Tabitha berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, wanita itu menelpon Arthur berkali-kali seraya menggigit kukunya kesal menunggu pria itu mengangkat teleponnya."Dimana kau Arthur!" rutuk Tabitha kesal dan menghentakkan kakinya.Tak lama terdengar suara ketukan pintu. Tabitha segera membuka pintu kamarnya dan terlihatlah Jady dan Diana di sana."Hallo Mrs. De Lavega," sapa Jady girang."Belum siap-siap?" tanya Diana melihat pakaian Tabitha yang masih mengenakan kemeja dan hot pants dengan riasan wajah yang natural."Em sebenarnya_""Dimana suamimu?" tanya Jady dengan raut wajah girang jika bicara mengenai Arthur."Dia ...""Dimana Arthur Ta?" tanya Diana mulai penasaran.“Dia bersama dengan Brian," sahut Tabitha pelan."Pantas aku tak melihatnya sore ini.""Hello! Kita harus cepat ini sudah jam enam, apa kalian tak ingin berdandan dan tampak memukau malam ini?" ucap Jady dengan gemulai."Baiklah, ayo masuk!"Tabitha memasuki kamarnya dengan Jady dan Diana mengekorinya. Jady menghenti
Setelah selesai dengan pestanya Arthur dan Tabitha memasuki kamar mereka, pun dengan tamu penting seperti sahabat Tabitha, Diana dan kedua orang tua Tabitha. Di dalam kamar, Arthur langsung mengganti bajunya dengan yang lebih simpel hal yang sama pun dilakukan oleh Tabitha, wanita itu mengganti bajunya dengan kimono tidur yang lumayan tipis.Tabitha membaringkan tubuhnya menyamping seraya menidurkan Artha yang masih setia membuka matanya, hingga akhirnya ia pun menutup matanya.Arthur keluar dari walk in closet dan melihat sang istri yang sudah tertidur, pria itu memperbaiki posisi Tabitha agar lebih nyaman dan matanya melirik ke arah Artha yang masih bangun."Kau belum tidur baby boy?" tanya Arthur memelankan sedikit suaranya.Arthur meraih Artha dengan perlahan lalu menggendongnya seraya menepuk pelan punggungnya, sepertinya bayi itu suka diperlakukan seperti itu oleh Daddy nya. Terbukti sekarang bayi mungil itu terlihat memejamkan matanya. Arthur melirik ke arah wajah Artha dan sad
3 bulan kemudian...Tabitha dan Arthur berjalan beriringan dengan tangan pria kokohnya yang mendorong baby stroller Artha. Mereka memutuskan untuk rehat sejenak dari aktivitas mereka dan berakhir di taman kota.Sebenarnya Tabitha yang merengek untuk pergi ke taman kota hari ini, dan jika sudah begini Arthur akan memutuskan seluruh pekerjaannya dan fokus untuk menghabiskan harinya dengan keluarga kecil mereka.“Ayo duduk" Ajak Tabitha menunjuk kursi panjang di tengah taman.Arthur hanya menjawab dengan senyum tipis seraya mendorong baby stroller Artha ketempat itu. Tabitha langsung mendudukkan tubuhnya sementara Arthur meraih Artha terlebih dahulu membawanya dan mendudukkannya tepat di pangkuan pria itu."Arthur aku ingin bicara, penting.""Katakan!""Ini masalah Clark.""Kenapa kau masih membahas pria sialan itu?""Ini bukan masalahnya, hanya saja aku tak tega melihat Fitry.""Apa hubungannya Clark dengan Fitry.""Tiga bulan yang lalu dia bicara padaku dan memintaku untuk bicara padam
1 tahun kemudian...Tabitha menggendong tubuh Artha yang semakin berat, putranya itu sudah tumbuh cepat dan tingkat kelucuannya pun semakin membuat Tabitha gemas, tingkahnya dan semua hal-hal yang berhubungan dengan Artha membuat Tabitha tak bisa menahan untuk mencium dan memeluk putranya selalu.Tak lama sebuah tangan besar ikut memeluknya dengan Artha dari belakang, Tabitha paham milik siapa tangan itu, bahkan tangan kekar pria di belakangnya mulai meraba dengan tidak sopan bagian depan tubuh Tabitha. "Diam Arthur.""Apa?""Kendalikan tanganmu itu.""Apa salahnya?""Kita harus menyiapkan pernikahan Diana dan Brian sekarang.""Masih bisa besok, pernikahannya kan masih seminggu lagi.""Tapi persiapannya dari sekarang Arthur.""Tapi aku kan ingin_""Hentikan, kau sudah dewasa jangan merengek lagi tak pantas dengan umurmu.""Jangan bawa-bawa umur di dalam pembicaraan kita," ucap Arthur sewot."Baiklah maafkan aku," ujar Tabitha lalu berbalik menghadap suaminya."Jaga Artha dulu.""Kau m
Arthur membuka matanya perlahan, ia mengerjabkan pelan matanya menyesuaikan dengan terangnya cahaya dari luar, ia mendudukkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang, matanya menangkap sosok sang istri yang tengah duduk di balkon dengan majalah ditangannya.Arthur mengedarkan pandangannya melihat ranjangnya sudah lumayan bersih namun masih ada bekas bedak bayi di atas ranjangnya. Ia pun tak menemukan Brian di dalam sana, akhirnya Arthur menurunkan kakinya dan berjalan mendekati sang istri."Sudah bangun?" tanya Tabitha masih membaca majalahnya."Iya.""Puas mainnya?""Maksudmu?"Arthur segera duduk di samping Tabitha dan menatap wajah Tabitha lekat. "Seluruh isi kamar berantakan saat aku pulang dan ranjang juga dipenuhi bedak Artha.""Maaf, aku tadi_"Tabitha memotong ucapan Arthur dengan menutup majalahnya serta menatap lekat manik Arthur. "Tak apa.""Kau tak marah?""Tidak, hanya aku mungkin tak akan meninggalkan Artha padamu tanpa ada Madam Rose.""Kenapa?""Ini baru kamar mungkin
4 tahun kemudian...Terlihat seorang wanita dengan seragam kelulusan dari Harvard Univercity terus mengulas senyum seraya menanggapi uluran selamat dari teman seangkatannya."Mommy!" teriak seorang anak berusia 5 tahun berlari ke arah wanita itu.Ya, dia adalah Tabitha. Wanita itu sudah memutuskan untuk memulai jenjang pendidikannya lagi empat tahun yang lalu karena sedikit paksaan dari Arthur suaminya. Tabitha langsung membalikkan tubuhnya ke asal suara, ia langsung tersenyum manis melihat buah hatinya yang terlihat berlari ke arahnya. Tabitha langsung mendudukkan tubuhnya dan menyambut pelukan Artha sampai tubuhnya sedikit terdorong ke belakang."Sorry im late mom," ujar Artha dengan memberikan sebuket bunga pada Tabitha."Tak apa.""Happy graduation for you mom," ucap Artha seraya mengecup pipi kanan Tabitha."Thank you so much little boy," ujar Tabitha mengacak-acak rambut anaknya gemas."Dimana Daddy?""Di belakang!" unjuk Artha di belakang tubuhnya dan benar saja di sana sudah a
Arthur membuka pintu kamarnya dan melihat Tabitha dengan menggunakan tanktop tanpa kimono tidurnya. Arthur mengerti arti tatapan yang diberikan istrinya. Pria itu berjalan mendekati Tabitha yang terlihat membaca majalah tepat di samping ranjang."Kenapa?" tanya Arthur membuka jas kerjanya.Tabitha menaikkan penglihatannya menatap Arthur lekat. "Apanya?""Kenapa kau hanya memakai tanktop dan hotpants?""Tak boleh?""Boleh, hanya saja kau ..." Arthur menggantung kalimatnya dan duduk di samping Tabitha."Apa? Kau pikir aku berniat untuk menggodamu?""Ya kurasa.""Pervert!"Arthur menjatuhkan kepalanya di bahu Tabitha, mengecup singkat batang leher wanita itu. Tabitha dengan cepat menolehkan kepalanya menatap Arthur."Arthur," peringat Tabitha seraya menutup majalahnya."Hm?" tanya Arthur masih sibuk menciumi leher Tabitha.Tangan Arthur sudah berada tepat di paha Tabitha pria itu meremasnya pelan."Arthur." Tabitha semakin mendongak saat Arthur sedikit memainkan batang lehernya. Hingga m
Arthur memasuki kamarnya yang sudah ada Tabitha di dalamnya, pria itu tau istrinya masih kesal akibat kejadian tadi di ruang keluarga. Arthur mendekati Tabitha yang terlihat sedang mengotak-atik ponselnya dan ia pun meraih ponsel itu lalu duduk tepat di depan wanita itu. "Kembalikan ponselku!" ujarnya dingin mencoba meraih ponsel di dalam genggaman Arthur."Maafkan aku.""Aku sudah memaafkanmu, dan jangan bahas lagi.""Aku tau kau masih kesal""Aku tak merasa apapun Arthur, sudahlah kembalikan ponselku.""Jika kau memang tak marah, kenapa nada bicaramu dingin sekali?""Salah jika aku berbicara seperti ini?" tanya Tabitha dengan mengangkat satu alisnya."Ku mohon maafkan aku.""Ya, baiklah kau minta maaf. Aku maafkan. Sekarang kembalikan ponselku.""Oke tapi cium dulu," tawar Arthur dengan memajukan pipinya di hadapan wajah Tabitha."Tidak!""Baiklah, ponsel ini akan tetap bersamaku.""Arthur!"Arthur berdiri dan merebahkan tubuhnya di ranjang dengan membawa ponsel Tabitha dalam dekapa