Ratu Kegelapan tengah duduk di kursi tingginya. Tentu, di bawahnya, ada beberapa pengikutnya yang telah bersujud. Beberapa puluh orang masuk ke ruangan Ratu Kegelapan. Termasuk, di dalam situ juga ada Raras dan Candra. Hal tersebut membuat ruangan itu benar-benar ramai.
“Satu jam lagi, kita semua akan pergi ke kerajaan,” ucap Ratu Kegelapan. “Di sana, kita akan menyerbu mereka. Kita akan memenangkan semuanya.”
Ucapan itu disambut teriakkan. Teriakkan yang mengerikan. Ada pula geraman-geraman yang membuat suasana semakin mencekam.
“Candra, maju!” tegas ratu kegelapan.
Ucapan itu membuat Candra buru-buru berdiri, lantas meju ke hadapan Ratu Kegelapan.
“Apakah kau siap menjadi pemimpin di kerajaan Negeri Bayangan?” tanya Ratu Kegelapan. Dia seolah percaya diri akan memenangkan semuanya.
“Saya siap, Ratu .....” Candra tersenyum lebar.
“Yakin?” tegas Ratu Kegelapan.
Deru napas di ruangan istirahat terdengar keras dan saling bersautan. Itu adalah napas dari para pendekar yang sejak dari pagi melawan para pemberontak. Kamu tahu? Para pemberontak itu datang silih berganti. Bergerombol dan beberapa kali.Aku melihat Pikan tengah terlentang di atas lantai. Keringatnya bercucuran. Sementara, aku melihat Suri mengusap-usap tangannya. Dia terlalu sering mengeluarkan api dari tangan. Jika terlalu sering seperti itu, jelas hal itu akan membahayakan.Selain mereka berdua, aku melihat Yugas mengusap kaki. Dari tadi, dia menggunakan kaki ke sana ke mari untuk bisa melawan dengan cepat. Sementara Sangga, dia seperti banjir keringat. Dia mengeluarkan banyak tenaga untuk melawan. Bahkan juga tenaga dalam.Aku, Gala, juga Nana tentu tidak seperti mereka. Kami tidak terlalu banyak melawan karena tahu kemampuan itu tidak banyak. Kami percaya kepada mereka. Dan ya, sampai jam tujuh malam ini, akhirnya kerajaan lengang. Pemberontak bisa dikalah
Kami semua tak berdaya. Kami jatuh di atas tanah. Aku melihat ke arah Pikan dan Suri, mereka terlihat tak berdiri. Mata mereka terpejam. Sementara, Sangga dan Yugas terlihat lemas, bahkan kulihat ada darah yang berceceran. Sangga sampai muntah darah!“Gal,” desahku. “Apa kita harus menyerah?”Gala terdiam. Dia mengusap wajahnya yang penuh keringat.Tidak seharusnya aku berbicara demikian. Di situasi genting, seharusnya aku menguatkan. Namun, semuanya memang sulit bukan?Aku tidak menyangka, disaat diam seperti ini, Cakra bangun. Dia melangkah maju, lantas berkata dengan begitu lantang.“Apa kau adalah Candra?” tanya Cakra.Oh, aku baru sadar jika ini adalah pertemuan pertama mereka. Satu ayah, beda ibu. Mereka adalah saudara. Disaat detik-detik kami benar-benar kalah, Cakra memilih bertanya seperti itu. Dia seperti tidak ada perasaan takut jika dirinya akan dihempas Ratu Kegelapan.“Ya. Kau ta
Apa yang kulihat saat ini adalah sesuatu yang begitu menakjubkan sekaligus .... mengerikan. Cahaya dari tubuh Aga memancar dari bawah ke atas. Posisi bulan itu seolah dekat dengan Negeri Bayangan, sehingga dengan cepat, cahaya itu menyambung dengan rembulan.Meski aku tidak tahu secara detail bagaimana ritual itu dilaksanakan, tetapi aku mengerti aluarnya. Jadi sepertinya, cahaya dari tubuh Aga akan menyambung ke bulan, kemudian dari rembulan itu memantul kembali ke bumi, dan menyambung dengan cahaya merah dan biru dari batu kembar.Tentu, sekarang, batu kembar itu melayang-layang di atas bangunan kerajaan yang tingginya beberapa tingkat. Beberapa menit sebelumnya, kami semua mendengar suara keras. Batu kembar yang ada di ruangan tertutup, bahkan dikunci di dalam peti besi, bisa dengan gampang menerobos saking besarnya kekuatan itu. Kami yang ada di lapangan kerajaan hanya bisa pasrah.Cahaya yang memantul dari bulan sana itu sudah mulai turun lagi ke negeri bay
Air mata Nara tidak pernah bisa berhenti mengalir sejak tadi. Terutama saat mengetahui kenyataan bahwa Aga tidak ada di tangannya. Nara memang dilepaskan oleh orang-orang jahat itu, tetapi Nara merasa tidak bahagia karena nasib bayinya masih abu-abu.Hingga kemudian, Nara sedikit terperanjat saat pintu ruangan terbuka. Dia mendapati seorang gadis berdiri di hadapannya. Rambut gadis itu acak-acakkan. Terlihat jika wajah gadis itu dipenuhi keringat. Dadanya juga naik turun. Dia terlihat kecapean.Namun, tentu Nara tidak bisa diam begitu saja. Dia terfokus kepada kedua tangan gadis itu. Gadis itu seperti menggendong bayi. Yang Nara tahu, Aga dibalut kain hitam. Jelas, kain hitam itu persis seperti yang ada di tangan gadis itu.“Kau Kak Nara?” tanya gadis itu.“Kau .....” Nara mengernyitkan kening.“Saya Nana.” Nana berlari. “Kau tidak mau melihat seseorang yang ada di tanganku?”Ucapan itu jelas m
Melica berlari dari satu ruangan ke ruangan lain. Setiap masuk ke dalam ruangan, Melica tidak mendapati sosok yang dia cari. Dia lebih banyak mendapati orang-orang yang tak sadarkan diri dengan kepala bocor, leher tersayat, dan berbagai luka lainnya.Tentu, sepanjang mencari orang yang dia harapkan itu, Melica menangis. Baru dia sadar. Bahwa sekecewa-kecewanya dia kepada Candra, dirinya tetap mengkhawatirkan sang suami. Bagi Melica, Candra tetap menjadi orang nomor satu yang selalu membuatnya cemas.“Kau cari siapa?” tanya salah satu tabib berpakaian putih. Lelaki berjanggut itu seperti berusaha menenangkan Melica dengan tatapan teduhnya.“Saya mencari suami saya dan ibunya,” jawab Melica.“Oh, dia lelaki tinggi yang mengenakan pakaian serba hitam?” tanya tabib itu.Jelas, orang yang menggunakan pakaian hitam hanya Candra dan ibunya. Jika pun para pengikut Ratu Kegelapan menggunakan pakaian-pakaian hitam barusan,
Aku melihat seekor Singa melenggang masuk ke dalam kerajaan. Jelas aku langsung melotot. Aku mengingat saat kejadian di Selatan Negeri bayangan. Singa itu mengamuk. Dan sekarang, dia hadir di sini. Tentu, dia bukan singa biasa. Dia bisa mengerti ucapan-ucapan kami.Aku yang sedang ada di luar kerajaan, buru-buru menghampirinya. “Selamat datang. Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk hadir di sini.”Singa itu terlihat berkaca-kaca. Sementara, aku mengelus wajahnya dengan pelan. “terima kasih ya, kamu sudah membiarkan kami lewat pada saat itu. Sekarang, kita semua sudah menang. Semua misi yang ingin kami lakukan sudah terlaksana hari ini. Benar-benar terlaksana.”Singa itu mengaum. Sepertinya itu tanda bahwa dia bahagia.Setelah aku mengobrol beberapa saat, ada salah satu penjaga kerajaan yang datang. Ternyata, dia yang akan mengantarkan Singa itu ke makam kedua orangtuanya yang telah gugur lama di wilayah kerajaan ini.S
Setelah dari taman, aku melangkah lesu ke ruangan Mas Candra dan Ibunya. Saat masuk, ternyata mereka berdua belum sadarkan diri. Jujur, aku sedih. Ternyata effek dari kekuatan Ratu Kegelapan semalam itu membuat mereka benar-benar kritis.“Ada berbagai jaringan yang rusak,” ucap tabib. “Candra dan Ibunya harus dirawat intensif di sini.”Aku menggigit bibir. Sungguh, informasi ini benar-benar membuatku syok.“Tapi, mereka akan sembuh kan, Tetua?” tanyaku.“Setelah diteliti lebih dalam, ada kemungkinan besar jika mereka akan kembali. Terlebih, mereka itu punya kekuatan di dalam tubuhnya. Kekuatan itu membantu memulihkan kembali jaringan yang ada. Namun, tentu ini butuh waktu.”Aku mengembuskan napas lega. Itu adalah informasi yang menurutku cukup melegakan. Setidaknya, aku bisa pulang ke Bumi dalam keadaan tenang.“Saya keluar dulu ya. Saya harus melihat beberapa orang lainnya,” ucap t
Suara air yang jatuh dari atas membuat Ibu memejamkan mata. Air itu terasa mendamaikan. Dia juga merasakan kesejukkan yang luar biasa bisa berdiri di depan air terjun yang sangat mengagumkan. Sampai kemudian, dia yang tengah merasa senang, kini melotot. Dia mendapati seseorang yang tengah duduk di batu besar, juga menghadap ke air terjun. Tentu, dia tahu orang tersebut.Ibu melangkah cepat, ingin memastikan orang yang dia lihat.“Bapak ....”Ucapan itu mengudara begitu saja. Padahal, Ibu belum lihat wajahnya sama sekali.Lelaki itu menengok. Dia tersenyum lebar saat mendapati istrinya. Lantas, dia berdiri.“Kenapa Ibu ada di sini?” tanya Bapak.Ibu diam sejenak. Dia mengamati wajah teduh suaminya. Lantas, tangan kanannya mengusap wajah itu perlahan-lahan. Wajah yang begitu dia rindukan, terutama saat bapak pergi untuk selama-lamanya. Hingga, mendaratlah pelukkan yang begitu erat.“Ibu rindu Bapak,”