Brian menatap kearah Arthur yang sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen di mejanya, Brian tau Arthur selama dua hari ini menyibukkan dirinya dengan urusan kantor, terlihat sekali Arthur membohongi dirinya, ia terlihat acuh dengan kepergian Tabitha, tapi di dalam hatinya Arthur tersakiti karena kepergian istrinya itu."Arthur.""Ya?""Aku mendapat undangan dari Mr. Xavier.""Lalu?""Kau bisa pergi kan?""Ya.""Baiklah, akan ku siapkan."Brian duduk di sofa ruangan Arthur dan tak lama seorang staf datang menemui Arthur dan menyerahkan beberapa dokumen. Brian tak menanggapi ia hanya fokus pada ponselnya namun sentakkan Arthur membuat Brian mendongakkan kepalanya."Bagaimana data tidak valid! Apa yang terjadi?!""M-maaf boss, tapi aku sudah memperbaikinya dua kali.""Tetap salah! Kau bodoh!""Saya akan perbaiki lagi boss.""Lima belas menit, jika kau belum datang dengan laporan yang benar kau ku pecat!""B-baik boss."Staf itu pun keluar, Brian menghentikannya sedangkan Arthur beridiri di
"Arthur," lirih Tabitha, wanita itu masih tidak percaya bahwa suaminya ada di hadapannya sekarang."Ya?""Pergi!" ucap Tabitha dingin."Aku ingin bicara padamu Ta.""Pergi!""Ku mohon.""Kubilang pergi Arthur!" ucap Tabitha berusaha menutup pintu namun kaki kanan Arthur menghalangi pintu itu untuk tertutup rapat."Aku ingin bicara berdua denganmu.""Aku tak ingin! Pergilah atau kakimu akan terluka!" ancam Tabitha namun tak ada rasa takut sedikitpun yang tergambar dari wajah tampan Arthur."Silahkan jika kau tega.""Tentu." Tabitha mulai menggerakkan pintunya namun ia urungkan, sial sekali lagi Arthur menang."Kubilang pergi Arthur kalau tidak_""Kalau tidak apa?""Aku akan berteriak kalau kau akan melecehkanku!""Kau istriku apa salah jika aku melecehkanmu?""DIAM!""Biarkan aku masuk, kita akan bicara baik-baik.""Tidak!""Tabitha.""PERGI ARTHUR!""Dengar aku tidak akan pergi.""Baiklah aku akan menelepon polisi.""Kau melupakan kalau suami mu ini adalah orang berpengaruh Tabitha."
Tabitha membuka matanya perlahan dan pemandangan yang dia lihat adalah wajah Arthur yang berjarak hanya beberapa senti bahkan napas Arthur pun bisa dirasakanya."Pagi!"“Kau mau apa?" tanya Tabitha."Aku hanya ingin menjadi yang pertama saat kau membuka matamu."“Bodoh!""Terserah.""Menyingkir dari hadapanku!""Kau bisakah berkata lembut seperti semalam?""Tidak," jawab Tabitha ketus lalu wanita itu memasuki kamar mandi dan berusaha menormalkan degub jantungnya."Kau ingin makan apa?""Terserah!""Tidak ada makanan yang namanya terserah honey.""Dasar bodoh!"Setelah beberapa menit ia membersihkan diri, Tabitha pun keluar dan ia menemukan Arthur tengah menyajikan berbagai makanan di atas meja mini dalam kamar hotelnya."Kau sudah selesai?""Hm.""Baiklah ayo kita makan.""Aku tidak lapar.""Kau harus makan.""Baiklah, tapi kau keluar.""Ha?""Kau keluar Arthur!""Baiklah."Arthur melirik kearah istrinya berharap wanita itu mau menerimanya namun Tabitha malah memberikan tatapan dingin
Tabitha dan Arthur sampai di mansion mereka setelah perjalanan panjang dari Macau, mereka memasuki mansion dengan Tabitha yang berjalan dibelakang tubuh tegap Arthur.Saat seorang bodyguard membuka pintu mansion untuk tuannya Madam Rose langsung menyambutnya, wanita yang sudah tak lagi muda itu langsung menghampiri Tabitha dan memeluk tubuh wanita itu."Kau sudah pulang, Madam sangat bahagia nak," ucap Madam Rose melepaskan pelukannya."Aku pulang karena mu Madam.""Tentu saja, abaikan ucapan pedas pria tua ini," ujar Madam Rose melirik Arthur."Ayo masuk, aku sudah menyiapkan banyak makanan untukmu saat Brian memberitahu kau akan pulang.""Terimakasih," ujar Tabitha sambil melangkah beriringan bersama Madam Rose meninggalkan Arthur di depan pintu mansion."Madam, aku mau ganti baju dulu.""Baiklah, aku akan menunggumu cepatlah.""Baik."Saat Tabitha ingin melangkahkan kakinya menaiki tangga suara bariton menghentikan pergerakannya. "Mau kemana kau?""Ke kamar," ucap Tabitha melirik k
Arthur dengan gagahnya mempresentasikan gagasannya mengenai resort mewah dihadapan klien pentingnya dari tiga negara. Ya, pria itu berencana untuk membangun resort mewah di tiga negara, itu adalah salah satu keinginannya.Para klien menatap Arthur dengan tatapan takjub, mereka kagum dengan gagasan yang Arthur berikan, mereka tertarik dengan proyek yang Arthur ajukan."Kita bisa membantu orang lain, dengan memberikan setengah keuntungan kita untuk Unicef dan daerah-daerah tertinggal di dunia," ujar Arthur sembari memasukkan tangan kanannya ke saku celananya."Mr. De Lavega bukanya itu malah mengurangi keuntungan kita?""Tentu, tapi itu hanya awalan saja, karena setelah kita memberikan donasi kita akan dpandang oleh banyak orang di dunia. Dan mereka pasti tertarik dengan resort kita.""Maksudmu kita gunakan jalur donasi untuk mendobrak kesuksesan resort ini?""Ya kau benar.""Ku rasa itu bagus Mr. De Lavega.""Terimakasih.""Jadi bagaimana apa kalian bersedia menerima ajakanku?" tanya A
Tabitha terbangun setelah aktifitasnya semalam dengan Arthur, bahkan wanita itu masih bergelung dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Ia melirik kearah Arthur yang masih tertidur dengan lengan dibawah kepalanya.Tabitha sedikit tidak nyaman dengan perutnya, ia merasa perutnya keram. Wanita itu sedikit meringis saat keram diperutnya semakin menjadi-jadi, ia ingin membangunkan Arthur tapi ia urungkan karena takut merepotkan suaminya lagi. Alhasil wanita itu menahanya, ia bahkan sempat meneteskan air matanya karena keram diperutnya yang menyiksa.Tak lama sebelah ranjang yang Arthur tempati bergerak, Tabitha yang merasakan pergerakan Arthur langsung menutup matanya ia tak ingin Arthur tau rasa sakit yang mendera perutnya.Arthur terbangun ia melirik kearah Tabitha dengan dahi yang membentuk lipatan, ia yakin terjadi sesuatu dengan istrinya. Arthur menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang dan membalikkan tubuh sang istri agar menghadapnya.Tabitha masih enggan membuka kelopak ma
5 bulan kemudian ....Arthur menggeliat dari tidurnya, pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar suara isakan seseorang. Arthur bangun dan bersender di kepala ranjang, pria itu menoleh ke kiri tepat dimana Tabitha tertidur dengan posisi membelakanginya. Arthur semakin panik saat melihat tubuh Tabitha yang bergetar."Hai, kau kenapa?" Arthur menyentuh bahu sang istri dan Tabitha pun melirik kearah Arthur."Kau bangun?""Ya, aku mendengar isakanmu, Ada apa?""Arthur." Tabitha bangun dan langsung memeluk pria disampingnya."Ada apa?" Arthur memang sudah terbiasa selama lima bulan kebelakang ini. Istrinya terkadang suka bangun malam hanya untuk meminta sesuatu, pernah sekali Arthur diminta untuk menjadi seorang pelayan di restoran milik France, dan jujur saja Arthur ingin sekali menolak. Hell, dia ketua mafia dan dia diminta untuk jadi seorang pelayan? Wtf!!Tapi Arthur tak bisa menolaknya karena jika ia menolak Tabitha akan berubah sangat dingin padanya bahkan wanita itu tidak in
3 bulan kemudian...Tabitha membelai pelan perutnya yang sudah membesar, wanita itu tersenyum bahagia saat merasakan pergerakan dari bayi nya yang semakin aktif. Ia bahkan bisa meletakkan cemilan diatas perutnya itu. Tabitha tak sabar untuk segera bertemu dan menggendong bayinya.Arthur membuka pintu kamarnya, pria itu mengulas senyum tipis saat mendapati istrinya yang terlihat bahagia dengan kehamilannya. Arthur duduk disofa tepat dibelakang sang istri. Tabitha sedikit tersentak karena gerakan Arthur namun dia hanya memegang dadanya."Maaf mengagetkanmu.""Ya, tak apa."Arthur meraih laptop diatas meja di depannya, ia memangku laptop itu dan memakai kacamata anti radiasinya, ia pun terfokus pada pekerjaannya. Memang perusahaannya ada sedikit masalah karena salah satu manager nya membawa uang perusahaan tapi Arthur berusaha untuk memulihkan kembali keuangan perusahaanya."Sst.…" Tabitha mendesis."Hai ada apa?" Arthur panik saat mendengar desisan Tabitha. Ia segera menutup laptopnya d
Arthur membalikkan tubuhnya menatap anak buahnya."Pekerjaan kita selesai, batalkan semua misi untuk satu tahun ke depan. Anggap saja itu cuti untuk kalian."Alexander dan Matthew sama-sama melebarkan senyumnya. Mereka saling pandang hingga. "YES, SIR," jawab mereka dengan tawa lebarnya.Brian yang gemas pun langsung menjitak kepala Matthew dan Alexander silih berganti. "Hai besok cutinya! Sekarang siapkan jet. Biss kita ingin pulang!""Sure!" Alexander dan Matthew langsung melaksanakan perintah Brian. Meninggalkan Brian dan Arthur.Arthur meraih cerutunya dan menghidupkannya. "Kau yakin?""Kau takut kekayaanku habis?""Tak mungkin!""Sudahlah Brian, ini cuti kita.""Ya, jika kau sudah berkata seperti itu aku bisa apa."Arthur terkekeh pelan, mereka pun sama-sama menikmati angin malam dengan cerutu yang saling terselip dibibir mereka.***5 tahun kemudian"Kakak! Kembalikan ice creamku!!" sentak bocah perempuan yang mengejar kakaknya."Kejarlah, ambil sendiri. Dasar lambat!" ejek boca
Keesokan paginya Arthur membuka matanya perlahan tubuhnya merasakan terpaan napas di tubuhnya, siapa lagi jika bukan istrinya.Tabitha menggeliat dari tidurnya saat merasakan telapak tangan besar suaminya yang membelai perlahan pipinya. Perlahan kedua kelopak mata Tabitha yang tertutup kini terbuka lebar. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Apa?" tanya Tabitha saat mendapati tatapan aneh dari Arthur."Kau sangat cantik, sungguh," ucap Arthur dengan tampang serius."Dasar perayu!" rutuk Tabitha seraya bangkit dari baringannya dan ia pun menepuk bahu Arthur yang ternyata terdapat lebam disana.Langsung saja Arthur meringis merasakan nyeri yang menyerpa bahunya akibat tepukan dari Tabitha."Maafkan aku," sesal Tabitha dengan mengelus pelan bahu Arthur."Tak apa.""Baiklah."Tabitha kembali dengan niatan awalnya yaitu membersihkan dirinya.Arthur menatap punggung Tabitha yang mulai menjauh, ia melirik kearah nakas, tangannya meraih laptop dan mulai menghidupkannya.Jari ta
Arthur dan Tabitha sama-sama memasuki mansion dengan beriringan, Arthur dengan menggendong Leonardo di dalam dekapannya, sesekali mencium puncak kepala putranya yang tengah terlelap tidur. Sedangkan Tabitha menggendong Fiorella.Arthur menghentikan sejenak langkah kakinya dan menatap Tabitha lekat. "Aku akan ke kamar dulu, menidurkan Leo," ucap Arthur disambut anggukan pelan oleh Tabitha."Aku akan menunggu disini." Arthur mengangguk pelan, ia pun kembali melanjutkan jalannya menaiki kamarnya.Arthur berdiri di samping ranjang, dan ia pun menurunkan tubuh Leonardo ke atas ranjang."Daddy sangat menyayangimu Leo, Daddy bersyukur kau baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padamu, Daddy tak akan bisa memaafkan diri Daddy sendiri," bisik Arthur tepat di depan dahi Leonardo dan kembali mengecup dahi putranya lembut.Arthur memperjarak antara dirinya dan putranya, ia kembali membelai surai putranya. Arthur terus menatap gurat wajah Leonardo, masih ada setitik rasa trauma pada diri seorang Art
Ditempat lain Arthur masih berusaha mengejar Damian dengan boatnya. Arthur menekan telunjuknya di telinga dan langsung tersambung dengan Brian. "Brian!""Ya?""Bagaimana keadaan di sana?""Kelompok Damian sedikit memimpin tapi lima menit lagi pasukan yang lain datang ditambah dengan anak buah Thomas, kurasa kita akan menang.""Bagus, kau lihat keadaan Tabitha?""Aku tak terlalu memperhatikan mereka, tapi sepertinya semuanya baik. Bukanya itu tugas Matthew dan Laura?""Ya, baiklah sekarang susul aku. Aku akan berusaha menghentikan Damian.""Dimana?""Laut, munuju kota.""Baiklah Arthur, aku segera ke sana.""Baiklah."Arthur melepaskan telunjuknya dan kembali fokus mengikuti yacht milik Damian. Tak lama tanpa diduga Arthur langsung dihujani oleh peluru yang dilesatkan dari yacht milik Damian, ia yakin musuh bebuyutannya itu telah menyadari bahwa sedari tadi sudah diikuti oleh Arthur.Arthur melihat yacht itu berhenti dan semakin menghujani Arthur dengan peluru dan beberapa granat. Arth
Damian meraih ponselnya yang berbunyi, pria itu memeriksa si penelepon yang ternyata adalah anak buahnya."Markas FBI kosong sekarang boss hanya ada beberapa dari mereka yang masih berada disini.""Dimana sisa pasukan?""Kita sudah bersiap untuk menyerang.""Tunggu aku, aku akan langsung ke kota sekarang.""Baik."Damian mematikan sambungan teleponnya, dan menatap Tabitha yang masih memeluk erat Leonardo."Well, kita lihat. Seberapa cepat suamimu menyelamatkan dunia setelah aku mendapatkan disk itu," ucap Damian dengan nada sombongnya."Sebelum kau mendapatkan disk itu, Arthur terlebih dahulu membunuhmu Damian!""Ucapanmu sangat pedas, dengar kau hanyalah wanita kecil yang tak tau apapun tentang dunia. Jadi jangan pernah mencoba untuk menghinaku.""Aku sudah terlebih dahulu menghinamu Damian!!""And uncle lebih baik kau pergi sebelum Daddy datang dan membunuhmu!!" ucap Leonardo lantang bahkan anak itu mengangkat wajahnya menatap Damian tanpa ada rasa takut sedikit pun di matanya."Wel
Tiga bulan kemudian ....Arthur masih sibuk dengan pekerjaannya seharian ini, pria itu sedikit tidak fokus. Entahlah tapi seperti ada yang mengganggunya hari ini. Tadi sebelum berangkat ia merasa seperti tak ingin meninggalkan Tabitha dan kedua anaknya tapi karena ada agenda dengan klien salah satu perusahaan besar dari Eropa akhirnya ia pun tetap bekerja hari ini. "Aku tak bisa tenang!" rutuk Arthur tajam.Arthur membuka ponselnya dan menelepon Tabitha. "Hallo?""Ya?""Sedang apa?""Aku sedang jalan menjemput Leo.""Kau tak apa?""Ya aku baik.""Ta, kau bersama bodyguard kan?""Arthur tenang lah aku baik, Alexander bahkan ada di depanku.""Baiklah.""Ada apa?""Entahlah, aku hanya sedikit merasa tak enak.""Tenanglah aku baik.""Fio?""Bersama Madam Rose, putrimu itu sangat baik dia sangat tenang.""Ya, baguslah.""Aku sudah sampai, aku tutup dulu Arthur.""Ya.""Bye, I love you.""Love you too." Arthur menutup ponselnya lalu meletakkannya di atas meja. Pria itu menyandarkan kepalan
7 bulan kemudian...Arthur menatap Tabitha yang tengah memakan snack ditangan kanannya seraya menonton acara reality show di TV. Wanita itu terlihat sangat berbeda dari kehamilan pertamanya, ia tak mengalami morning sickness begitupun dengan dirinya. Bahkan Tabitha tak meminta apapun ditengah kehamilannya. Hal itu sedikit mengganggu pikiran Arthur, Apa kehamilan istrinya normal? Batin Arthur."Ta?""Iya?""Apa kau tak menginginkan sesuatu?""Tidak," jawabnya dingin, dan ya. Selama kehamilan Tabitha wanita itu sangat irit bicara bahkan terkesan dingin. Ia hanya berbicara panjang saat ia berhadapan dengan Leo sementara dihadapannya? Tabitha tampak sangat cuek."Bukanya wanita hamil akan mengidam?""Memangnya jika aku tak mengidam kenapa?""Tidak aku hanya sedikit merasa aneh.""Oh, jadi kehamilanku aneh?""Bukan begitu maksudku.""Baiklah aku sedang ingin ..." Tabitha mengetukkan jarinya didagu seolah berpikir keras lalu."Ya!""Apa?" tanya Arthur tak kalah semangat."Aku ingin kau mem
Tabitha menggeliat perlahan kala sepasang tangan mungil mengguncang tubuhnya. Wanita itu membuka matanya dan menangkap sosok pria kecil yang begitu ia cintai, Leonardo."Ada apa Leo?" tanya Tabitha dengan suara serak khas orang yang bangun tidur."Ayo bangun Mom, Daddy sudah menunggu kita di luar.""Memangnya kenapa?""Daddy bilang, Daddy sedang membuat kejutan untukku. Tapi itu hanya akan Daddy tunjukkan saat Mommy juga ada di sana.""Baiklah Mommy mandi dulu.""Oke Leo tunggu."Tabitha pun tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya menanggapi sikap keras kepala yang sangat dominan pada putranya. Ia pun perlahan menuruni ranjang dan ia memulai ritual mandinya.Lima belas menit berlalu Tabitha pun sudah menyelesaikan acara mandinya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menjalankan kakinya kearah walk in closet. Wanita itu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang formal. Setelah dirasa sudah siap ia pun keluar dan mendudukkan tubuhnya di meja rias. Wanita itu memoles wajahnya dengan ria
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa