5 bulan kemudian ....Arthur menggeliat dari tidurnya, pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar suara isakan seseorang. Arthur bangun dan bersender di kepala ranjang, pria itu menoleh ke kiri tepat dimana Tabitha tertidur dengan posisi membelakanginya. Arthur semakin panik saat melihat tubuh Tabitha yang bergetar."Hai, kau kenapa?" Arthur menyentuh bahu sang istri dan Tabitha pun melirik kearah Arthur."Kau bangun?""Ya, aku mendengar isakanmu, Ada apa?""Arthur." Tabitha bangun dan langsung memeluk pria disampingnya."Ada apa?" Arthur memang sudah terbiasa selama lima bulan kebelakang ini. Istrinya terkadang suka bangun malam hanya untuk meminta sesuatu, pernah sekali Arthur diminta untuk menjadi seorang pelayan di restoran milik France, dan jujur saja Arthur ingin sekali menolak. Hell, dia ketua mafia dan dia diminta untuk jadi seorang pelayan? Wtf!!Tapi Arthur tak bisa menolaknya karena jika ia menolak Tabitha akan berubah sangat dingin padanya bahkan wanita itu tidak in
3 bulan kemudian...Tabitha membelai pelan perutnya yang sudah membesar, wanita itu tersenyum bahagia saat merasakan pergerakan dari bayi nya yang semakin aktif. Ia bahkan bisa meletakkan cemilan diatas perutnya itu. Tabitha tak sabar untuk segera bertemu dan menggendong bayinya.Arthur membuka pintu kamarnya, pria itu mengulas senyum tipis saat mendapati istrinya yang terlihat bahagia dengan kehamilannya. Arthur duduk disofa tepat dibelakang sang istri. Tabitha sedikit tersentak karena gerakan Arthur namun dia hanya memegang dadanya."Maaf mengagetkanmu.""Ya, tak apa."Arthur meraih laptop diatas meja di depannya, ia memangku laptop itu dan memakai kacamata anti radiasinya, ia pun terfokus pada pekerjaannya. Memang perusahaannya ada sedikit masalah karena salah satu manager nya membawa uang perusahaan tapi Arthur berusaha untuk memulihkan kembali keuangan perusahaanya."Sst.…" Tabitha mendesis."Hai ada apa?" Arthur panik saat mendengar desisan Tabitha. Ia segera menutup laptopnya d
Tiga hari terhitung sejak Layla bekerja di Mansion De Lavega, tak ada hal mencurigakan yang dilakukan gadis itu, malah sebaliknya ia bertingkah sangat sopan dan baik. Arthur yang tadinya curiga perlahan mulai mempercayai Layla. Ia bahkan sudah meminta Alexander dan Brian untuk menghentikan mereka mencari tau identitas Layla.Sekarang Arthur berada didalam mobilnya menuju Mansion, ia sangat lelah setelah seharian mengurusi berbagai pekerjaan di Kantor, setelah sampai di pekarangan Mansion Arthur keluar dari mobilnya. Ia tidak langsung berjalan menuju kamar tapi dia kepantry dulu untuk mengambil whiskey miliknya dilemari pendingin.Saat Arthur mengambil sebotol whis*ey dan meneguknya. Matanya menemukan sebuah bekas obat di tempat sampah kering di pantry, Arthur yang curiga pun akhirnya mengambil bekas obat itu. Ia mengerutkan keningnya, ia tidak tau jenis obat apa itu. Akhirnya ia pun menghubungi Dokter Ryan.“Hallo Ryan.""Ya, Arthur.""Aku menemukan bekas obat.""Lalu?""Aku asing den
Arthur terbangun dari tidurnya, pria itu melirik kearah sang istri yang masih tertidur pulas disampingnya, Arthur mengulurkan tangannya untuk membelai lembut wajah wanita yang dicintainya, ia mengecup pelan pelipis Tabitha, lalu beralih mengecup perut Tabitha yang sudah menggunung."Daddy akan pergi, jaga mommy mu," ucap Arthur dengan suara kecil dan membelai pelan disana.Arthur menyingkap selimutnya, ia langsung memasuki kamar mandi dan bersiap. Setelah selesai ia memakai jaket kulit hitam beserta celana kain hitam miliknya, Arthur keluar dari walk in closet dan mengambil kertas note diatas nakas."Maaf aku tak pamit padamu, aku tak tega membangunkanmu. Aku tak tau kapan aku pulang, tapi aku akan berusaha tetap menghubungimu. Ingat, jangan keluar tanpa penjagaan dari bodyguard. Aku mencintaimu ..."-Arthur-Arthur melirik kearah Tabitha yang masih menutup matanya, pria itu menyelipkan note nya dibawah gelas air putih. Arthur mencium kening sang istri lembut, Tabitha sedikit menggeli
Tabitha terbangun dari tidurnya, wanita itu menyibakkan selimut yang menghangatkannya semalam, ia duduk ditepi ranjang dan melirik kearah sebelah yang ternyata kosong. Tabitha mengedarkan pandangannya mencari Arthur namun batang hidung pria itu tak ia temukan. Tabitha mengambil ponsel diatas nakas namun matanya melihat sebuah note, Tabitha meraih dan membacanya dalam diam, ia mengulas senyum simpul membaca tulisan tangan Arthur yang rapih.Tabitha turun dari kamarnya dan berakhir didepan sofa, ia menonton TV namun ponselnya berdering. Tabitha mengangkat nomer tak dikenal itu."Dengar, jika kau masih ingin melihat suamimu hidup, datanglah kesebuah rumah dipinggir kota, akan ada mobil didepan mansion mu.""Siapa kau?""Suamimu ada pada kami Tabitha, cepatlah jika tidak kau akan melihat jasad suamimu sore ini."Sambungan terputus, Tabitha menelan salivanya kasar, ia khawatir dengan keadaan Arthur. Tabitha menghubungi Arthur berkali-kali, menghubungi Brian dan kantor Arthur namun ponsel B
Arthur berlari kecil memasuki salah satu rumah sakit di Vegas, ia sudah menghubungi Dokter Ryan."TOLONG!" Arthur berteriak kencang membuat beberapa perawat langsung membawa brangkar untuk Tabitha.Arthur merebahkan tubuh istrinya dengan hati-hati diatas brangkar itu. Mereka mendorongnya sampai ke tempat penanganan pertama. Ia pun duduk dikursi tunggu tak lama suara seseorang membuyarkan lamunan Arthur."Arthur!" Pria yang dipanggil namanya pun membalikkan tubuhnya menemukan Ryan sudah mengenakan jas kedokterannya."Dimana Tabitha?""Dia di dalam, selamatkan mereka," pinta Arthur."Aku akan berusaha." Ryan menepuk pelan bahu Arthur menguatkan.Tak lama Brian datang, Arthur memang tidak menunggu Brian tadi, ia terlalu kalap melihat Tabitha seperti itu."Arthur," panggil Brian."Aku tak bisa tenang!" Arthur berdiri dan berjalan mondar mandir di depan pintu."Tenanglah Arthur.""Aku tak bisa tenang melihat istriku seperti itu Brian!!""Ya, aku mengerti."Tak lama pintu ruangan itu terbu
Arthur membuka knop pintu dengan pelan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang. Ia gugup saat berada tepat di hadapan putra kecilnya.Arthur melihat bayi mungil itu, bayi yang terlihat tenang tertidur dengan ekpresi yang sangat menggemaskan. Arthur tak tahan untuk menggendongnya.“Hi, Son.""Maaf baru menengokmu."“Aku tau kau pasti kesal karena aku mengacuhkanmu dua minggu ini.""Mommy mu sakit dan aku tak bisa hidup tanpanya, jadi aku melupakanmu tapi aku tak bermaksud begitu."Tak lama pintu ruangan terbuka dan ternyata itu adalah Dokter Ryan. "Arthur."Pria yang dipanggil namanya pun menolehkan sedikit kepalanya menatap Ryan di belakangnya. "Untunglah Brian berhasil menyadarkanmu.""Aku terlalu fokus pada Tabitha.""Ya, tapi jangan pikirkan. Karena sekarang kau sudah disini, putramu pasti akan sangat bahagia sekarang."Arthur mengulas senyum tipis, ia mengangkat tangannya, membelai lembut kaca inkubator yang membatasi dirinya dengan anaknya."Kau ingin menggendongnya?""Apa bo
Arthur memasuki ruangan inkubator dengan cepat, pria itu panik saat perawat memberitahunya tentang keadaan putra kecilnya. Di dalam sudah ada Ryan yang menggendong bayi itu. Arthur segera mendekati Ryan dan melihat dengan jelas ekspresi bayinya."Dia sakit?""Suhu tubuhnya meningkat drastis Arthur.""Apa dia salah obat atau bagaimana?""Aku sudah memeriksa obatnya dan semuanya baik.""Lalu dia kenapa?""Coba kau gendong dulu, barangkali dia akan berhenti menangis.""Kemarikan."Ryan memberikan bayi itu dengan perlahan pada Arthur. Arthur meraihnya dengan hati-hati ia pun memeriksa tubuh bayi nya dan memang panas dari sebelumnya."Apa yang harus kita lakukan Ryan?""Kami akan memberikannya obat."Arthur menganggukkan kepalanya menjawab ucapan Ryan, dan tak lama terdengar dering ponsel dari saku celana Arthur.Arthur menahan bayi itu dengan satu tangannya sedangkan tangan lainnya meraih ponsel dan memeriksa si penelepon, Brian."Ya, ada apa Brian?""Arthur!" ucap Brian dengan nada panik
Arthur membalikkan tubuhnya menatap anak buahnya."Pekerjaan kita selesai, batalkan semua misi untuk satu tahun ke depan. Anggap saja itu cuti untuk kalian."Alexander dan Matthew sama-sama melebarkan senyumnya. Mereka saling pandang hingga. "YES, SIR," jawab mereka dengan tawa lebarnya.Brian yang gemas pun langsung menjitak kepala Matthew dan Alexander silih berganti. "Hai besok cutinya! Sekarang siapkan jet. Biss kita ingin pulang!""Sure!" Alexander dan Matthew langsung melaksanakan perintah Brian. Meninggalkan Brian dan Arthur.Arthur meraih cerutunya dan menghidupkannya. "Kau yakin?""Kau takut kekayaanku habis?""Tak mungkin!""Sudahlah Brian, ini cuti kita.""Ya, jika kau sudah berkata seperti itu aku bisa apa."Arthur terkekeh pelan, mereka pun sama-sama menikmati angin malam dengan cerutu yang saling terselip dibibir mereka.***5 tahun kemudian"Kakak! Kembalikan ice creamku!!" sentak bocah perempuan yang mengejar kakaknya."Kejarlah, ambil sendiri. Dasar lambat!" ejek boca
Keesokan paginya Arthur membuka matanya perlahan tubuhnya merasakan terpaan napas di tubuhnya, siapa lagi jika bukan istrinya.Tabitha menggeliat dari tidurnya saat merasakan telapak tangan besar suaminya yang membelai perlahan pipinya. Perlahan kedua kelopak mata Tabitha yang tertutup kini terbuka lebar. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Apa?" tanya Tabitha saat mendapati tatapan aneh dari Arthur."Kau sangat cantik, sungguh," ucap Arthur dengan tampang serius."Dasar perayu!" rutuk Tabitha seraya bangkit dari baringannya dan ia pun menepuk bahu Arthur yang ternyata terdapat lebam disana.Langsung saja Arthur meringis merasakan nyeri yang menyerpa bahunya akibat tepukan dari Tabitha."Maafkan aku," sesal Tabitha dengan mengelus pelan bahu Arthur."Tak apa.""Baiklah."Tabitha kembali dengan niatan awalnya yaitu membersihkan dirinya.Arthur menatap punggung Tabitha yang mulai menjauh, ia melirik kearah nakas, tangannya meraih laptop dan mulai menghidupkannya.Jari ta
Arthur dan Tabitha sama-sama memasuki mansion dengan beriringan, Arthur dengan menggendong Leonardo di dalam dekapannya, sesekali mencium puncak kepala putranya yang tengah terlelap tidur. Sedangkan Tabitha menggendong Fiorella.Arthur menghentikan sejenak langkah kakinya dan menatap Tabitha lekat. "Aku akan ke kamar dulu, menidurkan Leo," ucap Arthur disambut anggukan pelan oleh Tabitha."Aku akan menunggu disini." Arthur mengangguk pelan, ia pun kembali melanjutkan jalannya menaiki kamarnya.Arthur berdiri di samping ranjang, dan ia pun menurunkan tubuh Leonardo ke atas ranjang."Daddy sangat menyayangimu Leo, Daddy bersyukur kau baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padamu, Daddy tak akan bisa memaafkan diri Daddy sendiri," bisik Arthur tepat di depan dahi Leonardo dan kembali mengecup dahi putranya lembut.Arthur memperjarak antara dirinya dan putranya, ia kembali membelai surai putranya. Arthur terus menatap gurat wajah Leonardo, masih ada setitik rasa trauma pada diri seorang Art
Ditempat lain Arthur masih berusaha mengejar Damian dengan boatnya. Arthur menekan telunjuknya di telinga dan langsung tersambung dengan Brian. "Brian!""Ya?""Bagaimana keadaan di sana?""Kelompok Damian sedikit memimpin tapi lima menit lagi pasukan yang lain datang ditambah dengan anak buah Thomas, kurasa kita akan menang.""Bagus, kau lihat keadaan Tabitha?""Aku tak terlalu memperhatikan mereka, tapi sepertinya semuanya baik. Bukanya itu tugas Matthew dan Laura?""Ya, baiklah sekarang susul aku. Aku akan berusaha menghentikan Damian.""Dimana?""Laut, munuju kota.""Baiklah Arthur, aku segera ke sana.""Baiklah."Arthur melepaskan telunjuknya dan kembali fokus mengikuti yacht milik Damian. Tak lama tanpa diduga Arthur langsung dihujani oleh peluru yang dilesatkan dari yacht milik Damian, ia yakin musuh bebuyutannya itu telah menyadari bahwa sedari tadi sudah diikuti oleh Arthur.Arthur melihat yacht itu berhenti dan semakin menghujani Arthur dengan peluru dan beberapa granat. Arth
Damian meraih ponselnya yang berbunyi, pria itu memeriksa si penelepon yang ternyata adalah anak buahnya."Markas FBI kosong sekarang boss hanya ada beberapa dari mereka yang masih berada disini.""Dimana sisa pasukan?""Kita sudah bersiap untuk menyerang.""Tunggu aku, aku akan langsung ke kota sekarang.""Baik."Damian mematikan sambungan teleponnya, dan menatap Tabitha yang masih memeluk erat Leonardo."Well, kita lihat. Seberapa cepat suamimu menyelamatkan dunia setelah aku mendapatkan disk itu," ucap Damian dengan nada sombongnya."Sebelum kau mendapatkan disk itu, Arthur terlebih dahulu membunuhmu Damian!""Ucapanmu sangat pedas, dengar kau hanyalah wanita kecil yang tak tau apapun tentang dunia. Jadi jangan pernah mencoba untuk menghinaku.""Aku sudah terlebih dahulu menghinamu Damian!!""And uncle lebih baik kau pergi sebelum Daddy datang dan membunuhmu!!" ucap Leonardo lantang bahkan anak itu mengangkat wajahnya menatap Damian tanpa ada rasa takut sedikit pun di matanya."Wel
Tiga bulan kemudian ....Arthur masih sibuk dengan pekerjaannya seharian ini, pria itu sedikit tidak fokus. Entahlah tapi seperti ada yang mengganggunya hari ini. Tadi sebelum berangkat ia merasa seperti tak ingin meninggalkan Tabitha dan kedua anaknya tapi karena ada agenda dengan klien salah satu perusahaan besar dari Eropa akhirnya ia pun tetap bekerja hari ini. "Aku tak bisa tenang!" rutuk Arthur tajam.Arthur membuka ponselnya dan menelepon Tabitha. "Hallo?""Ya?""Sedang apa?""Aku sedang jalan menjemput Leo.""Kau tak apa?""Ya aku baik.""Ta, kau bersama bodyguard kan?""Arthur tenang lah aku baik, Alexander bahkan ada di depanku.""Baiklah.""Ada apa?""Entahlah, aku hanya sedikit merasa tak enak.""Tenanglah aku baik.""Fio?""Bersama Madam Rose, putrimu itu sangat baik dia sangat tenang.""Ya, baguslah.""Aku sudah sampai, aku tutup dulu Arthur.""Ya.""Bye, I love you.""Love you too." Arthur menutup ponselnya lalu meletakkannya di atas meja. Pria itu menyandarkan kepalan
7 bulan kemudian...Arthur menatap Tabitha yang tengah memakan snack ditangan kanannya seraya menonton acara reality show di TV. Wanita itu terlihat sangat berbeda dari kehamilan pertamanya, ia tak mengalami morning sickness begitupun dengan dirinya. Bahkan Tabitha tak meminta apapun ditengah kehamilannya. Hal itu sedikit mengganggu pikiran Arthur, Apa kehamilan istrinya normal? Batin Arthur."Ta?""Iya?""Apa kau tak menginginkan sesuatu?""Tidak," jawabnya dingin, dan ya. Selama kehamilan Tabitha wanita itu sangat irit bicara bahkan terkesan dingin. Ia hanya berbicara panjang saat ia berhadapan dengan Leo sementara dihadapannya? Tabitha tampak sangat cuek."Bukanya wanita hamil akan mengidam?""Memangnya jika aku tak mengidam kenapa?""Tidak aku hanya sedikit merasa aneh.""Oh, jadi kehamilanku aneh?""Bukan begitu maksudku.""Baiklah aku sedang ingin ..." Tabitha mengetukkan jarinya didagu seolah berpikir keras lalu."Ya!""Apa?" tanya Arthur tak kalah semangat."Aku ingin kau mem
Tabitha menggeliat perlahan kala sepasang tangan mungil mengguncang tubuhnya. Wanita itu membuka matanya dan menangkap sosok pria kecil yang begitu ia cintai, Leonardo."Ada apa Leo?" tanya Tabitha dengan suara serak khas orang yang bangun tidur."Ayo bangun Mom, Daddy sudah menunggu kita di luar.""Memangnya kenapa?""Daddy bilang, Daddy sedang membuat kejutan untukku. Tapi itu hanya akan Daddy tunjukkan saat Mommy juga ada di sana.""Baiklah Mommy mandi dulu.""Oke Leo tunggu."Tabitha pun tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya menanggapi sikap keras kepala yang sangat dominan pada putranya. Ia pun perlahan menuruni ranjang dan ia memulai ritual mandinya.Lima belas menit berlalu Tabitha pun sudah menyelesaikan acara mandinya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menjalankan kakinya kearah walk in closet. Wanita itu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang formal. Setelah dirasa sudah siap ia pun keluar dan mendudukkan tubuhnya di meja rias. Wanita itu memoles wajahnya dengan ria
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa