Cahaya remang di sebuah kamar yang masuk lewat celah jendela selaras dengan hatinya yang gelisah. Dia melihat ke atas langit-langit kamar yang tidak begitu bercahaya, sebab lampu pun dimatikan. Sudah lebih dari dua minggu, anak, cucu, dan menantunya, tidak kunjung datang.
Waktu itu, sebelum Gala dan Melica akhirnya pergi ke Negeri Bayangan, Ibu ditolong oleh polisi. Para polisi itu terheran-heran disaat Gala dan Melica tidak ada. Bahkan salah satu polisi bertanya.
“Ke mana Pak Gala, Bu?” tanyanya.
Beberapa polisi meringkus suruhan Candra, sementara salah satu pimpinan polisi mencari keterangan.
“Menantu saya mengejar penculik anak dan cucu saya. Ke tengah hutan,” begitu kata Ibu.
Jelas, Ibu tidak bisa membuat keterangan palsu. Tidak yang bisa dia sembunyikan. Sebab di dalam masalah ini, terdapat banyak orang yang saling berkaitan. Tentu saja, pada akhirnya hanya alasan itu yang bisa terucap.
Setelah dimintai berbagai
Sarapan pagi ini terasa begitu hambar. Kami harus bisa mengisi perut di atas sebuah bahaya yang mungkin ada di depan mata. Orang-orang di depan kerajaan telah siaga. Kami juga sama. Kami berusaha mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Hal tersebut terlihat dari wajah yang tegang.“Kalian sudah merasa lebih baik?” tanya Cakra.Ya, dia ikut sarapan bersama kami. Mungkin, hanya dia satu-satunya Raja yang begitu rendah hati.Aku menggeleng. “Tidak. Tentu tidak.”“Terima kasih atas semua jamuannya, Cakra,” ucap Gala. “Kami merasa lebih baik. Hanya saja, kamu juga tahu, hati kami sedang was-was.”Cakra mengangguk-angguk. Aku tahu, hatinya juga sama cemasnya dengan kami.Saat kami sedang menyantap makanan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depan. Setelahnya, terbukalah pintu ruang makan itu. Seseorang berdiri dengan badan tegang.“Raja, ada kerusuhan di jalanan depan. Ada kelompok tertent
Dalam pertarungan ini, aku melihat jika mereka jago bela diri. Tetapi, tidak ada satu pun yang memiliki kekuatan seperti kami. Apakah ini jebakan? Atau mungkin? Mereka memang orang-orang yang hanya terlatih bertarung?Dugaanku, mereka ini adalah bekas prajurit yang pada akhirnya menjadi orang biasa. Sekarang, mereka datang lagi karena merasa perlu bersuara. Atau sebenarnya, memang sudah ada yang menghasut mereka? Ah, Melica, kamu itu terlalu banyak tanya. Tidak ada gunanya bukan?Selama beberapa menit dari tadi, aku bisa melawan beberapa orangtua itu. Beberapa kali pula aku kelimpungan. Untung saja para lelaki perkasa dan satu perempuan perkasa benar-benar menjagaku. Mereka tiba-tiba ada di depanku, menggunakan kekuatan mereka untuk melindungi.“Mundur, Mel!” tegas Gala.Sepertinya dia sudah jengkel. Ah, menyebalkan! Tapi benar juga. Tenagaku sudah habis. Sementara lawan itu masih sigap, tenaga mereka nggak ada habisnya.“Kamu jug
Ratu Kegelapan tengah duduk di kursi tingginya. Tentu, di bawahnya, ada beberapa pengikutnya yang telah bersujud. Beberapa puluh orang masuk ke ruangan Ratu Kegelapan. Termasuk, di dalam situ juga ada Raras dan Candra. Hal tersebut membuat ruangan itu benar-benar ramai.“Satu jam lagi, kita semua akan pergi ke kerajaan,” ucap Ratu Kegelapan. “Di sana, kita akan menyerbu mereka. Kita akan memenangkan semuanya.”Ucapan itu disambut teriakkan. Teriakkan yang mengerikan. Ada pula geraman-geraman yang membuat suasana semakin mencekam.“Candra, maju!” tegas ratu kegelapan.Ucapan itu membuat Candra buru-buru berdiri, lantas meju ke hadapan Ratu Kegelapan.“Apakah kau siap menjadi pemimpin di kerajaan Negeri Bayangan?” tanya Ratu Kegelapan. Dia seolah percaya diri akan memenangkan semuanya.“Saya siap, Ratu .....” Candra tersenyum lebar.“Yakin?” tegas Ratu Kegelapan.
Deru napas di ruangan istirahat terdengar keras dan saling bersautan. Itu adalah napas dari para pendekar yang sejak dari pagi melawan para pemberontak. Kamu tahu? Para pemberontak itu datang silih berganti. Bergerombol dan beberapa kali.Aku melihat Pikan tengah terlentang di atas lantai. Keringatnya bercucuran. Sementara, aku melihat Suri mengusap-usap tangannya. Dia terlalu sering mengeluarkan api dari tangan. Jika terlalu sering seperti itu, jelas hal itu akan membahayakan.Selain mereka berdua, aku melihat Yugas mengusap kaki. Dari tadi, dia menggunakan kaki ke sana ke mari untuk bisa melawan dengan cepat. Sementara Sangga, dia seperti banjir keringat. Dia mengeluarkan banyak tenaga untuk melawan. Bahkan juga tenaga dalam.Aku, Gala, juga Nana tentu tidak seperti mereka. Kami tidak terlalu banyak melawan karena tahu kemampuan itu tidak banyak. Kami percaya kepada mereka. Dan ya, sampai jam tujuh malam ini, akhirnya kerajaan lengang. Pemberontak bisa dikalah
Kami semua tak berdaya. Kami jatuh di atas tanah. Aku melihat ke arah Pikan dan Suri, mereka terlihat tak berdiri. Mata mereka terpejam. Sementara, Sangga dan Yugas terlihat lemas, bahkan kulihat ada darah yang berceceran. Sangga sampai muntah darah!“Gal,” desahku. “Apa kita harus menyerah?”Gala terdiam. Dia mengusap wajahnya yang penuh keringat.Tidak seharusnya aku berbicara demikian. Di situasi genting, seharusnya aku menguatkan. Namun, semuanya memang sulit bukan?Aku tidak menyangka, disaat diam seperti ini, Cakra bangun. Dia melangkah maju, lantas berkata dengan begitu lantang.“Apa kau adalah Candra?” tanya Cakra.Oh, aku baru sadar jika ini adalah pertemuan pertama mereka. Satu ayah, beda ibu. Mereka adalah saudara. Disaat detik-detik kami benar-benar kalah, Cakra memilih bertanya seperti itu. Dia seperti tidak ada perasaan takut jika dirinya akan dihempas Ratu Kegelapan.“Ya. Kau ta
Apa yang kulihat saat ini adalah sesuatu yang begitu menakjubkan sekaligus .... mengerikan. Cahaya dari tubuh Aga memancar dari bawah ke atas. Posisi bulan itu seolah dekat dengan Negeri Bayangan, sehingga dengan cepat, cahaya itu menyambung dengan rembulan.Meski aku tidak tahu secara detail bagaimana ritual itu dilaksanakan, tetapi aku mengerti aluarnya. Jadi sepertinya, cahaya dari tubuh Aga akan menyambung ke bulan, kemudian dari rembulan itu memantul kembali ke bumi, dan menyambung dengan cahaya merah dan biru dari batu kembar.Tentu, sekarang, batu kembar itu melayang-layang di atas bangunan kerajaan yang tingginya beberapa tingkat. Beberapa menit sebelumnya, kami semua mendengar suara keras. Batu kembar yang ada di ruangan tertutup, bahkan dikunci di dalam peti besi, bisa dengan gampang menerobos saking besarnya kekuatan itu. Kami yang ada di lapangan kerajaan hanya bisa pasrah.Cahaya yang memantul dari bulan sana itu sudah mulai turun lagi ke negeri bay
Air mata Nara tidak pernah bisa berhenti mengalir sejak tadi. Terutama saat mengetahui kenyataan bahwa Aga tidak ada di tangannya. Nara memang dilepaskan oleh orang-orang jahat itu, tetapi Nara merasa tidak bahagia karena nasib bayinya masih abu-abu.Hingga kemudian, Nara sedikit terperanjat saat pintu ruangan terbuka. Dia mendapati seorang gadis berdiri di hadapannya. Rambut gadis itu acak-acakkan. Terlihat jika wajah gadis itu dipenuhi keringat. Dadanya juga naik turun. Dia terlihat kecapean.Namun, tentu Nara tidak bisa diam begitu saja. Dia terfokus kepada kedua tangan gadis itu. Gadis itu seperti menggendong bayi. Yang Nara tahu, Aga dibalut kain hitam. Jelas, kain hitam itu persis seperti yang ada di tangan gadis itu.“Kau Kak Nara?” tanya gadis itu.“Kau .....” Nara mengernyitkan kening.“Saya Nana.” Nana berlari. “Kau tidak mau melihat seseorang yang ada di tanganku?”Ucapan itu jelas m
Melica berlari dari satu ruangan ke ruangan lain. Setiap masuk ke dalam ruangan, Melica tidak mendapati sosok yang dia cari. Dia lebih banyak mendapati orang-orang yang tak sadarkan diri dengan kepala bocor, leher tersayat, dan berbagai luka lainnya.Tentu, sepanjang mencari orang yang dia harapkan itu, Melica menangis. Baru dia sadar. Bahwa sekecewa-kecewanya dia kepada Candra, dirinya tetap mengkhawatirkan sang suami. Bagi Melica, Candra tetap menjadi orang nomor satu yang selalu membuatnya cemas.“Kau cari siapa?” tanya salah satu tabib berpakaian putih. Lelaki berjanggut itu seperti berusaha menenangkan Melica dengan tatapan teduhnya.“Saya mencari suami saya dan ibunya,” jawab Melica.“Oh, dia lelaki tinggi yang mengenakan pakaian serba hitam?” tanya tabib itu.Jelas, orang yang menggunakan pakaian hitam hanya Candra dan ibunya. Jika pun para pengikut Ratu Kegelapan menggunakan pakaian-pakaian hitam barusan,