RATUSAN TAHUN LALU
Dunia udara adalah salah satu tempat paling damai yang pernah ada. Semua peri hidup bahagia, penuh kebajikan. Mereka adalah salah satu simbol kedamaian di dunia ini. Bahkan sering kali, mereka turun ke pemukiman warga yang masih sering terjadi perselisihan . Namun, di tempat yang paling damai pun selalu ada duri. Tidak semua peri berhati baik, ada pula peri-peri yang memang punya hati busuk.
“Kau adalah peri paling bodoh yang pernah ada,” ucap salah satu peri kepada Rida.
Rida adalah peri yang berbeda dengan yang lain. Dia adalah peri pendiam yang tidak pernah suka bergaul dengan peri lain. Kegiatan sehari-harinya hanya menyendiri, terbang ke sana ke mari, bermain dengan burung-burung, dan hal-hal lain yang jarang dilakukan peri lain. Maka, hal-hal aneh tersebut disebut sebagai kebodohan.
“Kenapa kau bisa berbicara begitu?” tanya Rida. “Saya tidak merugikanmu.”
“Tapi kau
Nara mendengar berbagai teriakkan, juga petir yang menggelegar di luar. Hingga membuat Aga terbangun dari tidurnya, lantas menangis cukup keras. Di balik keindahan tempat ini, ternyata akan menjadi tempat menyeramkan setelah didatangi Ratu Kegelapan.“Aga, kamu baik-baik saja sama Mama,” ucap Nara. “Percayalah, Nak. Kamu tidak akan kenapa-napa.”Itu hanya ucapan untuk meyakinkan diri sendiri. Faktanya, Nara sendiri tidak yakin dengan itu semua. Terlalu dini menilai jika ini hanya serangan biasa.Sekarang, Nara berjalan ke arah jendela di kamar. Dia membuka sedikit celah gorden, dan melihat pertarungan itu. Alangkah terkejutnya Nara saat berhasil melihat sosok Ratu Kegelapan. Sesuai namanya, di mata Nara, Ratu Kegelapan itu sangat-sangat kelam. Juga memiliki aura negatif. Rambut panjang, bibir hitam, tatapan tajam, sedang menransper kekuatan ke arah pimpinan peri.“Ya Tuhan, selamatkanlah Vida,” ucap Nara.Dia men
Sampai sekarang, Gala dan rombongan masih ada di rumah Sangga. Beberapa di antara mereka terlihat lesu, soalnya belum pula mendapatkan informasi mengenai keberadaan Nara. Padahal, bukankah bulan purnama itu akan terjadi dua hari lagi? Hal itu membuat Gala begitu cemas.“Apa mungkin Nara sudah didapatkan oleh mereka?” tanya Gala.“Bukankah kita tahu jika beberapa hari ini para pesuruh Candra masih berkeliaran mencari Nara?” melica ikut berbicara. “Sepertinya belum.”“Belum tentu ....” Sangga menggeleng. “Saya curiga, jika ini adalah bagian dari taktik mereka. Mereka seolah sedang mencari Nara. Mereka berusaha meyakinkan kita agar kita tidak cemas. Padahal, bisa saja, Nara sudah mereka temukan dan .... disembunyikan!”Mendengar penjelasan itu, semua orang terlihat syok. Mereka baru sadar jika sebenarnya, bisa saja mereka memang melakukan cara itu untuk sekadar membuat rombongan Gala tenang. Apalagi
Aku dan Nana meminggir, meskipun kami tetap saja melawan jika ada yang mendekat. Nana tetap berusaha bertarung saat ada yang mendekatinya. Gerakannya tidak kaku-kaku amat. Dia terlihat cekatan melawan dengan gerakkan-gerakkan dasar.Sambil melawan orang-orang suruhan Mas Candra, sesekali aku melirik ke arah suamiku yang ada di depan. Ya ampun, aku tidak menyangka, kami bisa ada di pihak yang berbeda. Seketika kemesraan kami itu terbayang-bayang. Saat kami menghabiskan waktu berdua di kamar. Canda tawa bersama, hingga hal-hal sederhana yang kami lewati. Tapi setelah ini, apakah hal-hal itu akan terulang kembali? Bagaimana caranya agar kami bisa kembali bersama dengan segala hal buruk yang Mas Candra lakukan?“Kak Melica, awas!” teriak Nana.Otomatis, aku terperanjat. Lamunan itu membuatku tidak fokus.Aku melihat ke arah depan, menangkis tonjokkan dari salah satu pesuruh Mas Candra, lantas aku menonjoknya balik. Ya ampun, dia terjungkal.
“Nara!” Gala meraung-raung. Aku sendiri buru-buru berlari ke arahnya. Aku membangunkan dia yang terduduk di atas tanah.“Gala, sudah, belum terlambat. Kita masih punya waktu untuk mencari jalan keluarnya!”Gala menggeleng. “Enggak, Mel. Saya sudah gagal mendapatkan Nara dan Aga. Dia terlihat begitu tertekan tadi. Sementara saya. Saya tidak bisa melakukan apa-apa.”“Enggak. Kita semua sudah mengusahakan semua yang terbaik. Tidak ada yang sia-sia. Ini hanya masalah waktu. Percayalah. Ini semua belum selesai. Aku yakin itu.”Ucapan itu tidak dijawab apa-apa. Hanya isakkan Gala yang makin mengeras.Tuan Yugas yang cukup dituakan di sini, kini berjuongkok. “Gala, mari kita ke rumah Sangga. Kita susun lagi cara untuk mendapatkan Nara. Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Kita pasti bisa.”Gala yang sedang terisak, akhirnya mengangguk.Aku menepuk-nepuk pakaian sendiri, pun dengan
Jika ditanya soal tempat paling menyeramkan yang pernah Nara injak, tentu, dia akan menjawab Dunia Kegelapan. Di antara tempat yang pernah dia singgapi di Negeri Bayangan, Dunia Kegelapan adalah tempat yang membuatnya begitu takut.Di tempat ini, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang damai. Nara hanya melihat berbagai hewan berwarna hitam yang berterbangan. Suara-suara hewan buas yang memekakan telinga, suara desisan, suara tawaan, juga suara auman. Tentu, Nara seperti sedang berada di rumah hantu.“Ini adalah ruangan terbaik di Dunia Kegelapan,” begitu kata salah satu pelayan.Barangkali, ruangan terbaik adalah sebaliknya. Sebab di ruangan ini, Nara merasa jika dirinya sedang berada di kuburan.Ruangan itu serba hitam. Di dinding-dindingnya, terdapat lukisan-lukisan manusia setengah hewan, ada pula tengorak-tengkorak yang berserakan di pojok-pojok ruangan.“Apa ruangan ini dibersihkan?” Nara bergumam kepada dirinya sendiri.
Aku mengulurkan tangan kepada wanita yang mengaku peri. Tentu, teman-temanku mengangguk. Mereka mencoba percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu. Sampai kemudian, tanganku dan tangannya saling berpegangan.“Peganglah pakaian Melica,” ucap Villa.Ucapan itu tidak dijawab, tetapi yang lainnya langsung melakukan perintah tadi. Mereka beruntut untuk memegang pakaian lebarku.“Siap?” tanya Villa.Semuanya mengangguk, sepertinya mereka masih belum percaya dengan itu semua.Sampai kemudian, kami seperti melayang di suatu lubang putih yang terlihat begitu luas. Kami melayang tanpa getaran yang berarti. Dan dalam waktu beberapa detik saja, kami sudah ada di tempat berbeda.Sejenak, aku membeku. Menyaksikan gerbang kerajaan yang terlihat begitu megah. Hal itu membuat aku akhirnya sadar. Lantas melihat teman-temanku satu per satu.“Kita benar-benar sampai?” tanyaku.Nana terlihat takjub. “Y
Saat masuk ke dalam kerajaan, aku mendapati suatu penampakkan yang berbeda. Puluhan prajurit berjejer di lapangan. Mereka terlihat siaga. Beberapa di antara mereka bahkan mengangkat berbagai senjata. Ada yang membawa panah, pedang, golok, bahkan sekadar tombak. Sepertinya, Cakra memang melakukan penjagaan ketat.“Syukurlah kalau kerajaan sudah bersiap-siap,” ucap Gala. “Saya tidak bisa membayangkan jika tiba-tiba kerajaan diserang tanpa ada persiapan.”Kami semua mengangguk. Setuju dengan sesuatu yang diucapkan Gala.Kami masuk ke lingkungan kerajaan. Para petinggi kerajaan juga sedang rapat dengar-dengar dari para pelayan. Mereka sepertinya memang tengah mengobrolkan berbagai strategi jika seandainya ada penyerangan. Syukurlah, Cakra cepat siapa dalam menangani masalah-masalah seperti itu. Hingga kemudian, Cakra menemui kami yang memang disuruh menunggu di suatu ruangan di gedung kerajaan.“Rupanya, saya bertemu dengan orang
Cahaya remang di sebuah kamar yang masuk lewat celah jendela selaras dengan hatinya yang gelisah. Dia melihat ke atas langit-langit kamar yang tidak begitu bercahaya, sebab lampu pun dimatikan. Sudah lebih dari dua minggu, anak, cucu, dan menantunya, tidak kunjung datang.Waktu itu, sebelum Gala dan Melica akhirnya pergi ke Negeri Bayangan, Ibu ditolong oleh polisi. Para polisi itu terheran-heran disaat Gala dan Melica tidak ada. Bahkan salah satu polisi bertanya.“Ke mana Pak Gala, Bu?” tanyanya.Beberapa polisi meringkus suruhan Candra, sementara salah satu pimpinan polisi mencari keterangan.“Menantu saya mengejar penculik anak dan cucu saya. Ke tengah hutan,” begitu kata Ibu.Jelas, Ibu tidak bisa membuat keterangan palsu. Tidak yang bisa dia sembunyikan. Sebab di dalam masalah ini, terdapat banyak orang yang saling berkaitan. Tentu saja, pada akhirnya hanya alasan itu yang bisa terucap.Setelah dimintai berbagai
Dua tahun kemudianHarum bawang goreng menguar dari dapur. Terlihat Nara dengan bahagia membolak-balikkan nasi di atas wajan. Rupanya, dia sedang memasak nasi goreng. Ya, nasi goreng adalah salah satu menu makan siang dirinya dengan Gala. Sekarang, Gala menjadi seorang Papa yang tidak pernah absen datang ke rumah di jam istirahat. Meski posisi kantor ke rumah lumayan jauh, tetapi dia selalu menyempatkan diri untuk datang.Sekarang, Nara mengamati nasi goreng di atas piring. Irisan tomat yang terlihat segar, sayur, juga beberapa potong sosis goreng berjejer di pinggir-pinggirnya. Dia membuat dua piring nasi goreng, khusus buat dirinya dan Gala. Tentu ini makanan sederhana, tetapi makanan sederhana akan sangat istimewa bukan? Apalagi jika yang dimasaki merasa bahagia.Saat tengah menatap makanan di atas meja, tiba-tiba ponsel Nara berbunyi. Tentu, itu dari Gala. Dia lantas mengangkatnya dengan wajah cerita.“Hallo, Mas,” ucap Na
Entah kenapa, mendengar ucapan Mas Candra seperti itu membuat hatiku terenyuh. Aku merasakan betul detak jantungnya yang menempel di badanku. Sampai akhirnya, aku melepaskan peluk untuk kesekian kalinya.“Kira-kira, apa yang membuat aku harus menerimamu kembali?” tanyaku. Aku mencari keyakinan lagi.Mas Candra menghela napas. “Karena aku mau berubah. Dan yang paling penting .... aku benar-benar cinta sama kamu. Aku merasa bahwa kebahagiaanku ada bersamamu. Bukan lagi di kerajaan.”Aku menatapnya. Mencari celah, apakah dia berbohong? Tetapi dilihat dari gerak-geriknya, aku melihat jika tidak ada kebohongan.“Apa kamu bisa menjaminnya?” tanyaku lagi.“Apa yang kamu mau dariku? Ucapkan. Apa pun, akan kulakukan jika bisa mempersatukan kita.”Pertanyaan itu malah membuatku beku. Itu hanya bentuk dari pengetesan yang kulakukan. Kamu tahu? Sejujurnya, keberadannya di sini saja sudah membuatku senang.
Aku kembali seperti Melica yang dulu. Dari dua hari lalu, aku kembali melihat aktivitas anak-anak. Melihat kerajinan yang dibuat, melihat proses paking barang-barang untuk dikirim ke luar daerah dan luar negeri, serta melihat perkebunan yang semakin sini semakin luas. Seperti keinginanku dulu, warga-warga sini hampir 80 mendominasi sebagai pegawai di panti.Pada hari ini, aku sedikit bernostalgia dengan perkebunan. Kebetulan, ada kegiatan pemetikkan beberapa sayuran seperti bonteng, bayam, sawi, dan beberapa sayur lain. Nah, aku ikut berkumpul dengan para petani yang sedang memetik sayuran.“Wah, Melica turun juga,” ucap salah satu pegawai yang sudah dari lama mengetahui aku.“Iya, Nih, Pak. Suntuk diam di kamar terus. Sekalian nostalgia,” ucapku.“Kabarnya, Melica itu kemarin hilang ya? Kenapa bisa hilang? Ada masalah apa?” pertanyaan itu tampaknya hanya basa-basi, padahal semua orang tahu jika kami diisukan menghilang
Gerbang panti terlihat di ujung mata. Aku melihat pohon-pohon yang masih sama, lebat. Aku melihat rumput-rumput hias yang ada di pinggir-pinggir pagar, yang juga terurus, lantas, aku mengembuskan napas. Tidak terasa, aku sudah ada di sini. Di rumahku sendiri.Saat membuka gerbang, penjaga panti terbelalak. Dia buru-buru menyalamiku. Tentu, aku juga menyalaminya dengan begitu bahagia.“Kok Melica tidak bilang kalau mau ke sini? Kan bisa dijemput sama anak-anak yang lain.” Ucap Pak Satpam.Dia adalah penjaga yang sudah lama ada di sini. Bahkan sejak aku kecil. Makannya, dia menyebut lebih akrab dengan sebutan nama.“Memangnya saya itu tamu, Pak?” Aku terkekeh. “Saya anak panti lho. Jadi ya, nggak usah dispesialkan juga.”Ucapan itu dijawab gelengan. Tentu, kami mengobrol sejenak. Menanyakan berbagai hal dan situasi di panti. Menurut Pak Satpam, panti mengalami banyak perkembangan. Terutama mengenai usaha-usaha yang
Kedatanganku ke kantor membuat para karyawan terbelalak. Mereka tidak menyangka, orang hilang yang selama ini diberitakan ternyata sudah kembali. Lantas, aku langsung dikerubuti oleh para karyawan.“Bu, Ibu ke mana saja? Pak Candra juga. Apa kalian baik-baik saja?” tanya salah satu dari mereka.Jelas aku tersenyum sejanak, kemudian mengangguk. “Selama ini, saya tersesat di hutan. Dan saya ... masuk ke alam ghaib.”Ucapan itu membuat mereka terlihat semakin penasaran.“Alam ghaib?” karyawan Senior yang umurnya lebih tua dari Mas Candra mengerutkan kening.“Ya. Kalau kalian tidak percaya, tidak apa-apa. Yang jelas, selama beberapa minggu, kami tersesat, sampai akhirnya saya bisa kembali. Tapi Mas Candra .....”“Pak Candra kenapa?”“Sampai sekarang tidak ada jejak. Saya tidak tahu apakah dia selamat atau tidak.”Aku mengobrol panjang lebar dengan para karyawan
Suara air yang jatuh dari atas membuat Ibu memejamkan mata. Air itu terasa mendamaikan. Dia juga merasakan kesejukkan yang luar biasa bisa berdiri di depan air terjun yang sangat mengagumkan. Sampai kemudian, dia yang tengah merasa senang, kini melotot. Dia mendapati seseorang yang tengah duduk di batu besar, juga menghadap ke air terjun. Tentu, dia tahu orang tersebut.Ibu melangkah cepat, ingin memastikan orang yang dia lihat.“Bapak ....”Ucapan itu mengudara begitu saja. Padahal, Ibu belum lihat wajahnya sama sekali.Lelaki itu menengok. Dia tersenyum lebar saat mendapati istrinya. Lantas, dia berdiri.“Kenapa Ibu ada di sini?” tanya Bapak.Ibu diam sejenak. Dia mengamati wajah teduh suaminya. Lantas, tangan kanannya mengusap wajah itu perlahan-lahan. Wajah yang begitu dia rindukan, terutama saat bapak pergi untuk selama-lamanya. Hingga, mendaratlah pelukkan yang begitu erat.“Ibu rindu Bapak,”
Setelah dari taman, aku melangkah lesu ke ruangan Mas Candra dan Ibunya. Saat masuk, ternyata mereka berdua belum sadarkan diri. Jujur, aku sedih. Ternyata effek dari kekuatan Ratu Kegelapan semalam itu membuat mereka benar-benar kritis.“Ada berbagai jaringan yang rusak,” ucap tabib. “Candra dan Ibunya harus dirawat intensif di sini.”Aku menggigit bibir. Sungguh, informasi ini benar-benar membuatku syok.“Tapi, mereka akan sembuh kan, Tetua?” tanyaku.“Setelah diteliti lebih dalam, ada kemungkinan besar jika mereka akan kembali. Terlebih, mereka itu punya kekuatan di dalam tubuhnya. Kekuatan itu membantu memulihkan kembali jaringan yang ada. Namun, tentu ini butuh waktu.”Aku mengembuskan napas lega. Itu adalah informasi yang menurutku cukup melegakan. Setidaknya, aku bisa pulang ke Bumi dalam keadaan tenang.“Saya keluar dulu ya. Saya harus melihat beberapa orang lainnya,” ucap t
Aku melihat seekor Singa melenggang masuk ke dalam kerajaan. Jelas aku langsung melotot. Aku mengingat saat kejadian di Selatan Negeri bayangan. Singa itu mengamuk. Dan sekarang, dia hadir di sini. Tentu, dia bukan singa biasa. Dia bisa mengerti ucapan-ucapan kami.Aku yang sedang ada di luar kerajaan, buru-buru menghampirinya. “Selamat datang. Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk hadir di sini.”Singa itu terlihat berkaca-kaca. Sementara, aku mengelus wajahnya dengan pelan. “terima kasih ya, kamu sudah membiarkan kami lewat pada saat itu. Sekarang, kita semua sudah menang. Semua misi yang ingin kami lakukan sudah terlaksana hari ini. Benar-benar terlaksana.”Singa itu mengaum. Sepertinya itu tanda bahwa dia bahagia.Setelah aku mengobrol beberapa saat, ada salah satu penjaga kerajaan yang datang. Ternyata, dia yang akan mengantarkan Singa itu ke makam kedua orangtuanya yang telah gugur lama di wilayah kerajaan ini.S
Melica berlari dari satu ruangan ke ruangan lain. Setiap masuk ke dalam ruangan, Melica tidak mendapati sosok yang dia cari. Dia lebih banyak mendapati orang-orang yang tak sadarkan diri dengan kepala bocor, leher tersayat, dan berbagai luka lainnya.Tentu, sepanjang mencari orang yang dia harapkan itu, Melica menangis. Baru dia sadar. Bahwa sekecewa-kecewanya dia kepada Candra, dirinya tetap mengkhawatirkan sang suami. Bagi Melica, Candra tetap menjadi orang nomor satu yang selalu membuatnya cemas.“Kau cari siapa?” tanya salah satu tabib berpakaian putih. Lelaki berjanggut itu seperti berusaha menenangkan Melica dengan tatapan teduhnya.“Saya mencari suami saya dan ibunya,” jawab Melica.“Oh, dia lelaki tinggi yang mengenakan pakaian serba hitam?” tanya tabib itu.Jelas, orang yang menggunakan pakaian hitam hanya Candra dan ibunya. Jika pun para pengikut Ratu Kegelapan menggunakan pakaian-pakaian hitam barusan,