Jika ada satu permintaan dalam hidup, Nara ingin sekali hidup selamanya di Dunia Udara. Dia tidak bisa membayangkan akan hidup bahagia dan damai jika dirinya, Aga, dan Gala, ada di sini. Sayang, itu hanya angan-angan. Tentu, Nara merasa jika itu semua tidak akan pernah terjadi. Namanya angan-angan tetap angan-angan. Tidak ada yang istimewa.
“Nara ....” Itu Villa.
Nara yang tengah memandang kumpulan awan yang menggumpal-gumpal di depannya, menengok ke belakang. “Iya, Villa. Kenapa?”
“Kau sudah merasa lebih baik?” tanya Villa.
“Sejak pertama kali ke sini, aku sudah bahagia. Bahkan aku berharap supaya bisa hidup selamanya di sini. Sayangnya, sepertinya tidak bisa.”
Villa terkekeh. “Kau akan hidup jauh lebih bahagia di bumi sana. Bersama keluarga kalian.”
Nara mengangguk-angguk.
Saat sedang mengobrol, tiba-tiba ada petir yang menggelar. Tentu, hal tersebut membuat obrolan Nara dan Villa berhenti secara tiba-tiba. Di depan sana, jel
RATUSAN TAHUN LALUDunia udara adalah salah satu tempat paling damai yang pernah ada. Semua peri hidup bahagia, penuh kebajikan. Mereka adalah salah satu simbol kedamaian di dunia ini. Bahkan sering kali, mereka turun ke pemukiman warga yang masih sering terjadi perselisihan . Namun, di tempat yang paling damai pun selalu ada duri. Tidak semua peri berhati baik, ada pula peri-peri yang memang punya hati busuk.“Kau adalah peri paling bodoh yang pernah ada,” ucap salah satu peri kepada Rida.Rida adalah peri yang berbeda dengan yang lain. Dia adalah peri pendiam yang tidak pernah suka bergaul dengan peri lain. Kegiatan sehari-harinya hanya menyendiri, terbang ke sana ke mari, bermain dengan burung-burung, dan hal-hal lain yang jarang dilakukan peri lain. Maka, hal-hal aneh tersebut disebut sebagai kebodohan.“Kenapa kau bisa berbicara begitu?” tanya Rida. “Saya tidak merugikanmu.”“Tapi kau
Nara mendengar berbagai teriakkan, juga petir yang menggelegar di luar. Hingga membuat Aga terbangun dari tidurnya, lantas menangis cukup keras. Di balik keindahan tempat ini, ternyata akan menjadi tempat menyeramkan setelah didatangi Ratu Kegelapan.“Aga, kamu baik-baik saja sama Mama,” ucap Nara. “Percayalah, Nak. Kamu tidak akan kenapa-napa.”Itu hanya ucapan untuk meyakinkan diri sendiri. Faktanya, Nara sendiri tidak yakin dengan itu semua. Terlalu dini menilai jika ini hanya serangan biasa.Sekarang, Nara berjalan ke arah jendela di kamar. Dia membuka sedikit celah gorden, dan melihat pertarungan itu. Alangkah terkejutnya Nara saat berhasil melihat sosok Ratu Kegelapan. Sesuai namanya, di mata Nara, Ratu Kegelapan itu sangat-sangat kelam. Juga memiliki aura negatif. Rambut panjang, bibir hitam, tatapan tajam, sedang menransper kekuatan ke arah pimpinan peri.“Ya Tuhan, selamatkanlah Vida,” ucap Nara.Dia men
Sampai sekarang, Gala dan rombongan masih ada di rumah Sangga. Beberapa di antara mereka terlihat lesu, soalnya belum pula mendapatkan informasi mengenai keberadaan Nara. Padahal, bukankah bulan purnama itu akan terjadi dua hari lagi? Hal itu membuat Gala begitu cemas.“Apa mungkin Nara sudah didapatkan oleh mereka?” tanya Gala.“Bukankah kita tahu jika beberapa hari ini para pesuruh Candra masih berkeliaran mencari Nara?” melica ikut berbicara. “Sepertinya belum.”“Belum tentu ....” Sangga menggeleng. “Saya curiga, jika ini adalah bagian dari taktik mereka. Mereka seolah sedang mencari Nara. Mereka berusaha meyakinkan kita agar kita tidak cemas. Padahal, bisa saja, Nara sudah mereka temukan dan .... disembunyikan!”Mendengar penjelasan itu, semua orang terlihat syok. Mereka baru sadar jika sebenarnya, bisa saja mereka memang melakukan cara itu untuk sekadar membuat rombongan Gala tenang. Apalagi
Aku dan Nana meminggir, meskipun kami tetap saja melawan jika ada yang mendekat. Nana tetap berusaha bertarung saat ada yang mendekatinya. Gerakannya tidak kaku-kaku amat. Dia terlihat cekatan melawan dengan gerakkan-gerakkan dasar.Sambil melawan orang-orang suruhan Mas Candra, sesekali aku melirik ke arah suamiku yang ada di depan. Ya ampun, aku tidak menyangka, kami bisa ada di pihak yang berbeda. Seketika kemesraan kami itu terbayang-bayang. Saat kami menghabiskan waktu berdua di kamar. Canda tawa bersama, hingga hal-hal sederhana yang kami lewati. Tapi setelah ini, apakah hal-hal itu akan terulang kembali? Bagaimana caranya agar kami bisa kembali bersama dengan segala hal buruk yang Mas Candra lakukan?“Kak Melica, awas!” teriak Nana.Otomatis, aku terperanjat. Lamunan itu membuatku tidak fokus.Aku melihat ke arah depan, menangkis tonjokkan dari salah satu pesuruh Mas Candra, lantas aku menonjoknya balik. Ya ampun, dia terjungkal.
“Nara!” Gala meraung-raung. Aku sendiri buru-buru berlari ke arahnya. Aku membangunkan dia yang terduduk di atas tanah.“Gala, sudah, belum terlambat. Kita masih punya waktu untuk mencari jalan keluarnya!”Gala menggeleng. “Enggak, Mel. Saya sudah gagal mendapatkan Nara dan Aga. Dia terlihat begitu tertekan tadi. Sementara saya. Saya tidak bisa melakukan apa-apa.”“Enggak. Kita semua sudah mengusahakan semua yang terbaik. Tidak ada yang sia-sia. Ini hanya masalah waktu. Percayalah. Ini semua belum selesai. Aku yakin itu.”Ucapan itu tidak dijawab apa-apa. Hanya isakkan Gala yang makin mengeras.Tuan Yugas yang cukup dituakan di sini, kini berjuongkok. “Gala, mari kita ke rumah Sangga. Kita susun lagi cara untuk mendapatkan Nara. Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Kita pasti bisa.”Gala yang sedang terisak, akhirnya mengangguk.Aku menepuk-nepuk pakaian sendiri, pun dengan
Jika ditanya soal tempat paling menyeramkan yang pernah Nara injak, tentu, dia akan menjawab Dunia Kegelapan. Di antara tempat yang pernah dia singgapi di Negeri Bayangan, Dunia Kegelapan adalah tempat yang membuatnya begitu takut.Di tempat ini, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang damai. Nara hanya melihat berbagai hewan berwarna hitam yang berterbangan. Suara-suara hewan buas yang memekakan telinga, suara desisan, suara tawaan, juga suara auman. Tentu, Nara seperti sedang berada di rumah hantu.“Ini adalah ruangan terbaik di Dunia Kegelapan,” begitu kata salah satu pelayan.Barangkali, ruangan terbaik adalah sebaliknya. Sebab di ruangan ini, Nara merasa jika dirinya sedang berada di kuburan.Ruangan itu serba hitam. Di dinding-dindingnya, terdapat lukisan-lukisan manusia setengah hewan, ada pula tengorak-tengkorak yang berserakan di pojok-pojok ruangan.“Apa ruangan ini dibersihkan?” Nara bergumam kepada dirinya sendiri.
Aku mengulurkan tangan kepada wanita yang mengaku peri. Tentu, teman-temanku mengangguk. Mereka mencoba percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu. Sampai kemudian, tanganku dan tangannya saling berpegangan.“Peganglah pakaian Melica,” ucap Villa.Ucapan itu tidak dijawab, tetapi yang lainnya langsung melakukan perintah tadi. Mereka beruntut untuk memegang pakaian lebarku.“Siap?” tanya Villa.Semuanya mengangguk, sepertinya mereka masih belum percaya dengan itu semua.Sampai kemudian, kami seperti melayang di suatu lubang putih yang terlihat begitu luas. Kami melayang tanpa getaran yang berarti. Dan dalam waktu beberapa detik saja, kami sudah ada di tempat berbeda.Sejenak, aku membeku. Menyaksikan gerbang kerajaan yang terlihat begitu megah. Hal itu membuat aku akhirnya sadar. Lantas melihat teman-temanku satu per satu.“Kita benar-benar sampai?” tanyaku.Nana terlihat takjub. “Y
Saat masuk ke dalam kerajaan, aku mendapati suatu penampakkan yang berbeda. Puluhan prajurit berjejer di lapangan. Mereka terlihat siaga. Beberapa di antara mereka bahkan mengangkat berbagai senjata. Ada yang membawa panah, pedang, golok, bahkan sekadar tombak. Sepertinya, Cakra memang melakukan penjagaan ketat.“Syukurlah kalau kerajaan sudah bersiap-siap,” ucap Gala. “Saya tidak bisa membayangkan jika tiba-tiba kerajaan diserang tanpa ada persiapan.”Kami semua mengangguk. Setuju dengan sesuatu yang diucapkan Gala.Kami masuk ke lingkungan kerajaan. Para petinggi kerajaan juga sedang rapat dengar-dengar dari para pelayan. Mereka sepertinya memang tengah mengobrolkan berbagai strategi jika seandainya ada penyerangan. Syukurlah, Cakra cepat siapa dalam menangani masalah-masalah seperti itu. Hingga kemudian, Cakra menemui kami yang memang disuruh menunggu di suatu ruangan di gedung kerajaan.“Rupanya, saya bertemu dengan orang