"Bunda, ayah, Irin minta maaf. Irin minta maaf sama kalian, Irin sudah kecewakan kalian."
"Irin sayang kalian, Irin harus pergi, Irin harus pergi dengan Alya. Makamkan Irin di samping makam Alya, maafkan Irin…"
Dante terduduk saat mendengar racauan Irin saat tidur. Dante benar-benar tak mengerti, mengapa Irin meracau seperti itu?
Dan lagi, siapa Alya?
Apakah adik Irin?
Seingat Dante, Irin tak memiliki saudara, ia hanya anak tunggal di keluarganya.
Dante menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu terkejut saat ia baru menyadari jika di ranjang mereka sudah ada darah.
"Menjijikan, udah tau pms masih aja nggak pake pembalut,"
Dante pun berdiri tepat di samping Irin tidur, ia pun dengan sengaja meraih air minum di atas nakas dan menyiramkan ke wajah Irin.
Byurrr
"Ahhh," Irin terbangun dan tersedak.
"Uhuk, uhuk…"
Dante tertawa jahat melihat Irin menderita.
"Mampus lo,"
"Dante, kenapa kamu jahat sama aku?"
"Ckckck, karena lo pantes di jahatin,"
"Mendingan sekarang lo bangun, biar dapat pahala, lo beli makanan di restoran depan hotel buat gue, terus bawa kesini,"
"Tapi, Dante… a-aku ___ "
"Gue nggak butuh alasan apapun, cepetan lo bangun,"
"Cepet!" Bentak Dante saat Irin masih terdiam sejak tadi, Dante pun menarik Irin kasar hingga Irin terjatuh di lantai.
"Awww, ssshhh…" Irin meringis sakit dan memejamkan matanya,
Irin membatin jika dirinya harus kuat, dia harus bisa.
"Nggak usah sok akting lo, gue nggak sekeras itu buat jatuhin lo, jadi nggak usah terlihat kaya tersakiti banget,"
Irin membuka matanya, ia pun berdiri dan mengarahkan tangannya pada Dante
"Ngapain lo?"
"Uang?"
"Ck, keturunan orang kaya masih aja ngemis. Oh, tapi nggak masalah, gue pun bisa kasih duit buat lo, kalo masih kurang, Lo bisa jual diri di hotel ini,"
Irin memejamkan matanya, ia harus kuat mendengar segala caci dan makian dari suaminya.
Irin benar-benar tak menyangka, ia ou tak tahu mengapa Dante seperti sekarang?
Dia sangat kejam, Irin pun tak tahu mengapa ia bisa dijodohkan dengan Dante -- mantan kekasihnya.
Irin pun berjalan keluar kamar saat setelah menerima uang dari Dante.
Irin pun berjalan menuju restoran seafood di seberang gedung hotel yang ia tempati.
Ia terkejut saat ia keluar terdapat dua orang bertubuh kekar dan memakai pakaian serba hitam berdiri di depan pintu kamar mereka.
"K-kalian siapa?" Gugup Irin.
"Maaf, Nona.. kami adalah orang suruhan tuan Darius untuk mengawasi kalian,"
"Mengawasi kami?"
"Betul, Nona."
Irin pun mengedikkan kedua bahunya, lalu berjalan keluar dari hotel.
Ia pun memesan makanan dan minuman untuk suaminya.
Irin pun kembali ke hotel setelah beberapa menit ia menunggu makanan yang ia pesan, ia pun berjalan masuk dan kembali melihat dua orang bertubuh kekar masih berdiri di depan pintu kamar hotel.
Namun, ia sedikit aneh karena merasa seseorang juga mengikutinya di belakang.
Irin segera masuk ke dalam kamar hotel dan ia terkejut melihat Dante hanya memakai celana boxer tanpa atasan.
Wajahnya memerah, ia merasa malu, terlebih lagi perut absnya yang melambai-lambai ingin di belai.
Irin pun tersadar saat aroma maskulin menguat menusuk hidungnya, ia terkejut karena Dante ternyata sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Mana pesenan gue?"
"Ini," Irin memberikan makanan yang Dante pesan.
Irin berlalu masuk ke dalam kamar mandi, ia sudah mulai merasa tak nyaman, tubuhnya pun terasa lengket oleh keringat.
Irin pun merasa perutnya keroncongan, ia belum makan sejak kemarin sore.
Ah, lagi-lagi Irin melewatkan makan malamnya.
Irin pun secepat kilat menyelesaikan mandinya, ia pun keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk kimononya.
Ia pun mengambil pakaiannya, Dante hanya melirik sekilas pada Irin.
Jujur saja, Dante pun merasa sedikit tergoda melihat Irin yang masih terlihat sexy.
Namun, rasa benci dan kecewanya tak bisa terkalahkan. Dante tak ingin menyentuhnya, tak ingin membuat Irin bahagia seperti janjinya dulu saat mereka masih menjalin hubungan.
"Dante, punya gue mana?"
"Punya lo?"
Irin pun mengangguk,
"Iya, makanan gue?"
"Hoh, udah gue makan semua, eh tapi masih ada sisa kok, kalo mau tuh makan aja," ucap Dante yang menunjuk sisa makannya di meja.
Irin tertunduk lesu, ia pun sudah tak bisa menahan lapar.
Dengan terpaksa ia memakan makanan sisa Dante, perutnya sudah melilit dan cacing-cacing mulai menari-nari di dalam perutnya.
Dante tertegun, ia pikir Irin tak akan mau memakan makanan sisa.
Namun, dalam hitungan detik saja makanan itu sudah tandas.
Dante mengambil ponselnya dan bermain game disana.
Irin pun membereskan sisa makannya, ia pun ikut mengambil ponselnya yang sejak kemarin belum ia lihat.
Irin terkejut saat mengaktifkannya, banyak panggilan masuk dan pesan masuk yang tak terjawab dari Rexa.
Irin tersenyum lebar, ponselnya pun langsung berdering dan menampilkan nama Reza di layarnya.
Irin pun segera menjawab panggilan dari Rexa.
"Irin,"
"Iya, ini aku…"
"Astaga, aku pikir kamu kemana, kamu nggak aktif terus. Buat orang khawatir aja,"
"Hehe, maaf ya… soalnya baru sempet,"
"Iya deh, apa sih yang nggak buat kamu. Gimana perkembangannya sekarang?"
Irin melirik Dante yang terlihat tak peduli dengan dirinya, Irin pun bergeser menjauh dari Dante.
"Euhm, aku… udah baikan kok, kamu jangan khawatir," jawab Irin berbohong, padahal ia sedang tak baik-baik saja.
"Ah, syukurlah. Awal bulan depan jangan lupa datang, apalagi itu hari ulang tahunku,"
Irin pun terkekeh,
"Iya, iya… aku usahakan."
"Aku tunggu kamu, sayang."
Irin tersenyum mendengar gombalan Rexa.
"Iya, iya… ya udah ya, aku tutup. Aku mau tidur,"
"Tidur?"
"Eh, B-bukan. Maksudnya mau keluar, iya mau keluar…"
"Jangan coba-coba untuk berbohong, Irin. Atau aku bawa kamu lagi ke Italy?"
"Eh?"
"Kamu denger aku?"
"I-iya, aku denger. A-aku nggak bohong, Rexa."
Dante melirik sekilas saat mendengar nama Rexa disebut.
Ia pun kembali bermain game di ponselnya, hingga panggilan Irin pun telah usai.
"Sekali wanita murahan ya tetap aja wanita murahan,"
"Dante, maksud kamu apa sih?"
Tetap saja plin-plan, memang dia kan susah ngomong lo gue. Batin Dante
"Lo mikir dong, udah dapat enaknya lo malah ___ sial!"
Dante geram sendiri karena ia kembali mengingat yang sudah-sudah.
"Gara-gara lo, hidup gue jadi nggak nyaman. Gue jadi nggak percaya cinta, sialan!"
"Gue muak sama lo, Irin. Gue yakin, lo nyuruh orang tua lo buat maksa orang tua gue supaya gue mau nikah sama lo, kan?"
"Astaga, Dante!"
"Apa, huh? Mau ngelak?"
"Harusnya aku yang ngomong itu, bukan kamu!"
"Ho, jadi kebalik? Jadi disini lo pihak yang tersakiti, begitu?"
"Kamu benar-benar kejam, kamu manusia nggak punya hati,"
"Lo manusia kejam, lo manusia yang nggak punya hati, bodoh!" Ucap Dante dengan menoyor kepala Irin.
Lalu Dante pergi meninggalkan Irin yang kini menangis sejadi-jadinya.
…
Tbc
Irin berteriak sekencang-kencangnya, ia sudah berada di batu karang dekat pantai.Ia berdiri dan menangis terisak, sesak sekali rasanya."Kamu yang br*ngsek, kamu yang buat aku kecewa, bukan aku hiks...hiks…""Aku juga tidak tau, kenapa ayah mau aku dijodohkan sama kamu, aku juga tidak mau, tapi itu sudah keputusan dari ayah,""Sulit untukku membantah keinginannya, karena selama ini aku banyak meminta padanya, ya Tuhan… kenapa rasanya sakit sekali, hiks… hiks..""Kamu kejam, Dante…""Menangislah sepuasmu, Irin.."Irin pun menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya,Irin langsung menghambur peluk padanya dan langsung dibalas pelukan hangat."A-alex, hiks… kenapa hidup aku begini hiks, kenapa aku nggak mati aja?""Ssst, kamu nggak boleh
Tiga minggu kemudian, Dante sudah menjalani hari-hari seperti sebelumnya, ia harus pergi ke kantor untuk melakukan tugasnya.Irin pun berniat untuk pergi, namun sebelum itu, ia menghubungi Dante dan meminta izin padanya.Sebelum Dante membalas chat Irin, Irin sudah di jemput oleh Alex.Alex adalah orang kepercayaan ayah Irin, Alex pun adalah sahabat kecil Irin.Hanya saja, Alex adalah anak dari keluarga biasa saja."Aku nggak peduli kamu nggak balas, aku harus pergi." Gumam Irin sambil menatap ponselnya.Irin pun berjalan keluar, dan mendapati Alex sudah berdiri dan bersandar di mobilnya."Alex,""Hai, Nona manis… silahkan masuk," ucap Alex yang kini mulai membukakan pintu mobil untuk Irin."Terimakasih, pengawal…""Ck, pangeran gitu kek, masa dunia akting sama d
Dante mencium aroma masakan dari dapur, ia pun mengikuti aroma wangi bumbu, dan ia terdiam saat melihat ibunya dan istrinya sedang masak berdua.Penuh dengan canda tawa, Dante menatap mereka dengan tatapan senang."Andai aja lo nggak buat gue benci, gue bakal sayang banget sama lo," gumam Dante melihat Irin yang sedang tertawa."Dante?" Panggil ibunya membuat Dante tersadar."Ibu?""Sejak kapan kamu di situ?""Ah, baru… ibu kapan datang?""Sejak tengah hari ibu udah di sini,""Oh ya? Ibu sendirian di sini sejak siang?""Kan ada menantu ibu yang cantik ini, masa kamu lupa?" Irin tersipu mendengar pujian dari ibu mertuanya."Bukannya Irin pergi?""Aku pergi cuma sebentar aja kok," jawab Irin membuat Dante sedikit bingung."Ya udah
"Dante, aku nggak bisa tidur…" lirih Irin saat ia sudah di ranjang bersama Dante."Tinggal tidur aja, pejamin mata lo. Nggak usah ganggu gue, gue ngantuk.."Irin menahan tangisnya, ia benar-benar merasa sangat lelah.Ia sudah mencoba untuk tidur, namun tak bisa.Irin menatap jam di ponselnya, dan sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.Irin pun memilih bangkit, ia berjalan keluar dari kamar Dante.Ia merasa gelisah, ia akan sulit tidur jika tak meminum obat tidurnya."A-alya.." lirih Irin, ia pun tersentak saat tangan besar menepuk bahunya.Irin mengatur napasnya agar stabil,"It's okay, Rin.. semua baik-baik aja, hm?" Ucapnya dan perlahan Irin pun merasa rileks."Kak Darren," Darren pun tersenyum."Kenapa belum tidur?""A-
Mobil yang mereka tumpangi pun terhenti di area parkiran rumah Irin.Dante baru tahu jelas jika rumah Irin jauh lebih mewah dan besar dari rumah kedua orang tuanya.Dante memarkirkan mobilnya di parkiran rumah milik kedua orang tua Irin.Untuk pergi dari gerbang ke parkiran saja harus menggunakan mobil atau motor jika tak ingin kelelahan.Dante menepuk pelan pipi Irin, hingga Irin pun menggeliat.Dante pun terkekeh, ia melihat Irin seperti kucing yang baru bangun tidur."Kamu kok ketawa sih?""Kamu kaya kucing baru bangun tidur,""Ish," Irin mencebikkan bibirnya."Turun, udah sampe nih,"Irin pun mengedarkan pandangannya, dan benar saja, mereka telah sampai di rumah orang tua Irin."Ayo, Dante… kita masuk, aku udah kangen sama bunda." Ucap Irin gira
Dante mencium aroma masakan gosong dari dapur, ia mulai membuka matanya dan berjalan ke arah dapur."Irin?""D-dante,""Kenapa?""M-maaf, tadi aku niatnya mau bikin sarapan buat kamu, tapi aku lupa,""Lupa?""Lupa kalo aku nggak bisa masak," cicit Irin pelan yang membuat Dante terbahak."Udah, udah. Nanti makan di kantor aja,""Eh, terus aku gimana?""Kamu ya urus sendiri,""Eh?" Irin menatap Dante, memerjapkan matanya pelan.Dante pun terkekeh dan mencubit hidung Irin,"Aw, sakit…""Bercanda,""Ah, kirain kamu sengaja mau bikin aku mati kelaparan,""Ya, kalo bisa.""Huh?"Dante tersenyum miring,"Mendingan kamu siap-siap, ikut aku ke kantor.""Eh, beneran?"
Dante membawa Irin ke sebuah mall."Dante, kenapa kita kesini?""Ya, kamu harus ikut aku nanti malam,""Eh, kemana?""Aku mendapatkan undangan pernikahan dari kolega ku,""Ho, baiklah.""Kamu cari dress sesuai keinginan mu dan setelah itu kita ke salon,""Kenapa ke salon?""Kamu nggak ada make up, selama ini aku cuma liat parfum, dan polesan bibir aja,"Irin tersenyum tipis,"Aku nggak suka make up sekarang,""Kenapa? Ada apa?""Udah deh, nggak usah banyak tanya. Ayo, cepat cari dress buat aku.""Kamu cari yang gimana?""Hm, lengan panjang dan terusan panjang.""Ini?"Irin menoleh dan menatap Dante yang sudah menegang dress terusan panjang berwarna peach, yang di hiasi oleh berlian-berlian kecil dibagika
malam ini, dante tidur dengan gelisah.rasa penasaran terus saja menghantuinyadilihatnya irin yang sudah terlelap tenang. dante mengusap lembut kepala iridante menarik lengannya yang di jadikan bantalan oleh irin, lalu berjalan keluar dan menuju kamar khusus untuk minuman alkohol koleksinydante pun mengambil satu botol minuman yang beralkohol sedangia menenggak langsung hingga tandas setengah boto"sialan, gara-gara dia gue jadi nggak bisa tidur"gue benci berpura-pura, gue benci sama lo, ini demi nyokap gue, demi nyokap gue, arghdante mengusap wajahnya kasadante terpekik saat mendengar suara irin berteriak"hei, berhenti… tolong dengarkan aku, hei"aku mohon, hiks… berhenti, dengarkan penjelasan dariku, hiks… hiks."rexa, kejar dia, alex kejar dia hiks… hiks."berhenti, berhenti,
"Epilog."Beberapa hari kemudian setelah kepergian Irin.Tampak Irin, terlihat berjalan di dalam suatu gedung bersama Reylan dan kemudian menaiki sebuah Lift.Ketika Lift itu terbuka, terlihat dengan cepat seluruh karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut menyambut dengan memberikan salam kepada dirinya."Selamat pagi, Ketua Komisaris." Teriak seluruh para Karyawan menyambut Irin.Irin, hanya terlihat tersenyum lalu berjalan menuju ke dalam ruangannya diikuti oleh Reylan di belakang dirinya.Terdengar Irin, berkata kepada Reylan."Apakah semua para Investor telah hadir?" Tanya Irin."Sudah, mereka telah menunggu anda di ruangan rapat sekarang." Jawab Reylan."Bagus sekali, Kita akan selesaikan ini semua dengan cepat." Sahut Irin.&he
"Kenangan Reylan Bagian Akhir."Semua mata pun menatap terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Aslan, lalu terdengar Reylan dan Andressa sedikit menahan tawa,"Ckckck…" suara tawa.Reylan sambil menepuk bahu Andressa berkata,"Sungguh lucu sekali adikmu ini sobat. Ckckck…" Ujar Reylan."Ckckck… Aslan, Dia ini masih saja sama seperti dahulu. Pandai sekali berbicara yang tidak masuk akal." Sahut Andressa."Dia itu konyol dan cerdas. sama sekali seperti dirimu sobatku, ckckck…" Ucap Reylan.Mike dan Veve pun, terlihat sedikit menahan tawa dan terdengar berkata,"Pacarku, teman kamu ini sungguh sungguh unik, ya! Hahaha…" Ujar Veve."Begitulah, Aslan. Ternyata dia masih saja tetap sama seperti dahulu, hahaha…" Sahut Mike.&nbs
"Kenangan Reylan Bagian IX." Masih di dalam sebuah Cafe. Beberapa waktu yang lalu kembali terdengar perdebatan antara mereka. "Cukup, kalian semua diamlah!" Teriak Ayahnya Bos Alex. Mereka semua pun dengan seketika tertunduk diam ketika mendengar teriakan dari ayahnya Bos Alex. "Tuan, baiklah kami akan melakukannya." Ucap Ayahnya Bos Alex. Seketika mereka, Bos Alex dan kawan kawan terkejut dengan keputusan tersebut. "Ayah, apa yang telah kamu katakan, kenapa kamu terlalu mengikuti kemauan mereka! biar bagaimanapun kita adalah orang terkaya di kota ini! Tidak cukupkah dengan permintaan maaf kami ini!" Sergah Bos Alex. "Benar, Paman!" Sahut salah satu dari teman Bos Alex, tidak setuju. Dengan cepat wajah Bos Alex, terkena tamparan dari a
"Kenangan Reylan Bagian VIII."Tampak senang dari raut wajah Bos Alex, lalu terdengar beberapa orang bersuara,"Mampus kau! Rasakanlah jika berani berurusan denganku, maka kehancuran yang akan kau terima, bedebah!" Teriak Bos Alex."Hahaha… akhirnya akan mati juga bocah ini, kita lihat saja sehebat apa dia atau hanya mampu membual saja!" Ujar teman Bos Alex."Palingan nanti dia akan merengek dan memohon belas ampun dari kita semua. Namun, semua itu sudah terlambat." Ucap teman Bos Alex, lainnya."Hei, Nak! Kita lihat apakah gayamu itu seimbang dengan kemampuanmu. Kalian semua serang dia sekarang!" Sahut Ayahnya Bos Alex.Dari jauh Reylan melihat Aslan yang sedang dikepung oleh beberapa orang, lalu memberitahu kepada Andressa,"Teman, lihatlah! Disana adikmu sedang dalam masalah." Ucap Reylan kepada Andre
"Kenangan Reylan Bagian VII."Beberapa waktu kemudian.Terlihat dari arah jalanan di luar cafe tersebut, tampak beberapa mobil sedan berdatangan dan keluarlah segerombol orang dari dalam mobil itu, lalu berjalan masuk menuju cafe.Terdengar Andressa bertanya kepada Reylan,"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang telah terjadi, hingga banyak sekali orang yang datang ke dalam cafe?" Tanya Andressa, pelan.Reylan dengan wajah sedikit terkejut seperti orang berpikir dia lalu menjawab,"Oh ya, bukankah Aslan, adikmu saat ini juga sedang ada di dalam cafe tersebut, Andressa! Sebaiknya kita segera melihat ke dalam, aku seperti merasa sesuatu hal buruk akan terjadi padanya." Jawab Reylan."Apa maksudmu itu, Teman?" Tanya Andressa, kembali."Sudahlah, sebaiknya kita sekarang cepat bergegas masuk ke dalam
"Kenangan Reylan Bagian VI."Terlihat Aslan, berjalan menuju orang orang yang sedang berdebat itu.Hingga akhirnya dia Aslan, berada di belakang pria besar itu lalu berkata, "Mike."Perlahan pria besar itu pun menoleh ke arah Aslan yang berada di belakang.Dengan mata yang membesar pria itu tampak terlihat terkejut dan berkata, "Aslan!""Hey… apakah kau ini beneran, Aslan?" Teriak Pria besar yang dipanggil Mike itu sambil kedua tangannya menggenggam kedua bahu Aslan."Bodoh… memang kau pikir siapa aku ini! Apakah kamu tidak yakin bahwa aku ini adalah Aslan?" Tanya Aslan."Hahaha… kapan kau kembali, ketua? Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Jawab Mike."Sekarang sudah yakin kau, bahwa aku ini adalah Aslan. Hahaha… baru saja aku datang ke kota ini pria bodoh. Oh iya ada apa
"Kenangan Reylan Bagian V."Di Suatu tempat yang ramai.Tampak Aslan, terlihat baru saja datang lalu memarkirkan sepeda motornya di depan cafe.Terlihat Reylan muda bersama Andressa duduk bersama menoleh ke arah Aslan yang berjalan ke arah mereka berdua.Terdengar Aslan berkata,"Maaf, aku terlambat." Ujar Aslan, sambil tersenyum berjalan ke arah Andressa yang langsung berdiri dan menyambutnya."Tidak masalah adikku, selamat datang." Sahut Andressa, langsung berpelukan menyambut Aslan."Perkenalkan ini adalah Eko, teman kecilku waktu di asrama. Namun, kini telah berganti nama setelah bersama keluarga barunya." Ujar Andressa kepada Aslan."Lalu sobatku, perkenalkanlah dia adalah adikku, Aslan." Ucap Andressa, memperkenalkan.Langsung saja terlihat Reylan/Eko mengulurkan salah satu tan
"Kenangan Reylan Bagian IV."Di Tempat yang lain Pria Botak berbadan besar bersama pria berambut dikuncir dan Pria Tampan berdasi sedang mengadakan suatu pertemuan bersama di sebuah Cafe tempat makan yang sangat mewah."Apakah kalian berdua telah mendengar informasinya" Tanya Pria Tampan Berdasi."Apa maksudmu Leon, Apa kau fikir hanya kau saja yang mempunyai mata mata" Ucap Pria berkuncir."Bukan begitu maksud aku Bob" Ucap Pria Tampan Berdasi yang diketahui bernama Leon."Lalu apa maksudmu" Ucap Pria berkuncir yang telah diketahui bernama Bob."Sudahlah kalian selalu saja bertengkar dengan hal kecil, Apakah kalian telah lupa dengan pesan ketua selama ini coba untuk kali ini saja kita kita meributkan hal kecil seperti itu" Ucap Pria Botak berbadan besar yang bernama Doski.Tampak Bob dan Leon terdiam tanda paham dengan apa
"Kenangan Reylan Bagian III."Di dalam ruangan rumah Arman, keadaan masih terlihat tegang.Terlihat Reylan, kembali tersadar. Kemudian terdengar suara orang berbicara,"Apa maksudmu! Jangan kamu membawa terus menerus nama, Tuan Muda Omega!" Teriak Kira, membentak Irin."Benar, itu lain urusannya! Beginikah balasanmu untuk keluarga yang telah membesarkanmu! Dasar wanita tidak tahu diuntung!" Sahut Mike."Bukan begitu, bibi. Aku bukan bermaksud melawanmu atau kalian semua. Hanya saja, aku berpikir ini adalah masalahku sendiri. Tak layak, jika kalian semua terus saja selalu mencampuri kehidupanku dengan Dante!" Jawab Irin."Apa! Kamu bilang kami, mencampuri hidupmu dan Dante. Suami bodoh yang sudah mencoreng nama baik keluarga besar kita ini!" Ujar Kira, kembali melanjutkan."Apakah kamu pikir, kami semua melakukan ini semata-m