Irin berteriak sekencang-kencangnya, ia sudah berada di batu karang dekat pantai.
Ia berdiri dan menangis terisak, sesak sekali rasanya.
"Kamu yang br*ngsek, kamu yang buat aku kecewa, bukan aku hiks...hiks…"
"Aku juga tidak tau, kenapa ayah mau aku dijodohkan sama kamu, aku juga tidak mau, tapi itu sudah keputusan dari ayah,"
"Sulit untukku membantah keinginannya, karena selama ini aku banyak meminta padanya, ya Tuhan… kenapa rasanya sakit sekali, hiks… hiks.."
"Kamu kejam, Dante…"
"Menangislah sepuasmu, Irin.."
Irin pun menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya,
Irin langsung menghambur peluk padanya dan langsung dibalas pelukan hangat.
"A-alex, hiks… kenapa hidup aku begini hiks, kenapa aku nggak mati aja?"
"Ssst, kamu nggak boleh ngomong gitu. Kamu perempuan kuat dan hebat, jangan menyerah hm?"
"Hiks.. tapi dia jahat, hiks.."
Tidak jauh dimana tempat mereka berada, Dante melihat itu.
Dante tersenyum sinis,
"Dasar wanita murahan!"
Dante pun segera pergi dan masuk ke dalam kamar hotelnya dengan Irin.
Ia merasa lelah hari ini karena semalam ia kurang tidur.
Dan, ia pun merasa aneh saat melihat beberapa orang bertubuh besar seperti mengikutinya.
Dante pun mulai tertidur, ia merasa kelelahan.
Sedangkan Irin, ia sudah duduk di cafe dekat pantai bersama Alex.
"Alex, kok kamu di sini sih?"
"Ye, emangnya ayah kamu percaya kamu nggak posesif, huh?"
Irin pun terkekeh, ia merasa jauh lebih baik saat ini.
Ia merasa terhibur dengan adanya Alex bersamanya.
"Dari kemarin aku berasa kaya orang hilang, untung kamu kesini. Makasih ya, kamu udah datang diwaktu yang tepat,"
Alex pun tersenyum,
"Inikan emang suruhan ayah kamu, gimana sih?"
"Hm, sekarang mau kemana?"
"Menurut kamu kemana dong?"
"Main air pantai aja yuk?"
"Nggak aku, Lex… lukaku sakit kena air asin,"
"Ck, ya kamu sih pake gituan segala,"
"Ah, Alex nggak seru ih,"
Alex pun terkekeh,
"Kita muter-muter aja naik delman, gimana?"
"Eh, iya… itu aja, ayo… biar aku bisa seneng,"
Dan mereka pun pergi menuju tempat ramai dan yang bisa membuat Irin jauh lebih baik.
Hingga malam pun tiba, Irin baru saja pulang dari pergi bersama Alex.
Ia terkejut saat melihat Dante dengan Veve disana.
Veve sedang jongkok dan sedang memainkan benda pusaka Dante dengan mulutnya.
Mata Irin berkaca-kaca, ia pun segera berlalu masuk ke dalam kamar mandi.
Ia pun menangis disana, hatinya merasa sesak.
Ia pikir, semua akan indah setelah pergi bersenang-senang, namun perkiraannya salah.
Dante justru semakin membuat harinya semakin sesak.
Irin menutup kedua kupingnya dengan telapak tangan, ia benci mendengar suara geraman dan desahan mereka berdua.
Itu sangat menjijikan, Dante benar-benar kejam, Dante tidak memikirkan hati Irin.
Irin pun keluar kamar mandi saat dirasa waktu sudah cukup lama dan keadaan sudah mulai hening, Irin terkejut saat melihat Dante sedang menyusu pada Veve.
Veve menatap wajah Irin dengan senyum sensualnya, ia menggigit bibir bawahnya.
Menikmati setiap serangan Dante,
"Uh, sayang… enakh," racau Veve.
Irin memejamkan matanya, ia tak ingin melihat semua itu.
Ini sangat menyakitkan baginya.
Irin mengambil earphone dan segera memasangnya ke telinga.
Mendengarkan musik dengan volume yang tinggi,
Hingga pergulatan panas Dante dan Veve telah usai, Veve pun telah di usir oleh Dante.
Kini tinggallah Dante yang menatap Irin dengan senyuman sinis.
Dante pun berdiri tepat di hadapan Irin, membuat Irin terpekik.
"Dante,"
"Gimana, laki-laki tadi muasin lo nggak?"
Irin mengernyit bingung, apa maksud Dante?
"Apa sih maksudnya?"
"Iya, lo pasti kurang belaian kan? Atau habis main sama laki-laki tadi?"
Irin kini paham dengan maksud Dante.
"Aku nggak seperti kamu, Dante. Aku masih punya hati, bahkan untuk meng ___ " seolah tersadar, Irin tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Apa, huh?"
"Sudahlah, aku ngantuk. Malam," Irin pun mulai memakai selimutnya, ia pun memposisikan diri dengan merebahkan tubuhnya di sofa. Ia tak sudi jika harus tidur di ranjang bekas pergulatan suaminya dengan selingkuhannya.
"Besok kita balik ke Jakarta,"
Irin benar-benar tak mendengar ucapan Dante, karena ia sudah terlelap di bawah pengaruh obat tidur.
"Heh, kau tuli… Irin,"
Dante mengguncang tubuh Irin namun tak ada respon darinya.
Dante mengernyit heran,
"Dasar kebo," umpat Dante yang kini mulai merebahkan tubuhnya di ranjang.
Dante pun mulai memejamkan matanya, hingga ia terlelap.
***
Saat pagi, Dante pun terbangun saat mendengar suara percikan air di dalam kamar mandi.
Dante melihat jam di ponselnya dan menunjukkan pukul setengah sembilan.
"Ah, pesawat take off jam 11. Masih ada waktu,"
Ceklek
Suara pintu kamar mandi terbuka dan memunculkan Irin yang hanya mengeluarkan kepalanya menatap Dante yang kini memejamkan matanya, Dante kembali memejamkan matanya.ia berpura-pura tidur.
Dante sedikit mengintip Irin, dan ia hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya.
Dante mengernyit bingung saat melihat ada yang aneh di tubuh Irin.
Di paha, Irin pun telah selesai memakai pakaiannya ia pun berbalik dan terpekik saat melihat Dante yang juga ikut kaget saat mereka beradu pandang.
"D-dante, s-sejak kapan kamu bangun?" Tanya Irin gugup dengan perasaan cemas.
"Ah, baru aja." Jawab Dante berbohong.
Dante pun bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi, ia mulai mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin.
Hingga Dante selesai mandi, ia pun mulai menggosok giginya. Disana ia tak sengaja melihat cutter.
"Cutter?" Gumam Dante melihat cutter dan memegangnya.
Saat telah selesai, Dante pun keluar dan membawa cutter itu dan melemparkan ke meja tepat dimana Irin berada.
"Punya lo?"
Irin tersentak, ia pun dengan cepat mengambil cutter itu dan memasukkannya ke dalam tas kecil miliknya.
"Buang,"
Irin menaikkan pandangan menatap Dante seolah bertanya, kenapa harus dibuang?
"Di pesawat nggak boleh bawa benda tajam kan?"
Dengan berat hati, dan ragu.. Irin pun membuang cutter itu ke tong sampah.
***
Mereka telah tiba di bandara dan saat pengecekkan barang, tas milik Irin berbunyi.
Irin pun tampak gugup, dia melirik sekilas pada Dante.
Irin menatap gelisah saat petugas membongkar tas kecil miliknya.
"Apakah ini obat keras, Nona?"
"B-bukan,"
"Bolehkah kami menyitanya?"
"Ja ___ "
"Ambil saja, sepertinya itu hanya obat biasa."
Irin menatap Dante tak percaya, ia pun tak bisa menjelaskan apapun karena Dante tak boleh tahu.
Kini mereka sudah berada dalam pesawat yang baru saja berada di udara.
***
"Papa, ayo kejar aku," ucap gadis kecil yang tengah tersenyum lebar menghadap sang papa.
"Hei, jangan lari…" laki-laki yang di panggil papa itu menoleh dan memberi peringatan kepada anaknya.
"Papa, ayo tangkap, hihihi" gadis kecil itu terus saja berlari, ia ingin di kejar oleh sang papa.
Hingga ia pun terhenti saat sinar berwarna putih mulai menariknya.
"Bye, papa…" gadis kecil itu melambaikan tangannya pada laki-laki yang ia panggil papa.
"Hei, hei… cepat kemari lah, jangan kesana. Itu bahaya,"
Namun gadis kecil itu hanya tersenyum dan semakin menghilang.
"Hei, hei…" laki-laki pun tersentak saat seseorang menepuk pipinya pelan.
"Are you okay?"
…
Tbc
Tiga minggu kemudian, Dante sudah menjalani hari-hari seperti sebelumnya, ia harus pergi ke kantor untuk melakukan tugasnya.Irin pun berniat untuk pergi, namun sebelum itu, ia menghubungi Dante dan meminta izin padanya.Sebelum Dante membalas chat Irin, Irin sudah di jemput oleh Alex.Alex adalah orang kepercayaan ayah Irin, Alex pun adalah sahabat kecil Irin.Hanya saja, Alex adalah anak dari keluarga biasa saja."Aku nggak peduli kamu nggak balas, aku harus pergi." Gumam Irin sambil menatap ponselnya.Irin pun berjalan keluar, dan mendapati Alex sudah berdiri dan bersandar di mobilnya."Alex,""Hai, Nona manis… silahkan masuk," ucap Alex yang kini mulai membukakan pintu mobil untuk Irin."Terimakasih, pengawal…""Ck, pangeran gitu kek, masa dunia akting sama d
Dante mencium aroma masakan dari dapur, ia pun mengikuti aroma wangi bumbu, dan ia terdiam saat melihat ibunya dan istrinya sedang masak berdua.Penuh dengan canda tawa, Dante menatap mereka dengan tatapan senang."Andai aja lo nggak buat gue benci, gue bakal sayang banget sama lo," gumam Dante melihat Irin yang sedang tertawa."Dante?" Panggil ibunya membuat Dante tersadar."Ibu?""Sejak kapan kamu di situ?""Ah, baru… ibu kapan datang?""Sejak tengah hari ibu udah di sini,""Oh ya? Ibu sendirian di sini sejak siang?""Kan ada menantu ibu yang cantik ini, masa kamu lupa?" Irin tersipu mendengar pujian dari ibu mertuanya."Bukannya Irin pergi?""Aku pergi cuma sebentar aja kok," jawab Irin membuat Dante sedikit bingung."Ya udah
"Dante, aku nggak bisa tidur…" lirih Irin saat ia sudah di ranjang bersama Dante."Tinggal tidur aja, pejamin mata lo. Nggak usah ganggu gue, gue ngantuk.."Irin menahan tangisnya, ia benar-benar merasa sangat lelah.Ia sudah mencoba untuk tidur, namun tak bisa.Irin menatap jam di ponselnya, dan sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.Irin pun memilih bangkit, ia berjalan keluar dari kamar Dante.Ia merasa gelisah, ia akan sulit tidur jika tak meminum obat tidurnya."A-alya.." lirih Irin, ia pun tersentak saat tangan besar menepuk bahunya.Irin mengatur napasnya agar stabil,"It's okay, Rin.. semua baik-baik aja, hm?" Ucapnya dan perlahan Irin pun merasa rileks."Kak Darren," Darren pun tersenyum."Kenapa belum tidur?""A-
Mobil yang mereka tumpangi pun terhenti di area parkiran rumah Irin.Dante baru tahu jelas jika rumah Irin jauh lebih mewah dan besar dari rumah kedua orang tuanya.Dante memarkirkan mobilnya di parkiran rumah milik kedua orang tua Irin.Untuk pergi dari gerbang ke parkiran saja harus menggunakan mobil atau motor jika tak ingin kelelahan.Dante menepuk pelan pipi Irin, hingga Irin pun menggeliat.Dante pun terkekeh, ia melihat Irin seperti kucing yang baru bangun tidur."Kamu kok ketawa sih?""Kamu kaya kucing baru bangun tidur,""Ish," Irin mencebikkan bibirnya."Turun, udah sampe nih,"Irin pun mengedarkan pandangannya, dan benar saja, mereka telah sampai di rumah orang tua Irin."Ayo, Dante… kita masuk, aku udah kangen sama bunda." Ucap Irin gira
Dante mencium aroma masakan gosong dari dapur, ia mulai membuka matanya dan berjalan ke arah dapur."Irin?""D-dante,""Kenapa?""M-maaf, tadi aku niatnya mau bikin sarapan buat kamu, tapi aku lupa,""Lupa?""Lupa kalo aku nggak bisa masak," cicit Irin pelan yang membuat Dante terbahak."Udah, udah. Nanti makan di kantor aja,""Eh, terus aku gimana?""Kamu ya urus sendiri,""Eh?" Irin menatap Dante, memerjapkan matanya pelan.Dante pun terkekeh dan mencubit hidung Irin,"Aw, sakit…""Bercanda,""Ah, kirain kamu sengaja mau bikin aku mati kelaparan,""Ya, kalo bisa.""Huh?"Dante tersenyum miring,"Mendingan kamu siap-siap, ikut aku ke kantor.""Eh, beneran?"
Dante membawa Irin ke sebuah mall."Dante, kenapa kita kesini?""Ya, kamu harus ikut aku nanti malam,""Eh, kemana?""Aku mendapatkan undangan pernikahan dari kolega ku,""Ho, baiklah.""Kamu cari dress sesuai keinginan mu dan setelah itu kita ke salon,""Kenapa ke salon?""Kamu nggak ada make up, selama ini aku cuma liat parfum, dan polesan bibir aja,"Irin tersenyum tipis,"Aku nggak suka make up sekarang,""Kenapa? Ada apa?""Udah deh, nggak usah banyak tanya. Ayo, cepat cari dress buat aku.""Kamu cari yang gimana?""Hm, lengan panjang dan terusan panjang.""Ini?"Irin menoleh dan menatap Dante yang sudah menegang dress terusan panjang berwarna peach, yang di hiasi oleh berlian-berlian kecil dibagika
malam ini, dante tidur dengan gelisah.rasa penasaran terus saja menghantuinyadilihatnya irin yang sudah terlelap tenang. dante mengusap lembut kepala iridante menarik lengannya yang di jadikan bantalan oleh irin, lalu berjalan keluar dan menuju kamar khusus untuk minuman alkohol koleksinydante pun mengambil satu botol minuman yang beralkohol sedangia menenggak langsung hingga tandas setengah boto"sialan, gara-gara dia gue jadi nggak bisa tidur"gue benci berpura-pura, gue benci sama lo, ini demi nyokap gue, demi nyokap gue, arghdante mengusap wajahnya kasadante terpekik saat mendengar suara irin berteriak"hei, berhenti… tolong dengarkan aku, hei"aku mohon, hiks… berhenti, dengarkan penjelasan dariku, hiks… hiks."rexa, kejar dia, alex kejar dia hiks… hiks."berhenti, berhenti,
Sesuai rencana, Irin pun mengenakan long dress berlengan panjang. Sebenarnya Dante memiliki rasa penasaran tinggi, mengapa Irin memakai dress yang selalu tertutup saat ini.Dante pun teringat bekas luka di bahu dan punggung Irin.Kini, mereka telah sampai di rumah kedua orang tua Irin.Mereka berencana untuk pergi bersama."Ayah, bunda udah siap?""Udah dong, sayang… eh, kok kamu pakai dress ini lagi?""Maaf, Bun, Irin nggak mau aku ajak pergi buat cari dress lagi,"Irin pun terkekeh,"Maaf ya, dress ini bagus. Aku suka,"Dan, mereka pun mengerti dengan keinginan Irin.Dante pun membukakan pintu mobil untuk Irin. Ayah dan ibu mertuanya menggunakan mobil lain, yang dikemudikan oleh supir."Dante, kamu nggak capek ya nyetir sendiri?"&nbs
"Epilog."Beberapa hari kemudian setelah kepergian Irin.Tampak Irin, terlihat berjalan di dalam suatu gedung bersama Reylan dan kemudian menaiki sebuah Lift.Ketika Lift itu terbuka, terlihat dengan cepat seluruh karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut menyambut dengan memberikan salam kepada dirinya."Selamat pagi, Ketua Komisaris." Teriak seluruh para Karyawan menyambut Irin.Irin, hanya terlihat tersenyum lalu berjalan menuju ke dalam ruangannya diikuti oleh Reylan di belakang dirinya.Terdengar Irin, berkata kepada Reylan."Apakah semua para Investor telah hadir?" Tanya Irin."Sudah, mereka telah menunggu anda di ruangan rapat sekarang." Jawab Reylan."Bagus sekali, Kita akan selesaikan ini semua dengan cepat." Sahut Irin.&he
"Kenangan Reylan Bagian Akhir."Semua mata pun menatap terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Aslan, lalu terdengar Reylan dan Andressa sedikit menahan tawa,"Ckckck…" suara tawa.Reylan sambil menepuk bahu Andressa berkata,"Sungguh lucu sekali adikmu ini sobat. Ckckck…" Ujar Reylan."Ckckck… Aslan, Dia ini masih saja sama seperti dahulu. Pandai sekali berbicara yang tidak masuk akal." Sahut Andressa."Dia itu konyol dan cerdas. sama sekali seperti dirimu sobatku, ckckck…" Ucap Reylan.Mike dan Veve pun, terlihat sedikit menahan tawa dan terdengar berkata,"Pacarku, teman kamu ini sungguh sungguh unik, ya! Hahaha…" Ujar Veve."Begitulah, Aslan. Ternyata dia masih saja tetap sama seperti dahulu, hahaha…" Sahut Mike.&nbs
"Kenangan Reylan Bagian IX." Masih di dalam sebuah Cafe. Beberapa waktu yang lalu kembali terdengar perdebatan antara mereka. "Cukup, kalian semua diamlah!" Teriak Ayahnya Bos Alex. Mereka semua pun dengan seketika tertunduk diam ketika mendengar teriakan dari ayahnya Bos Alex. "Tuan, baiklah kami akan melakukannya." Ucap Ayahnya Bos Alex. Seketika mereka, Bos Alex dan kawan kawan terkejut dengan keputusan tersebut. "Ayah, apa yang telah kamu katakan, kenapa kamu terlalu mengikuti kemauan mereka! biar bagaimanapun kita adalah orang terkaya di kota ini! Tidak cukupkah dengan permintaan maaf kami ini!" Sergah Bos Alex. "Benar, Paman!" Sahut salah satu dari teman Bos Alex, tidak setuju. Dengan cepat wajah Bos Alex, terkena tamparan dari a
"Kenangan Reylan Bagian VIII."Tampak senang dari raut wajah Bos Alex, lalu terdengar beberapa orang bersuara,"Mampus kau! Rasakanlah jika berani berurusan denganku, maka kehancuran yang akan kau terima, bedebah!" Teriak Bos Alex."Hahaha… akhirnya akan mati juga bocah ini, kita lihat saja sehebat apa dia atau hanya mampu membual saja!" Ujar teman Bos Alex."Palingan nanti dia akan merengek dan memohon belas ampun dari kita semua. Namun, semua itu sudah terlambat." Ucap teman Bos Alex, lainnya."Hei, Nak! Kita lihat apakah gayamu itu seimbang dengan kemampuanmu. Kalian semua serang dia sekarang!" Sahut Ayahnya Bos Alex.Dari jauh Reylan melihat Aslan yang sedang dikepung oleh beberapa orang, lalu memberitahu kepada Andressa,"Teman, lihatlah! Disana adikmu sedang dalam masalah." Ucap Reylan kepada Andre
"Kenangan Reylan Bagian VII."Beberapa waktu kemudian.Terlihat dari arah jalanan di luar cafe tersebut, tampak beberapa mobil sedan berdatangan dan keluarlah segerombol orang dari dalam mobil itu, lalu berjalan masuk menuju cafe.Terdengar Andressa bertanya kepada Reylan,"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang telah terjadi, hingga banyak sekali orang yang datang ke dalam cafe?" Tanya Andressa, pelan.Reylan dengan wajah sedikit terkejut seperti orang berpikir dia lalu menjawab,"Oh ya, bukankah Aslan, adikmu saat ini juga sedang ada di dalam cafe tersebut, Andressa! Sebaiknya kita segera melihat ke dalam, aku seperti merasa sesuatu hal buruk akan terjadi padanya." Jawab Reylan."Apa maksudmu itu, Teman?" Tanya Andressa, kembali."Sudahlah, sebaiknya kita sekarang cepat bergegas masuk ke dalam
"Kenangan Reylan Bagian VI."Terlihat Aslan, berjalan menuju orang orang yang sedang berdebat itu.Hingga akhirnya dia Aslan, berada di belakang pria besar itu lalu berkata, "Mike."Perlahan pria besar itu pun menoleh ke arah Aslan yang berada di belakang.Dengan mata yang membesar pria itu tampak terlihat terkejut dan berkata, "Aslan!""Hey… apakah kau ini beneran, Aslan?" Teriak Pria besar yang dipanggil Mike itu sambil kedua tangannya menggenggam kedua bahu Aslan."Bodoh… memang kau pikir siapa aku ini! Apakah kamu tidak yakin bahwa aku ini adalah Aslan?" Tanya Aslan."Hahaha… kapan kau kembali, ketua? Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Jawab Mike."Sekarang sudah yakin kau, bahwa aku ini adalah Aslan. Hahaha… baru saja aku datang ke kota ini pria bodoh. Oh iya ada apa
"Kenangan Reylan Bagian V."Di Suatu tempat yang ramai.Tampak Aslan, terlihat baru saja datang lalu memarkirkan sepeda motornya di depan cafe.Terlihat Reylan muda bersama Andressa duduk bersama menoleh ke arah Aslan yang berjalan ke arah mereka berdua.Terdengar Aslan berkata,"Maaf, aku terlambat." Ujar Aslan, sambil tersenyum berjalan ke arah Andressa yang langsung berdiri dan menyambutnya."Tidak masalah adikku, selamat datang." Sahut Andressa, langsung berpelukan menyambut Aslan."Perkenalkan ini adalah Eko, teman kecilku waktu di asrama. Namun, kini telah berganti nama setelah bersama keluarga barunya." Ujar Andressa kepada Aslan."Lalu sobatku, perkenalkanlah dia adalah adikku, Aslan." Ucap Andressa, memperkenalkan.Langsung saja terlihat Reylan/Eko mengulurkan salah satu tan
"Kenangan Reylan Bagian IV."Di Tempat yang lain Pria Botak berbadan besar bersama pria berambut dikuncir dan Pria Tampan berdasi sedang mengadakan suatu pertemuan bersama di sebuah Cafe tempat makan yang sangat mewah."Apakah kalian berdua telah mendengar informasinya" Tanya Pria Tampan Berdasi."Apa maksudmu Leon, Apa kau fikir hanya kau saja yang mempunyai mata mata" Ucap Pria berkuncir."Bukan begitu maksud aku Bob" Ucap Pria Tampan Berdasi yang diketahui bernama Leon."Lalu apa maksudmu" Ucap Pria berkuncir yang telah diketahui bernama Bob."Sudahlah kalian selalu saja bertengkar dengan hal kecil, Apakah kalian telah lupa dengan pesan ketua selama ini coba untuk kali ini saja kita kita meributkan hal kecil seperti itu" Ucap Pria Botak berbadan besar yang bernama Doski.Tampak Bob dan Leon terdiam tanda paham dengan apa
"Kenangan Reylan Bagian III."Di dalam ruangan rumah Arman, keadaan masih terlihat tegang.Terlihat Reylan, kembali tersadar. Kemudian terdengar suara orang berbicara,"Apa maksudmu! Jangan kamu membawa terus menerus nama, Tuan Muda Omega!" Teriak Kira, membentak Irin."Benar, itu lain urusannya! Beginikah balasanmu untuk keluarga yang telah membesarkanmu! Dasar wanita tidak tahu diuntung!" Sahut Mike."Bukan begitu, bibi. Aku bukan bermaksud melawanmu atau kalian semua. Hanya saja, aku berpikir ini adalah masalahku sendiri. Tak layak, jika kalian semua terus saja selalu mencampuri kehidupanku dengan Dante!" Jawab Irin."Apa! Kamu bilang kami, mencampuri hidupmu dan Dante. Suami bodoh yang sudah mencoreng nama baik keluarga besar kita ini!" Ujar Kira, kembali melanjutkan."Apakah kamu pikir, kami semua melakukan ini semata-m