Arthur membuka knop pintu dengan pelan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang. Ia gugup saat berada tepat di hadapan putra kecilnya.Arthur melihat bayi mungil itu, bayi yang terlihat tenang tertidur dengan ekpresi yang sangat menggemaskan. Arthur tak tahan untuk menggendongnya.“Hi, Son.""Maaf baru menengokmu."“Aku tau kau pasti kesal karena aku mengacuhkanmu dua minggu ini.""Mommy mu sakit dan aku tak bisa hidup tanpanya, jadi aku melupakanmu tapi aku tak bermaksud begitu."Tak lama pintu ruangan terbuka dan ternyata itu adalah Dokter Ryan. "Arthur."Pria yang dipanggil namanya pun menolehkan sedikit kepalanya menatap Ryan di belakangnya. "Untunglah Brian berhasil menyadarkanmu.""Aku terlalu fokus pada Tabitha.""Ya, tapi jangan pikirkan. Karena sekarang kau sudah disini, putramu pasti akan sangat bahagia sekarang."Arthur mengulas senyum tipis, ia mengangkat tangannya, membelai lembut kaca inkubator yang membatasi dirinya dengan anaknya."Kau ingin menggendongnya?""Apa bo
Arthur memasuki ruangan inkubator dengan cepat, pria itu panik saat perawat memberitahunya tentang keadaan putra kecilnya. Di dalam sudah ada Ryan yang menggendong bayi itu. Arthur segera mendekati Ryan dan melihat dengan jelas ekspresi bayinya."Dia sakit?""Suhu tubuhnya meningkat drastis Arthur.""Apa dia salah obat atau bagaimana?""Aku sudah memeriksa obatnya dan semuanya baik.""Lalu dia kenapa?""Coba kau gendong dulu, barangkali dia akan berhenti menangis.""Kemarikan."Ryan memberikan bayi itu dengan perlahan pada Arthur. Arthur meraihnya dengan hati-hati ia pun memeriksa tubuh bayi nya dan memang panas dari sebelumnya."Apa yang harus kita lakukan Ryan?""Kami akan memberikannya obat."Arthur menganggukkan kepalanya menjawab ucapan Ryan, dan tak lama terdengar dering ponsel dari saku celana Arthur.Arthur menahan bayi itu dengan satu tangannya sedangkan tangan lainnya meraih ponsel dan memeriksa si penelepon, Brian."Ya, ada apa Brian?""Arthur!" ucap Brian dengan nada panik
Tiga hari sudah terhitung semenjak sadarnya Tabitha, semua orang berkumpul untuk melihat Artha, disaat itu datanglah Ryan dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Arthur". Arthur yang merasa namanya dipanggil pun menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah Ryan. "Ada apa?""Ada berita bagus untukmu.""Katakan.""Tabitha dan Artha bisa pulang hari ini.""Kau yakin?""Ya.""Baiklah terimakasih.""Sama-sama, kalau begitu aku akan urus keperluan kalian.""Oke." Ryan melenggang menjahui Arthur, sedangkan pria itu meraih ponsel di saku celananya dan menghubungi Alexander."Alex.""Ya boss?""Kirimkan jet pribadiku.""Boss akan pulang?""Ya.""Baik, segera saya siapkan.""Bagus."Arthur langsung mematikan sambungan teleponnya dan kembali duduk di samping sang istri seraya membelai pelan pipi Artha."Ada apa?" tanya Tabitha pelan sembari menyerahkan Artha pada Renata.Arthur mengulas senyum dan meraih tangan kanan Tabitha. "Kita akan pulang.""Sekarang?""Ya, kita tunggu Jet milikku terlebih
Setelah jet mendarat tepat di pekarangan mansion, Arthur segera menuntun perlahan tubuh sang istri menuruni tangga jetnya, hal yang sama pun dilakukan oleh Jonathan pada Renata.Tabitha menyunggingkan senyum dibibirnya seraya mendekap Artha dalam pelukannya. Tabitha dan Arthur berjalan didepan sedangkan Jonathan dan Renata serta Brian dan Alexander berjalan dibelakang.Mereka disambut oleh bodyguard yang berbaris rapih di samping kanan dan kiri pelataran menuju pintu utama, Tabitha agak bingung sebab bodyguard yang biasanya hanya menampakkan wajah serius kini terlihat mengulas senyum hangat menyambutnya."Mansion ini seperti kerajaan," bisik Renata."Dia seorang miliarder jika kau lupa.""Tentu aku tak melupakannya.""Dad, Mom sudah jangan bicara lagi!" peringat Tabitha, wanita itu sedikit kesal karena orang tuanya seperti mengagung- agungkan suaminya."Hei, kau dengar kami?""Terdengar lebih tepatnya mom," balas Tabitha sedikit cuek."Pendengarannya sangat tajam," bisik Jonathan.Art
Tabitha berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, wanita itu menelpon Arthur berkali-kali seraya menggigit kukunya kesal menunggu pria itu mengangkat teleponnya."Dimana kau Arthur!" rutuk Tabitha kesal dan menghentakkan kakinya.Tak lama terdengar suara ketukan pintu. Tabitha segera membuka pintu kamarnya dan terlihatlah Jady dan Diana di sana."Hallo Mrs. De Lavega," sapa Jady girang."Belum siap-siap?" tanya Diana melihat pakaian Tabitha yang masih mengenakan kemeja dan hot pants dengan riasan wajah yang natural."Em sebenarnya_""Dimana suamimu?" tanya Jady dengan raut wajah girang jika bicara mengenai Arthur."Dia ...""Dimana Arthur Ta?" tanya Diana mulai penasaran.“Dia bersama dengan Brian," sahut Tabitha pelan."Pantas aku tak melihatnya sore ini.""Hello! Kita harus cepat ini sudah jam enam, apa kalian tak ingin berdandan dan tampak memukau malam ini?" ucap Jady dengan gemulai."Baiklah, ayo masuk!"Tabitha memasuki kamarnya dengan Jady dan Diana mengekorinya. Jady menghenti
Setelah selesai dengan pestanya Arthur dan Tabitha memasuki kamar mereka, pun dengan tamu penting seperti sahabat Tabitha, Diana dan kedua orang tua Tabitha. Di dalam kamar, Arthur langsung mengganti bajunya dengan yang lebih simpel hal yang sama pun dilakukan oleh Tabitha, wanita itu mengganti bajunya dengan kimono tidur yang lumayan tipis.Tabitha membaringkan tubuhnya menyamping seraya menidurkan Artha yang masih setia membuka matanya, hingga akhirnya ia pun menutup matanya.Arthur keluar dari walk in closet dan melihat sang istri yang sudah tertidur, pria itu memperbaiki posisi Tabitha agar lebih nyaman dan matanya melirik ke arah Artha yang masih bangun."Kau belum tidur baby boy?" tanya Arthur memelankan sedikit suaranya.Arthur meraih Artha dengan perlahan lalu menggendongnya seraya menepuk pelan punggungnya, sepertinya bayi itu suka diperlakukan seperti itu oleh Daddy nya. Terbukti sekarang bayi mungil itu terlihat memejamkan matanya. Arthur melirik ke arah wajah Artha dan sad
3 bulan kemudian...Tabitha dan Arthur berjalan beriringan dengan tangan pria kokohnya yang mendorong baby stroller Artha. Mereka memutuskan untuk rehat sejenak dari aktivitas mereka dan berakhir di taman kota.Sebenarnya Tabitha yang merengek untuk pergi ke taman kota hari ini, dan jika sudah begini Arthur akan memutuskan seluruh pekerjaannya dan fokus untuk menghabiskan harinya dengan keluarga kecil mereka.“Ayo duduk" Ajak Tabitha menunjuk kursi panjang di tengah taman.Arthur hanya menjawab dengan senyum tipis seraya mendorong baby stroller Artha ketempat itu. Tabitha langsung mendudukkan tubuhnya sementara Arthur meraih Artha terlebih dahulu membawanya dan mendudukkannya tepat di pangkuan pria itu."Arthur aku ingin bicara, penting.""Katakan!""Ini masalah Clark.""Kenapa kau masih membahas pria sialan itu?""Ini bukan masalahnya, hanya saja aku tak tega melihat Fitry.""Apa hubungannya Clark dengan Fitry.""Tiga bulan yang lalu dia bicara padaku dan memintaku untuk bicara padam
1 tahun kemudian...Tabitha menggendong tubuh Artha yang semakin berat, putranya itu sudah tumbuh cepat dan tingkat kelucuannya pun semakin membuat Tabitha gemas, tingkahnya dan semua hal-hal yang berhubungan dengan Artha membuat Tabitha tak bisa menahan untuk mencium dan memeluk putranya selalu.Tak lama sebuah tangan besar ikut memeluknya dengan Artha dari belakang, Tabitha paham milik siapa tangan itu, bahkan tangan kekar pria di belakangnya mulai meraba dengan tidak sopan bagian depan tubuh Tabitha. "Diam Arthur.""Apa?""Kendalikan tanganmu itu.""Apa salahnya?""Kita harus menyiapkan pernikahan Diana dan Brian sekarang.""Masih bisa besok, pernikahannya kan masih seminggu lagi.""Tapi persiapannya dari sekarang Arthur.""Tapi aku kan ingin_""Hentikan, kau sudah dewasa jangan merengek lagi tak pantas dengan umurmu.""Jangan bawa-bawa umur di dalam pembicaraan kita," ucap Arthur sewot."Baiklah maafkan aku," ujar Tabitha lalu berbalik menghadap suaminya."Jaga Artha dulu.""Kau m