mendekati ujian kelulusan padahal ujian itu akan berlangsung bulan depan tapi Lisa sudah bertekad untuk mendapatkan nilai terbaik dan masuk ke universitas bersama temannyaAsyla, dalam harapan kecil Liera, dia ingin sekali menjadi seorang pianis, bermain piano adalah hal yang selalu Liera lakukan setiap dirinya memiliki waktu luang.Sebelumnya Liera tidak memberitahu sang Ibu jika dia akan mengikuti pelajaran tambahan setelah pulang sekolah, hari ini juga entah kenapa Liera lupa segalanya, dia bahkan tidak fokus mengikuti pelajaran dan beberapa kali mencoba tertidur di jam pelajaran.“A
Liera dihantar oleh Asyla sampai didepan gerbang rumahnya."Asyla, sampah jumpa dan terimakasih." ucap Liera, dia melambaikan tangan di kaca mobil saat mobil Asyla akan segera meninggalkan area rumahnya.Liera sedikit bingung melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya, itu mirip sekali dengan mobil yang pria tadi menariknya dan seakan pria itu mengenal dirinya."Astaga! Apakah itu benar? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Liera menggigit jarinya dengan panik perkataan pria itu benar-benar sulit untuk dirinya mengerti, sesampainya di depan teras rumah Liera sedikit mengintip dari jendela rumahnya.Dan itu benar! Ada pria itu di sana, duduk bersebrangan dengan ibunya.
Satu tahun kemudian.Suatu pagi di rumah sederhana yang menjadi sebuah pertemuan dan menjadi akhir kebahagian.suara tangisan seorang bayi mewakili indahnya pagi hari, dengan iringan kicauan burung, cahaya matahari juga tidak ingin kalah untuk menyambut mereka, menjadi sebuah awalan di pagi hari dengan kisah baru untuk kisah selanjutnya.keluarga kecil yang kini menjadi suatu kebahagiaan tidak ternilai, itulah kisah ini.dari perjanjian menjadi sebuah ikatan benang antara Julian dan Liera yang membawa mereka pada indahnya falling love, padahal awal hanya sebuah persetujuan paksaan tapi kini berubah menjadi ketulusan untuk rela bersama.Liera membuka matanya setelah rasanya tangisan bayinya semakin menggema di dalam ruangan, dan hal yang dirinya lihat adalah pemandangan dimana Julian tertidur di sofa sambil memeluk putra mereka yang menangis, dia tersenyum. biasanya Julian membangunkan dirinya saat tengah malam putranya menangis,
"Benarkah? Kamu janji?" Tanya Liera dengan wajah penuh harapan menatap Julian yang ada di sampingnya, berharap jika pria itu akan segera mengangguk ucapannya.Walau kehadiran seseorang yang ada di dalam perutnya sungguh memberikan rasa bahagia luar biasa, Liera juga ingin dimanjakan oleh Julian, setidaknya kini dirinya sudah hamil, tidak perlu ada kebohongan lagi untuk membuat Ayah Julian menekan dirinya lagi.Setidaknya untuk saat ini itulah kebahagian yang harus segera diberikan pada yang lain.Liera tidak bisa membayangkan bagaimana nanti dirinya saat mulai membesar perutnya, ketika dirinya akan lebih sering menghabiskan waktu untuk menceritakan banyak hal pada anaknya, Liera sempat membaca ibu hamil akan sering meminta sesuatu yang aneh, dia ingin membayangkan bagaimana sulitnya Julian untuk mencari hal yang sangat dirinya inginkan.Dengan diam-diam Liera mengelus perutnya yang masih rata, dari dalam hatinya dia menyampaikan sebuah pesan
Beberapa hari kemudian.Akhir pekan, Sebenarnya Julian dan Liera ingin menghabiskan liburan mereka di pantai, tapi kemarin keduanya mendapatkan undangan dari ayah Julian untuk menghadiri acara yang pria itu buat.Julian awalnya ingin menikah karena pasti acara itu untuk pertemuan para partner kerja ayahnya, tapi Liera mengatakan jika dirinya ingin datang dan mengharapkan Julian untuk menceritakan apa sebelumnya merekadiskusikan, jadi tidak alasan untuknya nolak.Julian membuka matanya, dia masuk setelah Liera tidak ada di sampingnya, ini aneh kenapa dia bangun lebih siang dan kenapa Liera juga tidak membangunkan dirinya?Fokus Julian teralihkan saat mendengar suara yang aneh dari berasal dari bathroom, suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, Julian langsung mengibaskan selimut di tubuhnya, berjalan mendekat dan tangan terulur membuka pintu.Dan benar, Julian langsung diberikan pandangan dimana Liera yang sedang berhada
Sesampainya di Vila mereka.Ketika Liera menginjakkan kakinya setelah sekian lama tidak kembali ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan, apalagi ketika Julian membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam bersama.Lampu menyala dan seluruh ruangan terlihat jelas, Liera tersenyum tidak ada yang berubah dan semua masih sama, hanya saja dibuat lebih rapi dari sebelumnya, mungkin Julian menatanya saat Liera berkata ingin kembali.Julian melepaskan yang dirinya kenakan, melangkah untuk menuju dapur, dirinya akan langsung membuat makan malam karena di perjalanan Julian sempat mendengar suara perutnya yang minta di isi, pria itu membuka lemari kulkas dan melihat apa yang akan dirinya buatkan, tapi sebelum memulai masuk.Pria itu mengambik nasi instan dan meletakan ke dalam oven, jika memasak nasi waktunya tidak akan cukup, jadi dia mengunakan nasi instan, karena itulah kebiasaan saat Liera tidak ada di rumah sakit.Liera berijalan mendekat se
Liera dan Kiera berjalan bersama menuju parkiran mobil, setelah berpamitan dengan Asyla dan Jake, keduanya memutuskan untuk pulang.Liera menatap layar ponselnya, ada satu pesan masuk dari Julian.Jika sudah sampai rumah, bisakah aku menghubungimu?>Liera tidak langsung menjawab pesan itu, rasanya sudah cukup bukan seharian bertemu dengannya, Liera hanya sedang mematangkan pikirannya, apakah keputusannya sudah benar atau belum, dan entah kenapa juga kepalanya sedikit pusing, dia juga ingin memakan sesuatu."Jadi kakak menyusul karena takut aku tidak memiliki teman?" Tanya Liera, setelah dirinya memasak sabuk pengaman dan setelah mobil sang kakak sudah meninggalkan area itu."lbu juga menyuruhku, jadi setelah pertemuan itu selesai aku memutuskan untuk kesini, tidak disangka akan ada Julian disana, kau bahkan biasa saja." Ucap Kiera, dia tidak kesal seharusnya Liera memberitahunya, tapi jika tidak kesana mungkin juga K
"Liera, pulanglah, aku sungguh merasa kosong kau tidak ada di villa," ucap Julian, dia merapikan rambut Liera yang sempat berantakan, jika dilihat seperti ini Liera banyak berubah, raut wajahnya, terus bibir dan pipinya sedikit kurus, apakah banyak hal dirinya pikirkan?Tapi semua tertutup dengan kecantikan hari ini, gaun yang sedikit membuat Julian kesal karena hampir mengekspos seluruh punggung istrinya, siapa yang telah merekomendasikan pakaian ini padanya?Liera mengangkat kepalanya untuk menatap Julian, dia ingin sekali pulang tapi setelah apa yang terjadi banyak hal membuat Liera terus mempertimbangkan banyak hal, dia tidak terus dibutakan oleh kebersamaan, dia juga tidak bisa terus menipu dan pura-pura tidak tahu."Kamu tahu, aku datang kesini setelah membatalkan jadwal rapatku, karena aku tidak mau menerima surat cerai yang kau kirim, Liera kenapa kamu melakukan itu? Aku tidak akan melupakanmu." Ucap Julian, itu benar. Dia baru saja akan kemba
MISS U Hari itu, hari dimana Liera berdiri dengan buket bunga ditangannya, suasana sakral benar-benar terasa selama dirinya berdiri disamping Asyla.Ya, hari ini sudah tiba dimana akhirnya Liera harus membantu teman menentukan pilihan hidupnya, sebagai satu saksi dari sekian banyak para undangan yang datang, Liera melihat ke depan saat waktunya mempelai pengantin wanita berjalan menuju altar.Seluruh tubuh liera hanya bisa melihat ke bawah, apa yang diharapkan?Kenapa selalu berkaitan dengan Julian, kenapa rasanya sulit mengangkat kepala di situasi seperti itu? Dirinya merusak suasana pernikahan bukan?"Liera, kamu baik-baik saja?" Tanya Asyla, dia sampai harus mengambil langkah untuk berdiri di samping sahabatnya, karena sejak datang Liera tidak pernah menunjukan wajah bahagianya, padahal semua orang tersenyum lebar di ruangan ini."Asyla, maafkan aku. Seperti kamu sadar, aku tidak berbohong jika aku masih bingung saat ini, aku
By FoundBeberapa hari kemudian.Hari ini rencananya jika memang tidak ada halangan, Julian akan melakukan terapi untuk kedua kalinya, terlalu dekat dengan terapi pertama, hanya berjarak tiga hari, padahal terapi ini hanya dianjurkan selama dua minggu sekali, tapi sekali lagi siapa yang bisa menghentikan keras pria itu?Tidak ada yang bisa, jika Julian sudah memintanya maka hal itu harus terjadi, walau resiko bisa lebih buruk dari yang pertama.Hari tidak ada bisa memberikan semangat atau sekedar kata untuk membuat Julian berpikir dua kali, baik Sean dan jake keduanya memiliki kepentingan masing-masing. lagipula siapa yang tahan bersama dirinya lebih dari tiga jam hanya satu orang.Liera.Tapi gadis itu sekarang sudah menyerah dan sekarang sedang menunggu dirinya untuk siapa menerima surat cerai darinya.Menyedihkan bukan?Ketika seseorang sedang berjuang untuk sebuah keberhasilan yang rasanya mustahil
Julian sepertinya di buat kembali pada masa lalu, ingatannya membawa dirinya pada kejadian asing tapi semua terasa begitu familiar, dia melihat dirinya di dalam kemacetan di lalu lintas jalan, dirinya mencoba kembali melangkah untuk melihat dengan jelas.Tapi saat melangkah mendaki Julian melihat dirinya yang keluar dari mobil dengan perasaan kesalnya, mengejar seseorang yang juga keluar dari mobil, dalam sebuah keributan itu dan kekacauan keadaan.Membuat Julian tidak bisa melangkah mendekati, kakinya terpaku dan dirinya takut untuk melihat apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia benci melihat kecelakaan, karena kecelakaan Sean yang membuat Julian saat itu trauma dan bahkan sempat membuat Julian tidak bisa melihat jalanan kota dengan tenang, apalagi berada di padatnya kemacetan."Tidak!" Teriak Julian saat melihat dirinya berlari untuk mendekati pria yang dirinya kejar, Julian tidak bisa melihat wajah itu dengan jelas, hingga akhirnya Julian mel