Seorang wanita sedang duduk dan bercanda tawa dengan sahabatnya, dia pun benar-benar sangat senang saat bersama sahabatnya.
"Rin, lo bahagia kan?" tanya Keyla pada sahabatnya itu.
Irin tersenyum tipis, teringat yang telah berlalu namun masih membekas luka di hatinya dan mungkin tak akan pernah bisa terhapus. Luka yang sangat menyayat hati, luka yang benar-benar membuat hidupnya merasa hancur.
"Lo nggak usah khawatirin gue, Key. I'm okay," Irin menggenggam tangan Keyla dengan senyuman manisnya.
"Tapi, gue khawatir lo nggak akan bahagia. Kalo emang nggak suka, lebih baik lo tolak aja," ujar Keyla memberi saran.
"Tenang aja ya, Key. Gue nggak bakal diem aja kok, tapi gue juga nggak bakal ngelawan. Gue bisa jaga diri,"
"Hubungi gue kalo ada apa-apa ya?"
"Iya, lo tenang aja."
Tak lama kemudian, seorang laki-laki tampan dengan wajah arogan mendatangi mereka.
"Key, gue pergi dulu ya, lo hati-hati pulangnya,"
"Oke, Lo juga hati-hati ya?" Lalu mereka berdua pun bercipika cipiki membuat laki-laki yang melihat mereka memutar bola mata jengah.
"Ayo," ucap Irin pada laki-laki itu.
"Jangan ke geer-an, gue jemput lo karena perintah bokap gue,"
"Gue tau kok," jawab Irin singkat.
Sejak dulu kan kamu memang begitu, ucap Irin dalam hati.
"Dan jangan berharap gue bukain pintu mobil buat lo, lo punya tangan sendiri." ucap laki-laki bernama Dante itu pada Irin.
Irin pun terkekeh kecil, dia langsung membuka pintu mobil Dante dan duduk dengan tenang.
"Gue bukan supir lo, jadi pindah lo ke depan."
Karena malas berdebat, akhirnya Irin menuruti perintah Dante, dia pun berpindah duduk menjadi di sebelah Dante.
"Gue males banget berhubungan lagi sama lo,"
Kalo lo tau, gue jauh lebih males sama lo. Batik Irin menjawab.
"Kalo bukan karena paksaan orang tua, gue nggak sudi buat nikah sama lo,"
Irin pun tertawa kecil, tanpa menjawab ucapan yang sangat menyakitkan dari mulut Dante.
Dante hanya mengernyit bingung.
Dia melihat banyak perubahan dari Irin, tubuhnya yang jauh lebih kurus sekarang, bahkan wajahnya sedikit murung. Bahkan, dia menjadi lebih cuek dan lebih banyak diam.
Berbanding balik dengan dulu, dia sangat manis dan manja. Terlebih tubuhnya sedikit berisi, membuatnya jauh lebih cantik. Yah, walaupun sekarang pun Dante tak bisa berbohong jika Irin masih tetap cantik.
Hingga beberapa puluh menit kemudian, tibalah mereka di rumah orang tua Dante. Irin dan Dante keluar dari mobil dan berjalan masuk secara bersamaan, disana ternyata sudah berkumpul.
Mulai dari kedua orang tua Irin dan juga orang tua Dante.
Senyum hangat menyambut mereka berdua.
"Ayah, bunda…" Irin menyalami tangan kedua orang tuanya, lalu beralih pada tangan kedua orang tua Dante, lalu bersalaman dengan Darren kakak Dante.
Darren menatap Irin dengan tatapan yang sulit di artikan, membuat Dante melirik tajam padanya.
Sial, dasar perjaka tua yang nggak laku-laku lo. Batin Dante mengumpat.
"Begini, berhubung kalian berdua sudah berada di sini, jadi sebaiknya kita bahas saja agar lebih cepat selesai."
Dante hanya memutar bola mata jengah mendengar ucapan sang ayah.
"Tidak usah banyak bicara, yah… katakan saja," Dante meringis saat mendapatkan cubitan di pinggang oleh ibunya.
Irin menebalkan hatinya dari sekarang, ah bukan… dari tiga tahun lalu dia sudah berusaha untuk menebalkan hatinya.
"Sepertinya putramu sudah tidak sabar untuk menjadi menantuku," ucap ayah Irin dengan senyum miring pada ayah Dante.
Ayah Dante pun tersenyum tipis, sebelum melanjutkan ucapannya.
"Begini, Dante dan Irin… niat kita mengumpulkan kalian di sini adalah untuk membicarakan tentang pernikahan kalian,"
"Hm, baiklah…" ucap Dante dengan malas.
"Pernikahan kalian akan dimajukan lima hari lagi, jadi kalian bersiaplah…"
Mata Irin dan Dante melotot bersamaan saat mendengar ucapan ayah Dante.
"Ayah, tidak bisakah di tunda untuk satu atau dua tahun lagi?"
"Kau ini bodoh, huh… kau ___ " ucapan sang ayah terhenti saat mendapatkan tatapan tajam dari seseorang.
Dante mengernyitkan dahi dan menatap sang ayah bingung.
"Aku kenapa, ayah?"
"Ah, Ti..dak, tidak apa-apa." Jawab sang ayah dengan gugup.
Dante melirik sinis pada Irin yang memang sejak tadi diam membisu tanpa memberi respon apapun.
Ia sendiri pun tak tahu mengapa ia bisa dijodohkan dengan Dante, yang notabenenya adalah mantan kekasih Irin.
"Irin…" panggil Emy --- ibu Dante dengan memegang lengan tangan Irin.
Sontak Irin pun meringis kesakitan.
"Awww…"
Emy pun terpekik dan segera melepaskan pegangannya di lengan Irin.
"M..maaf, Tante… Bu...kan maksud Irin,"
Cih, pakai acara akting segala. Kau benar-benar memuakkan Irin. Batin Dante mencemooh.
"Ah, tidak apa-apa, nak. Jangan panggil aku Tante, panggil aku Ibu. Karena aku akan menjadi Ibumu, nak."
"Ah, baiklah. Bu.."
"Darius, Emy… sepertinya kami harus cepat pulang, karena masih ada urusan lain,"
"Baiklah, terimakasih, Arman. Dan Irin, ayah sangat berharap kamu mau menikah dengan Dante."
Irin hanya tersenyum tipis tanpa melihat Dante yang sedang menatap tajam padanya.
Berbeda dengan Darren, ia masih terus memandang wajah cantik Irin. Darren adalah seorang duda, ia bercerai dengan mantan istrinya karena setelah menikah sang istri hamil oleh pria lain.
"Kalau begitu kami pamit dulu ya, Emy dan Darius. Ah, Dante dan juga… ?"
"Darren, Tante…" jawab Darren dengan sopan.
"Iya, Darren. Kami pamit pulang dulu, dan Dante jangan lupa besok kalian harus ke toko perhiasan untuk mengambil cincin pernikahan kalian,"
"Baiklah, Tante…"
"Panggil bunda saja,"
"Baiklah, Bun." jawab Dante dengan canggung.
Setelah kepergian Irin dan juga kedua orang tuanya, Dante berusaha keras untuk menentang kedua orang tuanya.
"Ayah, ini benar-benar menyebalkan. Kenapa aku harus dijodohkan dengan dia, kenapa nggak Darren aja?"
"Kau tidak perlu banyak bicara, terima saja takdirmu." Jawab Darius dengan tatapan tajam pada sang putra lalu berlalu meninggalkannya.
"Sebaiknya kau sadar diri, aku tidak masalah jika harus menikahi Irin. Tapi, sayangnya ini bukan takdirku," ucap Darren dengan santai. Dia pun ikut berlalu meninggalkan sang adik seorang diri.
"Br*ngsek!" Umpat Dante dengan mengusap rambutnya frustasi.
Dia pun dengan penuh rasa jengkel ikut berjalan menuju kamarnya, kamar yang selalu membuatnya tenang.
Dante merebahkan tubuhnya di ranjang berukuran king size miliknya.
"Sialan, kenapa gue harus di jodohkan sama dia, gadis sialan. Gue bakal buat hidup lo menderita," ucap Dante karena masih memiliki rasa benci terhadap Irin.
"Lo tunggu aja waktunya, gue bakal buat hidup lo hancur, Irin. Gadis yang nggak tau di untung, gue jijik sama lo,"
"Takdir yang sangat menyebalkan, gue yakin ini semua udah lo rencanakan jauh-jauh biar orang tua kita menjodohkan kita,"
..
Tbc
"Dante, bisa nggak sih jangan cepet-cepet jalannya?" Irin berbicara sambil berlari untuk menyamai langkah lebar kaki Dante."Gue nggak punya banyak waktu buat ngurusin orang nggak penting kaya lo, lo-nya aja yang lelet," ucap Dante dengan sinis."Terserah deh,""Buruan lo, lama banget," Dante menarik kasar lengan Irin."Awhh, Dante.. lepas, sa..kit,""Nggak usah lebay lo, gue cuma pegang pelan," Dante masih terus menarik tangan Irin dengan kasar."Astaga, Dante…" Irin menarik kasar tangannya dan membuat Dante menoleh tajam.Irin menggosok pelan lengannya, membuat lengan dress-nya sedikit tertarik ke atas.Dante terkejut saat melihat lengan Irin, dengan cepat Irin menutupinya."Tangan lo, kenapa?""Bukan urusan lo," jawab Irin dengan ketus lalu berjalan mendahului
Saat ini, Irin sedang bermake up ria. Dia benar-benar sangat cantik, hari ini adalah hari yang harusnya bahagia untuknya dan untuk Dante.Namun, wajah Irin tidak menunjukkan tanda-tanda bahagia, dia tak berekspresi apapun."Nona, kau sangat cantik, benar-benar menakjubkan," puji sang make over dengan tatapan kagum pada Irin."Terimakasih, kak. Ini kan berkat make up dan karyamu," jawab Irin dengan terkikik geli."Tapi, kau benar-benar sangat cantik, Irin." Sambung sang bunda yang kini masuk ke dalam kamar inap Irin."Ah, bunda…" Irin pun merentangkan kedua tangannya, meminta sang bunda untuk mendekat dan mereka pun berpelukan."Anak bunda udah dewasa, hm…""Irin sayang sama bunda, sama ayah… Irin tetap putri manja kalian," mata Irin berkaca-kaca saat ia sadar, jika setelah ini hidupnya akan bergantung pada Dante.Ah, tidak. Aku tidak akan bergantung
Kini, Dante dan Irin pun berpamitan untuk pulang ke rumah yang dihadiahkan oleh kedua orang tua Dante."Ayah, bunda… Irin sayang kalian,""Ayah sama bunda pun sangat mencintaimu, kamu jaga diri baik-baik hm,"Mereka pun saling berpelukan, Dante menatap malas pada mereka."Dante, jaga putriku dengan baik," ucap Arman mengingatkan pada Dante."Iya, ayah." Hanya itu yang terucap dari bibir Dante.Hingga Irin dan Dante pun telah pergi, kini tersisa hanya orang tua Irin dan orang tua Dante beserta dengan Darren."Kalian akan tau akibatnya jika Irin semakin hancur bersama dengan putramu yang sialan itu," ancam Arman menatap benci pada kedua orang tua Dante."Aku yang akan menghancurkan adikku jika dia menghancurkan Irin, om." Jawab Darren dengan santai tanpa ia sadari dengan siapa ia bicara."Kau
Dante merasa aneh dengan Irin, sejak kemarin siang setelah berdebat dengannya, Irin benar-benar tak keluar dari dalam kamar, bahkan Dante pun tak masuk ke dalam kamar karena ia meminum alkohol di ruang keluarga."Apa dia udah mati, kalo iya juga nggak masalah."DegggHati Dante terasa nyeri saat ia mengucapkan kata itu, padahal ia tahu, jika ia sangat membenci Irin.Tapi, kenapa?Dante pun merasa cemas, lalu berjalan tergesa masuk ke dalam kamar.Ia mendapati Irin, yang terlelap dengan deru napas teratur.Dante menghela napas lega, ia takut jika nantinya akan digiring ke kantor polisi.Dan sangat tidak lucu jika ia mendapati istrinya meninggal tepat di hari kedua setelah pernikahan.Bel rumahnya berbunyi, Dante mengernyit bingung, siapa yang bertamu di pagi hari seperti ini.D
Darren membawa Irin ke Timezone, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja jatuh cinta.Namun, siapa tahu jika mereka adalah saudara ipar, Irin adalah istri dari adik Darren."Aku pikir, kak Darren mau ajak makan nasi Padang di pinggir jalan, ternyata ada juga ya restoran khusus masakan Padang di kota ini,"Darren pun terkekeh,"Jelas ada lah, Rin. Kamu haus?""Dikit sih, capek juga ni habis main loncat-loncat sama kakak," jawab Irin dengan kekehan kecilnya."Ya udah ayo, kita cari minum." Darren menarik tangan Irin, dan Irin hanya mengikutinya."Dari dulu loh Irin mau punya kakak, eh malah jadi anak tunggal," keluh Irin dengan imut.Darren terkekeh,"Sekarang aku kakakmu, kan?""Iya kakak ipar,""Kamu mau minum apa?""Ir
"Heh, lo mau sampe kapan tidur di sini?"Seperti mendengar suara seseorang, Irin perlahan membuka matanya.Irin terpekik saat melihat Dante sedang berjongkok di hadapannya.Menatapnya tajam,"Gue pikir lo bunuh diri nyebur ke laut,"DegggIrin hanya menahan napasnya saat Dante mengatakan hal itu, dia pun bangkit dari duduknya.Ya, sejak sore Irin masih berada di bawah pohon kelapa, Irin tertidur di sana.Irin merasakan kedamaian yang menyejukkan ya sesaat.Dante merasa geram karena tanpa terimakasih, Irin justru meninggalkannya.Dante melihat Irin berjalan sambil memeluk tubuhnya sendiri, Irin terlihat rapuh."Kenapa kamu jadi kurus," gumam Dante lirih, namun terbesit pikiran yang membuatnya merasa benci dengan Irin.Dia kembali menata
"Bunda, ayah, Irin minta maaf. Irin minta maaf sama kalian, Irin sudah kecewakan kalian.""Irin sayang kalian, Irin harus pergi, Irin harus pergi dengan Alya. Makamkan Irin di samping makam Alya, maafkan Irin…"Dante terduduk saat mendengar racauan Irin saat tidur. Dante benar-benar tak mengerti, mengapa Irin meracau seperti itu?Dan lagi, siapa Alya?Apakah adik Irin?Seingat Dante, Irin tak memiliki saudara, ia hanya anak tunggal di keluarganya.Dante menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu terkejut saat ia baru menyadari jika di ranjang mereka sudah ada darah."Menjijikan, udah tau pms masih aja nggak pake pembalut,"Dante pun berdiri tepat di samping Irin tidur, ia pun dengan sengaja meraih air minum di atas nakas dan menyiramkan ke wajah Irin.Byurrr"Ahhh,
Irin berteriak sekencang-kencangnya, ia sudah berada di batu karang dekat pantai.Ia berdiri dan menangis terisak, sesak sekali rasanya."Kamu yang br*ngsek, kamu yang buat aku kecewa, bukan aku hiks...hiks…""Aku juga tidak tau, kenapa ayah mau aku dijodohkan sama kamu, aku juga tidak mau, tapi itu sudah keputusan dari ayah,""Sulit untukku membantah keinginannya, karena selama ini aku banyak meminta padanya, ya Tuhan… kenapa rasanya sakit sekali, hiks… hiks..""Kamu kejam, Dante…""Menangislah sepuasmu, Irin.."Irin pun menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya,Irin langsung menghambur peluk padanya dan langsung dibalas pelukan hangat."A-alex, hiks… kenapa hidup aku begini hiks, kenapa aku nggak mati aja?""Ssst, kamu nggak boleh
"Epilog."Beberapa hari kemudian setelah kepergian Irin.Tampak Irin, terlihat berjalan di dalam suatu gedung bersama Reylan dan kemudian menaiki sebuah Lift.Ketika Lift itu terbuka, terlihat dengan cepat seluruh karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut menyambut dengan memberikan salam kepada dirinya."Selamat pagi, Ketua Komisaris." Teriak seluruh para Karyawan menyambut Irin.Irin, hanya terlihat tersenyum lalu berjalan menuju ke dalam ruangannya diikuti oleh Reylan di belakang dirinya.Terdengar Irin, berkata kepada Reylan."Apakah semua para Investor telah hadir?" Tanya Irin."Sudah, mereka telah menunggu anda di ruangan rapat sekarang." Jawab Reylan."Bagus sekali, Kita akan selesaikan ini semua dengan cepat." Sahut Irin.&he
"Kenangan Reylan Bagian Akhir."Semua mata pun menatap terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Aslan, lalu terdengar Reylan dan Andressa sedikit menahan tawa,"Ckckck…" suara tawa.Reylan sambil menepuk bahu Andressa berkata,"Sungguh lucu sekali adikmu ini sobat. Ckckck…" Ujar Reylan."Ckckck… Aslan, Dia ini masih saja sama seperti dahulu. Pandai sekali berbicara yang tidak masuk akal." Sahut Andressa."Dia itu konyol dan cerdas. sama sekali seperti dirimu sobatku, ckckck…" Ucap Reylan.Mike dan Veve pun, terlihat sedikit menahan tawa dan terdengar berkata,"Pacarku, teman kamu ini sungguh sungguh unik, ya! Hahaha…" Ujar Veve."Begitulah, Aslan. Ternyata dia masih saja tetap sama seperti dahulu, hahaha…" Sahut Mike.&nbs
"Kenangan Reylan Bagian IX." Masih di dalam sebuah Cafe. Beberapa waktu yang lalu kembali terdengar perdebatan antara mereka. "Cukup, kalian semua diamlah!" Teriak Ayahnya Bos Alex. Mereka semua pun dengan seketika tertunduk diam ketika mendengar teriakan dari ayahnya Bos Alex. "Tuan, baiklah kami akan melakukannya." Ucap Ayahnya Bos Alex. Seketika mereka, Bos Alex dan kawan kawan terkejut dengan keputusan tersebut. "Ayah, apa yang telah kamu katakan, kenapa kamu terlalu mengikuti kemauan mereka! biar bagaimanapun kita adalah orang terkaya di kota ini! Tidak cukupkah dengan permintaan maaf kami ini!" Sergah Bos Alex. "Benar, Paman!" Sahut salah satu dari teman Bos Alex, tidak setuju. Dengan cepat wajah Bos Alex, terkena tamparan dari a
"Kenangan Reylan Bagian VIII."Tampak senang dari raut wajah Bos Alex, lalu terdengar beberapa orang bersuara,"Mampus kau! Rasakanlah jika berani berurusan denganku, maka kehancuran yang akan kau terima, bedebah!" Teriak Bos Alex."Hahaha… akhirnya akan mati juga bocah ini, kita lihat saja sehebat apa dia atau hanya mampu membual saja!" Ujar teman Bos Alex."Palingan nanti dia akan merengek dan memohon belas ampun dari kita semua. Namun, semua itu sudah terlambat." Ucap teman Bos Alex, lainnya."Hei, Nak! Kita lihat apakah gayamu itu seimbang dengan kemampuanmu. Kalian semua serang dia sekarang!" Sahut Ayahnya Bos Alex.Dari jauh Reylan melihat Aslan yang sedang dikepung oleh beberapa orang, lalu memberitahu kepada Andressa,"Teman, lihatlah! Disana adikmu sedang dalam masalah." Ucap Reylan kepada Andre
"Kenangan Reylan Bagian VII."Beberapa waktu kemudian.Terlihat dari arah jalanan di luar cafe tersebut, tampak beberapa mobil sedan berdatangan dan keluarlah segerombol orang dari dalam mobil itu, lalu berjalan masuk menuju cafe.Terdengar Andressa bertanya kepada Reylan,"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang telah terjadi, hingga banyak sekali orang yang datang ke dalam cafe?" Tanya Andressa, pelan.Reylan dengan wajah sedikit terkejut seperti orang berpikir dia lalu menjawab,"Oh ya, bukankah Aslan, adikmu saat ini juga sedang ada di dalam cafe tersebut, Andressa! Sebaiknya kita segera melihat ke dalam, aku seperti merasa sesuatu hal buruk akan terjadi padanya." Jawab Reylan."Apa maksudmu itu, Teman?" Tanya Andressa, kembali."Sudahlah, sebaiknya kita sekarang cepat bergegas masuk ke dalam
"Kenangan Reylan Bagian VI."Terlihat Aslan, berjalan menuju orang orang yang sedang berdebat itu.Hingga akhirnya dia Aslan, berada di belakang pria besar itu lalu berkata, "Mike."Perlahan pria besar itu pun menoleh ke arah Aslan yang berada di belakang.Dengan mata yang membesar pria itu tampak terlihat terkejut dan berkata, "Aslan!""Hey… apakah kau ini beneran, Aslan?" Teriak Pria besar yang dipanggil Mike itu sambil kedua tangannya menggenggam kedua bahu Aslan."Bodoh… memang kau pikir siapa aku ini! Apakah kamu tidak yakin bahwa aku ini adalah Aslan?" Tanya Aslan."Hahaha… kapan kau kembali, ketua? Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Jawab Mike."Sekarang sudah yakin kau, bahwa aku ini adalah Aslan. Hahaha… baru saja aku datang ke kota ini pria bodoh. Oh iya ada apa
"Kenangan Reylan Bagian V."Di Suatu tempat yang ramai.Tampak Aslan, terlihat baru saja datang lalu memarkirkan sepeda motornya di depan cafe.Terlihat Reylan muda bersama Andressa duduk bersama menoleh ke arah Aslan yang berjalan ke arah mereka berdua.Terdengar Aslan berkata,"Maaf, aku terlambat." Ujar Aslan, sambil tersenyum berjalan ke arah Andressa yang langsung berdiri dan menyambutnya."Tidak masalah adikku, selamat datang." Sahut Andressa, langsung berpelukan menyambut Aslan."Perkenalkan ini adalah Eko, teman kecilku waktu di asrama. Namun, kini telah berganti nama setelah bersama keluarga barunya." Ujar Andressa kepada Aslan."Lalu sobatku, perkenalkanlah dia adalah adikku, Aslan." Ucap Andressa, memperkenalkan.Langsung saja terlihat Reylan/Eko mengulurkan salah satu tan
"Kenangan Reylan Bagian IV."Di Tempat yang lain Pria Botak berbadan besar bersama pria berambut dikuncir dan Pria Tampan berdasi sedang mengadakan suatu pertemuan bersama di sebuah Cafe tempat makan yang sangat mewah."Apakah kalian berdua telah mendengar informasinya" Tanya Pria Tampan Berdasi."Apa maksudmu Leon, Apa kau fikir hanya kau saja yang mempunyai mata mata" Ucap Pria berkuncir."Bukan begitu maksud aku Bob" Ucap Pria Tampan Berdasi yang diketahui bernama Leon."Lalu apa maksudmu" Ucap Pria berkuncir yang telah diketahui bernama Bob."Sudahlah kalian selalu saja bertengkar dengan hal kecil, Apakah kalian telah lupa dengan pesan ketua selama ini coba untuk kali ini saja kita kita meributkan hal kecil seperti itu" Ucap Pria Botak berbadan besar yang bernama Doski.Tampak Bob dan Leon terdiam tanda paham dengan apa
"Kenangan Reylan Bagian III."Di dalam ruangan rumah Arman, keadaan masih terlihat tegang.Terlihat Reylan, kembali tersadar. Kemudian terdengar suara orang berbicara,"Apa maksudmu! Jangan kamu membawa terus menerus nama, Tuan Muda Omega!" Teriak Kira, membentak Irin."Benar, itu lain urusannya! Beginikah balasanmu untuk keluarga yang telah membesarkanmu! Dasar wanita tidak tahu diuntung!" Sahut Mike."Bukan begitu, bibi. Aku bukan bermaksud melawanmu atau kalian semua. Hanya saja, aku berpikir ini adalah masalahku sendiri. Tak layak, jika kalian semua terus saja selalu mencampuri kehidupanku dengan Dante!" Jawab Irin."Apa! Kamu bilang kami, mencampuri hidupmu dan Dante. Suami bodoh yang sudah mencoreng nama baik keluarga besar kita ini!" Ujar Kira, kembali melanjutkan."Apakah kamu pikir, kami semua melakukan ini semata-m