One year ago
"Bapak dan ibu yang terhormat, sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Waktu setempat sekarang menunjukkan pukul 11 lewat 20 menit. Waktu setempat adalah 5 jam lebih cepat dari pada waktu di Amsterdam. Silahkan mengenakan sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi, melipat dan mengunci meja serta menyimpan sandaran kaki dan layar vidio ketempat semula. Laptop dan alat elektronik lainnya kami mohon untuk di matikan sekarang. Perlu kami sampaikan bahwa bagi siapa saja yang membawa dan menyimpan segala bentuk narkoba atau sejenisnya akan mendapat hukuman berat dan bagi anda yang mengetahui agar melapor kepada petugas, terimakasih." Suara seorang awak pesawat terdengar oleh para penumpang. Setelah mendengar pemberitahuan tersebut, para penumpang langsung melaksanakan instruksi dari yang mereka dengar.
Beberapa menit kemudian pesawat sudah mendarat dengan sempurna. Para penumpang juga sudah mulai beranjak dari kursi mereka setelah mendengar instruksi dari suara seorang wanita yang merupakan salah seorang awak pesawat. Dari sekian banyak penumpang, terlihat seorang pria yang menarik perhatian karena ketampanan dan tubuhnya yang menjulang tinggi. Sesekali para gadis dan ibu-ibu yang berada di dalam pesawat tersebut mencuri- curi pandang kepadanya. Namun, tidak dengan seorang gadis yang berambut panjang hitam lebat, yang duduk di dekat jendela. Pria tampan tersebut tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, di manapun.
Dasar berlebihan, decak pria itu dalam hati.
Di sampingnya ada seorang wanita berambut pirang yang sedari tadi terus bersikap manja yang berlebihan. Matanya menatap tidak suka orang-orang yang sedari tadi berbisik-bisik melihat kearah mereka.
Sekarang hanya tersisa beberapa orang yang masih belum turun dari pesawat itu. Salah satunya seorang gadis dengan tinggi semampai yang sedari tadi terus menatap luar jendela. Entah bagaimana paras yang ditutupi masker itu, tetapi siapapun yang melihatnya pasti akan yakin bahwa wajah di balik masker itu sangatlah cantik, beserta mata berwarna birunya yang seperti lautan.
Gadis itu berjalan menuju pintu keluar. Seorang pria berbadan tegap yang mengenakan pakaian serba hitam mengikuti langkah gadis itu dari belakang. Sepertinya nasib gadis itu tidak terlalu baik hari ini. Karena di saat ia sudah hendak mencapai pintu keluar, tiba-tiba seseorang menyenggol bahunya dengan kuat sehingga ia mundur beberapa langkah dan punggungnya membentur bangku penumpang.
"Aww... " ringis gadis itu saat merasa sakit di punggungnya.
"Nona, anda baik-baik saja?" Pria dengan pakaian serba hitam langsung mengulurkan tangannya hendak membantu sang gadis berdiri ke posisi semula. Namun, gerakan gadis itu yang mengacungkan sebelah tangannya menghentikan gerakan pria tersebut, membuat pria itu berdiri kaku dan mundur dari hadapan gadis itu. Gadis tersebut menghembuskan napasnya kasar dan mulai berdiri kembali dengan anggun. Mata birunya menatap tajam seorang wanita yang berpakaian sangat seksi. Ditelitinya penampilan wanita itu dari atas hingga bawah. Satu kata yang muncul di pikiran gadis itu.
Sexy.
Gadis itu merapikan poninya yang sedikit berantakan. Rambut hitamnya tergerai indah menambah nilai plus gadis bermata biru tersebut. Ia maju satu langkah dan bersedekap dada menantang wanita berpakaian sexy yang berambut pirang.
"Tidak ingin minta maaf?" Tanya gadis itu sampil menaikkan sebelah alisnya masih dengan posisi awal. Wanita yang di tanyai hanya diam, menatap rendah gadis di depannya dan memutar bola matanya jengah. Tatapan gadis berambut hitam panjang itu beralih melihat seorang pria yang berdiri di samping wanita sexy itu. Di perhatikannya pria bertubuh tinggi itu. Tatapannya berhenti melihat tangan wanita yang sudah menyenggolnya itu bergandengan dengan pria di sampingnya.
Pria itu adalah lelaki yang sedari tadi menjadi pusat perhatian. Pria itu menatap gadis bermata biru dengan datar dan dingin. Tidak ingin terpaku lebih lama menatap mata pria itu, gadis itu langsung berbalik dan melangkah ke luar. Ia merasa aneh dan terancam dengan tatapan pria itu.
"Dasar tidak tahu diri. Sudah salah bukannya minta maaf, malah sok kecantikan. Mentang-mentang punya pacar, dia pikir gua takut apa sama dia. Mimpi apa gue bisa ketemu sama cewek abstrak kayak gitu." gerutunya pelan, namun masih dapat didengar oleh wanita sexy itu. Saat kakinya sudah menginjak bumi dan berjalan beberapa meter ke depan. Gadis itu meresakan sakit di kepalanya.
"Aww... " ringisnya lagi saat merasakan rambut hitamnya di tarik dengan kencang. Disingkirkannya tangan wanita sexy itu dengan kasar dan suara tamparan cukup keras pun terdengar.
Plakk...
Nafas gadis itu tak beraturan, membuat dadanya yang terlihat cukup besar naik turun. Begitu pula dengan wanita sexy yang sedang memegang pipinya yang terasa perih dan panas akibat tamparan yang diterimanya.
Ya, gadis bermata biru itu telah melayangkan tamparannya.
"Kurang ajar!" Bentak si wanita sexy dan mulai menghajar gadis berambut hitam. Terjadilah peristiwa yang sangat tidak diinginkan. Mereka saling menjambak satu sama lain membuat suasana bandara tersebut menjadi ramai dan heboh. Pria berpakaian serba hitam yang merupakan pengawal gadis berambut hitam tersebut mencoba melerai aksi kedua gadis itu. Disusul dengan pria tampan bak dewa yunani yang tadi bergandengan tangan dengan wanita sexy itu juga ikut melerai aksi kekasihnya dengan gadis yang tidak dikenalnya. Aksi kedua gadis itu terhenti setelah dilerai oleh kedua pria berbadan tegap.
"Dasar bocah! Apa kau mau aku mengoyak mulutmu itu?" Marah si wanita sexy. Gerakannya terhenti saat hendak kembali melukai gadis didepannya karena sang kekasih menggenggam pergelangan tangannya erat.
"Aku yang akan lebih dulu mengoyak mulutmu. Bukannya minta maaf, kau malah menatapku seperti itu. Dasar tidak tahu malu!" Balas gadis bermata biru itu. Ia memperbaiki letak maskernya yang sedikit turun.
"Apa katamu, bocah?!" Mata wanita sexy itu berkilap menahan amarahnya. Merasa genggaman sang kekasih yang mengendur dan mulai lepas dari tangannya cukup membuat wanita itu kembali diam. Ditatapnya heran sang kekasih yang berjalan menuju gadis bermata biru yang mengenakan masker tersebut. Begitu pula dengan gadis bermata biru yang heran saat mendapat tatapan dingin dan menusuk dari pria tampan di depannya. Mata pria itu menatapnya tajam namun tidak dapat dipungkiri kalau gadis itu mengakui ketampanan pria tersebut tidak berkurang sedikitpun walaupun mata tajam itu menatapnya dengan tajam seakan ingin mengulitinya.
"Maaf." Satu kata yang keluar dari bibir pria itu terdengar sexy di pendengarannya.
"Aku tidak menyuruhmu meminta maaf." Tantang sang gadis dengan mengangkat dagunya.
"Dia yang seharusnya minta maaf." Tunjuknya pada wanita sexy yang berdiri beberapa langkah di depannya.
"Anggap saja aku yang mewakilinya, tapi kalau kau tidak mau, tidak masalah." Ujar pria di depannya dengan mengangkat bahu acuh. Pria itu berbalik lalu menghampiri kekasihnya.
"Dasar menyebalkan." Ucap gadis bermata biru sambil menatap tajam dua orang di depannya lalu melangkah meninggalkan tempat tersebut. Beberapa orang yang tadi menyaksikan mereka pun bubar dari tempat tersebut, meninggalkan sepasang kekasih yang masih berdiri kaku.
"Kenapa minta maaf? Dia itu bocah kurang ajar. Dasar menyebalkan." Marah wanita itu pada kekasihnya. Ia pergi meninggalkan pria itu sendirian. Pria tampan itu mengabaikan perkataan kekasihnya. Matanya masih fokus kepada gadis berambut panjang bermata biru yang beberapa menit lalu pergi dalam keadaan emosi.
Menarik, batinnya.
Pria itu menghembuskan nafasnya kasar memikirkan sikap kekasihnya yang sangat tidak terkendali seperti tadi. Namun, karena rasa cintanya yang sangat dalam terhadap wanita itu membuatnya tetap berada disisi wanita itu kapanpun. Matanya tidak sengaja melihat sesuatu yang berkilau tergeletak di atas lantai yang dipijakinya. Karna merasa penasaran, pria itu melangkah menuju tempat gadis berambut hitam tadi berdiri dan mengambil benda tersebut.
"Kalung." Diperhatikannya kalung tersebut. Kalung itu berwarna silver dengan liontin berbentuk A.
"Cantik. Tapi, milik siapa?" Pria itu memutuskan mengambil kalung tersebut dan memasukkannya ke kantong jas miliknya.
"Amora!" Panggilnya sambil berlari kecil menyusul sang kekasih yang sudah pergi meninggalkannya.
Gadis berambut hitam panjang yang suasana hatinya kini sangat tidak baik itu membuka masker yang menutupi wajahnya. Ia membasuh wajahnya sembari mencoba untuk mengatur deru nafas juga emosinya. Ditatapnya pantulan dirinya pada cermin di depannya.
"Haah... kenapa sih ada manusia sejenis itu di dunia ini?" Tanyanya dan kembali membasuh wajahnya. Suara ponsel terdengar berdering dari dalam tas yang tersampir di bahunya. Ia mengeringkan tangannya terlebih dulu sebelum mengambil ponsel dari dalam tasnya.
"Halo, Ma."
".........."
"Iya, Ma, Cia sudah sampai, sekarang lagi di toilet." Gadis yang diketahui bernama Cia itu mendengarkan suara sang mama dari ponselnya. Tangan kanannya menggenggam ponsel yang berada didekat telinganya, sedangkan tangan kirinya sibuk merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Cia menyentuh kulit lehernya yang terkena cakarang wanita sexy itu. Bekas cakaran wanita itu membuat kulit lehernya memerah dan meninggalkan bekas goresan panjang, yang Cia yakin itu goresan dari kuku-kuru panjang si wanita sexy. Namun, tiba-tiba gerakannya berhenti ketika tidak merasakan keberadaan benda yang selama ini selalu melingkar di lehernya.
Kalungku, batin Cia
"Ma, udah dulu ya, nanti Cia telpon lagi. Bye Ma, love you, ummachh..." Sesudah mengakhiri percakapan dengan sang mama, Cia langsung memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
"Oh my god, kalungku." Cia buru-buru keluar dari toilet, mengabaikan beberapa wanita yang menatapnya heran.
"Semua ini gara-gara wanita gila itu. Aku harus menemukan kalung itu secepatnya." Cia berjalan cepat menuju tempat ia bertengkar dengan wanita sexy tadi. Namun, sesampainya disana ia tidak menemukan apapun, termasuk kalung dan dua orang yang seharusnya siap menerima amarahnya.
"Sayang... Cia... ini sudah hampir maghrib, kalian mau sampai kapan bermainnya!" suara Elena, mama Cia, terdengar menggelegar dari dalam rumah. Elena berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang menatap tajam suami dan anak semata wayangnya yang masih asik bermain badminton. Xavier dan Cia mengabaikan teriakan Elena. Mereka terus melanjutkan permainan seolah tidak terganggu dengan tatapan tajam wanita itu."Mama hitung sampai tiga, kalau masih tidak berhenti, Papa tidur diluar malam ini!" Teriak Elena mengancam suaminya, Xavier. Mendengar ancaman istrinya, Xavier langsung menghentikan permainan dan meninggalkan Cia yang siap menservis."Papa, jangan curang, Cia sudah menang, kenapa Papa pergi, sih?" Omel Cia saat melihat papanya pergi meninggalkan lapangan. Mereka sedang bermain Badminton di halaman belakang rumah. Memang rumah tempat mereka tinggal memiliki halaman yang luas dan asri. Warna halaman rumah itu pun terasa hidup dengan banya
07 : 15 WIB Suasana ibu kota Indonesia selalu seperti biasa dengan keramaiannya. Orang-orang melakukan berbagai macam aktivitas seperti biasa. Kota ini merupakan kota terpadat se-Indonesia juga kota yang tidak pernah tidur. Saat berada dikota ini, kita seakan-akan lupa waktu, walaupun tengah larut malam orang-orang masih saja berkeliaran melakukan aktivitas mereka seakan tak kenal waktu untuk tidur. Saat berada di kota ini, ada satu masalah yang seakan selalu menguji kesabaran siapa saja. Kemacetannya, yang sangat terkenal bahkan sampai keluar Indonesia. Hanya untuk mencapai suatu tempat pun menjadi butuh waktu yang lama, seperti yang tengah dialami oleh seorang pria yang sedari tadi terus mengeluarkan umpatan melihat kemacetan didepannya. Suara klakson yang saling bersahutan menambah keributan dearah itu.Rambu-rambu lalu lintas yang berada dipersimpangan jalan itu sudah menunjukkan warna hijau yang menyala, menandakan bahwa para peng
"Elgan...! bangun...! ini sudah hampir jam sembilan!" Suara ketukan pintu dan teriakan Lira mengusik pria yang masih berada di alam bawah sadarnya."Kamu kemarin malam pulang jam berapa? Kenapa sudah jam segini masih belum bangun?!" Omel Lira.Elgan menggeliat diatas ranjang mendengar tariakan mamanya yang membuat tidur nyenyaknya terganggu."Kenapa sih, Ma?" Suara Elgan terdengar serak, khas orang bangun tidur. Matanya masih saja terpejam seperti ada sesuatu yang merekatkannya."Bangun kamu! Ini sudah jam sembilan." Tegas Lira dari luar kamar.Mendengar kata jam sembilan yang diucapkan mamanya, Elgan langsung terduduk diatas ranjang dan melihat jam di dinding dengan tampang syok."Astaga, gue telat!" Kagetnya langsung turun dari ranjang."Aaagh...."Rasa pusing langsung menyerangnya karena berdiri tiba-tiba. Elgan mengabaikan rasa pusingnya dan memasuki kamar mandi un
Malam hari, sekitar pukul setengah delapan keluarga Lambert sudah bersiap-siap hendak pergi kerumah sahabat mereka. Lira sedari tadi terus tersenyum tidak jelas membuat Elgan heran melihat tingkah mamanya itu. Lira sudah cantik dengan dress berwarna baby blue yang melekat ditubuhnya yang masih terlihat indah. Lira memang masih cantik disaat umurnya yang sudah hampir memasuki usia 50-an. Tidak heran ia memiliki putra yang sangat tampan seperti Elgan."Kenapa sih Ma kelihatannya seneng banget?" Tanya Elgan mengalihkan perhatian mamanya."Iya, mama lagi bahagia, bentar lagi bakalan jumpa calon mantu mama." Jawab Lira masih dengan senyumannya. Elgan langsung mengalihkan pandangannya dari mamanya mendengar jawaban tersebut.Tiiin...Tiiin...Suara klakson mobil terdengar dari garasi. Bima yang sedang memanaskan mesin mobil membunyikan klaksonnya saat istri dan anaknya tak kunjung keluar."Ayo, Nak. Papamu sudah heboh sendiri didepan." Lira mengajak Elg
Ingin rasanya Cia mengatakan tidak kepada Bima, tapi melihat antusias kedua orangtuanya membuat Cia bersedih. Pasti orang tuanya akan sangat kecewa jika ia menolak perjodohan tersebut.Cia tidak kunjung menjawab pertanyaan tersebut sehingga Bima kembali berujar."Keterdiamanmu akan kami anggap sebagai jawaban, bahwa kamu menerima perjodohan ini." Ujarnya.Lira dan kedua orangtua Cia tersenyum mendengar penuturan Bima barusan. Sementara Cia dan Elgan tampak diam seribu bahasa. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, tetapi jika dilihat dari mimik wajah tampak jelas jika mereka tidak menunjukkan kebahagiaan yang biasanya dirasakan oleh sepasang kekasih yang akan segera menikah."Elgan, kamu bisa langsung memasangkan cincin untuk Cia." Suruh Bima pada anaknya.Elgan merasa seperti sedang bermimpi. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini. Berakhir dengan gadis pilihan mamanya dan melamar gadis itu malam ini. Elgan mel
Nadin menatap kesal ponselnya yang berada di atas meja, tepat di samping komputer. Waktu makan siang sudah masuk sepuluh menit yang lalu. Namun, Nadin masih belum beranjak dari kursinya."Kenapa lo?" Suara Cia mengalihkan pandangannya."Ini nih, si Niko. Katanya mau ngajakin gue makan diluar, tapi sampai sekarang masih belum ngasih kabar." Nadin memanyunkan bibirnya."Dia lupa kali. Mending lo telpon aja deh dari pada lo kelamaan nunggu." Cia memberi solusi."What? Yang bener aja lo! Masa iya gue duluan yang nelpon, kan gue malu. Mau ditaroh dimana wajah cantik gue ini. Nanti dia pikir gue terlalu berharap lagi." Protes Nadin tidak setuju dengan solusi Cia."Lo mah gitu, gengsinya kebangetan." Cia berujar sambil membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan diatas mejanya.Nadin bungkam, tidak membantah perkataan Cia. Cia yang melihat Nadin tidak menjawab melanjutkan ucapannya."Kalau gue jadi lo ya, gue
Elgan menaiki mobil yang dikemudi oleh supirnya. Ia membiarkan Niko membawa mobilnya untuk mengantarkan Nadin, lagipula ia terlalu malas jika harus ikut dengan Niki untuk mengantarkan gadis itu ke kantornya. Sangat merepotkan, pikir Elgan.Tidak berapa lama kemudian, Elgan sampai di depan rumah mewah yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama orangtuanya. Ternyata di saat siang begini, pelataran rumah keluarga Florence itu tampak jauh lebih indah.Elgan bergegas menuju pintu utama. Seorang pembantu yang berada di depan rumah membukakan pintu untuk Elgan."Assalamu'alaikum." Salam Elgan setelah pembantu itu pergi dari hadapannya. Elgan melemparkan pandangannya ke setiap ruangan, menunggu si tuan rumah menjawab salamnya."Wa'alaikumsalam." Suara Elena terdengar dari salah satu ruangan. Elena menghampiri Elgan sembari tersenyum manis menyambut kedatangan calon menantunya itu."Nak Elgan, kamu sendirian? Tante pikir kamu datang b
Di pagi hari yang serah ini, orang-orang melakukan berbagai macam aktivitas. Biasanya, pagi yang cerah dapat menambah semangat bagi orang yang merasakannya. Hari ini, keluarga besar Lambert dan Florence sedang bersuka cita. Hari di mana terikatnya tali pernikahan antara Cia dan Elgan. Terlihat rumah mewah yang menjadi kediaman keluarga Florence itu sudah dihias sedemikian rupa, pertanda resepsi akan segera di mulai dan keluarga besar Lambert juga sudah tiba beberapa saat yang lalu.Di kamar lantai atas, kamar yang selalu menjadi tempat seorang gadis terlelap setiap malam, Cia tampak duduk termenung di depan cermin hias. Ia menatap pantulan dirinya yang sudah berbalut kebaya putih dengan tatapan kosong. Beberapa saat yang lalu, ia mendapat kabar bahwa keluarga Elgan sudah tiba. Cia meremas tangannya yang berada di atas paha. Ia gugup. Tidak lama lagi ia akan sah menjadi istri Elgan. Mengingat nama Elgan, Cia merasa gamang dengan pernikahan tersebut. Cia paham, bahwa ia dan Elga
Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.
Dua bulan kemudian. Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t
Selesai sarapan pagi, Cia langsung mencuci piring kotor yang sudah Elgan pindahkan dari meja makan ke wastafel yang tidak jauh dari meja kompor. Ada banyak perubahan dari diri Elgan dan Cia sangat mensyukuri itu. Suaminya itu tidak lagi langsung pergi setelah selesai makan, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Elgan akan membantunya melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia kerjakan. Awalnya, Cia terperangah saat melihat Elgan memindahkan piring-piring kotor itu ke wastafel. Hingga akhirnya ia mengulum senyum saat melihat Elgan kembali ke meja makan dan membersihkan meja tersebut dengan serbet.Elgan yang tadi melihat wajah keheranan Cia, langsung menjawab tanpa diminta."Aku mau bantuin istriku beresin ini, bolehkan?" Elgan menatap Cia dengan penuh cinta.Cia yang sedang berdiri di depan wastafel semakin mengembangkan senyumnya.Istriku.Kata yang manis.Walaupun perlakuan Elgan sangat sederhana, hal itu sudah mampu menyentuh
Elgan baru saja pergi dari pemakaman Alden bersama Niko dan Nadin. Pemakaman yang dilakukan dengan khidmat itu menyisakan kenangan di ingatan mereka. Mereka masih saja tidak menyangka kalau Alden benar-benar telah pergi, padahal rasanya mereka baru saja bertemu. Pertemuan mereka memang tidak disangka-sangka, sama seperti perpisahan kali ini. Semua makhluk hidup pasti akan bertemu azalnya, semua orang tau itu, tapi tetap saja setiap kepergian selalu menyisakan kesedihan. Mengapa harus demikian? Bukankah kita sudah tau akhir dari kehidupan? Bukankah kita tau kematian akan menghampiri siapapun? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah konteksnya. Kita tidak dapat membantah dan menghindari hal tersebut.Mereka memasuki ruangan serba putih itu, bau obat-obatan langsung menyambut mereka. Di sana, sudah ada Lira dan Bima, sementara Xavier dan Elena masih di pemakaman, mereka sedang menemani Mr. Bill yang sedang berduka. Elgan segera menghampiri Cia, wanita itu sedang tidur, m
Elgan dan Amora berjalan cepat di lorong rumah sakit yang sunyi menuju ruang operasi tempat Cia dan Alden berada. Disana, Elgan melihat kedua mertuanya terduduk lemas. Mereka saling merengkuh, menangis terisak. Terlebih Elena, wanita itu tidak dapat menahan isakannya yang semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat sejak mendapat kabar tentang kecelakaan putrinya. Elena meradang, kejadian waktu itu kembali terulang. Ia menggeleng kuat ketika pikiran-pikiran buruk mengenai keselamatan putrinya melintas di pikirannya. Disana, Elgan juga melihat keberadaan Mr. Bill. Pria itu tampak terpukul dengan kejadian ini. Tapi apakah itu asli atau hanya sekedar akting?."Ma, Pa." Panggilnya setelah sampai di dekat mertuanya.Xavier menatap Elgan sebentar lalu melirik Amora yang berdiri di samping pria itu. Sementara Elena tetap menangis di pelukan suaminya."Pa, maafin aku. Aku gak bisa jaga Cia dengan baik." Elgan menatap Xavier dengan perasaan bersalah.Ia telah
Cia baru saja keluar dari gedung tempatnya bekerja. Sekarang ia tengah mengendarai mobilnya sambil bersenandung ria. Cia mengetuk-ngetuk stir dengan telunjuknya mengikuti irama musik yang ia dengar. Sebuah lagu keluaran terbaru dari Taylor Swift dengan judul It's Time to Go sering ia dengar akhir-akhir ini. Cia menatap jalanan di depannya. Orang-orang tampak sedang menunggu lampu berubah hijau, termasuk dirinya.Cia termenung beberapa saat, pikirannya melayang memikirkan Elgan, pasti pria itu sedang bertemu dengan Amora saat ini. Ia tidak mengungkit hal tersebut tadi pagi karena menunggu pengakuan dari Elgan, tapi tampaknya pria itu tidak berniat memberitahunya bahwa ia akan bertemu Amora sore ini. Cia juga malas untuk bertanya. Biarkan saja pria itu melakukan apapun yang ia suka. Lampu di depannya sudah berubah, Cia langsung tancap gas menyusuri jalanan disana. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari mobil setelah melepas sealtbelt dan mengambil tasnya di jok sebelah.
Langit masih gelap menandakan hari masih malam, tapi Cia sudah terusik dari tidurnya. Ia melenguh pelan disusul dengan matanya yang kian terbuka. Cia mengusap matanya pelan lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Gelap. Ruangan dimana ia dan Elgan tidur hanya diterangi oleh cahaya yang berasal dari lampu yang berada di atas nakas.Cia mengulurkan tangan dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat jam yang tertera di benda pipih itu."Masih jam setengah empat. Berarti gue baru tidur sekitar satu jam setengah, huh!" Ucapnya pelan lalu kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula.Cia menoleh ke samping dan melihat Elgan yang masih terpecam. Pria itu tidur menyamping ke arahnya dengan lengan kekarnya yang berada di atas perutnya. Ia yang tadinya tidur telentang kini merubah posisinya menjadi menghadap Elgan. Senyum manis langsung terukir di bibir tipisnya saat melihat wajah Elgan yang tak berekpresi. Dengan perlahan tangannya terulur
Elgan memasuki kamar dimana di dalamnya sudah ada Cia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Elgan memperhatikan tubuh Cia yang kini sudah dibalut gaun tidur. Sexy dan tentunya menggoda. Elgan yang berdiri kaku di ambang pintu baru menyadari betapa indahnya tubuh ciptaan tuhan tersebut. Kemana saja ia selama ini hingga sekarang ia baru menyadari hal tersebut? Akh! Elgan merutuki dirinya yang telah menyia-nyiakan ke-agresifan Cia dulu.Andai saja dulu ia tidak dibutakan oleh cinta masa lalunya, pasti sekarang ia dan Cia sudah bahagia dan selalu menghabiskan malam mereka dengan kegiatan panas yang menguras tenaga. Huh! Elgan jadi panas dingin memikirkannya."Gimana caranya supaya gue bisa dapetin Cia lagi?"Elgan menyandarkan tubuhnya di kosen pintu sambil memperhatikan gerak gerik Cia yang sedang menyisir rambut di depan cermin.Elgan ingin merasakan tubuh itu lagi!"Akkhh!!" Elgan meremas rambutnya frustasi. Mengapa di saat yang
Mobil sport hitam yang dikemudi oleh Alden tampak melaju membelah kepadatan kota Jakarta. Gedung-gedung pencakar lagi tak luput dari perjalanan mereka. Para pengguna jalan dari bermacam generasi menjadi point penting untuk kepadatan kota itui. Alden bersenandung kecil mengikuti irama musik yang berasal dari radio. Sebuah lagu yang berjudul; Bukan Dia Tapi Aku yang dibawakan oleh Judika ikut ia nyanyikan bersama jarinya yang sesekali mengetuk-ngetuk stir mobil. Tidak berapa lama kemudian, mobil hitam itu tampak melambat dan berbelok memasuki salah satu gedung pencakar langit lalu berhenti di basement.Alden dan Cia turun dari mobil. Cia yang baru pertama kali datang ke perusahaan itu celinga-celinguk menatap keseluruhan interior. Semuanya tampak cantik dan mewah. Mereka memasuki lobby dan tanpa bertanya kepada resepsionis Alden menarik Cia memasuki lift yang Cia yakin lift itu di khususkan hanya untuk pemegang saham terbesar. Keluar dari lift, Alden kembali menggandeng tangan