"Arthur," lirih Tabitha, wanita itu masih tidak percaya bahwa suaminya ada di hadapannya sekarang."Ya?""Pergi!" ucap Tabitha dingin."Aku ingin bicara padamu Ta.""Pergi!""Ku mohon.""Kubilang pergi Arthur!" ucap Tabitha berusaha menutup pintu namun kaki kanan Arthur menghalangi pintu itu untuk tertutup rapat."Aku ingin bicara berdua denganmu.""Aku tak ingin! Pergilah atau kakimu akan terluka!" ancam Tabitha namun tak ada rasa takut sedikitpun yang tergambar dari wajah tampan Arthur."Silahkan jika kau tega.""Tentu." Tabitha mulai menggerakkan pintunya namun ia urungkan, sial sekali lagi Arthur menang."Kubilang pergi Arthur kalau tidak_""Kalau tidak apa?""Aku akan berteriak kalau kau akan melecehkanku!""Kau istriku apa salah jika aku melecehkanmu?""DIAM!""Biarkan aku masuk, kita akan bicara baik-baik.""Tidak!""Tabitha.""PERGI ARTHUR!""Dengar aku tidak akan pergi.""Baiklah aku akan menelepon polisi.""Kau melupakan kalau suami mu ini adalah orang berpengaruh Tabitha."
Tabitha membuka matanya perlahan dan pemandangan yang dia lihat adalah wajah Arthur yang berjarak hanya beberapa senti bahkan napas Arthur pun bisa dirasakanya."Pagi!"“Kau mau apa?" tanya Tabitha."Aku hanya ingin menjadi yang pertama saat kau membuka matamu."“Bodoh!""Terserah.""Menyingkir dari hadapanku!""Kau bisakah berkata lembut seperti semalam?""Tidak," jawab Tabitha ketus lalu wanita itu memasuki kamar mandi dan berusaha menormalkan degub jantungnya."Kau ingin makan apa?""Terserah!""Tidak ada makanan yang namanya terserah honey.""Dasar bodoh!"Setelah beberapa menit ia membersihkan diri, Tabitha pun keluar dan ia menemukan Arthur tengah menyajikan berbagai makanan di atas meja mini dalam kamar hotelnya."Kau sudah selesai?""Hm.""Baiklah ayo kita makan.""Aku tidak lapar.""Kau harus makan.""Baiklah, tapi kau keluar.""Ha?""Kau keluar Arthur!""Baiklah."Arthur melirik kearah istrinya berharap wanita itu mau menerimanya namun Tabitha malah memberikan tatapan dingin
Tabitha dan Arthur sampai di mansion mereka setelah perjalanan panjang dari Macau, mereka memasuki mansion dengan Tabitha yang berjalan dibelakang tubuh tegap Arthur.Saat seorang bodyguard membuka pintu mansion untuk tuannya Madam Rose langsung menyambutnya, wanita yang sudah tak lagi muda itu langsung menghampiri Tabitha dan memeluk tubuh wanita itu."Kau sudah pulang, Madam sangat bahagia nak," ucap Madam Rose melepaskan pelukannya."Aku pulang karena mu Madam.""Tentu saja, abaikan ucapan pedas pria tua ini," ujar Madam Rose melirik Arthur."Ayo masuk, aku sudah menyiapkan banyak makanan untukmu saat Brian memberitahu kau akan pulang.""Terimakasih," ujar Tabitha sambil melangkah beriringan bersama Madam Rose meninggalkan Arthur di depan pintu mansion."Madam, aku mau ganti baju dulu.""Baiklah, aku akan menunggumu cepatlah.""Baik."Saat Tabitha ingin melangkahkan kakinya menaiki tangga suara bariton menghentikan pergerakannya. "Mau kemana kau?""Ke kamar," ucap Tabitha melirik k
Arthur dengan gagahnya mempresentasikan gagasannya mengenai resort mewah dihadapan klien pentingnya dari tiga negara. Ya, pria itu berencana untuk membangun resort mewah di tiga negara, itu adalah salah satu keinginannya.Para klien menatap Arthur dengan tatapan takjub, mereka kagum dengan gagasan yang Arthur berikan, mereka tertarik dengan proyek yang Arthur ajukan."Kita bisa membantu orang lain, dengan memberikan setengah keuntungan kita untuk Unicef dan daerah-daerah tertinggal di dunia," ujar Arthur sembari memasukkan tangan kanannya ke saku celananya."Mr. De Lavega bukanya itu malah mengurangi keuntungan kita?""Tentu, tapi itu hanya awalan saja, karena setelah kita memberikan donasi kita akan dpandang oleh banyak orang di dunia. Dan mereka pasti tertarik dengan resort kita.""Maksudmu kita gunakan jalur donasi untuk mendobrak kesuksesan resort ini?""Ya kau benar.""Ku rasa itu bagus Mr. De Lavega.""Terimakasih.""Jadi bagaimana apa kalian bersedia menerima ajakanku?" tanya A
Tabitha terbangun setelah aktifitasnya semalam dengan Arthur, bahkan wanita itu masih bergelung dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Ia melirik kearah Arthur yang masih tertidur dengan lengan dibawah kepalanya.Tabitha sedikit tidak nyaman dengan perutnya, ia merasa perutnya keram. Wanita itu sedikit meringis saat keram diperutnya semakin menjadi-jadi, ia ingin membangunkan Arthur tapi ia urungkan karena takut merepotkan suaminya lagi. Alhasil wanita itu menahanya, ia bahkan sempat meneteskan air matanya karena keram diperutnya yang menyiksa.Tak lama sebelah ranjang yang Arthur tempati bergerak, Tabitha yang merasakan pergerakan Arthur langsung menutup matanya ia tak ingin Arthur tau rasa sakit yang mendera perutnya.Arthur terbangun ia melirik kearah Tabitha dengan dahi yang membentuk lipatan, ia yakin terjadi sesuatu dengan istrinya. Arthur menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang dan membalikkan tubuh sang istri agar menghadapnya.Tabitha masih enggan membuka kelopak ma
5 bulan kemudian ....Arthur menggeliat dari tidurnya, pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar suara isakan seseorang. Arthur bangun dan bersender di kepala ranjang, pria itu menoleh ke kiri tepat dimana Tabitha tertidur dengan posisi membelakanginya. Arthur semakin panik saat melihat tubuh Tabitha yang bergetar."Hai, kau kenapa?" Arthur menyentuh bahu sang istri dan Tabitha pun melirik kearah Arthur."Kau bangun?""Ya, aku mendengar isakanmu, Ada apa?""Arthur." Tabitha bangun dan langsung memeluk pria disampingnya."Ada apa?" Arthur memang sudah terbiasa selama lima bulan kebelakang ini. Istrinya terkadang suka bangun malam hanya untuk meminta sesuatu, pernah sekali Arthur diminta untuk menjadi seorang pelayan di restoran milik France, dan jujur saja Arthur ingin sekali menolak. Hell, dia ketua mafia dan dia diminta untuk jadi seorang pelayan? Wtf!!Tapi Arthur tak bisa menolaknya karena jika ia menolak Tabitha akan berubah sangat dingin padanya bahkan wanita itu tidak in
3 bulan kemudian...Tabitha membelai pelan perutnya yang sudah membesar, wanita itu tersenyum bahagia saat merasakan pergerakan dari bayi nya yang semakin aktif. Ia bahkan bisa meletakkan cemilan diatas perutnya itu. Tabitha tak sabar untuk segera bertemu dan menggendong bayinya.Arthur membuka pintu kamarnya, pria itu mengulas senyum tipis saat mendapati istrinya yang terlihat bahagia dengan kehamilannya. Arthur duduk disofa tepat dibelakang sang istri. Tabitha sedikit tersentak karena gerakan Arthur namun dia hanya memegang dadanya."Maaf mengagetkanmu.""Ya, tak apa."Arthur meraih laptop diatas meja di depannya, ia memangku laptop itu dan memakai kacamata anti radiasinya, ia pun terfokus pada pekerjaannya. Memang perusahaannya ada sedikit masalah karena salah satu manager nya membawa uang perusahaan tapi Arthur berusaha untuk memulihkan kembali keuangan perusahaanya."Sst.…" Tabitha mendesis."Hai ada apa?" Arthur panik saat mendengar desisan Tabitha. Ia segera menutup laptopnya d
Tiga hari terhitung sejak Layla bekerja di Mansion De Lavega, tak ada hal mencurigakan yang dilakukan gadis itu, malah sebaliknya ia bertingkah sangat sopan dan baik. Arthur yang tadinya curiga perlahan mulai mempercayai Layla. Ia bahkan sudah meminta Alexander dan Brian untuk menghentikan mereka mencari tau identitas Layla.Sekarang Arthur berada didalam mobilnya menuju Mansion, ia sangat lelah setelah seharian mengurusi berbagai pekerjaan di Kantor, setelah sampai di pekarangan Mansion Arthur keluar dari mobilnya. Ia tidak langsung berjalan menuju kamar tapi dia kepantry dulu untuk mengambil whiskey miliknya dilemari pendingin.Saat Arthur mengambil sebotol whis*ey dan meneguknya. Matanya menemukan sebuah bekas obat di tempat sampah kering di pantry, Arthur yang curiga pun akhirnya mengambil bekas obat itu. Ia mengerutkan keningnya, ia tidak tau jenis obat apa itu. Akhirnya ia pun menghubungi Dokter Ryan.“Hallo Ryan.""Ya, Arthur.""Aku menemukan bekas obat.""Lalu?""Aku asing den