Tabitha terbangun setelah aktifitasnya semalam dengan Arthur, bahkan wanita itu masih bergelung dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Ia melirik kearah Arthur yang masih tertidur dengan lengan dibawah kepalanya.Tabitha sedikit tidak nyaman dengan perutnya, ia merasa perutnya keram. Wanita itu sedikit meringis saat keram diperutnya semakin menjadi-jadi, ia ingin membangunkan Arthur tapi ia urungkan karena takut merepotkan suaminya lagi. Alhasil wanita itu menahanya, ia bahkan sempat meneteskan air matanya karena keram diperutnya yang menyiksa.Tak lama sebelah ranjang yang Arthur tempati bergerak, Tabitha yang merasakan pergerakan Arthur langsung menutup matanya ia tak ingin Arthur tau rasa sakit yang mendera perutnya.Arthur terbangun ia melirik kearah Tabitha dengan dahi yang membentuk lipatan, ia yakin terjadi sesuatu dengan istrinya. Arthur menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang dan membalikkan tubuh sang istri agar menghadapnya.Tabitha masih enggan membuka kelopak ma
5 bulan kemudian ....Arthur menggeliat dari tidurnya, pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar suara isakan seseorang. Arthur bangun dan bersender di kepala ranjang, pria itu menoleh ke kiri tepat dimana Tabitha tertidur dengan posisi membelakanginya. Arthur semakin panik saat melihat tubuh Tabitha yang bergetar."Hai, kau kenapa?" Arthur menyentuh bahu sang istri dan Tabitha pun melirik kearah Arthur."Kau bangun?""Ya, aku mendengar isakanmu, Ada apa?""Arthur." Tabitha bangun dan langsung memeluk pria disampingnya."Ada apa?" Arthur memang sudah terbiasa selama lima bulan kebelakang ini. Istrinya terkadang suka bangun malam hanya untuk meminta sesuatu, pernah sekali Arthur diminta untuk menjadi seorang pelayan di restoran milik France, dan jujur saja Arthur ingin sekali menolak. Hell, dia ketua mafia dan dia diminta untuk jadi seorang pelayan? Wtf!!Tapi Arthur tak bisa menolaknya karena jika ia menolak Tabitha akan berubah sangat dingin padanya bahkan wanita itu tidak in
3 bulan kemudian...Tabitha membelai pelan perutnya yang sudah membesar, wanita itu tersenyum bahagia saat merasakan pergerakan dari bayi nya yang semakin aktif. Ia bahkan bisa meletakkan cemilan diatas perutnya itu. Tabitha tak sabar untuk segera bertemu dan menggendong bayinya.Arthur membuka pintu kamarnya, pria itu mengulas senyum tipis saat mendapati istrinya yang terlihat bahagia dengan kehamilannya. Arthur duduk disofa tepat dibelakang sang istri. Tabitha sedikit tersentak karena gerakan Arthur namun dia hanya memegang dadanya."Maaf mengagetkanmu.""Ya, tak apa."Arthur meraih laptop diatas meja di depannya, ia memangku laptop itu dan memakai kacamata anti radiasinya, ia pun terfokus pada pekerjaannya. Memang perusahaannya ada sedikit masalah karena salah satu manager nya membawa uang perusahaan tapi Arthur berusaha untuk memulihkan kembali keuangan perusahaanya."Sst.…" Tabitha mendesis."Hai ada apa?" Arthur panik saat mendengar desisan Tabitha. Ia segera menutup laptopnya d
Tiga hari terhitung sejak Layla bekerja di Mansion De Lavega, tak ada hal mencurigakan yang dilakukan gadis itu, malah sebaliknya ia bertingkah sangat sopan dan baik. Arthur yang tadinya curiga perlahan mulai mempercayai Layla. Ia bahkan sudah meminta Alexander dan Brian untuk menghentikan mereka mencari tau identitas Layla.Sekarang Arthur berada didalam mobilnya menuju Mansion, ia sangat lelah setelah seharian mengurusi berbagai pekerjaan di Kantor, setelah sampai di pekarangan Mansion Arthur keluar dari mobilnya. Ia tidak langsung berjalan menuju kamar tapi dia kepantry dulu untuk mengambil whiskey miliknya dilemari pendingin.Saat Arthur mengambil sebotol whis*ey dan meneguknya. Matanya menemukan sebuah bekas obat di tempat sampah kering di pantry, Arthur yang curiga pun akhirnya mengambil bekas obat itu. Ia mengerutkan keningnya, ia tidak tau jenis obat apa itu. Akhirnya ia pun menghubungi Dokter Ryan.“Hallo Ryan.""Ya, Arthur.""Aku menemukan bekas obat.""Lalu?""Aku asing den
Arthur terbangun dari tidurnya, pria itu melirik kearah sang istri yang masih tertidur pulas disampingnya, Arthur mengulurkan tangannya untuk membelai lembut wajah wanita yang dicintainya, ia mengecup pelan pelipis Tabitha, lalu beralih mengecup perut Tabitha yang sudah menggunung."Daddy akan pergi, jaga mommy mu," ucap Arthur dengan suara kecil dan membelai pelan disana.Arthur menyingkap selimutnya, ia langsung memasuki kamar mandi dan bersiap. Setelah selesai ia memakai jaket kulit hitam beserta celana kain hitam miliknya, Arthur keluar dari walk in closet dan mengambil kertas note diatas nakas."Maaf aku tak pamit padamu, aku tak tega membangunkanmu. Aku tak tau kapan aku pulang, tapi aku akan berusaha tetap menghubungimu. Ingat, jangan keluar tanpa penjagaan dari bodyguard. Aku mencintaimu ..."-Arthur-Arthur melirik kearah Tabitha yang masih menutup matanya, pria itu menyelipkan note nya dibawah gelas air putih. Arthur mencium kening sang istri lembut, Tabitha sedikit menggeli
Tabitha terbangun dari tidurnya, wanita itu menyibakkan selimut yang menghangatkannya semalam, ia duduk ditepi ranjang dan melirik kearah sebelah yang ternyata kosong. Tabitha mengedarkan pandangannya mencari Arthur namun batang hidung pria itu tak ia temukan. Tabitha mengambil ponsel diatas nakas namun matanya melihat sebuah note, Tabitha meraih dan membacanya dalam diam, ia mengulas senyum simpul membaca tulisan tangan Arthur yang rapih.Tabitha turun dari kamarnya dan berakhir didepan sofa, ia menonton TV namun ponselnya berdering. Tabitha mengangkat nomer tak dikenal itu."Dengar, jika kau masih ingin melihat suamimu hidup, datanglah kesebuah rumah dipinggir kota, akan ada mobil didepan mansion mu.""Siapa kau?""Suamimu ada pada kami Tabitha, cepatlah jika tidak kau akan melihat jasad suamimu sore ini."Sambungan terputus, Tabitha menelan salivanya kasar, ia khawatir dengan keadaan Arthur. Tabitha menghubungi Arthur berkali-kali, menghubungi Brian dan kantor Arthur namun ponsel B
Arthur berlari kecil memasuki salah satu rumah sakit di Vegas, ia sudah menghubungi Dokter Ryan."TOLONG!" Arthur berteriak kencang membuat beberapa perawat langsung membawa brangkar untuk Tabitha.Arthur merebahkan tubuh istrinya dengan hati-hati diatas brangkar itu. Mereka mendorongnya sampai ke tempat penanganan pertama. Ia pun duduk dikursi tunggu tak lama suara seseorang membuyarkan lamunan Arthur."Arthur!" Pria yang dipanggil namanya pun membalikkan tubuhnya menemukan Ryan sudah mengenakan jas kedokterannya."Dimana Tabitha?""Dia di dalam, selamatkan mereka," pinta Arthur."Aku akan berusaha." Ryan menepuk pelan bahu Arthur menguatkan.Tak lama Brian datang, Arthur memang tidak menunggu Brian tadi, ia terlalu kalap melihat Tabitha seperti itu."Arthur," panggil Brian."Aku tak bisa tenang!" Arthur berdiri dan berjalan mondar mandir di depan pintu."Tenanglah Arthur.""Aku tak bisa tenang melihat istriku seperti itu Brian!!""Ya, aku mengerti."Tak lama pintu ruangan itu terbu
Arthur membuka knop pintu dengan pelan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang. Ia gugup saat berada tepat di hadapan putra kecilnya.Arthur melihat bayi mungil itu, bayi yang terlihat tenang tertidur dengan ekpresi yang sangat menggemaskan. Arthur tak tahan untuk menggendongnya.“Hi, Son.""Maaf baru menengokmu."“Aku tau kau pasti kesal karena aku mengacuhkanmu dua minggu ini.""Mommy mu sakit dan aku tak bisa hidup tanpanya, jadi aku melupakanmu tapi aku tak bermaksud begitu."Tak lama pintu ruangan terbuka dan ternyata itu adalah Dokter Ryan. "Arthur."Pria yang dipanggil namanya pun menolehkan sedikit kepalanya menatap Ryan di belakangnya. "Untunglah Brian berhasil menyadarkanmu.""Aku terlalu fokus pada Tabitha.""Ya, tapi jangan pikirkan. Karena sekarang kau sudah disini, putramu pasti akan sangat bahagia sekarang."Arthur mengulas senyum tipis, ia mengangkat tangannya, membelai lembut kaca inkubator yang membatasi dirinya dengan anaknya."Kau ingin menggendongnya?""Apa bo