"Dante, bisa nggak sih jangan cepet-cepet jalannya?" Irin berbicara sambil berlari untuk menyamai langkah lebar kaki Dante.
"Gue nggak punya banyak waktu buat ngurusin orang nggak penting kaya lo, lo-nya aja yang lelet," ucap Dante dengan sinis.
"Terserah deh,"
"Buruan lo, lama banget," Dante menarik kasar lengan Irin.
"Awhh, Dante.. lepas, sa..kit,"
"Nggak usah lebay lo, gue cuma pegang pelan," Dante masih terus menarik tangan Irin dengan kasar.
"Astaga, Dante…" Irin menarik kasar tangannya dan membuat Dante menoleh tajam.
Irin menggosok pelan lengannya, membuat lengan dress-nya sedikit tertarik ke atas.
Dante terkejut saat melihat lengan Irin, dengan cepat Irin menutupinya.
"Tangan lo, kenapa?"
"Bukan urusan lo," jawab Irin dengan ketus lalu berjalan mendahului Dante.
"Sialan," Dante pun mengejar langkah kaki Irin.
Hingga sampai mereka di dalam toko perhiasan, lalu pelayan toko menghampiri mereka.
"Selamat siang mas dan mbak, ada yang bisa saya bantu?"
"Ah, ya.. siang. Eum, kami mau ambil cincin pesanan atas nama Rosmi,"
"Oh, Nona Irin dan Tuan Dante?"
Irin tersenyum lembut dan mengangguk,
"Baiklah, sebentar… saya akan mengambilkan beberapa pilihan nyonya Rosmi, kalian silahkan duduk terlebih dahulu."
"Baik, terimakasih…" jawab Irin dan ia pun duduk, berbeda dengan Dante yang masih berdiri.
Irin pun tak peduli, karena kursinya memang berada di sebelahnya.
Karena lelah, Dante pun terduduk di sebelah Irin.
Irin tersenyum miring tanpa melihat pada Dante.
"Permisi, Nona dan Tuan… ini beberapa pilihan yang sudah di pilihkan langsung oleh nyonya Rosmi dan juga nyonya Emy,"
Dante sedikit terkejut, ia tak tahu jika sang ibu pun turut turun untuk mencari keperluan untuk pernikahannya.
"Lo pilih aja, gue terserah mau lo," Irin pun tersenyum lebar saat mendengar ucapan pasrah Dante.
Mata Irin berbinar saat melihat cincin dengan bentuk sederhana, cincin emas putih dengan permata berwarna biru cerah transparan, terlihat sangat indah.
"Saya pilih ini aja, mbak…" ujar Irin dengan memberikan cincin pilihannya.
"Pilihan yang tepat, Nona. Ini adalah bentuk lambang kebahagiaan, semoga pernikahan kalian selalu di selimuti dalam kebahagiaan," ucap pelayan itu ramah.
Irin hanya tersenyum lembut pada pelayan toko dan hal itu membuat Dante sedikit oleng melihat mantan kekasihnya itu yang terlihat sangat manis.
Dante menggelengkan kepalanya pelan, ia pun tersadar.
"Jika sudah selesai, bisakah kami keluar?" Tanya Dante pada pelayan toko.
"Tentu, nanti akan kami kirimkan barang yang kalian pesan, Nona dan Tuan…"
Dante hanya mengangguk kecil,
"Kalau begitu, kami permisi, mbak.." pamit Irin pada pelayan toko yang langsung di angguki dan di berikan senyum hangat.
Dante dan Irin pun pergi keluar toko perhiasan, mereka pun pergi dengan saling bungkam.
Mobil yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, Irin menautkan kedua alisnya bingung.
"Dante, ini bukan jalan pulang ke rumah gue,"
Dante tersenyum miring,
"Gue nggak mau antar lo pulang kok, ini memang bukan jalan pulang ke rumah lo,"
"Sial, turunin gue di sini," umpat Irin dengan geram, Dante sedikit terkejut karena Irin bisa berbicara dengan kasar saat ini.
Dante menghentikan mobilnya di tepi jalan, dan Irin segera keluar dari dalam mobil Dante.
Brakkk
Irin menutup pintu mobil Dante dengan keras.
Dia pun segera menyetop taksi, Dante hanya tersenyum sinis menatap kepergian Irin.
"Gue bakal buat hidup lo menderita, camkan itu!"
Lalu Dante melanjutkan perjalanan pulang ke rumah kedua orangtuanya.
Sesampainya di rumah, Dante di sambut oleh sang kakak.
"Wow, calon pengantin…" sindir Darren pada Dante.
"Nggak ada urusan sama lo,"
"Hm, tentu ada. Lo itu adek gue, dan lo itu pengecut,"
Dante menatap tajam pada sang kakak yang kini tersenyum mengejek padanya.
"Apa maksud lo bilang kalo gue ini pengecut, bahkan lo sendiri jauh lebih pengecut saat lihat istri lo hamil sama laki-laki lain,"
Darren terkekeh kecil mendengar ejekan sang adik,
"Setidaknya gue lepas dengan damai, bukan dengan cara yang bodoh,"
"Gue nggak tau kenapa lo ngomong begini sama gue, dan gue males debat sama lo," ucap Dante sambil berlalu meninggalkan sang kakak.
"Lo bakal nyesel, Dante." Gumam Darren lirih sambil menatap punggung sang adik.
"Darren, adek kamu sudah pulang?"
Darren pun menoleh dan mendapati ibunya yang baru saja pulang dari pasar.
"Ibu, baru pulang?"
"Buktinya ibu sudah di sini," Darren pun terkekeh mendengar jawaban dari wanita tercintanya.
"Ibu ada-ada aja,"
"Kamu sih, ditanya bukannya jawab malah balik bertanya,"
"Hehe, iya, iya maaf. Dante udah pulang kok, Bu. Udah di kamar,"
"Oh, kalau begitu, ibu ke dapur dulu ya, mau beresin barang belanjaan nih," ujar sang ibu dengan menenteng dua kresek besar dan diikuti oleh asisten yang juga membawa tiga kantong plastik besar berisi belanjaan mereka.
Berbeda dengan Irin, ia sedang merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha sang bunda dijadikan bantalannya.
"Bunda, Irin minta maaf," lirih Irin dengan tatapan penuh penyesalan.
"Kamu nggak punya salah sama bunda, kamu nggak perlu minta maaf, sayang."
Jawab Rosmi yang dengan lembut membelai lembut rambut sang putri kesayangannya.
"Tapi, Irin udah buat bunda kecewa,"
"Ssst, udah ya… jangan dibahas,"
"Tapi, ___ "
"Ssst, jangan membantah."
"Ish," jawab Irin dengan mencebikkan bibirnya.
Rosmi tersenyum, Irin adalah anak semata wayangnya. Maka tidaklah salah jika keluarga Wicaksana yang kekayaannya melimpah ruah melebihi dari kekayaan keluarga orang tua Dante sangat mencintai Irin.
Apapun Rosmi dan Arman lakukan agar Irin hidup bahagia, tidak ingin putrinya menderita.
Siapapun yang membuat putrinya terluka, maka dialah yang akan menerima konsekuensinya.
"Nanti, kalau kamu udah nikah, jangan lupa sama bunda."
Irin pun terkekeh mendengar ucapan konyol sang bunda.
"Bunda iih, Irin bukan mau minggat… udah pasti Irin nggak bakal lupa sama bunda, Irin kan sayang sama bunda sama ayah,"
Rosmi pun tersenyum tipis mendengar ucapan sang putri, melirik sekilas pada lengan lengan nya.
Ya Tuhan, tolong bahagiakan putri ku, batin Rosmi memohon.
"Bunda, Irin ngantuk…" keluh Irin dengan manja,
Rosmi pun terus membelai lembut rambut sang putri, lambat tapi pasti, Irin pun tertidur nyenyak dengan usapan lembut dari sang bunda.
Rosmi berharap, jika putrinya akan hidup jauh lebih baik lagi, jika ia telah menikah dengan Dante.
"Bunda sangat mencintaimu, Irin." Bisik lirih Rosmi di telinga Irin yang kini telah terlelap,
"Apapun yang terjadi, bunda akan selalu bersamamu, bunda akan meminta ayah untuk selalu memperjuangkan hidupmu, maaf… maafkan bunda dan ayah yang masih belum bisa menjadi orang tua yang baik, sayang." Lanjutnya dengan pilu,
Harapan Rosmi dan Arman adalah ingin putrinya menjalani hidup dengan normal seperti dulu, tidak seperti saat ini.
…
Tbc
Saat ini, Irin sedang bermake up ria. Dia benar-benar sangat cantik, hari ini adalah hari yang harusnya bahagia untuknya dan untuk Dante.Namun, wajah Irin tidak menunjukkan tanda-tanda bahagia, dia tak berekspresi apapun."Nona, kau sangat cantik, benar-benar menakjubkan," puji sang make over dengan tatapan kagum pada Irin."Terimakasih, kak. Ini kan berkat make up dan karyamu," jawab Irin dengan terkikik geli."Tapi, kau benar-benar sangat cantik, Irin." Sambung sang bunda yang kini masuk ke dalam kamar inap Irin."Ah, bunda…" Irin pun merentangkan kedua tangannya, meminta sang bunda untuk mendekat dan mereka pun berpelukan."Anak bunda udah dewasa, hm…""Irin sayang sama bunda, sama ayah… Irin tetap putri manja kalian," mata Irin berkaca-kaca saat ia sadar, jika setelah ini hidupnya akan bergantung pada Dante.Ah, tidak. Aku tidak akan bergantung
Kini, Dante dan Irin pun berpamitan untuk pulang ke rumah yang dihadiahkan oleh kedua orang tua Dante."Ayah, bunda… Irin sayang kalian,""Ayah sama bunda pun sangat mencintaimu, kamu jaga diri baik-baik hm,"Mereka pun saling berpelukan, Dante menatap malas pada mereka."Dante, jaga putriku dengan baik," ucap Arman mengingatkan pada Dante."Iya, ayah." Hanya itu yang terucap dari bibir Dante.Hingga Irin dan Dante pun telah pergi, kini tersisa hanya orang tua Irin dan orang tua Dante beserta dengan Darren."Kalian akan tau akibatnya jika Irin semakin hancur bersama dengan putramu yang sialan itu," ancam Arman menatap benci pada kedua orang tua Dante."Aku yang akan menghancurkan adikku jika dia menghancurkan Irin, om." Jawab Darren dengan santai tanpa ia sadari dengan siapa ia bicara."Kau
Dante merasa aneh dengan Irin, sejak kemarin siang setelah berdebat dengannya, Irin benar-benar tak keluar dari dalam kamar, bahkan Dante pun tak masuk ke dalam kamar karena ia meminum alkohol di ruang keluarga."Apa dia udah mati, kalo iya juga nggak masalah."DegggHati Dante terasa nyeri saat ia mengucapkan kata itu, padahal ia tahu, jika ia sangat membenci Irin.Tapi, kenapa?Dante pun merasa cemas, lalu berjalan tergesa masuk ke dalam kamar.Ia mendapati Irin, yang terlelap dengan deru napas teratur.Dante menghela napas lega, ia takut jika nantinya akan digiring ke kantor polisi.Dan sangat tidak lucu jika ia mendapati istrinya meninggal tepat di hari kedua setelah pernikahan.Bel rumahnya berbunyi, Dante mengernyit bingung, siapa yang bertamu di pagi hari seperti ini.D
Darren membawa Irin ke Timezone, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja jatuh cinta.Namun, siapa tahu jika mereka adalah saudara ipar, Irin adalah istri dari adik Darren."Aku pikir, kak Darren mau ajak makan nasi Padang di pinggir jalan, ternyata ada juga ya restoran khusus masakan Padang di kota ini,"Darren pun terkekeh,"Jelas ada lah, Rin. Kamu haus?""Dikit sih, capek juga ni habis main loncat-loncat sama kakak," jawab Irin dengan kekehan kecilnya."Ya udah ayo, kita cari minum." Darren menarik tangan Irin, dan Irin hanya mengikutinya."Dari dulu loh Irin mau punya kakak, eh malah jadi anak tunggal," keluh Irin dengan imut.Darren terkekeh,"Sekarang aku kakakmu, kan?""Iya kakak ipar,""Kamu mau minum apa?""Ir
"Heh, lo mau sampe kapan tidur di sini?"Seperti mendengar suara seseorang, Irin perlahan membuka matanya.Irin terpekik saat melihat Dante sedang berjongkok di hadapannya.Menatapnya tajam,"Gue pikir lo bunuh diri nyebur ke laut,"DegggIrin hanya menahan napasnya saat Dante mengatakan hal itu, dia pun bangkit dari duduknya.Ya, sejak sore Irin masih berada di bawah pohon kelapa, Irin tertidur di sana.Irin merasakan kedamaian yang menyejukkan ya sesaat.Dante merasa geram karena tanpa terimakasih, Irin justru meninggalkannya.Dante melihat Irin berjalan sambil memeluk tubuhnya sendiri, Irin terlihat rapuh."Kenapa kamu jadi kurus," gumam Dante lirih, namun terbesit pikiran yang membuatnya merasa benci dengan Irin.Dia kembali menata
"Bunda, ayah, Irin minta maaf. Irin minta maaf sama kalian, Irin sudah kecewakan kalian.""Irin sayang kalian, Irin harus pergi, Irin harus pergi dengan Alya. Makamkan Irin di samping makam Alya, maafkan Irin…"Dante terduduk saat mendengar racauan Irin saat tidur. Dante benar-benar tak mengerti, mengapa Irin meracau seperti itu?Dan lagi, siapa Alya?Apakah adik Irin?Seingat Dante, Irin tak memiliki saudara, ia hanya anak tunggal di keluarganya.Dante menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu terkejut saat ia baru menyadari jika di ranjang mereka sudah ada darah."Menjijikan, udah tau pms masih aja nggak pake pembalut,"Dante pun berdiri tepat di samping Irin tidur, ia pun dengan sengaja meraih air minum di atas nakas dan menyiramkan ke wajah Irin.Byurrr"Ahhh,
Irin berteriak sekencang-kencangnya, ia sudah berada di batu karang dekat pantai.Ia berdiri dan menangis terisak, sesak sekali rasanya."Kamu yang br*ngsek, kamu yang buat aku kecewa, bukan aku hiks...hiks…""Aku juga tidak tau, kenapa ayah mau aku dijodohkan sama kamu, aku juga tidak mau, tapi itu sudah keputusan dari ayah,""Sulit untukku membantah keinginannya, karena selama ini aku banyak meminta padanya, ya Tuhan… kenapa rasanya sakit sekali, hiks… hiks..""Kamu kejam, Dante…""Menangislah sepuasmu, Irin.."Irin pun menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya,Irin langsung menghambur peluk padanya dan langsung dibalas pelukan hangat."A-alex, hiks… kenapa hidup aku begini hiks, kenapa aku nggak mati aja?""Ssst, kamu nggak boleh
Tiga minggu kemudian, Dante sudah menjalani hari-hari seperti sebelumnya, ia harus pergi ke kantor untuk melakukan tugasnya.Irin pun berniat untuk pergi, namun sebelum itu, ia menghubungi Dante dan meminta izin padanya.Sebelum Dante membalas chat Irin, Irin sudah di jemput oleh Alex.Alex adalah orang kepercayaan ayah Irin, Alex pun adalah sahabat kecil Irin.Hanya saja, Alex adalah anak dari keluarga biasa saja."Aku nggak peduli kamu nggak balas, aku harus pergi." Gumam Irin sambil menatap ponselnya.Irin pun berjalan keluar, dan mendapati Alex sudah berdiri dan bersandar di mobilnya."Alex,""Hai, Nona manis… silahkan masuk," ucap Alex yang kini mulai membukakan pintu mobil untuk Irin."Terimakasih, pengawal…""Ck, pangeran gitu kek, masa dunia akting sama d
"Epilog."Beberapa hari kemudian setelah kepergian Irin.Tampak Irin, terlihat berjalan di dalam suatu gedung bersama Reylan dan kemudian menaiki sebuah Lift.Ketika Lift itu terbuka, terlihat dengan cepat seluruh karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut menyambut dengan memberikan salam kepada dirinya."Selamat pagi, Ketua Komisaris." Teriak seluruh para Karyawan menyambut Irin.Irin, hanya terlihat tersenyum lalu berjalan menuju ke dalam ruangannya diikuti oleh Reylan di belakang dirinya.Terdengar Irin, berkata kepada Reylan."Apakah semua para Investor telah hadir?" Tanya Irin."Sudah, mereka telah menunggu anda di ruangan rapat sekarang." Jawab Reylan."Bagus sekali, Kita akan selesaikan ini semua dengan cepat." Sahut Irin.&he
"Kenangan Reylan Bagian Akhir."Semua mata pun menatap terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Aslan, lalu terdengar Reylan dan Andressa sedikit menahan tawa,"Ckckck…" suara tawa.Reylan sambil menepuk bahu Andressa berkata,"Sungguh lucu sekali adikmu ini sobat. Ckckck…" Ujar Reylan."Ckckck… Aslan, Dia ini masih saja sama seperti dahulu. Pandai sekali berbicara yang tidak masuk akal." Sahut Andressa."Dia itu konyol dan cerdas. sama sekali seperti dirimu sobatku, ckckck…" Ucap Reylan.Mike dan Veve pun, terlihat sedikit menahan tawa dan terdengar berkata,"Pacarku, teman kamu ini sungguh sungguh unik, ya! Hahaha…" Ujar Veve."Begitulah, Aslan. Ternyata dia masih saja tetap sama seperti dahulu, hahaha…" Sahut Mike.&nbs
"Kenangan Reylan Bagian IX." Masih di dalam sebuah Cafe. Beberapa waktu yang lalu kembali terdengar perdebatan antara mereka. "Cukup, kalian semua diamlah!" Teriak Ayahnya Bos Alex. Mereka semua pun dengan seketika tertunduk diam ketika mendengar teriakan dari ayahnya Bos Alex. "Tuan, baiklah kami akan melakukannya." Ucap Ayahnya Bos Alex. Seketika mereka, Bos Alex dan kawan kawan terkejut dengan keputusan tersebut. "Ayah, apa yang telah kamu katakan, kenapa kamu terlalu mengikuti kemauan mereka! biar bagaimanapun kita adalah orang terkaya di kota ini! Tidak cukupkah dengan permintaan maaf kami ini!" Sergah Bos Alex. "Benar, Paman!" Sahut salah satu dari teman Bos Alex, tidak setuju. Dengan cepat wajah Bos Alex, terkena tamparan dari a
"Kenangan Reylan Bagian VIII."Tampak senang dari raut wajah Bos Alex, lalu terdengar beberapa orang bersuara,"Mampus kau! Rasakanlah jika berani berurusan denganku, maka kehancuran yang akan kau terima, bedebah!" Teriak Bos Alex."Hahaha… akhirnya akan mati juga bocah ini, kita lihat saja sehebat apa dia atau hanya mampu membual saja!" Ujar teman Bos Alex."Palingan nanti dia akan merengek dan memohon belas ampun dari kita semua. Namun, semua itu sudah terlambat." Ucap teman Bos Alex, lainnya."Hei, Nak! Kita lihat apakah gayamu itu seimbang dengan kemampuanmu. Kalian semua serang dia sekarang!" Sahut Ayahnya Bos Alex.Dari jauh Reylan melihat Aslan yang sedang dikepung oleh beberapa orang, lalu memberitahu kepada Andressa,"Teman, lihatlah! Disana adikmu sedang dalam masalah." Ucap Reylan kepada Andre
"Kenangan Reylan Bagian VII."Beberapa waktu kemudian.Terlihat dari arah jalanan di luar cafe tersebut, tampak beberapa mobil sedan berdatangan dan keluarlah segerombol orang dari dalam mobil itu, lalu berjalan masuk menuju cafe.Terdengar Andressa bertanya kepada Reylan,"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang telah terjadi, hingga banyak sekali orang yang datang ke dalam cafe?" Tanya Andressa, pelan.Reylan dengan wajah sedikit terkejut seperti orang berpikir dia lalu menjawab,"Oh ya, bukankah Aslan, adikmu saat ini juga sedang ada di dalam cafe tersebut, Andressa! Sebaiknya kita segera melihat ke dalam, aku seperti merasa sesuatu hal buruk akan terjadi padanya." Jawab Reylan."Apa maksudmu itu, Teman?" Tanya Andressa, kembali."Sudahlah, sebaiknya kita sekarang cepat bergegas masuk ke dalam
"Kenangan Reylan Bagian VI."Terlihat Aslan, berjalan menuju orang orang yang sedang berdebat itu.Hingga akhirnya dia Aslan, berada di belakang pria besar itu lalu berkata, "Mike."Perlahan pria besar itu pun menoleh ke arah Aslan yang berada di belakang.Dengan mata yang membesar pria itu tampak terlihat terkejut dan berkata, "Aslan!""Hey… apakah kau ini beneran, Aslan?" Teriak Pria besar yang dipanggil Mike itu sambil kedua tangannya menggenggam kedua bahu Aslan."Bodoh… memang kau pikir siapa aku ini! Apakah kamu tidak yakin bahwa aku ini adalah Aslan?" Tanya Aslan."Hahaha… kapan kau kembali, ketua? Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Jawab Mike."Sekarang sudah yakin kau, bahwa aku ini adalah Aslan. Hahaha… baru saja aku datang ke kota ini pria bodoh. Oh iya ada apa
"Kenangan Reylan Bagian V."Di Suatu tempat yang ramai.Tampak Aslan, terlihat baru saja datang lalu memarkirkan sepeda motornya di depan cafe.Terlihat Reylan muda bersama Andressa duduk bersama menoleh ke arah Aslan yang berjalan ke arah mereka berdua.Terdengar Aslan berkata,"Maaf, aku terlambat." Ujar Aslan, sambil tersenyum berjalan ke arah Andressa yang langsung berdiri dan menyambutnya."Tidak masalah adikku, selamat datang." Sahut Andressa, langsung berpelukan menyambut Aslan."Perkenalkan ini adalah Eko, teman kecilku waktu di asrama. Namun, kini telah berganti nama setelah bersama keluarga barunya." Ujar Andressa kepada Aslan."Lalu sobatku, perkenalkanlah dia adalah adikku, Aslan." Ucap Andressa, memperkenalkan.Langsung saja terlihat Reylan/Eko mengulurkan salah satu tan
"Kenangan Reylan Bagian IV."Di Tempat yang lain Pria Botak berbadan besar bersama pria berambut dikuncir dan Pria Tampan berdasi sedang mengadakan suatu pertemuan bersama di sebuah Cafe tempat makan yang sangat mewah."Apakah kalian berdua telah mendengar informasinya" Tanya Pria Tampan Berdasi."Apa maksudmu Leon, Apa kau fikir hanya kau saja yang mempunyai mata mata" Ucap Pria berkuncir."Bukan begitu maksud aku Bob" Ucap Pria Tampan Berdasi yang diketahui bernama Leon."Lalu apa maksudmu" Ucap Pria berkuncir yang telah diketahui bernama Bob."Sudahlah kalian selalu saja bertengkar dengan hal kecil, Apakah kalian telah lupa dengan pesan ketua selama ini coba untuk kali ini saja kita kita meributkan hal kecil seperti itu" Ucap Pria Botak berbadan besar yang bernama Doski.Tampak Bob dan Leon terdiam tanda paham dengan apa
"Kenangan Reylan Bagian III."Di dalam ruangan rumah Arman, keadaan masih terlihat tegang.Terlihat Reylan, kembali tersadar. Kemudian terdengar suara orang berbicara,"Apa maksudmu! Jangan kamu membawa terus menerus nama, Tuan Muda Omega!" Teriak Kira, membentak Irin."Benar, itu lain urusannya! Beginikah balasanmu untuk keluarga yang telah membesarkanmu! Dasar wanita tidak tahu diuntung!" Sahut Mike."Bukan begitu, bibi. Aku bukan bermaksud melawanmu atau kalian semua. Hanya saja, aku berpikir ini adalah masalahku sendiri. Tak layak, jika kalian semua terus saja selalu mencampuri kehidupanku dengan Dante!" Jawab Irin."Apa! Kamu bilang kami, mencampuri hidupmu dan Dante. Suami bodoh yang sudah mencoreng nama baik keluarga besar kita ini!" Ujar Kira, kembali melanjutkan."Apakah kamu pikir, kami semua melakukan ini semata-m