Sampai sekarang, Gala dan rombongan masih ada di rumah Sangga. Beberapa di antara mereka terlihat lesu, soalnya belum pula mendapatkan informasi mengenai keberadaan Nara. Padahal, bukankah bulan purnama itu akan terjadi dua hari lagi? Hal itu membuat Gala begitu cemas.
“Apa mungkin Nara sudah didapatkan oleh mereka?” tanya Gala.
“Bukankah kita tahu jika beberapa hari ini para pesuruh Candra masih berkeliaran mencari Nara?” melica ikut berbicara. “Sepertinya belum.”
“Belum tentu ....” Sangga menggeleng. “Saya curiga, jika ini adalah bagian dari taktik mereka. Mereka seolah sedang mencari Nara. Mereka berusaha meyakinkan kita agar kita tidak cemas. Padahal, bisa saja, Nara sudah mereka temukan dan .... disembunyikan!”
Mendengar penjelasan itu, semua orang terlihat syok. Mereka baru sadar jika sebenarnya, bisa saja mereka memang melakukan cara itu untuk sekadar membuat rombongan Gala tenang. Apalagi
Aku dan Nana meminggir, meskipun kami tetap saja melawan jika ada yang mendekat. Nana tetap berusaha bertarung saat ada yang mendekatinya. Gerakannya tidak kaku-kaku amat. Dia terlihat cekatan melawan dengan gerakkan-gerakkan dasar.Sambil melawan orang-orang suruhan Mas Candra, sesekali aku melirik ke arah suamiku yang ada di depan. Ya ampun, aku tidak menyangka, kami bisa ada di pihak yang berbeda. Seketika kemesraan kami itu terbayang-bayang. Saat kami menghabiskan waktu berdua di kamar. Canda tawa bersama, hingga hal-hal sederhana yang kami lewati. Tapi setelah ini, apakah hal-hal itu akan terulang kembali? Bagaimana caranya agar kami bisa kembali bersama dengan segala hal buruk yang Mas Candra lakukan?“Kak Melica, awas!” teriak Nana.Otomatis, aku terperanjat. Lamunan itu membuatku tidak fokus.Aku melihat ke arah depan, menangkis tonjokkan dari salah satu pesuruh Mas Candra, lantas aku menonjoknya balik. Ya ampun, dia terjungkal.
“Nara!” Gala meraung-raung. Aku sendiri buru-buru berlari ke arahnya. Aku membangunkan dia yang terduduk di atas tanah.“Gala, sudah, belum terlambat. Kita masih punya waktu untuk mencari jalan keluarnya!”Gala menggeleng. “Enggak, Mel. Saya sudah gagal mendapatkan Nara dan Aga. Dia terlihat begitu tertekan tadi. Sementara saya. Saya tidak bisa melakukan apa-apa.”“Enggak. Kita semua sudah mengusahakan semua yang terbaik. Tidak ada yang sia-sia. Ini hanya masalah waktu. Percayalah. Ini semua belum selesai. Aku yakin itu.”Ucapan itu tidak dijawab apa-apa. Hanya isakkan Gala yang makin mengeras.Tuan Yugas yang cukup dituakan di sini, kini berjuongkok. “Gala, mari kita ke rumah Sangga. Kita susun lagi cara untuk mendapatkan Nara. Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Kita pasti bisa.”Gala yang sedang terisak, akhirnya mengangguk.Aku menepuk-nepuk pakaian sendiri, pun dengan
Jika ditanya soal tempat paling menyeramkan yang pernah Nara injak, tentu, dia akan menjawab Dunia Kegelapan. Di antara tempat yang pernah dia singgapi di Negeri Bayangan, Dunia Kegelapan adalah tempat yang membuatnya begitu takut.Di tempat ini, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang damai. Nara hanya melihat berbagai hewan berwarna hitam yang berterbangan. Suara-suara hewan buas yang memekakan telinga, suara desisan, suara tawaan, juga suara auman. Tentu, Nara seperti sedang berada di rumah hantu.“Ini adalah ruangan terbaik di Dunia Kegelapan,” begitu kata salah satu pelayan.Barangkali, ruangan terbaik adalah sebaliknya. Sebab di ruangan ini, Nara merasa jika dirinya sedang berada di kuburan.Ruangan itu serba hitam. Di dinding-dindingnya, terdapat lukisan-lukisan manusia setengah hewan, ada pula tengorak-tengkorak yang berserakan di pojok-pojok ruangan.“Apa ruangan ini dibersihkan?” Nara bergumam kepada dirinya sendiri.
Aku mengulurkan tangan kepada wanita yang mengaku peri. Tentu, teman-temanku mengangguk. Mereka mencoba percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu. Sampai kemudian, tanganku dan tangannya saling berpegangan.“Peganglah pakaian Melica,” ucap Villa.Ucapan itu tidak dijawab, tetapi yang lainnya langsung melakukan perintah tadi. Mereka beruntut untuk memegang pakaian lebarku.“Siap?” tanya Villa.Semuanya mengangguk, sepertinya mereka masih belum percaya dengan itu semua.Sampai kemudian, kami seperti melayang di suatu lubang putih yang terlihat begitu luas. Kami melayang tanpa getaran yang berarti. Dan dalam waktu beberapa detik saja, kami sudah ada di tempat berbeda.Sejenak, aku membeku. Menyaksikan gerbang kerajaan yang terlihat begitu megah. Hal itu membuat aku akhirnya sadar. Lantas melihat teman-temanku satu per satu.“Kita benar-benar sampai?” tanyaku.Nana terlihat takjub. “Y
Saat masuk ke dalam kerajaan, aku mendapati suatu penampakkan yang berbeda. Puluhan prajurit berjejer di lapangan. Mereka terlihat siaga. Beberapa di antara mereka bahkan mengangkat berbagai senjata. Ada yang membawa panah, pedang, golok, bahkan sekadar tombak. Sepertinya, Cakra memang melakukan penjagaan ketat.“Syukurlah kalau kerajaan sudah bersiap-siap,” ucap Gala. “Saya tidak bisa membayangkan jika tiba-tiba kerajaan diserang tanpa ada persiapan.”Kami semua mengangguk. Setuju dengan sesuatu yang diucapkan Gala.Kami masuk ke lingkungan kerajaan. Para petinggi kerajaan juga sedang rapat dengar-dengar dari para pelayan. Mereka sepertinya memang tengah mengobrolkan berbagai strategi jika seandainya ada penyerangan. Syukurlah, Cakra cepat siapa dalam menangani masalah-masalah seperti itu. Hingga kemudian, Cakra menemui kami yang memang disuruh menunggu di suatu ruangan di gedung kerajaan.“Rupanya, saya bertemu dengan orang
Cahaya remang di sebuah kamar yang masuk lewat celah jendela selaras dengan hatinya yang gelisah. Dia melihat ke atas langit-langit kamar yang tidak begitu bercahaya, sebab lampu pun dimatikan. Sudah lebih dari dua minggu, anak, cucu, dan menantunya, tidak kunjung datang.Waktu itu, sebelum Gala dan Melica akhirnya pergi ke Negeri Bayangan, Ibu ditolong oleh polisi. Para polisi itu terheran-heran disaat Gala dan Melica tidak ada. Bahkan salah satu polisi bertanya.“Ke mana Pak Gala, Bu?” tanyanya.Beberapa polisi meringkus suruhan Candra, sementara salah satu pimpinan polisi mencari keterangan.“Menantu saya mengejar penculik anak dan cucu saya. Ke tengah hutan,” begitu kata Ibu.Jelas, Ibu tidak bisa membuat keterangan palsu. Tidak yang bisa dia sembunyikan. Sebab di dalam masalah ini, terdapat banyak orang yang saling berkaitan. Tentu saja, pada akhirnya hanya alasan itu yang bisa terucap.Setelah dimintai berbagai
Sarapan pagi ini terasa begitu hambar. Kami harus bisa mengisi perut di atas sebuah bahaya yang mungkin ada di depan mata. Orang-orang di depan kerajaan telah siaga. Kami juga sama. Kami berusaha mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Hal tersebut terlihat dari wajah yang tegang.“Kalian sudah merasa lebih baik?” tanya Cakra.Ya, dia ikut sarapan bersama kami. Mungkin, hanya dia satu-satunya Raja yang begitu rendah hati.Aku menggeleng. “Tidak. Tentu tidak.”“Terima kasih atas semua jamuannya, Cakra,” ucap Gala. “Kami merasa lebih baik. Hanya saja, kamu juga tahu, hati kami sedang was-was.”Cakra mengangguk-angguk. Aku tahu, hatinya juga sama cemasnya dengan kami.Saat kami sedang menyantap makanan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depan. Setelahnya, terbukalah pintu ruang makan itu. Seseorang berdiri dengan badan tegang.“Raja, ada kerusuhan di jalanan depan. Ada kelompok tertent
Dalam pertarungan ini, aku melihat jika mereka jago bela diri. Tetapi, tidak ada satu pun yang memiliki kekuatan seperti kami. Apakah ini jebakan? Atau mungkin? Mereka memang orang-orang yang hanya terlatih bertarung?Dugaanku, mereka ini adalah bekas prajurit yang pada akhirnya menjadi orang biasa. Sekarang, mereka datang lagi karena merasa perlu bersuara. Atau sebenarnya, memang sudah ada yang menghasut mereka? Ah, Melica, kamu itu terlalu banyak tanya. Tidak ada gunanya bukan?Selama beberapa menit dari tadi, aku bisa melawan beberapa orangtua itu. Beberapa kali pula aku kelimpungan. Untung saja para lelaki perkasa dan satu perempuan perkasa benar-benar menjagaku. Mereka tiba-tiba ada di depanku, menggunakan kekuatan mereka untuk melindungi.“Mundur, Mel!” tegas Gala.Sepertinya dia sudah jengkel. Ah, menyebalkan! Tapi benar juga. Tenagaku sudah habis. Sementara lawan itu masih sigap, tenaga mereka nggak ada habisnya.“Kamu jug