Share

Bab 16

Penulis: Bulan Mentari
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-28 16:26:12

Tiga puluh menit sebelum waktu adzan Dzuhur berkumandang, tante Sintia akhirnya memutuskan pulang. Selain karena jam kerjaku akan datang sebentar lagi, dia pun tidak ingin waktu berangkatnya bertabrakan dengan waktu sholat, katanya.

Mobil Honda CRV berwarna putih itu pun melaju perlahan meninggalkan area indekosku setelah lambaian tangan tante Sintia kuterima hangat. Setelah ini, aku tinggal berangkat kerja.

Untungnya, kondisi kos tengah sepi, termasuk Nanda. Walau aku tidak tahu kemana dia pergi, atau mungkin memutuskan berangkat bekerja, namun kabarnya tak kudengar hingga kini. Padahal biasanya, dia sering mengirim pesan atau mengobrol ringan melalui chat. Dan pagi ini, semenjak itu, berpamitan saja tidak dia. Tapi, biarlah. Terkadang, seorang teman perlu diberi pelajaran untuk sedikit mengerti orang lain.

Aku pun kembali masuk ke dalam kamar kos untuk bersiap berangkat ke rumah sakit. Dari sinilah, aku mulai sibuk seolah tak mengenal waktu. Ponsel yang biasa di tangan, lebih ser
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 17

    Sejak Awal datang ke rumah, aku memang tidak menyadari kondisi sekeliling. Maksudku, hanya kamar saja yang baru kujelajahi untuk meletakan tas juga melepas jilbab yang menutup rambutku sepanjang perjalanan dari indekos menuju rumah. Jadi, kondisi ruang makan yang ternyata telah dipenuhi beberapa menu makanan juga camilan belum tertangkap oleh pandangan kedua mataku. Baru kusadari setelah mamah memintaku menyajikan beberapa minuman dan camilan dari dapur untuk tamu satu keluarga yang baru datang. “Ayo, Bibah. Bawa itu ke ruang tamu,” perintah mamah yang seketika menggetarkan tubuhku karena rasa terkejut. Aku tidak menyadari kedatangannya, namun sosoknya sudah berada di sebelahku dan nampak tengah terburu-buru mengambil sesuatu. “Mamah, apa ini?” tanyaku meminta kepastian jawaban akan yang kulihat di ruang makan. “Emang mau ada acara apa, Mah. Kok, makanan banyak gitu?” “Sudah, Nak. Tanyanya nanti saja. Nanti juga kamu akan tahu.” Mamah berlalu begitu saja sambil membawa nampan beri

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 18

    “Habibah, kedatangan tante sekeluarga ke sini punya niat lain selain silaturahmi.” Tante Sintia mulai membuka obrolan serius usai makan malam. Kalimatnya terhenti sejenak untuk sekedar mengedar pandangan ke arah kami yang masih memenuhi ruang makan. Dia tersenyum penuh ceria, nampak dari raut wajahnya yang berseri. “Untuk itu, tante dan om juga kedua orangtuamu ingin memastikan jawaban kamu atas perjodohan yang kami sepakati bersama. Tante harap, jawaban kamu sesuai dengan yang kami semua harapkan.” Aku mengangkat wajah yang sejak tadi setengah menunduk, lalu mengedar pandangan ke seluruh anggota. Tatapan mereka tak jauh beda dengan tante Sintia, begitu berseri, terutama mamah dan papah. Namun, hanya satu pandangan yang kutemukan nampak memendam penekanan mendalam. Sorot matanya datar. Hanya pandangan itu pula yang tidak mengarah kepadaku. Siapa lagi jika bukan Nathan. Sedikit pun tak pernah kudapati kami bertemu pandang meski di posisi tidak sengaja. Tapi anehnya, kenapa hanya aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-02
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 19

    “Habibah .... Nak.” “Astaghfirulloh, Mamah.” Jujur, aku kaget setengah hidup saat tepukan keras mamah mendarat di pangkuanku beberapa kali bersamaan dengan teguran yang hanya kudengar samar, hingga getaran tubuh ini begitu jelas kurasakan. “Mamah. Aku ....” “Kamu kenapa, Nak, hah? Tante Sintia sudah nunggu jawaban kamu dari tadi, malah melamun, sih. Kenapa?” tanya mamah sedikit berbisik. “Kamu gak papa ‘kan?” Aku menggeleng melempar senyum berseri menatap wajah mamah. Syukurlah, apa yang melintas di pikiranku tadi hanya bayangan semata, bukan nyata. Wajah mamah masih nampak bahagia, pun juga dengan papah. Aku menunduk sejenak sambil menghembuskan napas pelan sebanyak tiga kali, menghilangkan sangkaan dan bayangan buruk yang sempat menghampiri. “Maaf, Tante, Om dan semuanya.” Kalimat dari bibirku mulai mengudara memenuhi ruang makan. Aku mengedar pandangan dengan senyum yang kubuat seramah mungkin. “Sebelumnya saya minta maaf, sudah buat semuanya menunggu. Mungkin karena efek sedi

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Pertemuan

    “Ya ampun, Habibah! Kenapa masih tiduran, sih? Ayo, cepet! Bentar lagi tante Sintia sekeluarga datang.” Kali ini, mamah langsung masuk ke kamarku setelah panggilan tiga kali sebelumnya tak juga kuhiraukan, terdengar dari suara lembut mamah yang menggema di ruang pribadiku ini.Sayangnya, rasa lelah sepulang dari tempat kerja yang melanda tubuhku, masih belum juga sirna. Tiga jam terbuai dalam tidur pun tetap belum membuat badanku segar bugar. Terlebih lagi dengan posisi tidurku yang begitu nyaman memeluk guling bermotif Hello Kitty berwarna merah muda, senada dengan warna seprei kasurku.Selain itu, kedatangan teman mamah yang bernama tante Sintia itu tak lain adalah untuk menjodohkan aku dengan anak laki-lakinya. Tentu semakin menambah rasa malasku saat ini.Padahal sudah berkali-kali aku bilang ke mamah, agar tak lagi memperkenalkan aku dengan laki-laki manapun. Namun, mamah tetap saja seorang ibu, yang pasti punya rasa khawatir karena anak perempuannya ini masih belum juga mendapat

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Kilasan masa lalu

    “Cuih! Jijik aku sama dia. Amit-amit jabang bayi kalo sampai jadi pacarnya. Sudah gendut, jelek, hitam, kucingku di rumah bahkan lebih cantik dari wajah dia itu.”Aku hanya bisa berdiam saja di bangku kelasku, saat mendengar celotehan yang tak kunjung usai sejak tadi dari Nathan. Jarak kami sudah cukup jauh. Aku berada di meja dekat tembok sebelah kanan, sementara Nathan berada di meja tembok sebelah kiri. Namun, hal itu tetap tidak membuat anak laki-laki itu menyudahi caci makinya padaku.Nathan—teman laki-laki sekelasku yang sebelumnya kukenal baik dan tidak sombong, ternyata memiliki sisi yang mencengangkan. Dia tak pernah luput membuliku setiap kehadiranku disadari olehnya. Apalagi sebutan yang selalu dia lontarkan, selain si buruk rupa, jelek, cewek berjerawat, gendut dan masih banyak yang lainnya, membuatku rasanya ingin pindah ke Sekolah Menengah Pertama di kota yang dulu.Jika bukan karena bujukan mamah dan papah, mungkin aku sudah berhenti sekolah saja. Hati ini rasanya tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Rencana awal

    Kilasan masa itu seketika berakhir saat lenganku menyadari kehadiran mamah di sampingku. Mamah terdiam sesaat setelah sambutan senyum darinya kuterima baik. Pandangan beliau lalu sama sepertiku, menatapi jalanan yang sepi dari bangku tempat kami duduk saat ini.“Bagaimana menurutmu, Nak? Anak tante Sintia itu ganteng, kan?” tanya mamah yang masih berada di posisi sama.Sontak, bibirku seakan terkunci untuk menjawab. Tidak mungkin kujawab “tidak”, karena fakta ucapan mamah menang benar adanya. Namun, jika kujawab “iya” pun, justru akan bertolak belakang dengan gejolak di hatiku. Biar bagaimanapun, laki-laki itu telah menghancurkan mentalku. Perbuatan buruknya sama sekali tak pantas tertutup hanya karena paras rupawannya.Sebab alasan itu, aku memutuskan untuk tidak menjawab, namun melempar senyum tipis yang terdengar samar sebagai tanda merespons ucapan mamah. Aku tahu, mamah memuji Nathan di depanku, supaya aku merasa yakin untuk menerima laki-laki itu.Andai mamah mengetahui jika kam

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Dilema

    “Habibah, itu ada Nathan di luar,” ucap mamah berbisik setelah membuka pintu kamarku.“Heeh.” Hanya itu jawaban yang kuserukan, tanpa menatap wajah mamah karena terlalu sibuk dengan aktivitasku memperbaiki jilbab di depan cermin almari. Walau tak terlihat jelas, namun rona bahagia mamah bisa kulihat dari ujung mataku. Beliau kemudian berlalu dengan membiarkan pintu kamarku tetap terbuka.Setelah dua jam lamanya berkelana dalam peraduan antara otak dan hati, akhirnya permasalahan dilemaku mulai teratasi. Perjuanganku mengurangi jam tidur semalam tadi, setidaknya telah membuahkan hasil. Kuputuskan untuk menerima kehadiran Nathan dalam kepura-puraan. Iya, hanya sandiwara saja.Saat jarum jam hampir mendekati angka dua dini hari, dengan sigap aku membalas pesan Nathan yang telah mendarat ke ponselku sebanyak tiga pesan. Isi pesan terakhir adalah ajakannya untuk berjalan-jalan yang kemudian dilanjut makan siang. Lalu, sorenya dia meminta aku langsung ikut ke rumahnya atas undangan makan ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Kencan pertama

    “Kamu kenapa? Sedang ada masalah?” Tatapan Nathan mengedar ke arah meja, namun nada kepedulian di kalimatnya bisa kudengar jelas. Dia berani bertanya setelah waiters berlalu menyiapkan menu yang kami pesan baru saja.“Oh, iya. Sedikit,” sahutku tersenyum menutupi alasan yang sebenarnya.Mungkin karena lamunanku di dalam mobil tadi yang memancing Nathan bertanya seperti itu. Aku sendiri tidak menyadari, berapa kali dia berucap sampai akhirnya ketiga jari tangannya menempel perlahan untuk membangunkanku dari bayangan masa itu.“Cerita saja jika benar ada masalah. Aku bisa jadi pendengar yang baik, dan penyimpan rahasia yang handal.” Kali ini, Nathan menatapku lekat. Kesemua jari tangannya menyatu bertumpu ke atas meja. Tak lupa juga senyuman manisnya menyertai di setiap kalimatnya. “Mungkin dengan bercerita, hatimu bisa sedikit lega,” lanjutnya lagi.Tak ada kata yang bisa kuucapkan selain hanya senyuman keterpaksaan. Untung saja, waiters sudah menghampiri kami dengan membawa menu makan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 19

    “Habibah .... Nak.” “Astaghfirulloh, Mamah.” Jujur, aku kaget setengah hidup saat tepukan keras mamah mendarat di pangkuanku beberapa kali bersamaan dengan teguran yang hanya kudengar samar, hingga getaran tubuh ini begitu jelas kurasakan. “Mamah. Aku ....” “Kamu kenapa, Nak, hah? Tante Sintia sudah nunggu jawaban kamu dari tadi, malah melamun, sih. Kenapa?” tanya mamah sedikit berbisik. “Kamu gak papa ‘kan?” Aku menggeleng melempar senyum berseri menatap wajah mamah. Syukurlah, apa yang melintas di pikiranku tadi hanya bayangan semata, bukan nyata. Wajah mamah masih nampak bahagia, pun juga dengan papah. Aku menunduk sejenak sambil menghembuskan napas pelan sebanyak tiga kali, menghilangkan sangkaan dan bayangan buruk yang sempat menghampiri. “Maaf, Tante, Om dan semuanya.” Kalimat dari bibirku mulai mengudara memenuhi ruang makan. Aku mengedar pandangan dengan senyum yang kubuat seramah mungkin. “Sebelumnya saya minta maaf, sudah buat semuanya menunggu. Mungkin karena efek sedi

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 18

    “Habibah, kedatangan tante sekeluarga ke sini punya niat lain selain silaturahmi.” Tante Sintia mulai membuka obrolan serius usai makan malam. Kalimatnya terhenti sejenak untuk sekedar mengedar pandangan ke arah kami yang masih memenuhi ruang makan. Dia tersenyum penuh ceria, nampak dari raut wajahnya yang berseri. “Untuk itu, tante dan om juga kedua orangtuamu ingin memastikan jawaban kamu atas perjodohan yang kami sepakati bersama. Tante harap, jawaban kamu sesuai dengan yang kami semua harapkan.” Aku mengangkat wajah yang sejak tadi setengah menunduk, lalu mengedar pandangan ke seluruh anggota. Tatapan mereka tak jauh beda dengan tante Sintia, begitu berseri, terutama mamah dan papah. Namun, hanya satu pandangan yang kutemukan nampak memendam penekanan mendalam. Sorot matanya datar. Hanya pandangan itu pula yang tidak mengarah kepadaku. Siapa lagi jika bukan Nathan. Sedikit pun tak pernah kudapati kami bertemu pandang meski di posisi tidak sengaja. Tapi anehnya, kenapa hanya aku

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 17

    Sejak Awal datang ke rumah, aku memang tidak menyadari kondisi sekeliling. Maksudku, hanya kamar saja yang baru kujelajahi untuk meletakan tas juga melepas jilbab yang menutup rambutku sepanjang perjalanan dari indekos menuju rumah. Jadi, kondisi ruang makan yang ternyata telah dipenuhi beberapa menu makanan juga camilan belum tertangkap oleh pandangan kedua mataku. Baru kusadari setelah mamah memintaku menyajikan beberapa minuman dan camilan dari dapur untuk tamu satu keluarga yang baru datang. “Ayo, Bibah. Bawa itu ke ruang tamu,” perintah mamah yang seketika menggetarkan tubuhku karena rasa terkejut. Aku tidak menyadari kedatangannya, namun sosoknya sudah berada di sebelahku dan nampak tengah terburu-buru mengambil sesuatu. “Mamah, apa ini?” tanyaku meminta kepastian jawaban akan yang kulihat di ruang makan. “Emang mau ada acara apa, Mah. Kok, makanan banyak gitu?” “Sudah, Nak. Tanyanya nanti saja. Nanti juga kamu akan tahu.” Mamah berlalu begitu saja sambil membawa nampan beri

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 16

    Tiga puluh menit sebelum waktu adzan Dzuhur berkumandang, tante Sintia akhirnya memutuskan pulang. Selain karena jam kerjaku akan datang sebentar lagi, dia pun tidak ingin waktu berangkatnya bertabrakan dengan waktu sholat, katanya. Mobil Honda CRV berwarna putih itu pun melaju perlahan meninggalkan area indekosku setelah lambaian tangan tante Sintia kuterima hangat. Setelah ini, aku tinggal berangkat kerja. Untungnya, kondisi kos tengah sepi, termasuk Nanda. Walau aku tidak tahu kemana dia pergi, atau mungkin memutuskan berangkat bekerja, namun kabarnya tak kudengar hingga kini. Padahal biasanya, dia sering mengirim pesan atau mengobrol ringan melalui chat. Dan pagi ini, semenjak itu, berpamitan saja tidak dia. Tapi, biarlah. Terkadang, seorang teman perlu diberi pelajaran untuk sedikit mengerti orang lain. Aku pun kembali masuk ke dalam kamar kos untuk bersiap berangkat ke rumah sakit. Dari sinilah, aku mulai sibuk seolah tak mengenal waktu. Ponsel yang biasa di tangan, lebih ser

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 15

    “Habibah, tolong antarkan Raka ke toilet sebentar, ya?” Aku menghentikan langkah saat kembali menuju ruang tamu untuk bergabung dengan tante Sintia dan Raka. “Oh, tentu, Tante.” Aku dan Raka pun segera menuju toilet di belakang tangga lantai bawah. Saat langkah kami hampir mendekati pintu toilet, aku berhenti. Kupersilakan Raka melanjutkan sendiri karena tempat yang dia tuju sudah terlihat. “Terima kasih,” ucap Raka yang langsung kusahut ramah. “Oh, iya. Kalau tidak salah, kamu Ranum ‘kan?” Pertanyaan Raka sontak mengejutkanku tiba-tiba. Aku kembali berbalik badan menghadap kembali pria itu. “Kamu kenal aku?” tanyaku kemudian. Rasa terkejutku semakin bertambah saat dia mengangguk tersenyum ke arahku. “Sangat kenal, walau kamu pasti lupa sama aku.” Hah? Pria itu mengenalku di saat yang lain masih nampak asing ketika melihatku. Padahal, seingatku kami baru bertemu pertama kali ini. Sebelumnya, bahkan waktu di rumah Nathan, Raka tak kulihat di sana. Selain itu, Habibah adalah nama

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 14

    “Tante, maaf, ya, aku udah buat Tante khawatir,” ucapku bernada menyesal saat menghampiri tante Sintia dengan membawa nampan berisi dua minuman dan camilan yang kuambil dari dapur. “Tadi data internet gak kuaktifkan, jadi pesan dan panggilan gak masuk,” lanjutku setelah sampai di sofa ruang tamu tempat jamuan pengunjung indekos. Ruangan yang tidak terlalu luas ini dikhususkan untuk orang tua atau saudara yang mengunjungi penghuni indekos Bu Erna. Letaknya berada di sebelah kanan kamar kos yang terdiri dari delapan kamar itu, tepatnya di samping rumah Bu Erna. “Gak papa, Sayang. Kan, tante memang berniat datang ke sini,” sahut tante Sintia lembut. Senyum ramahnya tak lupa juga mengiringi ucapannya setiap kali berbincang denganku, itu yang kusadari sejak awal. “Oh, iya, Habibah. Tante juga minta maaf, ya, gak datang sama Nathan. Dia sibuk banget. Jadi, tante minta Si Raka ini untuk nganter. Ini keponakan tante,” jelas tante Sintia melanjutkan. Oh, namanya Raka. Dia juga tampan, tak k

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 13

    Perbincanganku dengan tante Sintia yang berlangsung hampir setengah jam itu kututup dengan salam setelah ibu dari Nathan itu pamit lebih dulu. Aku kembali meletakan ponsel ke tempat semula, di atas kasur busa berlapis seprei bermotif Hello Kitty berwarna hijau daun. “Terancam gagal, deh, rencanaku,” gumamku kesal usai satu kali helaan napas kasar kuhempaskan. Kutinggalkan sejenak nasi uduk yang masih bersemayam di dalam kantong keresek berwarna hitam beserta kerupuk udang di sana. Rasa heran bercampur kesal membuat kemalasan menghampiri yang semakin mendukung tubuh ini untuk kembali merebah di sebelah ponsel. Bantal guling dalam pelukan yang tak mengerti apa-apa ini pun ikut menjadi korban atas luapan kegemasanku pada laki-laki bernama Nathan itu. Selain kuremas-remas kasar, kepalan tanganku juga beberapa kali mendarat pada benda itu, hingga berakhir dengan terlempar jauh setelah kutendang. Tak tertinggal pula dengan beberapa kata menjengkelkan yang selalu kulontarkan setiap kali

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 12

    Aku bergegas naik ke lantai dua indekos, sepulang dari membeli sarapan di warung nasi uduk di ujung gang yang masuk ke jalan raya. Hal utama yang memenuhi pikiranku saat ini adalah balasan pesan dari Nathan. Berharap, laki-laki itu sudah merespons pesanku setelah ponsel kutinggal di kamar kos sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku memang sengaja tidak membawa benda pipih itu, agar aktivitasku membeli nasi uduk tidak terganggu dengan terus menekan tombol power di ponsel setiap waktu. Rasanya aneh dan menggelikan, hanya demi mengecek pesan dari Nathan, rela menyibukkan diri dengan hal yang di luar kebiasaan itu. Padahal, sebelumnya tidak pernah sedikit pun. Saat kaki sudah beberapa langkah sampai di lantai dua, terdengar panggilan yang tidak asing di telingaku. Aku hanya meminggirkan tubuh sedikit mepet ke besi pegangan teras, sambil menunggu Nanda karena terus memanggilku beberapa kali. Gadis itu nampak tergopoh-gopoh menaiki tangga demi secepatnya sampai ke hadapanku. “Ranum, kok, kam

  • Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci   Bab 11

    Empat kamar di lantai bawah telah kami jajaki untuk mencari info yang Nanda inginkan. Dua orang penghuni kos yang Nanda tanyakan, sudah dipastikan bukan gadis yang dia cari. Tentu sesuai dengan jawaban dari Ayu dan Metha sebagai orang yang Nanda tuju di kamar lantai bawah itu. Sementara dua penghuni kos lainnya, walau tidak ditanya pun Nanda sudah tahu jawabannya, pasti bukan mereka. Mbak Asti dan mbak Dina tidak pantas menjadi adik dari mantan pacarnya itu, kata Nanda. Selain Mbak Asti yang berusia kepala empat, wanita itu pun sudah memiliki suami. Sementara mbak Dina, usianya juga terbilang lebih tua dari mbak Asti. Lagi pula, wajahnya tidak mendukung. Kata Nanda, yang pasti wanita ini tidak masuk kategori yang dia maksud. “Tinggal dua lagi, Num. Pasti kalo bukan Cici, ya Nita. Aku yakin, pasti salah satu di antara kedua gadis itu,” ucap Nanda dengan nada resah. Raut wajahnya pun tak kalah menggambarkan kegelisahan mendalam. “Ya, sudah. Kita coba tanya mereka,” usulku menenangk

DMCA.com Protection Status