4 tahun kemudian...Terlihat seorang wanita dengan seragam kelulusan dari Harvard Univercity terus mengulas senyum seraya menanggapi uluran selamat dari teman seangkatannya."Mommy!" teriak seorang anak berusia 5 tahun berlari ke arah wanita itu.Ya, dia adalah Tabitha. Wanita itu sudah memutuskan untuk memulai jenjang pendidikannya lagi empat tahun yang lalu karena sedikit paksaan dari Arthur suaminya. Tabitha langsung membalikkan tubuhnya ke asal suara, ia langsung tersenyum manis melihat buah hatinya yang terlihat berlari ke arahnya. Tabitha langsung mendudukkan tubuhnya dan menyambut pelukan Artha sampai tubuhnya sedikit terdorong ke belakang."Sorry im late mom," ujar Artha dengan memberikan sebuket bunga pada Tabitha."Tak apa.""Happy graduation for you mom," ucap Artha seraya mengecup pipi kanan Tabitha."Thank you so much little boy," ujar Tabitha mengacak-acak rambut anaknya gemas."Dimana Daddy?""Di belakang!" unjuk Artha di belakang tubuhnya dan benar saja di sana sudah a
Arthur membuka pintu kamarnya dan melihat Tabitha dengan menggunakan tanktop tanpa kimono tidurnya. Arthur mengerti arti tatapan yang diberikan istrinya. Pria itu berjalan mendekati Tabitha yang terlihat membaca majalah tepat di samping ranjang."Kenapa?" tanya Arthur membuka jas kerjanya.Tabitha menaikkan penglihatannya menatap Arthur lekat. "Apanya?""Kenapa kau hanya memakai tanktop dan hotpants?""Tak boleh?""Boleh, hanya saja kau ..." Arthur menggantung kalimatnya dan duduk di samping Tabitha."Apa? Kau pikir aku berniat untuk menggodamu?""Ya kurasa.""Pervert!"Arthur menjatuhkan kepalanya di bahu Tabitha, mengecup singkat batang leher wanita itu. Tabitha dengan cepat menolehkan kepalanya menatap Arthur."Arthur," peringat Tabitha seraya menutup majalahnya."Hm?" tanya Arthur masih sibuk menciumi leher Tabitha.Tangan Arthur sudah berada tepat di paha Tabitha pria itu meremasnya pelan."Arthur." Tabitha semakin mendongak saat Arthur sedikit memainkan batang lehernya. Hingga m
Arthur memasuki kamarnya yang sudah ada Tabitha di dalamnya, pria itu tau istrinya masih kesal akibat kejadian tadi di ruang keluarga. Arthur mendekati Tabitha yang terlihat sedang mengotak-atik ponselnya dan ia pun meraih ponsel itu lalu duduk tepat di depan wanita itu. "Kembalikan ponselku!" ujarnya dingin mencoba meraih ponsel di dalam genggaman Arthur."Maafkan aku.""Aku sudah memaafkanmu, dan jangan bahas lagi.""Aku tau kau masih kesal""Aku tak merasa apapun Arthur, sudahlah kembalikan ponselku.""Jika kau memang tak marah, kenapa nada bicaramu dingin sekali?""Salah jika aku berbicara seperti ini?" tanya Tabitha dengan mengangkat satu alisnya."Ku mohon maafkan aku.""Ya, baiklah kau minta maaf. Aku maafkan. Sekarang kembalikan ponselku.""Oke tapi cium dulu," tawar Arthur dengan memajukan pipinya di hadapan wajah Tabitha."Tidak!""Baiklah, ponsel ini akan tetap bersamaku.""Arthur!"Arthur berdiri dan merebahkan tubuhnya di ranjang dengan membawa ponsel Tabitha dalam dekapa
Arthur menjalankan kakinya ke dalam De Lavega Group, sudah lumayan lama ia bekerja dari rumah dan Arthur paham betul wajah pegawainya yang terlihat kaget saat kedatangannya tadi. Arthur berjalan dengan tegap memasuki ruangan kerjanya namun ia berhenti sebentar tepat di depan Lisa. "Lisa.""Iya boss?" tanya wanita itu menunduk dalam."Bawa berkas yang bermasalah termasuk laporan keuangan kita beberapa bulan ini." Arthur berbicara namun ia sama sekali tidak melihat wajah Lisa ia hanya menatap pintu ruangannya dingin."Baik boss."Setelah mendapat jawaban ia pun memasuki ruangannya. Pria itu pun mendudukan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Ia memeriksa data-data di dalam laptopnya. Tak lama Lisa datang dengan setumpuk berkas. "Ini beberapa perusahaan yang mulai merasa terancam dan meminta kompensasi atas uang mereka yang hilang Boss.""Taruh saja."Lisa meletakkan profil perusahaan-perusahaan itu, setelah selesai Lisa pamit undur diri. Arthur dengan cepat memeriksa profil dan data keuangan
Arthur membuka matanya perlahan saat cahaya matahari menyilaukan matanya. Pria itu melirik kearah kiri dimana Tabitha tertidur dengan selimut yang menutup tubuhnya yang telanjang. Arthur mengecup mata sang istri lembut lalu mengecup bibirnya singkat. Arthur menurunkan kakinya dan meraih bathrobe lalu menjalankan kakinya memasuki kamar mandi.Setelah selesai ia pun keluar dan mengganti kain bathrobe dengan kaos hitam miliknya dan celana kain putihnya. Arthur keluar dari walk in closet. Pria itu menjalankan kakinya lalu duduk di samping Tabitha membelai lembut surainya. "Bangun.""Egh ..."Tabitha mengerjabkan matanya mencari kesadaran. Ia pun mengulas senyum tipis kala menatap Arthur yang tersenyum padanya. "Mommy! Daddy!" panggil seseorang dengan teriakkan yang menggelegar dari luar.“Leo." Tabitha membulatkan matanya sedangkan Arthur hanya mengangkat satu alisnya."Buka kan pintunya Arthur!" suruh Tabitha dengan mendorong tubuh Arthur tapi tubuh itu tak bergerak sedikit pun."Kau saj
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa
Tabitha menggeliat perlahan kala sepasang tangan mungil mengguncang tubuhnya. Wanita itu membuka matanya dan menangkap sosok pria kecil yang begitu ia cintai, Leonardo."Ada apa Leo?" tanya Tabitha dengan suara serak khas orang yang bangun tidur."Ayo bangun Mom, Daddy sudah menunggu kita di luar.""Memangnya kenapa?""Daddy bilang, Daddy sedang membuat kejutan untukku. Tapi itu hanya akan Daddy tunjukkan saat Mommy juga ada di sana.""Baiklah Mommy mandi dulu.""Oke Leo tunggu."Tabitha pun tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya menanggapi sikap keras kepala yang sangat dominan pada putranya. Ia pun perlahan menuruni ranjang dan ia memulai ritual mandinya.Lima belas menit berlalu Tabitha pun sudah menyelesaikan acara mandinya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menjalankan kakinya kearah walk in closet. Wanita itu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang formal. Setelah dirasa sudah siap ia pun keluar dan mendudukkan tubuhnya di meja rias. Wanita itu memoles wajahnya dengan ria
7 bulan kemudian...Arthur menatap Tabitha yang tengah memakan snack ditangan kanannya seraya menonton acara reality show di TV. Wanita itu terlihat sangat berbeda dari kehamilan pertamanya, ia tak mengalami morning sickness begitupun dengan dirinya. Bahkan Tabitha tak meminta apapun ditengah kehamilannya. Hal itu sedikit mengganggu pikiran Arthur, Apa kehamilan istrinya normal? Batin Arthur."Ta?""Iya?""Apa kau tak menginginkan sesuatu?""Tidak," jawabnya dingin, dan ya. Selama kehamilan Tabitha wanita itu sangat irit bicara bahkan terkesan dingin. Ia hanya berbicara panjang saat ia berhadapan dengan Leo sementara dihadapannya? Tabitha tampak sangat cuek."Bukanya wanita hamil akan mengidam?""Memangnya jika aku tak mengidam kenapa?""Tidak aku hanya sedikit merasa aneh.""Oh, jadi kehamilanku aneh?""Bukan begitu maksudku.""Baiklah aku sedang ingin ..." Tabitha mengetukkan jarinya didagu seolah berpikir keras lalu."Ya!""Apa?" tanya Arthur tak kalah semangat."Aku ingin kau mem