1 tahun kemudian...Tabitha menggendong tubuh Artha yang semakin berat, putranya itu sudah tumbuh cepat dan tingkat kelucuannya pun semakin membuat Tabitha gemas, tingkahnya dan semua hal-hal yang berhubungan dengan Artha membuat Tabitha tak bisa menahan untuk mencium dan memeluk putranya selalu.Tak lama sebuah tangan besar ikut memeluknya dengan Artha dari belakang, Tabitha paham milik siapa tangan itu, bahkan tangan kekar pria di belakangnya mulai meraba dengan tidak sopan bagian depan tubuh Tabitha. "Diam Arthur.""Apa?""Kendalikan tanganmu itu.""Apa salahnya?""Kita harus menyiapkan pernikahan Diana dan Brian sekarang.""Masih bisa besok, pernikahannya kan masih seminggu lagi.""Tapi persiapannya dari sekarang Arthur.""Tapi aku kan ingin_""Hentikan, kau sudah dewasa jangan merengek lagi tak pantas dengan umurmu.""Jangan bawa-bawa umur di dalam pembicaraan kita," ucap Arthur sewot."Baiklah maafkan aku," ujar Tabitha lalu berbalik menghadap suaminya."Jaga Artha dulu.""Kau m
Arthur membuka matanya perlahan, ia mengerjabkan pelan matanya menyesuaikan dengan terangnya cahaya dari luar, ia mendudukkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang, matanya menangkap sosok sang istri yang tengah duduk di balkon dengan majalah ditangannya.Arthur mengedarkan pandangannya melihat ranjangnya sudah lumayan bersih namun masih ada bekas bedak bayi di atas ranjangnya. Ia pun tak menemukan Brian di dalam sana, akhirnya Arthur menurunkan kakinya dan berjalan mendekati sang istri."Sudah bangun?" tanya Tabitha masih membaca majalahnya."Iya.""Puas mainnya?""Maksudmu?"Arthur segera duduk di samping Tabitha dan menatap wajah Tabitha lekat. "Seluruh isi kamar berantakan saat aku pulang dan ranjang juga dipenuhi bedak Artha.""Maaf, aku tadi_"Tabitha memotong ucapan Arthur dengan menutup majalahnya serta menatap lekat manik Arthur. "Tak apa.""Kau tak marah?""Tidak, hanya aku mungkin tak akan meninggalkan Artha padamu tanpa ada Madam Rose.""Kenapa?""Ini baru kamar mungkin
4 tahun kemudian...Terlihat seorang wanita dengan seragam kelulusan dari Harvard Univercity terus mengulas senyum seraya menanggapi uluran selamat dari teman seangkatannya."Mommy!" teriak seorang anak berusia 5 tahun berlari ke arah wanita itu.Ya, dia adalah Tabitha. Wanita itu sudah memutuskan untuk memulai jenjang pendidikannya lagi empat tahun yang lalu karena sedikit paksaan dari Arthur suaminya. Tabitha langsung membalikkan tubuhnya ke asal suara, ia langsung tersenyum manis melihat buah hatinya yang terlihat berlari ke arahnya. Tabitha langsung mendudukkan tubuhnya dan menyambut pelukan Artha sampai tubuhnya sedikit terdorong ke belakang."Sorry im late mom," ujar Artha dengan memberikan sebuket bunga pada Tabitha."Tak apa.""Happy graduation for you mom," ucap Artha seraya mengecup pipi kanan Tabitha."Thank you so much little boy," ujar Tabitha mengacak-acak rambut anaknya gemas."Dimana Daddy?""Di belakang!" unjuk Artha di belakang tubuhnya dan benar saja di sana sudah a
Arthur membuka pintu kamarnya dan melihat Tabitha dengan menggunakan tanktop tanpa kimono tidurnya. Arthur mengerti arti tatapan yang diberikan istrinya. Pria itu berjalan mendekati Tabitha yang terlihat membaca majalah tepat di samping ranjang."Kenapa?" tanya Arthur membuka jas kerjanya.Tabitha menaikkan penglihatannya menatap Arthur lekat. "Apanya?""Kenapa kau hanya memakai tanktop dan hotpants?""Tak boleh?""Boleh, hanya saja kau ..." Arthur menggantung kalimatnya dan duduk di samping Tabitha."Apa? Kau pikir aku berniat untuk menggodamu?""Ya kurasa.""Pervert!"Arthur menjatuhkan kepalanya di bahu Tabitha, mengecup singkat batang leher wanita itu. Tabitha dengan cepat menolehkan kepalanya menatap Arthur."Arthur," peringat Tabitha seraya menutup majalahnya."Hm?" tanya Arthur masih sibuk menciumi leher Tabitha.Tangan Arthur sudah berada tepat di paha Tabitha pria itu meremasnya pelan."Arthur." Tabitha semakin mendongak saat Arthur sedikit memainkan batang lehernya. Hingga m
Arthur memasuki kamarnya yang sudah ada Tabitha di dalamnya, pria itu tau istrinya masih kesal akibat kejadian tadi di ruang keluarga. Arthur mendekati Tabitha yang terlihat sedang mengotak-atik ponselnya dan ia pun meraih ponsel itu lalu duduk tepat di depan wanita itu. "Kembalikan ponselku!" ujarnya dingin mencoba meraih ponsel di dalam genggaman Arthur."Maafkan aku.""Aku sudah memaafkanmu, dan jangan bahas lagi.""Aku tau kau masih kesal""Aku tak merasa apapun Arthur, sudahlah kembalikan ponselku.""Jika kau memang tak marah, kenapa nada bicaramu dingin sekali?""Salah jika aku berbicara seperti ini?" tanya Tabitha dengan mengangkat satu alisnya."Ku mohon maafkan aku.""Ya, baiklah kau minta maaf. Aku maafkan. Sekarang kembalikan ponselku.""Oke tapi cium dulu," tawar Arthur dengan memajukan pipinya di hadapan wajah Tabitha."Tidak!""Baiklah, ponsel ini akan tetap bersamaku.""Arthur!"Arthur berdiri dan merebahkan tubuhnya di ranjang dengan membawa ponsel Tabitha dalam dekapa
Arthur menjalankan kakinya ke dalam De Lavega Group, sudah lumayan lama ia bekerja dari rumah dan Arthur paham betul wajah pegawainya yang terlihat kaget saat kedatangannya tadi. Arthur berjalan dengan tegap memasuki ruangan kerjanya namun ia berhenti sebentar tepat di depan Lisa. "Lisa.""Iya boss?" tanya wanita itu menunduk dalam."Bawa berkas yang bermasalah termasuk laporan keuangan kita beberapa bulan ini." Arthur berbicara namun ia sama sekali tidak melihat wajah Lisa ia hanya menatap pintu ruangannya dingin."Baik boss."Setelah mendapat jawaban ia pun memasuki ruangannya. Pria itu pun mendudukan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Ia memeriksa data-data di dalam laptopnya. Tak lama Lisa datang dengan setumpuk berkas. "Ini beberapa perusahaan yang mulai merasa terancam dan meminta kompensasi atas uang mereka yang hilang Boss.""Taruh saja."Lisa meletakkan profil perusahaan-perusahaan itu, setelah selesai Lisa pamit undur diri. Arthur dengan cepat memeriksa profil dan data keuangan
Arthur membuka matanya perlahan saat cahaya matahari menyilaukan matanya. Pria itu melirik kearah kiri dimana Tabitha tertidur dengan selimut yang menutup tubuhnya yang telanjang. Arthur mengecup mata sang istri lembut lalu mengecup bibirnya singkat. Arthur menurunkan kakinya dan meraih bathrobe lalu menjalankan kakinya memasuki kamar mandi.Setelah selesai ia pun keluar dan mengganti kain bathrobe dengan kaos hitam miliknya dan celana kain putihnya. Arthur keluar dari walk in closet. Pria itu menjalankan kakinya lalu duduk di samping Tabitha membelai lembut surainya. "Bangun.""Egh ..."Tabitha mengerjabkan matanya mencari kesadaran. Ia pun mengulas senyum tipis kala menatap Arthur yang tersenyum padanya. "Mommy! Daddy!" panggil seseorang dengan teriakkan yang menggelegar dari luar.“Leo." Tabitha membulatkan matanya sedangkan Arthur hanya mengangkat satu alisnya."Buka kan pintunya Arthur!" suruh Tabitha dengan mendorong tubuh Arthur tapi tubuh itu tak bergerak sedikit pun."Kau saj
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa