Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci

Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci

last updateLast Updated : 2022-10-03
By:  Bulan MentariOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
1.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Apa jadinya jika orang yang dulu membenci kita, namun justru terancam menjadi jodoh kita di masa depan? Itulah yang kualami. Nathan Muhammad—teman sekelasku saat di SMP dulu, mendadak datang ke rumah bersama orang tuanya atas tujuan perjodohan. Siswa yang paling membenci diriku sebab alasan fisikku yang menurutnya buruk itu kini terancam akan menjadi jodohku. Namun, secara mendadak pula pria itu tak lagi mengenali wajahku sedikit pun. Terbukti dengan ramahnya dia memperkenalkan diri tanpa rasa curiga padaku. Tentu saja dia tidak mengenalku. Wajah yang penuh jerawat dengan kulit sawo matang; belum lagi dengan tubuhku yang hampir seberat 70 kg saat itu, sangat berbeda dengan penampilanku saat ini. Lalu, apa alasan atas perjodohan itu? Bagaimana nasib perjodohan setelah Nathan tahu jika wanita yang akan bersanding dengannya adalah siswi si buruk rupa yang selalu ia bully di masa sekolah dulu?

View More

Chapter 1

Pertemuan

“Ya ampun, Habibah! Kenapa masih tiduran, sih? Ayo, cepet! Bentar lagi tante Sintia sekeluarga datang.” Kali ini, mamah langsung masuk ke kamarku setelah panggilan tiga kali sebelumnya tak juga kuhiraukan, terdengar dari suara lembut mamah yang menggema di ruang pribadiku ini.

Sayangnya, rasa lelah sepulang dari tempat kerja yang melanda tubuhku, masih belum juga sirna. Tiga jam terbuai dalam tidur pun tetap belum membuat badanku segar bugar. Terlebih lagi dengan posisi tidurku yang begitu nyaman memeluk guling bermotif Hello Kitty berwarna merah muda, senada dengan warna seprei kasurku.

Selain itu, kedatangan teman mamah yang bernama tante Sintia itu tak lain adalah untuk menjodohkan aku dengan anak laki-lakinya. Tentu semakin menambah rasa malasku saat ini.

Padahal sudah berkali-kali aku bilang ke mamah, agar tak lagi memperkenalkan aku dengan laki-laki manapun. Namun, mamah tetap saja seorang ibu, yang pasti punya rasa khawatir karena anak perempuannya ini masih belum juga mendapatkan jodoh di usia yang hampir mendekati kepala tiga. Aku memaklumi untuk itu.

“Bentar lagi, Mah.” Aku menyahut malas di posisiku yang masih sama, membelakangi pintu.

“Sampai kapan, Bibah? Jangan sampai tante Sintia datang, kamu belum siap, loh!” peringat mamah lagi, yang kemudian terdengar beliau menutup pintu setelah pesan agar secepatnya bersiap, beliau tegaskan sekali lagi.

Malam ini, kami sekeluarga kedatangan tamu, lebih tepatnya teman mamah ketika masa sekolah dulu. Entah sekolah di tingkat apa, aku tidak tahu. Karena saat mamah bercerita, beliau tak menjelaskan secara detil. Hanya saja, sekilas tentang cerita itu jika anak laki-laki tante Sintia itu sangat tampan.

Tapi entah kenapa, penjelasan mamah yang itu justru membuatku tak tertarik sama sekali. Aku tidak terlalu berminat dengan cerita perihal paras rupawan laki-laki. Bagiku, mereka tak ada daya tarik sedikit pun, selain justru mengembalikan ingatanku pada masa silam yang menyakitkan, hingga dampaknya masih kurasakan hingga kini.

Terlebih lagi, paras rupawan laki-laki itu terkadang membuat mereka seakan merasa melambung tinggi. Lalu, memanfaatkan ketampanan itu untuk tebar pesona kemana-mana, menggaet lawan jenis dengan berbagai rayuan murahan. Ah, menyebalkan menurutku. Meski begitu, untuk malam ini aku tetap harus menurut apa kata mamah. Iya, hanya demi mamah dan papah.

Sesuai dengan pesan beliau saat aku baru sampai di rumah sepulang kerja sore tadi, aku harus dandan cantik di depan tamu spesial mamah. Jilbab merah muda dipadu dengan gamis putih bermotif kembang yang juga berwarna senada dengan jilbab, kini sudah melekat di tubuhku.

“Nah, gini. Kan, cantik.”

Pujian papah yang tiba-tiba membuat tubuhku bergetar seketika. Tentu saja terkejut, karena pandanganku sejak tadi fokus pada bidadari yang kini terpantul di depan cermin almari di depanku. Entah sejak kapan pria gagah paruh baya itu berdiri di kusen pintu kamarku.

“Apaan, sih, Pah,” sahutku kemudian. Aku lalu beranjak keluar dari kamar begitu papah mengajakku dan menggandeng tanganku menuju ruang di mana para tamu yang baru saja datang itu duduk.

Kata mamah, hanya tiga orang saja yang datang. Namun suara gelagar obrolan mereka sudah menusuk gendang telingaku meski langkahku bersama papah belum sampai ke sana.

Memang, sih, suara riuh itu bukan berasal dari tamu semata, ada mamah juga di sana, terdengar jelas dari gelak tawanya. Tapi, mamah memang seperti itu. Walau aslinya memiliki sifat pendiam, tapi saat bertemu dengan teman lama yang bisa dibilang sahabat, pasti sifat pendiamnya langsung berubah cerewet seketika.

Tak berselang lama, perbincangan hangat mereka mendadak terhenti saat melihat kehadiranku dan papah memenuhi ruang tamu. Suara riuh dengan gelak tawa sebelumnya, tiba-tiba menjadi hening pula. Namun hanya sebentar, tante Sintia dan om Darmawan kemudian menyambutku ramah.

Eh, tunggu. Ada satu yang tertinggal. Di sela-sela obrolan kami bertanya basa basi, pandanganku sesekali melirik pada sosok di sebelah tante Sintia, tepatnya di sofa sebelah pinggir. Tebakanku, dia pasti anak laki-laki tante Sintia, karena hanya dia satu-satunya pria muda dari tamu yang datang.

Mungkin juga, laki-laki itu yang kata mamah akan dijodohkan denganku. Betul kata mamah, anak tante Sintia ini berwajah tampan, bahkan sangat tampan bak aktor Indonesia Roger Danuarta yang sering tampil di televisi. Tinggi dan tegap, serta berpenampilan sangat rapi juga modis.

Sayangnya, wajah tampan yang sejak tadi ikut tersenyum padaku itu, sudah tidak asing buatku. Mata ini tidak mungkin salah menebak sosok pemuda yang kini duduk manis sambil sesekali menjawab pertanyaan ringan dari mamah dan papah.

Dan ternyata benar sekali dugaanku, jika pemuda itu tak lain adalah Nathan Muhammad, setelah tante Sintia memperjelas nama putranya di depanku. Tentu saja aku pun berusaha tersenyum manis menyambut hangat keramahan mereka, meski dalam hati mendadak timbul rasa dendam pada laki-laki yang dua tahun lebih tua dariku di pojok sana itu.

Namun sepertinya, laki-laki itu tidak mengenaliku sama sekali. Dia tidak memahami wajah yang dulu sering dia temui setiap hari. Senyuman ramah itu menjadi bukti kepolosan pandangan matanya, yang memang tidak mendeteksi sosok diriku.

Terlebih lagi, namaku yang mamah sebutkan adalah Habibah, nama panggilan yang hanya ketika berada di tengah-tengah keluarga sendiri saja. Mamah juga tidak menyebut nama lengkapku, membuat identitasku tak bisa diterka dengan mudah.

Dan lagi, andai Nathan mendengar nama lengkapku—Ranum Habibah pun, aku yakin dia tetap tidak mengenali, karena masa 13 tahun yang lalu, pemuda itu hanya menyebutku dengan julukan buruk saja.

Tentu saja Nathan tidak mengenalku. Penampilan yang dulu dia sering lihat dariku, sama sekali sangat jauh berbeda dengan yang dia lihat sekarang. Aku bukan lagi Ranum Habibah yang dulu, berwajah penuh jerawat serta bertubuh gendut. Sosok Ranum saat ini bahkan hingga tidak bisa dikenali oleh musuh bebuyutan masa lalu.

“Kamu bekerja dimana?”

Pandanganku beralih dari jalanan di depan rumah saat Nathan menghampiriku, lalu duduk di sebelahku dalam satu bangku panjang. Aku hanya menatapnya sekilas, lalu kembali di posisi semula setelah menerima satu gelas minuman yang dia bawa untukku.

“Aku bekerja di rumah sakit daerah di kota ini,” sahutku datar, namun disusul senyum tipis kemudian saat menyadari keberadaan kami di teras ini atas permintaan mamah dan tante Sintia.

Setelah acara jamuan makan malam selesai, tante Sintia meminta aku dan Nathan untuk berbincang mencari tempat yang nyaman. Dan, teras inilah yang kupilih sebagai tempat duduk santai sekaligus mencari angin malam.

Sejujurnya, entah apa yang kurasakan saat ini. Perjodohan di luar dugaan ini membuatku tak bisa berpikir jernih. Aku merasa kesulitan untuk memutuskan menerima atau menolaknya.

Sementara jika menerima, taruhannya adalah mentalku. Setiap hari, aku akan dihadapkan dengan pria yang sangat aku benci itu. Lalu jika menolak, ada rasa tak enak pada tante Sintia yang sejak awal aku mengenalnya satu tahu lalu, beliau sangat baik padaku.

Pasalnya, pria yang mamah pilihkan untukku adalah orang yang menjadi penyebab sampai detik ini aku memilih menyendiri. Nathan—nama sosok laki-laki yang sangat aku benci selama bertahun-tahun.

Patah hati karena pria itu? Bukan. Lebih tepatnya, sakit hati atas perlakuan Nathan di masa lalu. Iya, laki-laki berparas tampan itu telah menghancurkan mentalku saat itu, bahkan dampaknya masih terasa hingga kini.

Tepat pukul 21.00, tante Sintia dan om Darmawan serta putranya yang menyebalkan itu akhirnya berpamitan. Kami sekeluarga pun dengan ramah mengantar mereka hingga pintu pagar.

Di akhir obrolan saat akan naik mobil, tante Sintia memelukku erat setelah menerima salah takzim dariku. Dia menatapku dalam sebelum kemudian berucap, “Tante tunggu jawaban kamu, Sayang. Tante harap, jawabannya sesuai dengan keinginan tante.”

Aku termangu sesaat, menatap sorot mata tante Sintia yang menyimpan harapan besar, seakan menuntutku menerima perjodohan ini. Aku lalu hanya memberi jawaban anggukan disertai senyum ramah. Biarkan aku berpikir sebelum menjawab kepastiannya nanti. (*)

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
19 Chapters
Pertemuan
“Ya ampun, Habibah! Kenapa masih tiduran, sih? Ayo, cepet! Bentar lagi tante Sintia sekeluarga datang.” Kali ini, mamah langsung masuk ke kamarku setelah panggilan tiga kali sebelumnya tak juga kuhiraukan, terdengar dari suara lembut mamah yang menggema di ruang pribadiku ini.Sayangnya, rasa lelah sepulang dari tempat kerja yang melanda tubuhku, masih belum juga sirna. Tiga jam terbuai dalam tidur pun tetap belum membuat badanku segar bugar. Terlebih lagi dengan posisi tidurku yang begitu nyaman memeluk guling bermotif Hello Kitty berwarna merah muda, senada dengan warna seprei kasurku.Selain itu, kedatangan teman mamah yang bernama tante Sintia itu tak lain adalah untuk menjodohkan aku dengan anak laki-lakinya. Tentu semakin menambah rasa malasku saat ini.Padahal sudah berkali-kali aku bilang ke mamah, agar tak lagi memperkenalkan aku dengan laki-laki manapun. Namun, mamah tetap saja seorang ibu, yang pasti punya rasa khawatir karena anak perempuannya ini masih belum juga mendapat
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more
Kilasan masa lalu
“Cuih! Jijik aku sama dia. Amit-amit jabang bayi kalo sampai jadi pacarnya. Sudah gendut, jelek, hitam, kucingku di rumah bahkan lebih cantik dari wajah dia itu.”Aku hanya bisa berdiam saja di bangku kelasku, saat mendengar celotehan yang tak kunjung usai sejak tadi dari Nathan. Jarak kami sudah cukup jauh. Aku berada di meja dekat tembok sebelah kanan, sementara Nathan berada di meja tembok sebelah kiri. Namun, hal itu tetap tidak membuat anak laki-laki itu menyudahi caci makinya padaku.Nathan—teman laki-laki sekelasku yang sebelumnya kukenal baik dan tidak sombong, ternyata memiliki sisi yang mencengangkan. Dia tak pernah luput membuliku setiap kehadiranku disadari olehnya. Apalagi sebutan yang selalu dia lontarkan, selain si buruk rupa, jelek, cewek berjerawat, gendut dan masih banyak yang lainnya, membuatku rasanya ingin pindah ke Sekolah Menengah Pertama di kota yang dulu.Jika bukan karena bujukan mamah dan papah, mungkin aku sudah berhenti sekolah saja. Hati ini rasanya tidak
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more
Rencana awal
Kilasan masa itu seketika berakhir saat lenganku menyadari kehadiran mamah di sampingku. Mamah terdiam sesaat setelah sambutan senyum darinya kuterima baik. Pandangan beliau lalu sama sepertiku, menatapi jalanan yang sepi dari bangku tempat kami duduk saat ini.“Bagaimana menurutmu, Nak? Anak tante Sintia itu ganteng, kan?” tanya mamah yang masih berada di posisi sama.Sontak, bibirku seakan terkunci untuk menjawab. Tidak mungkin kujawab “tidak”, karena fakta ucapan mamah menang benar adanya. Namun, jika kujawab “iya” pun, justru akan bertolak belakang dengan gejolak di hatiku. Biar bagaimanapun, laki-laki itu telah menghancurkan mentalku. Perbuatan buruknya sama sekali tak pantas tertutup hanya karena paras rupawannya.Sebab alasan itu, aku memutuskan untuk tidak menjawab, namun melempar senyum tipis yang terdengar samar sebagai tanda merespons ucapan mamah. Aku tahu, mamah memuji Nathan di depanku, supaya aku merasa yakin untuk menerima laki-laki itu.Andai mamah mengetahui jika kam
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more
Dilema
“Habibah, itu ada Nathan di luar,” ucap mamah berbisik setelah membuka pintu kamarku.“Heeh.” Hanya itu jawaban yang kuserukan, tanpa menatap wajah mamah karena terlalu sibuk dengan aktivitasku memperbaiki jilbab di depan cermin almari. Walau tak terlihat jelas, namun rona bahagia mamah bisa kulihat dari ujung mataku. Beliau kemudian berlalu dengan membiarkan pintu kamarku tetap terbuka.Setelah dua jam lamanya berkelana dalam peraduan antara otak dan hati, akhirnya permasalahan dilemaku mulai teratasi. Perjuanganku mengurangi jam tidur semalam tadi, setidaknya telah membuahkan hasil. Kuputuskan untuk menerima kehadiran Nathan dalam kepura-puraan. Iya, hanya sandiwara saja.Saat jarum jam hampir mendekati angka dua dini hari, dengan sigap aku membalas pesan Nathan yang telah mendarat ke ponselku sebanyak tiga pesan. Isi pesan terakhir adalah ajakannya untuk berjalan-jalan yang kemudian dilanjut makan siang. Lalu, sorenya dia meminta aku langsung ikut ke rumahnya atas undangan makan ma
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more
Kencan pertama
“Kamu kenapa? Sedang ada masalah?” Tatapan Nathan mengedar ke arah meja, namun nada kepedulian di kalimatnya bisa kudengar jelas. Dia berani bertanya setelah waiters berlalu menyiapkan menu yang kami pesan baru saja.“Oh, iya. Sedikit,” sahutku tersenyum menutupi alasan yang sebenarnya.Mungkin karena lamunanku di dalam mobil tadi yang memancing Nathan bertanya seperti itu. Aku sendiri tidak menyadari, berapa kali dia berucap sampai akhirnya ketiga jari tangannya menempel perlahan untuk membangunkanku dari bayangan masa itu.“Cerita saja jika benar ada masalah. Aku bisa jadi pendengar yang baik, dan penyimpan rahasia yang handal.” Kali ini, Nathan menatapku lekat. Kesemua jari tangannya menyatu bertumpu ke atas meja. Tak lupa juga senyuman manisnya menyertai di setiap kalimatnya. “Mungkin dengan bercerita, hatimu bisa sedikit lega,” lanjutnya lagi.Tak ada kata yang bisa kuucapkan selain hanya senyuman keterpaksaan. Untung saja, waiters sudah menghampiri kami dengan membawa menu makan
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more
Pilihan sulit
[Maaf, ya soal tadi siang. Mungkin saya salah karena bercerita tentang mantan pacarku padamu. Padahal, kita akan menikah sebentar lagi.] [Sekali lagi, maaf.] Aku hanya menatap layar ponsel yang menampilkan pop-up pesan dari Nathan. Membaca kedua pesan itu sekilas, lalu meletakan ponsel yang kupegang kembali ke atas kasur. Untuk malam ini, aku merasa melipat pakaian yang menumpuk lebih penting dari membalas pesan dia. Dari bahasa yang ditulis di pesannya, mungkin Nathan menyadari jika ijinku membatalkan makan malam di rumahnya karena alasan itu. Terlebih lagi, perjalanan yang sebelumnya begitu hangat dengan canda tawa, siang tadi berubah sunyi karena pembuka obrolan dari Nathan tak sekata pun aku jawab. Aku lebih memilih diam hingga sampai kembali ke rumah. Sejujurnya bukan itu alasannya. Aku hanya butuh waktu untuk menyegarkan mataku saja, setelah bayangan masa laluku dengan dia terus bergulir mengikuti aktivitas kami siang tadi. Jika terus bersama Nathan, aku khawatir tangan ini
last updateLast Updated : 2022-09-17
Read more
Gadis misterius
Pemandangan pagi ini begitu menyentuh. Om Darmawan begitu lahap menyantap nasi goreng buatanku, begitu pula Nathan. Bahkan, laki-laki menyebalkan di depanku itu sampai memakan masakanku hingga dua porsi. Ah, walau menyebalkan, setidaknya masakanku bisa disebut enak setelah memindai cara makannya. Meski santai, namun membuat yang melihatnya menjadi ikut lapar. Sementara tante Sintia, dia juga tak jauh beda dengan suami dan anaknya. Berkali-kali wanita paruh baya yang masih nampak muda itu memuji masakanku hingga wajah dan sikapku ikut menjadi penyerta pujian itu. Aku yang sebelumnya cukup percaya diri menjadi malu tiba-tiba. Lebih tepatnya, tersipu malu karena pujian tante Sintia yang berlebihan. Pasalnya, hal itu memancing pandangan om Darmawan dan Nathan untuk terus memperhatikanku. Nathan yang awalnya tak bersuara pun kini menatapku penuh senyum sambil mengajakku ngobrol ringan. Tapi tak bisa dipungkiri, kata mamah dan papah masakanku memang sangat enak. Hanya saja, rasa malas le
last updateLast Updated : 2022-09-18
Read more
Bab 8
Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, malam ini aku dan Nathan telah berada di kafe tak terlalu jauh dari rumah. Katanya, nongkrong sebentar saja untuk menghilangkan jenuh karena besok kami mulai sibuk dengan aktivitas rutin masing-masing. Sebagai pengusaha muda yang menurutku cukup sukses, Nathan termasuk sosok sempurna sebagai seorang pria. Selain tampan, pemikiran cerdas yang sesuai logika juga menempel menjadi ciri khasnya. Ditambah dengan penghasilan menjanjikan dari usaha yang digelutinya. Kata mamah yang bersumber dari tante Sintia, omset dari usaha restoran kuliner nusantara milik Nathan berkisar hingga 10 juta perhari. Lalu sebulan, katanya pernah hingga 100 juta. Begitu semangat tante Sintia menceritakan itu pada mamah beberapa waktu lalu saat akan mempertemukan aku dan Nathan. Selain itu, tampilan yang selalu rapi dan wangi; kemudian sifat perhatian dan yang paling penting adalah sikap royalnya yang tentu menjadi daya tarik paling utama untuk sekelas wanita. Terbukti dar
last updateLast Updated : 2022-09-19
Read more
Kembali ke kota
Demi melancarkan rencana awalku, aku pun terpaksa menerima tawaran Nathan untuk mengantarku hingga ke tempat kos pagi ini. Dia bilang, mau sekalian kembali ke rumah pribadinya di kota sebelah, aku pun menyetujui itu. Padahal, arah kami justru bertolak belakang, tapi dia rela membuang waktu hanya demi mengantarku saja. Dari sini bisa kusimpulkan jika Nathan mulai menaruh rasa padaku. Aku yakin, cepat atau lambat dia akan jatuh ke pelukanku. Dengan begitu, rencana balas dendamku padanya akan berjalan sesuai alur yang kubuat. Keyakinkanku semakin diperkuat oleh sikap Nathan selama dalam perjalanan menuju indekosku. Dia menghentikan mobilnya lebih dulu di sebuah rumah makan agar kami bisa lebih dulu sarapan, lalu melanjutkan perjalanan setelah selesai. Selain itu, obrolan hangat dan canda tawa tak henti-hentinya dia lontarkan dengan ekspresi semangat sebagai seorang laki-laki ke lawan jenisnya demi mengiringi perjalanan kami yang mungkin saja akan terasa membosankan jika hanya diam saj
last updateLast Updated : 2022-09-21
Read more
Bab 10
“Menurutmu gimana, Num, kalo aku balikan sama Kak Nathan? Cocok gak? Serasi gak?” Seperti biasa, tanpa basa basi Nanda langsung masuk ke dalam kamarku setelah mengetahui kepulanganku dari tempat kerja. Pakaian dinas perawat bahkan masih melekat di tubuhku, namun Nanda tidak merasa canggung sedikit pun jika harus melihatku berganti pakaian di depannya. “Balikan? Atas dasar apa?” tanyaku. Walau yang kurasakan saat ini bercampur aduk atas pertanyaan Nanda itu, aku tetap menjaga suasana. Kutanggapi biasa layaknya aku tidak tahu apa-apa. Aku dan Nanda memang cukup dekat, hanya saja tidak berada dalam satu kamar. Kedekatan kami pun hanya sebatas teman kerja saja sebagai sesama perawat di rumah sakit swasta di kota ini. Jadi, tetap ada batasan pribadi yang kututup darinya. Namun berbeda dengan Nanda yang selalu mudah mencurahkan isi hatinya padaku setiap kali merasakan sesuatu pada seseorang, baik rasa suka maupun benci. Dia tidak segan-segan meluapkan perasaan itu di depanku. Termasuk m
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status