Share

Part 4

Penulis: Shova Nst
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-15 17:13:52

Malam hari, sekitar pukul setengah delapan keluarga Lambert sudah bersiap-siap hendak pergi kerumah sahabat mereka. Lira sedari tadi terus tersenyum tidak jelas membuat Elgan heran melihat tingkah mamanya itu. Lira sudah cantik dengan dress berwarna baby blue yang melekat ditubuhnya yang masih terlihat indah. Lira memang masih cantik disaat umurnya yang sudah hampir memasuki usia 50-an. Tidak heran ia memiliki putra yang sangat tampan seperti Elgan.

"Kenapa sih Ma kelihatannya seneng banget?" Tanya Elgan mengalihkan perhatian mamanya.

"Iya, mama lagi bahagia, bentar lagi bakalan jumpa calon mantu mama." Jawab Lira masih dengan senyumannya. Elgan langsung mengalihkan pandangannya dari mamanya mendengar jawaban tersebut.

Tiiin...

Tiiin...

Suara klakson mobil terdengar dari garasi. Bima yang sedang memanaskan mesin mobil membunyikan klaksonnya saat istri dan anaknya tak kunjung keluar.

"Ayo, Nak. Papamu sudah heboh sendiri didepan." Lira mengajak Elgan yang terlihat ogah-ogahan.

"Ayo!" Ulang Lira dengan suara naik satu oktap.

Elgan mendengus.

Ia berdiri dan berjalan dengan malas mengikuti langkah mamanya dengan mulut yang terus mengoceh tanpa suara.

"Kalian sudah siap?" Tanya Bima saat melihat istrinya.

"Sudah, Sayang." Lira memasuki mobil.

"Elgan mana, Ma?" Tanya Bima lagi saat tidak mendapati keberadaan putranya.

"Masih di dalam, tadi katanya ada yang ketinggalan." Lira menatap suaminya.

Tiiin...

Tiiin...

Suara klakson kembali berbunyi.

"Iya, Pa, iya. Berisik banget." Elgan berlari kecil menghampiri mobil papanya.

"Lama sekali kamu!"  Sergah Bima setelah Elgan memasuki mobil.

     Mobil yang dikendarai keluarga Lambert itu menjauh meninggalkan palataran mansion. Sekitar dua puluh lima menit kemudian mobil itu terlihat sedikit melambat dan berbelok memasuki sebuah rumah yang memiliki pelataran yang cukup luas.

"Mereka sekarang tinggal disini, Pa?" Tanya Lira sembari melepas sealtbelt ditubuhnya. Ia sudah sangat lama tidak mengunjungi tempat tinggal sahabat lamanya itu. Terakhir kali ia bertamu kerumah Elena dan Xavier saat sahabatnya itu masih tinggal di Amsterdam. Dan itu sekitar tiga tahun yang lalu. Setelah itu mereka juga sangat jarang berkomunikasi. Mereka mengetahui kabar satu sama lain dari suami mereka yang memang lebih sering bertemu dikarnakan kerjasama antar perusahaan.

"Iya, Ma. Kemarin papa sempat kesini menemui Xavier, tapi hanya sebentar." Balas Bima sembari melepas sealtbeltnya.

Mereka keluar dari mobil. Pandangan Lira menyusuri pekarangan tempat tinggal sahabatnya itu. Perasaan senangnya kali ini bertambah dua kali lipat. Ia tidak sabar ingin bertemu dan menghambur kepelukan sahabatnya itu.

"Elgan, kamu nanti kalo bertemu calon mertua harus sopan. Buang jauh-jauh sifat songong kamu itu." Lira mengingatkan dengan pandangan fokus kedepan.

Tidak ada jawaban.

"Kamu dengerin mama gak, sih?"

Masih tidak ada jawaban. Ingin rasanya ia menjitak kepala putra pembangkangnya itu. Lira membalikkan badan dan mendapati putranya masih duduk dengan santainya didalam mobil.

"ELGAN!" Bentak Lira.

"Kenapa, Ma? Elgan disini." Jawab Elgan sambil buru-buru keluar dari mobil.

"Sayang papa kesana duluan, ya?"Pamit Bima dan diangguki oleh Lira.

"Ada apa, Ma?" Tanya Elgan saat sudah berdiri dihadapan mamanya.

"Kamu ini, kenapa lama sekali?!" Ucap Lira sambil mendorong kening Elgan dengan telunjuknya.

"Ma..." Rengek Elgan setelah ia sedikit terjungkal kebelakang.

"Yang sopan kamu!" Tegas Lira menatap Elgan tajam.

"Tau kali Ma." Balas Elgan seadanya.

"Ayo!" Lira mengayunkan kakinya menghampiri suami dan sahabatnya yang berdiri didepan pintu.

"Elena!" Teriak Lira sambil berlari manuju Elena berdiri.

"Lira!" Suara Elena Tak kalah keras.

"I miss you so much." Ujar Lira sembari memeluk Elena erat.

"I miss you too." Balas Elena memeluk Lira tak kalah erat.

"How are you?" Elena mengurai pelukannya.

"I'm fine." Balas Lira sambil tersenyum.

"You?" Tanya Lira balik.

"Yeah, I'm good." Jawab Elena sembari memperlihatkan kondisinya sekarang.

"Ini putramu?" Tanya Elena sambil menatap Elgan.

"Iya, Lena. Ini putraku, Elgan." Jawab Lira sambil sedikit menyenggol lengan putrnya.

"Malam, Tante. Saya Elgan." Ujarnya sembari menyalam Elena. Keningnya menyentuh punggung tangan Elena.

"Halo, Om." Sapanya juga pada Xavier.

"Wah, kau sudah tumbuh besar ya sekarang, sama seperti anak om." Ucap Xavier dengan senyumannya.

"Tampan lagi." Sambungnya. Elgan yang dipuji hanya menampakkan senyum tipis yang hampir tak terlihat. Pujian, sudah biasa baginya.

"Ayo masuk. Kita berbicara didalam saja." Ajak Xavier sembari mempersilahkan sahabatnya masuk.

     Elgan berjalan paling belakang mengikuti langkah si pemilik rumah. Baru saja beberapa menit ia tiba dikediaman sabahat mamanya ini rasa bosan sudah menghinggapinya.

Sangat membosankan, ujarnya dalam hati.

Saat tadi memasuki rumah tersebut, Elgan sesekali memperhatikan suasan sesekali nya. Sangat sunyi, pikirnya. Dalam hati Elgan bertanya-tanya apakah anak sahabat mamanya itu tinggal disini? Jika iya, kenapa tidak kelihata? Dan jika ada disini, ia akan lebih memilih mengobrol dengan anak sahabat mamanya itu daripada menjadi nyamuk mendengar obrolan orangtua yang akan membuatnya bosan. Ah... tidak. Ia akan memilih pulang. Ya, itu lebih baik daripada ia harus bertatap muka dengan gadis yang akan menjadi calonnya. 

"Ayo silahkan duduk. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri." Elena mempersilahkan calon besan dan calon menantunya duduk.

"Bisa aja lo Len." Lira terkekeh sembari menduduki kursi disamping suaminya. Begitupun dengan Elena, ia juga ikut duduk disamping suaminya yang berhadapan dengan Bima.

Mereka mengobrol ringan menanyakan dan menceritakan hal-hal yang meraka alami selama tiga tahun balakangan ini. Elgan hanya menjadi pendengar diantara mereka. Ia melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya.

"Huuft.." Elgan menghembuskan nafas bosan. 

Baru dua puluh menit, kapan ini semua akan berakhir?, pikirnya.

Sesekali Elgan melihat mamanya dan wanita yang dipanggilnya tante itu tertawa keras. Elgan sangat jarang melihat mamanya sedekat ini dengan seseorang.

Apa mereka sedekat itu?, Elgan membatin.

"Oiya, BTW putrimu mana Len? Kenapa dari tadi tidak kelihatan?" Tanya Lira sambil menatap sahabatnya. Saat ini mereka sedang berada di dapur untuk mengambil makanan yang akan dihidangkan.

"Cia lagi ditempat temenya. Tapi tadi udah ditelpon kok disuruh pulang." Jawab Elena sebelum berlalu menuju ruang makan.

Semua menu makan malam sudah selesai dihidangkan. Namun, Cia tak kunjung pulang sehingga mereka belum memulai makan malam.

"Cia, mana sih, Pa? Kenapa belum pulang juga? Coba papa telepon lagi." Elena merasa khawatir. Sudah satu jam dari ia menelpon Cia tadi, tapi sampai saat ini putrinya itu tidak juga terlihat memasuki rumah.

"Gak diangkat sayang." Ujar Xavier setelah mencoba menghubungi putrinya.

"Mungkin sebentar lagi sampai." Sambungnya.

"Manasih tuh anak? Suka banget keluyuran." Gerutu Elena saat rasa khawatir semakin menghinggapinya.

"Sudah lah Len. Dulu kita juga kayak gitu. Namanya juga anak gadis." Lira berusaha menenangkan Elena.

Tidak lama kemudian cia datang memasuki rumah.

"Assalamu'alaikum." Suara Cia yang mengucap salam terdengar.

"Mama!" Panggilnya kuat.

"Mama!" Panggilnya lagi lebih keras.

Elena yang mendengar suara putrinya langsung menghampiri Cia yang berdiri didepan pintu utama.

"Kamu dari mana aja? Keluyuran aja kerjanya." Gerutu Elena sambil berjalan.

"Aaa.. !" Pekik Cia saat bahunya dipukul cukup keras.

"Mama" Cia memelas pada Elena yang menatapnya tajam.

"Kamu, kenapa kotor begini?" Tanya Elena saat mendapati pakaian putrinya yang berlumpur di beberapa sisi.

"Kena cipratan air, Ma." Balas Cia sambil merengut.

Baju yang dikenakannya saat ini memang sudah kotor karena cipratan air yang tergenang dipinggir jalan.

Elgan dan orang tuanya hanya memperhatikan dua wanita yang sedang bersiteru itu. Elgan menatap gadis yang berdiri membelakanginya dengan sebelah alis yang terangkat. Dilihatnya penampilan gadis itu dari atas hingga bawah. Tatapan tak suka langsung terpancar dari kedua matanya.

"Sana masuk! Selesai itu langsung kemari, kita makan malam bersama dengan tamu mama. Yang cepat mandinya." Perintah Elena. Cia langsung melangkahkan kaki menuju kamar sambil menggerutu.

"Sial! Sial! Sial!" Gerutunya dengan suara yang keras. Ia membanting pintu kamarnya kuat membuat semua orang yang berada di meja makan tergelonjak kaget.

"CIA!!" Teriak Elena pada anak semata wayangnya itu.

"APA LAGI SIH MA!" Teriak Cia tak kalah keras. 

Xavier geleng kepala melihat tingkah istri dan anaknya. 

Dasar, anak sama mama sama saja, batinnya.

Satu jam yang lalu.

     Setelah Cia mendapat telpon dari mamanya. Ia langsung berpamitan pulang kepada Nadin dan orangtua sahabatnya itu. Saat diperjalanan, tiba-tiba saja ia merasa ada yang aneh dengan mobilnya sehingga ia berhenti dipinggir jalan. Setelah dilihatnya, ternyata ban mobil bagian depannya kempes. Cia yang merasa bingung mencoba menghubungi orang bengkel agar segera memperbaiki ban mobilnya.

Cia berdiri didepan mobilnya sambil menunggu kedatangan orang yang akan memperbaiki ban mobilnya. Di saat ia tengah kesal, tiba-tiba saja sebuah mobil yang melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan sedang membuat air yang tergenang didekat mobilnya terciprat dan mengenai pakaiannya. Cia berteriak memaki si pengemudi mobil tersebut.

"WOY!" Teriak Cia.

"BERHENTI LO BRENGSEK!" Teriak Cia lagi semakin keras. Rasa kesal semakin menyeruak di dalam dirinya.

Mobil mewah berwarna hitam yang diteriaki Cia berhenti begitu saja. Suasana jalanan tempat ban mobil Cia bocor memang sunyi, sehingga mobil hitam yang entah siapa pengemudinya itu bisa mundur secara perlahan dan berhenti diseberang mobil Cia.

"Turun lo!" Perintah Cia. Ia sangat kesal saat melihat pemilik mobil hitam itu hanya menurunkan kaca jendelanya, tidak ada niat sedikitpun untuk keluar dari mobilnya dan meminta maaf pada Cia. Cia menyeberangi jalan menghampiri mobil hitam didepannya. Ia langsung memukul kaca depan mobil hitam itu dan berteriak.

"Turun lo!" Suruhnya lagi. Pria didalam mobil itu jengah melihat tingkah Cia yang bar-bar. Akhirnya ia keluar dan berdiri dihadapan Cia.

"Kenapa, lo?" Tanyanya Cuek.

"Kenapa?! Kenapa?! Lo gak punya mata untuk lihat kondisi pakaian gue sekarang?" Bentak Cia didepan wajah pria itu.

"Liat pakaian gue jadi kotor gara-gara lo!" Ucap Cia keras sambil memperlihatkan pakaiannya yang kotor.

"Terus?" Tanya pria itu seolah tak bersalah sedikitpun. Cia menggertakkan giginya menatap tajam pria didepannya.

"Ya, y-ya setidaknya lo harus minta maaf, bodoh!" Bentak Cia lagi.

"Lo ini cewek jenis apa sih? Suka sekali berteriak." Pria itu mengusap telinganya yang terasa panas.

"Bukan urusan lo." Sergah Cia.

"Udah lah, gue gak punya waktu untuk berurusan sama lo. Lo urusi aja pakaian lo itu dan ini kartu nama gue. Kalo lo mau ganti rugi hubungi aja gue." Ucap pria itu sambil menyerahkan sebuah kartu.

"Heh! Gua gak butuh kartu nama lo. Gue cuma mau lo minta maaf. Apa susahnya coba?!" Ucap Cia tak habis pikir menatap pria didepannya.

"Lo berisik banget, sih!" Pria itu menarik tangan Cia dan meletakkan kartu namanya ditelapak tangan Cia dengan keras. Setelah itu ia kembali memasuki mobilnya dan melaju meninggalkan Cia yang terlihat menahan amarahnya.

"DASAR PRIA ARROGANT, jangan sampai gue nemu jodoh kayak lo!" Teriak Cia sambil menendang batu kecil didepannya. Cia kembali menyeberangi jalan menuju mobilnya. Hari sudah gelap, hembusan angin malam membuat tubuhnya kedinginan sehingga ia memutuskan untuk menunggu di dalam mobil. Sekitar lima menit kemudian, Cia merasa penasaran siapa pria tadi dan ia langsung mengambil kartu yang tadi dilemparnya asal ke jok di sebelahnya.

"Alden Saptaprabu." Ucap Cia sambil mangut-mangut.

Cia akhirnya kembali melajukan mobilnya setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit untuk memperbaiki ban mobilnya. Sesampainya di pelataran rumah, Cia melihat mobil asing yang terparkir disamping mobil mamanya.

     Tidak butuh waktu lama bagi Cia untuk membersihkan diri. Sekarang ia sudah siap dengan pakaian santainya. Ia menuruni anak tangga dan melangkah menuju ruang makan sesuai dengan perintah mamanya tadi. Cia berdiri didekat guci keramik berukuran besar sambil memperhatikan tiga orang asing yang duduk membelakanginya.

"Eheem. " Cia berdehem, menarik perhatian orang-orang yang ada disana. Semua pasang mata mengarah kepada Cia, kecuali seorang pria yang tengah asik dengan ponselnya.

"Cia. Ayo sini nak, kenalan dulu sama om dan tante ini." Elena menghampiri Cia sambil menyuruhnya untuk berkenalan dengan sahabatnya.

"Halo, Tante." Sapa Cia sambil mencium punggung tangan Lira.

"Halo, Sayang. Kamu sudah jadi gadis yang cantik ya sekarang."  Puji Lira sambil mencium kedua belah pipi Cia. Cia yang dipuji hanya tersenyum malu.

"Halo, Om." salam Cia pada pria yang duduk disamping tante yang baru saja disalamnya.

"Karena semua sudah lengkap. Jadi, kita langsung makan saja  ya. Selesai itu baru kita bahas point pentingnya." Ujar Xavier memberi solusi dan diangguki oleh istri dan kedua sahabatnya.

Cia yang tak tahu menahu hanya diam dan duduk dikursi yang kosong. Cia tak sengaja melihat wajah pria yang duduk dikursi seberang mejanya. Ia menyipitkan mata mempertajam penglihatannya menatap pria yang juga sedang menatapnya tak kalah kaget.

Waduh, ngapain cowok ini disini? Apa dia kemari sama Niko? Tapi Nikonya dimana, dari tadi kenapa gak kelihatan?, Cia mencari keberadaan Niko yang memang sudah pernah datang mengunjunginya.

Tapi, kenapa ia bisa sama om dan tante ini? Memangnya dia siapa?, tanya Cia dalam hati sambil melihat sekelilingnya.

"Kenapa sayang, kamu kayak orang bingung gitu?" Suara Lira mengagetkan Cia.

"Enggak kok tante." Jawab Cia setelah tak mendapati Niko dikediamannya. 

Lira tersenyum manis melihat calon menantunya. Dalam hati ia sangat bersyukur akan mendapatkan menantu secantik Cia. Hayalannya sudah jauh sampai ia membayangkan sudah menggendong cucu-cucunya yang sangat menggemaskan.

Elgan yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya sebagai penghilang jengah, mengalihkan perhatiannya saat mendengar suara wanita yang sedang berkenalan dengan mamanya. Dilihatnya gadis yang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk dengan tatapan bingung juga kaget.

Ini cewek lusuh tadi, bukan?, tanyanya dalam hati.

Cewek ini bukannya temennya Niko?, sambungnya.

Elgan memperhatikan Cia dari atas hingga bawah. Cia sedang mengenakan kaos oblong berwarna putih yang ujung lengannya dilipat dan juga dengan celana pendek diatas lutut yang memperlihatkan paha putihnya. 

Dia mengenakan pakaian yang tidak pantas untuk dikenakan ketika bertemu calon mertuanya, dasar, Elgan menimpali. 

Hah, itu bukan urusanku, mengapa juga aku berkata begitu? Sialan, kesalnya, seakan perkataannya tadi sudah mengakui Cia sebagai calonnya. Ia kembali sibuk dengan ponselnya. 

Elgan mendongakkan kepalanya yang menunduk saat mendengar suara kursi ditarik. Ditatapnya Cia dan pandangan mereka bertemu. Ia dapat melihat kebingungan dari wajah Cia. Tidak dapat dipungkiri hati kecil Elgan mengagumi ciptaan tuhan didepannya. Mereka duduk hanya terpisahkan oleh meja makan. Dengan jarak yang lumayan dekat ini, Elgan dapat melihat wajah Cia lebih jelas. Elgan memperhatikan Cia yang sedang mengunyah makanan, mulut Cia yang penuh dan sedikit menggembung juga bibirnya yang berwarna pink alami sedikit berminyak karena makanan membuat Elgan menarik sebelah ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis yang tidak terlihat.

Selesai makan malam, mereka berkumpul diruang tamu untuk membahas point penting yang sudah ditunggu-tunggu oleh kedua orangtua Cia dan Elgan.

"Elgan, kamu sudah taukan tujuan utama kita kesini untuk apa?" Tanya Bima membuka pembicaraan. Ia menatap putranya yang duduk disampingnya.

"Sudah, Pa." Jawab Elgan pelan.

"Jadi begini Cia, kamu sudah dengarkan kalau kamu akan dijodohkan?" Tanya Bima pada Cia yang duduk didepan istrinya.

Cia sedikit terkejut ketika Bima bertanya kepadanya.

"Sudah, Om."Jawab Cia seadanya.

"Jadi Cia, anak om ini yang akan dijodohkan dengan mu. Kamu mau kan?" Tanya Bima menatap anak sahabatnya itu.

"Pa?" Panggil Cia pada papanya yang duduk disamping mamanya.

"Iya, Nak. Dia pria yang akan dijodohkan dengan mu. Dia anak sahabat papa yang kemarin papa ceritakan." Ucap Xavier menjelaskan pada putrinya.

"Kamu Elgan, om tanya sama kamu. Kamu maukan menikah dengan putri om ini?" Tanya Xavier pada Elgan yang duduk dihadapannya.

Elgan diam. 

Dalam hati ia menjawab kalau ia sangat tidak mau menerima perjodohan gila itu.

"Elgan, seperti yang mama bilang." Ujar Lira menyadarkan Elgan.

Gue gak bisa nerima perjodohan ini, tapi aarrgh..., hati dan pikiran Elgan bertolak belakang. Hatinya tidak ingin ia menikah dengan gadis pilihan mamanya, namun pikirannya mengatakan ia harus menerima perjodohan ini agar mamanya tidak kecewa padanya dan tidak akan ada yang tersakiti disini kecuali dirinya.

"Iya, Om. Elgan terima perjodohan ini." Jawab Elgan akhirnya dengan tatapan kosong.

"Bagaimana, Cia? Elgan sudah menerima kamu sebagai calon istrinya. Kamu mau kan, anak om ini menjadi suamimu?" Tanya Bima. 

Cia menatap mama dan papanya bergantian. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ini terlalu cepat, Pikirnya. Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan pria yang baru dua kali bertemu dengannya.

Ini gila, batinnya.

Bab terkait

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 5

    Ingin rasanya Cia mengatakan tidak kepada Bima, tapi melihat antusias kedua orangtuanya membuat Cia bersedih. Pasti orang tuanya akan sangat kecewa jika ia menolak perjodohan tersebut.Cia tidak kunjung menjawab pertanyaan tersebut sehingga Bima kembali berujar."Keterdiamanmu akan kami anggap sebagai jawaban, bahwa kamu menerima perjodohan ini." Ujarnya.Lira dan kedua orangtua Cia tersenyum mendengar penuturan Bima barusan. Sementara Cia dan Elgan tampak diam seribu bahasa. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, tetapi jika dilihat dari mimik wajah tampak jelas jika mereka tidak menunjukkan kebahagiaan yang biasanya dirasakan oleh sepasang kekasih yang akan segera menikah."Elgan, kamu bisa langsung memasangkan cincin untuk Cia." Suruh Bima pada anaknya.Elgan merasa seperti sedang bermimpi. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini. Berakhir dengan gadis pilihan mamanya dan melamar gadis itu malam ini. Elgan mel

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 6

    Nadin menatap kesal ponselnya yang berada di atas meja, tepat di samping komputer. Waktu makan siang sudah masuk sepuluh menit yang lalu. Namun, Nadin masih belum beranjak dari kursinya."Kenapa lo?" Suara Cia mengalihkan pandangannya."Ini nih, si Niko. Katanya mau ngajakin gue makan diluar, tapi sampai sekarang masih belum ngasih kabar." Nadin memanyunkan bibirnya."Dia lupa kali. Mending lo telpon aja deh dari pada lo kelamaan nunggu." Cia memberi solusi."What? Yang bener aja lo! Masa iya gue duluan yang nelpon, kan gue malu. Mau ditaroh dimana wajah cantik gue ini. Nanti dia pikir gue terlalu berharap lagi." Protes Nadin tidak setuju dengan solusi Cia."Lo mah gitu, gengsinya kebangetan." Cia berujar sambil membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan diatas mejanya.Nadin bungkam, tidak membantah perkataan Cia. Cia yang melihat Nadin tidak menjawab melanjutkan ucapannya."Kalau gue jadi lo ya, gue

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 7

    Elgan menaiki mobil yang dikemudi oleh supirnya. Ia membiarkan Niko membawa mobilnya untuk mengantarkan Nadin, lagipula ia terlalu malas jika harus ikut dengan Niki untuk mengantarkan gadis itu ke kantornya. Sangat merepotkan, pikir Elgan.Tidak berapa lama kemudian, Elgan sampai di depan rumah mewah yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama orangtuanya. Ternyata di saat siang begini, pelataran rumah keluarga Florence itu tampak jauh lebih indah.Elgan bergegas menuju pintu utama. Seorang pembantu yang berada di depan rumah membukakan pintu untuk Elgan."Assalamu'alaikum." Salam Elgan setelah pembantu itu pergi dari hadapannya. Elgan melemparkan pandangannya ke setiap ruangan, menunggu si tuan rumah menjawab salamnya."Wa'alaikumsalam." Suara Elena terdengar dari salah satu ruangan. Elena menghampiri Elgan sembari tersenyum manis menyambut kedatangan calon menantunya itu."Nak Elgan, kamu sendirian? Tante pikir kamu datang b

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 8

    Di pagi hari yang serah ini, orang-orang melakukan berbagai macam aktivitas. Biasanya, pagi yang cerah dapat menambah semangat bagi orang yang merasakannya. Hari ini, keluarga besar Lambert dan Florence sedang bersuka cita. Hari di mana terikatnya tali pernikahan antara Cia dan Elgan. Terlihat rumah mewah yang menjadi kediaman keluarga Florence itu sudah dihias sedemikian rupa, pertanda resepsi akan segera di mulai dan keluarga besar Lambert juga sudah tiba beberapa saat yang lalu.Di kamar lantai atas, kamar yang selalu menjadi tempat seorang gadis terlelap setiap malam, Cia tampak duduk termenung di depan cermin hias. Ia menatap pantulan dirinya yang sudah berbalut kebaya putih dengan tatapan kosong. Beberapa saat yang lalu, ia mendapat kabar bahwa keluarga Elgan sudah tiba. Cia meremas tangannya yang berada di atas paha. Ia gugup. Tidak lama lagi ia akan sah menjadi istri Elgan. Mengingat nama Elgan, Cia merasa gamang dengan pernikahan tersebut. Cia paham, bahwa ia dan Elga

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 9

    Di pagi hari, sebelum matahari menampakkan dirinya, Cia sudah bangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah samping dan menatap kosong ranjang di sebelahnya. Cia menggeleng saat pemikiran buruk tentang Elgan melintas di pikirannya."Apa malam ini dia tidak pulang?" Tanya Cia entah pada siapa.Cia mengkuncir rambutnya lalu membersihkan diri di kamar mandi.Beberapa menit kemudian, Cia sudah selesai mandi dan melaksanakan sholat subuh. Saat ini, ia sedang berkutat dengan masakannya. Cia merasa senang saat melihat bahan-bahan masakan yang sudah lengkap di lemari es. Jadi ia tidak perlu lagi pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan. Cia sangat yakin pasti semua ini mama mertuanya lah yang menyiapkan, tidak mungkin Elgan yang melakukan ini semua, melihat wajah Cia saja dia enggan apalagi peduli dan menyiapkan semua ini.Pagi ini, Cia memasak makanan yang dulu sering ia buat bersama mamanya, nasi goreng spesial. Cia sudah menyajikan dua p

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 10

    Cia menatap nanar punggung Elgan yang menghilang di balik pintu. Cia menghela nafas lelah. Ia tidak menyangka Elgan akan pergi begitu saja tanpa mau memakan masakannya. Berbagai macam pertanyaan melintas di pikiran Cia. Bagaimana bisa Elgan pergi tanpa makan siang terlebih dulu? Mengapa pria itu menolak ajakannya? Apa Elgan sangat bencinya hingga makan bersamapun ia ogah? Kemana pria itu akan pergi dengan kondisi wajah yang belum membaik? Entahlah. Cia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.Lagi-lagi Cia menghembuskan nafasnya sembari menengadah. Untuk kedua kalinya ia makan seorang diri di meja makan tanpa ditemani siapapun. Makanan yang awalnya terasa lezat di mulut Cia, kini terasa hambar. Sup yang ia cicipi terasa lezat beberapa saat yang lalu kini terasa berbeda di lidahnya. Semuanya, Cia merasa tidak enak dengan semua yang terjadi. Walaupun makanan tersebut terasa hambar di lidahnya, namun ia tetap harus makan. Ia butuh energi untuk menghilangkan semu

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 11

    Seringai tipis terukir di bibir Elgan. Matanya yang tajam membuat siapa saja akan yakin kalau pria ini benar-benar mengerikan. Termasuk cara berpikirnya yang kadang sulit untuk dimengerti. Termasuk Niko, ia tidak mengerti bagaimana jalan pikir sahabatnya itu. Bagaimana bisa Elgan melakukan semua itu pada Cia? Atas dasar apa sebenarnya Elgan melakukannya hingga dia benar-benar ingin membuat Cia menderita? Semua pertanyaan itu hanya Elgan lah yang dapat menjawabnya dan Niko sebagai sahabatnya akan berusaha agar Elgan mau menjawab semua pertanyaan itu dan ia benar-benar mengerti dengan alasan yang Elgan berikan."Tapi, kenapa lo lakuin itu? Gue yakin dan percaya, lo juga sadar kalau semua yang lo lakuin itu salah." Ujar Niko semakin dalam."Iya, gue tau gue salah, tapi yang lebih salah itu dia. Kenapa dia masuk ke kehidupan gue?! Gue ngerasa terusik dengan kehadiran dia!" Ujar Elgan tajam.Niko langsung membantah perkataan Elgan."Tapi lo sendirikan juga tau kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 12

    Hingga pagi menjelang, sepasang suami istri itu masih tidur dengan saling berpelukan. Elgan memeluk erat pinggang Cia yang terasa pas di tangannya. Dagunya bertumpu pada puncak kepala Cia. Wangi rambut Cia yang menenangkan membuat tidur Elgan menjadi lebih nyenyak. Begitupun dengan Cia, lengannya juga masih memeluk tubuh kekar Elgan. Kaki jenjangnya di lilit oleh kaki Elgan, namun hal itu tidak membuat tidurnya terganggu. Tadi malam, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, Cia tersenyum saat Elgan pelukan mereka. Wajah Cia tepat berhadapan dengan dada bidang Elgan. Keningnya pun sudah menempel di dada bidang pria itu. Sungguh luar biasa kedua ciptaan tuhan ini. Mereka sangat cocok jika dalam keadaan tidur maupun tidak. Malam ini mereka benar-benar terlihat seperti pasangan pada umumnya.Matahari sudah mulai timbul dan memancarkan sinarnya. Secara perlahan cahaya mulai masuk ke dalam kamar pengantin baru itu m

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18

Bab terbaru

  • My Cold Husband Is A CEO   Info Season 2

    Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.

  • My Cold Husband Is A CEO   Epilog

    Dua bulan kemudian. Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 48

    Selesai sarapan pagi, Cia langsung mencuci piring kotor yang sudah Elgan pindahkan dari meja makan ke wastafel yang tidak jauh dari meja kompor. Ada banyak perubahan dari diri Elgan dan Cia sangat mensyukuri itu. Suaminya itu tidak lagi langsung pergi setelah selesai makan, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Elgan akan membantunya melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia kerjakan. Awalnya, Cia terperangah saat melihat Elgan memindahkan piring-piring kotor itu ke wastafel. Hingga akhirnya ia mengulum senyum saat melihat Elgan kembali ke meja makan dan membersihkan meja tersebut dengan serbet.Elgan yang tadi melihat wajah keheranan Cia, langsung menjawab tanpa diminta."Aku mau bantuin istriku beresin ini, bolehkan?" Elgan menatap Cia dengan penuh cinta.Cia yang sedang berdiri di depan wastafel semakin mengembangkan senyumnya.Istriku.Kata yang manis.Walaupun perlakuan Elgan sangat sederhana, hal itu sudah mampu menyentuh

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 47

    Elgan baru saja pergi dari pemakaman Alden bersama Niko dan Nadin. Pemakaman yang dilakukan dengan khidmat itu menyisakan kenangan di ingatan mereka. Mereka masih saja tidak menyangka kalau Alden benar-benar telah pergi, padahal rasanya mereka baru saja bertemu. Pertemuan mereka memang tidak disangka-sangka, sama seperti perpisahan kali ini. Semua makhluk hidup pasti akan bertemu azalnya, semua orang tau itu, tapi tetap saja setiap kepergian selalu menyisakan kesedihan. Mengapa harus demikian? Bukankah kita sudah tau akhir dari kehidupan? Bukankah kita tau kematian akan menghampiri siapapun? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah konteksnya. Kita tidak dapat membantah dan menghindari hal tersebut.Mereka memasuki ruangan serba putih itu, bau obat-obatan langsung menyambut mereka. Di sana, sudah ada Lira dan Bima, sementara Xavier dan Elena masih di pemakaman, mereka sedang menemani Mr. Bill yang sedang berduka. Elgan segera menghampiri Cia, wanita itu sedang tidur, m

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 46

    Elgan dan Amora berjalan cepat di lorong rumah sakit yang sunyi menuju ruang operasi tempat Cia dan Alden berada. Disana, Elgan melihat kedua mertuanya terduduk lemas. Mereka saling merengkuh, menangis terisak. Terlebih Elena, wanita itu tidak dapat menahan isakannya yang semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat sejak mendapat kabar tentang kecelakaan putrinya. Elena meradang, kejadian waktu itu kembali terulang. Ia menggeleng kuat ketika pikiran-pikiran buruk mengenai keselamatan putrinya melintas di pikirannya. Disana, Elgan juga melihat keberadaan Mr. Bill. Pria itu tampak terpukul dengan kejadian ini. Tapi apakah itu asli atau hanya sekedar akting?."Ma, Pa." Panggilnya setelah sampai di dekat mertuanya.Xavier menatap Elgan sebentar lalu melirik Amora yang berdiri di samping pria itu. Sementara Elena tetap menangis di pelukan suaminya."Pa, maafin aku. Aku gak bisa jaga Cia dengan baik." Elgan menatap Xavier dengan perasaan bersalah.Ia telah

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 45

    Cia baru saja keluar dari gedung tempatnya bekerja. Sekarang ia tengah mengendarai mobilnya sambil bersenandung ria. Cia mengetuk-ngetuk stir dengan telunjuknya mengikuti irama musik yang ia dengar. Sebuah lagu keluaran terbaru dari Taylor Swift dengan judul It's Time to Go sering ia dengar akhir-akhir ini. Cia menatap jalanan di depannya. Orang-orang tampak sedang menunggu lampu berubah hijau, termasuk dirinya.Cia termenung beberapa saat, pikirannya melayang memikirkan Elgan, pasti pria itu sedang bertemu dengan Amora saat ini. Ia tidak mengungkit hal tersebut tadi pagi karena menunggu pengakuan dari Elgan, tapi tampaknya pria itu tidak berniat memberitahunya bahwa ia akan bertemu Amora sore ini. Cia juga malas untuk bertanya. Biarkan saja pria itu melakukan apapun yang ia suka. Lampu di depannya sudah berubah, Cia langsung tancap gas menyusuri jalanan disana. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari mobil setelah melepas sealtbelt dan mengambil tasnya di jok sebelah.

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 44

    Langit masih gelap menandakan hari masih malam, tapi Cia sudah terusik dari tidurnya. Ia melenguh pelan disusul dengan matanya yang kian terbuka. Cia mengusap matanya pelan lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Gelap. Ruangan dimana ia dan Elgan tidur hanya diterangi oleh cahaya yang berasal dari lampu yang berada di atas nakas.Cia mengulurkan tangan dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat jam yang tertera di benda pipih itu."Masih jam setengah empat. Berarti gue baru tidur sekitar satu jam setengah, huh!" Ucapnya pelan lalu kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula.Cia menoleh ke samping dan melihat Elgan yang masih terpecam. Pria itu tidur menyamping ke arahnya dengan lengan kekarnya yang berada di atas perutnya. Ia yang tadinya tidur telentang kini merubah posisinya menjadi menghadap Elgan. Senyum manis langsung terukir di bibir tipisnya saat melihat wajah Elgan yang tak berekpresi. Dengan perlahan tangannya terulur

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 43

    Elgan memasuki kamar dimana di dalamnya sudah ada Cia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Elgan memperhatikan tubuh Cia yang kini sudah dibalut gaun tidur. Sexy dan tentunya menggoda. Elgan yang berdiri kaku di ambang pintu baru menyadari betapa indahnya tubuh ciptaan tuhan tersebut. Kemana saja ia selama ini hingga sekarang ia baru menyadari hal tersebut? Akh! Elgan merutuki dirinya yang telah menyia-nyiakan ke-agresifan Cia dulu.Andai saja dulu ia tidak dibutakan oleh cinta masa lalunya, pasti sekarang ia dan Cia sudah bahagia dan selalu menghabiskan malam mereka dengan kegiatan panas yang menguras tenaga. Huh! Elgan jadi panas dingin memikirkannya."Gimana caranya supaya gue bisa dapetin Cia lagi?"Elgan menyandarkan tubuhnya di kosen pintu sambil memperhatikan gerak gerik Cia yang sedang menyisir rambut di depan cermin.Elgan ingin merasakan tubuh itu lagi!"Akkhh!!" Elgan meremas rambutnya frustasi. Mengapa di saat yang

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 42

    Mobil sport hitam yang dikemudi oleh Alden tampak melaju membelah kepadatan kota Jakarta. Gedung-gedung pencakar lagi tak luput dari perjalanan mereka. Para pengguna jalan dari bermacam generasi menjadi point penting untuk kepadatan kota itui. Alden bersenandung kecil mengikuti irama musik yang berasal dari radio. Sebuah lagu yang berjudul; Bukan Dia Tapi Aku yang dibawakan oleh Judika ikut ia nyanyikan bersama jarinya yang sesekali mengetuk-ngetuk stir mobil. Tidak berapa lama kemudian, mobil hitam itu tampak melambat dan berbelok memasuki salah satu gedung pencakar langit lalu berhenti di basement.Alden dan Cia turun dari mobil. Cia yang baru pertama kali datang ke perusahaan itu celinga-celinguk menatap keseluruhan interior. Semuanya tampak cantik dan mewah. Mereka memasuki lobby dan tanpa bertanya kepada resepsionis Alden menarik Cia memasuki lift yang Cia yakin lift itu di khususkan hanya untuk pemegang saham terbesar. Keluar dari lift, Alden kembali menggandeng tangan

DMCA.com Protection Status