Share

Part 5

Penulis: Shova Nst
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-15 17:19:24


Ingin rasanya Cia mengatakan tidak kepada Bima, tapi melihat antusias kedua orangtuanya membuat Cia bersedih. Pasti orang tuanya akan sangat kecewa jika ia menolak perjodohan tersebut.

Cia tidak kunjung menjawab pertanyaan tersebut sehingga Bima kembali berujar.

"Keterdiamanmu akan kami anggap sebagai jawaban, bahwa kamu menerima perjodohan ini." Ujarnya.

Lira dan kedua orangtua Cia tersenyum mendengar penuturan Bima barusan. Sementara Cia dan Elgan tampak diam seribu bahasa. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, tetapi jika dilihat dari mimik wajah tampak jelas jika mereka tidak menunjukkan kebahagiaan yang biasanya dirasakan oleh sepasang kekasih yang akan segera menikah. 

"Elgan, kamu bisa langsung memasangkan cincin untuk Cia." Suruh Bima pada anaknya. 

Elgan merasa seperti sedang bermimpi. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini. Berakhir dengan gadis pilihan mamanya dan melamar gadis itu malam ini. Elgan melangkah menghampiri Cia dan berlutut, mensejajarkan tinggi mereka. Elgan mengeluarkan sepasang cincin dan mengenakan cincin tersebut di jari manis Cia. Setelah itu Elena juga menyuruh Cia agar melakukan hal yang sama seperti Elgan. Cia hanya pasrah menuruti perintah mamanya. 

Senyum bahagia langsung terpancar dari keluarga itu setelah melihat putra dan putri mereka yang sudah saling bertukar cincin.

"Lo, ikut gue sekarang." Perintah Elgan pelan dengan tatapan tajamnya melihat Cia. 

"Maaf. Kami permisi sebentar." Ujar Elgan dan berlalu begitu saja. Cia yang diperintah oleh Elgan hanya bisa pasrah mengikuti kemana arah pria itu berjalan. Hingga akhirnya Elgan menghentikan langkahnya di pelataran rumah, dibawah pohon yang tumbuh dengan rindang.

Elgan berbalik dan menatap Cia tajam.

"Mau lo sebenarnya apa? Kenapa lo nerima perjodohan ini?" Tanya Elgan dingin. 

Cia mendongak menatap wajah Elgan.

"Menurut lo?" Tanyanya balik.

"Lo seharusnya nolak perjodohan ini. Lo gak cinta sama gue, begitupun sebaliknya." Ucap Elgan sambil menatap Cia datar.

"Kenapa gak lo aja yang tadi nolak perjodohan gila ini?" Tanya Cia balik dan menantang.

"Asal lo tahu aja, dari awal gue memang udah nolak perjodohan ini. Tapi, karena gue gak mau orangtua gue kecewa, gue terpaksa harus nerima ini semua." Ucap Elgan tajam menekankan kata terpaksa pada kalimatnya.

"Dengar baik-baik ucapan gue. Gue SANGAT TERPAKSA menerima perjodohan ini." Setelah itu Elgan berlalu begitu saja meninggalkan Cia. 

Cia menatap sedih punggung Elgan yang berlalu meninggalkannya. Tidak pernah terpikir olehnya kalau ia akan menikah dengan pria bermulut pedas seperti Elgan.

"Lo juga harus tau kalo gue juga terpaksa menerima perjodohan ini." Lirih Cia menatap kosong kedepan. Tangannya terkepal kuat menahan tangis dan amarah.  Kenapa Elgan harus berkata seperti itu padanya? Ia juga sama dengan Elgan, menerima perjodohan ini karena terpaksa tapi ia tidak mengatakan yang sebenarnya. Iya hanya ingin orangtuanya bahagia dengan menikahi pria pilihan mamanya walaupun kebahagiannya sedang dipertaruhkan saat ini.

Cia mengatur deru napasnya. Ia tidak boleh terlihat sedih didepan orangtua dan calon mertuanya. Cia menarik nafas kuat lalu dihembuskannya secara perlahan. Setelah itu ia berjalan menuju pintu belakang dan memasuki dapur. Cia berdiri didepan meja bar kecil sambil meneguk segelas air.

"Cia, lo pasti bisa ngejalani semua ini." Ujar Cia meyakinkan dirinya. Cia menepuk-nepuk pelan kedua pipinya sebelum berjalan menuju keluarganya berkumpul. Cia melihat papanya, Om Bima dan Elgan yang sedang berbincang. Sesekali dilihatnya juga Elgan yang mengangguk setelah mendengar perkataan papanya.

"Sayang, kamu dari mana?" Tanya Elena sambil mengelus rambut Cia.

"Dari dapur, Ma."Jawab Cia sembari memeluk mamanya dari samping.

"Sayang coba lihat, kamu suka yang mana diantara undangan ini?" Tanya Lira sembari memperlihatkan beberapa macam model undangan. Cia menegakkan duduknya dan mulai memilih-milih undangan yang ada diatas meja.

"Kami sudah memutuskan resepsi pernikahan kalian akan dilakukan satu minggu lagi." Perkataan Elena barusan langsung menghentikan pergerakan Cia.

"Memangnya tidak terlalu cepat, Ma?" Tanya cia.

"Kita juga belum ada persiapan lho." Sambungnya.

"Enggak sayang, satu minggu itu sudah cukup untuk kita  menyelesain semua persiapannya. Kamu tenang aja, semua keperluan resepsi nanti biar kami saja yang menyiapkan."Jelas Elena pada putrinya. 

Cia melirik Elgan sekilas dan hal itu tidak lepas dari pengamatan Lira dan Elena.

Pria sombong itu sudah tau belum, ya?, batinnya.

"Kamu jangan khawatir, Elgan pasti menyetujui semua yang kami rencanakan." Ujar Lira, seakan tau apa yang sedang dipikirkan calon menantunya. 

Mendengar penuturan Lira, Cia langsung mengalihkan pandangannya dari Elgan.

"Iya deh ma. Kalau mama dan tante maunya seperti itu Cia ngikut aja." Ujar Cia sambil tersenyum simpul melihat keduanya. Elena dan Lira ikut tersenyum mendengar persetujuan Cia. 

Elena merasa bersyukur putrinya sudah bisa menerima perjodohan ini. Batinnya terus berdoa semoga Cia bahagia dengan pernikahan tersebut.

"Jadi, Cia pilih yang mana?" Tanya Lira.

"Yang ini aja tan." Jawab Cia sembari menyerahkan undangan yang berwarna gold. Lira dan Elena setuju dengan pilihan Cia.

Mereka membahas banyak hal mengenai pernikahan putra putri mereka yang akan berlangsung tidak lama lagi. Hingga akhirnya Bima datang menghampiri Lira.

"Ma, pulang, yuk." Suara Bima menghentikan percakapan tiga wanita yang sedang mengobrol.

"Oh. Ayo, Pa." Angguk Lira.

"Ya sudah Len. Kami pulang dulu ya, gak kerasa udah larut malam aja" Pamit Lira pada Elena.

"Tante pulang dulu ya cantik. Kamu jaga kesehatan, jangan sampai sakit di hari-H nanti." Ucap Lira sambil mengelus rambut Cia.

Cia tersenyum.

"Iya, Tante." Jawabnya.

Setelah berpamitan, keluarga Lambert pergi meninggalkan lingkungan keluarga Florence.

Cia melangkah menuju kamarnya. Ia ingat betul bagaimana tadi Elgan menatapnya sebelum keluar dari rumah. Tatapan datar dan dingin Elgan perlihatkan untuknya, hanya untuknya. Jika didepan orangtua mereka maka Elgan akan bersikap baik tetapi jika tidak, Elgan seakan menganggap Cia bagaikan musuh bebuyutannya.

Sesampainya dikamar, Cia langsung berbaring di ranjangnya. Pandangannya kosong menatap langit-langit kamar, sehingga tidak butuh waktu lama ia sudah terlelap dalam tidurnya.

     Sesampainya di mansion. Elgan langsung melesat menuju kamarnya. Ia mengambil kunci mobil yang terletak diatas nakas dan pergi lagi mengendarai mobilnya.

Elgan melangkahkan kakinya memasuki club malam. Seorang satpam penjaga pintu menyapanya dengan ramah. Menandakan kalau ia dikenal dan sering ketempat itu. Elgan duduk di kursi sudut, menjauh dari keramaian orang-orang yang sedang meliukkan tubuh mereka tak beraturan. Terlihat jelas 90 persen dari pengunjung club itu sudah tidak sadarkan diri. Mereka telah terpengaruh alkohol. 

Elgan meneguk segelas minuman yang baru saja dituangnya hingga kandas. Entah apa yang ia lakukan di tempat itu. Sedari tadi ia hanya memperhatikan orang-orang yang sudah tidak sadar dengan pandangan yang sulit diartikan. Malam kian larut, namun Elgan masih diposisinya semula. Matanya memerah, rambutnya yang tadi tertata rapi sekarang berantakan karena ulahnya. Sesekali kepalanya terhantuk kedepan dan sesekali pula ia tersenyum lalu menunjukkan ekspresi sedih. Pikirannya berkecamuk membuat kepalanya terasa sakit. Ia sedang memikirkan seseorang. Tidak. Bukan Cia yang ada dipikirannya. Melainkan seorang wanita yang dulu selalu ada untuknya selama bertahun-tahun.

"Kapan?"

"Kapan kamu akan kembali?" Racau Elgan tidak jelas. Ia seolah bertanya pada orang itu. Namun, hingga ratusan kalipun ia bertanya sebuah jawaban tidak akan pernah ia dapatkan.

Seorang pria menghampiri Elgan yang tidak lain adalah Niko.

"Heh, Bego!" Sergah Niko pada Elgan. Niko datang ke tempat itu karena Elgan tidak menjawab telponnya sama sekali setelah tadi ia melihat Elgan pergi kearah club itu saat hendak mengantarkan Nadin pulang.

Elgan mendongak.

Cahaya yang minim membuat Elgan mempertajam penglihatannya melihat seseorang yang berdiri didepannya.

"Eh Niko, hehe." Sapa Elgan sambil terkekeh saat melihat Niko lah orangnya.

"Sini, duduk disamping gue." Ajak Elgan menepuk-nepuk kursi kosong disampingnya. Matanya setengah terbuka menatap Niko.

Niko mengusap alisnya yang tidak gatal.

"Ya tuhan, ini udah larut malam tapi kenapa Engkau masih memberi hamba-Mu ini pekerjaan yang sulit." Lirih Niko frustasi. Ia memutuskan untuk duduk disamping Elgan.

"Lo kenapa lagi, sih?" Tanya Niko muak. Ia sangat sering mendapati Elgan yang berakhir di meja bar seperti ini.

"Rindu." Lirih Elgan.

"Lo rindu sama gue? Nih gua udah datang, rela-rela gue ngurangin jam tidur buat lo doang." Niko berujar sambil mengacak rambutnya.

Elgan menggeleng lemah.

"Gue rindu sama dia." Lirih Elgan, kemudian bersandar dipunggung sofa.

"Dia lagi... dia lagi..." Ucap Niko muak.

"Lo bodoh banget, sih! sampai mau mabuk-mabukan kayak gini hanya karena wanita itu!" Sergah Niko.

"Lo udah gak waras El" Sambungnya.

"Gue cinta sama dia, Niko." Ucap Elgan disisa kesadarannya. 

"Bokong lo tuh cinta. Gak ada cinta-cintaan sekarang. Lo itu harusnya sadar. Dia udah berulang kali nyakitin perasaan lo dan sekarang dia hilang begitu aja bagaikan ditelan bumi. Seharusnya lo senang, gak akan ada lagi yang ngelukai perasaan lo." Nasihat Niko panjang lebar bercampur emosi.

Mungkin ini sudah nasihat Niko untuk yang kesekian kalinya, tapi Elgan tidak pernah sekalipun menggubris perkataannya. Namun, Niko tak akan berhenti. Ia akan tetap menyadarkan sahabatnya itu hingga benar-benar sadar walaupun ia sendiri tidak tahu kapan hari itu akan tiba.

Huueekk...

Elgan memegang perutnya yang sakit sambil memuntahkan cairan di mulutnya.

"Aiiissh, jorok banget sih lo!" Niko menepuk-nepuk kemejanya yang hampir terkena muntahan Elgan.

"Udah tau lo itu gak tahan minum-minuman kayak ini, tapi masih aja diminum. Lo udah bosan hidup? mau mati muda, hah?" Sarkas Niko.

     Niko menuntun Elgan yang sempoyongan menuju mobil. Ia mengantarkan Elgan hingga sampai kekamar pria itu. Elgan yang kesadarannya semakin menipis hanya pasrah dengan apa yang dilakukan Niko padanya. Terakhir kali yang dilihatnya ialah Niko yang berlalu meninggalkannya dan menghilang dibalik pintu kamarnya.

           

            

     Pagi hari yang cerah menyambut kesadaran seorang gadis dari tidurnya. Suara burung-burung berkicau terdengar dari pepohonan bagaikan nyanyian di pagi hari. Cia bangun dari tidurnya dengan keadaan yang lebih segar.

Cia bersenandung kecil melangkahkan kakinya menuju dapur untuk bergabung bersama kedua orangtuanya.

"Pa, Cia berangkat duluan, ya?" Tanya Cia pada papanya lalu mencomot roti ditangannya.

"Iya, kamu duluan aja. Papa mungkin sebentar lagi baru berangkat " Jawab Xavier yang sedang berdiri didepan istrinya yang sedang memasangkan dasinya.

"Cia, itu punya papa kamu!" Teriak Elena saat melihat Cia menyantap sarapan yang telah dibuatnya khusus untuk suaminya.

Cia terkekeh lalu berlari kecil menghindari amukan mamanya.

"Dadaah... Mama... bye, Papa...." Teriak Cia dari garasi. Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju perusahaan papanya, tempat ia bekerja.

Sekitar empat puluh menit kemudian, Cia sampai di basement. Ia berlari kecil memasuki lobby saat melihat Nadin yang berjalan tidak jauh darinya.

"Woy, Nadin!" Teriak Cia mengagetkan sahabatnya itu.

"Astaga, dasar lo ya." Kesal Nadin yang tersentak sembari mengelus dadanya.

"Heh ini masih pagi, lo udah main teriak-teriak aja." Ujar Nadin sarkas.

"Emangnya kalo mau teriak itu harus ada jadwalnya, ya?" Tanya Cia dengan tampang polosnya.

"Ya Iya lah, harus." Balas Nadin cepat.

"Siapa yang bilang?" Tanya Cia lagi.

"Ya gua lah." 

Cia menyengir kuda menampakkan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Lo kenapa? Bahagia banget kayaknya." Tanya Nadin sambil melanjutkan langkahnya.

"Gue kan setiap hari emang selalu happy. Lo kayak gak tau aja."  Balas Cia dengan cengirannya.

"Au ah gelap." Nadin memasang tampang kesalnya.

"Atau jangan-jangan... lo ya yang lagi happy?." Tuduh Cia.

"Biasa aja."

"Hayo... ngaku lo." Ucap Cia menyudutkan Nadin.

"Kenapa jadi gue, sih!" Elak Nadin.

"Ciee... yang lagi jatuh cinta. Bunga-bunga cinta bermekaran." Cia berputar-putar didepan Nadin, menirukan iklan yang saat itu sedang sering tayang di TV.

"SERTES Lo!" Teriak Nadin di telinga Cia lalu berjalan memasuki lift.

Awalnya lift yang mereka naiki hanya ada beberapa orang namun lama kelamaan lift itu menjadi penuh dinaiki oleh beberapa karyawan. Seorang karyawan wanita berpakaian ketat memasuki lift saat mereka sedang berhenti di lantai 3.

Sisi jahil dalam diri Cia keluar. Ia memperhatikan wanita itu dari atas hingga bawah. Namun, tatapannya berhenti saat melihat resleting rok wanita itu turun. Senyum jahil terukir dibibir merahnya. Disenggolnya lengan Nadin lalu dilihatnya kembali rok wanita itu. Nadin yang mengikuti arah pandangan Cia terkekeh pelan. 

Waduh gila nih cewek, Nadin membatin. Ia ikut memperhatikan wanita itu lalu menyikut lengan Cia pelan. 

"Lihat lehernya." Ujar Nadin tanpa suara sambil memegang lehernya sendiri. 

Cia mengangguk cepat lalu melihat leher wanita itu.

"Waw...." Cia lebih terperangah saat melihat leher wanita itu yang terdapat banyak bercak merah.

"Husttt..." Nadin menyuruh Cia diam sembari menempeleng kepala sahabatnya itu. Cia mengusap kepalanya sampil mengacungkan jempolnya.

Ting!

Suara lift terdengar dan pintu didepan mereka pun terbuka lebar. Cia mencoba mensejajarkan langkahnya dengan karyawan papanya itu.

"He'em, hei..." Sapa Cia sok kenal saat sudah berjalan disamping wanita itu. Wanita itu hanya melirik Cia sekilas.

"Resleting rok lu turun tuh." Sambung Cia mengingatkan. Wanita itu refleks berhenti dan langsung meraba resleting roknya.

"Harga resleting turun!" Teriak Nadin sambil berjalan cepat melewati Cia dan wanita itu. Para karyawan yang berada di tempat itu terkekeh geli menyaksikan tiga orang tersebut. Para karyawan yang sudah tahu bagaimana kelakuan aneh Nadin dan Cia hanya bisa menggeleng-geleng.

Cia dan Nadin tertawa geli sambil melangkahkan kaki mereka menuju kursi masing-masing. Wanita berpakaian ketat itu mendengus kesal sambil menghentakkan kakinya menuju toilet.

"Dasar bocah tengik!!" Makinya pada Cia dan Nadin. Lagi lagi Cia dan Nadin hanya tertawa mendengar makian wanita itu. 

"Keliatan banget ya cewek itu habis ena-ena."  Ujar Nadin membuka obrolan.

"Yoi, girl. BTW cewek tadi siapa, sih?" Tanya Cia sambil menatap komputer didepannya.

"Namanya Della, orangnya seperti yang lo liat tadi. Gini ya kalo nanti lo punya pacar atau apalah itu, hati-hati deh sama tuh cewek tadi. Bisa bisa pacar lo dirembut sama dia." Ujar Nadin berbisik.

"Masa, sih?" Tanya Cia kurang yakin.

"Iya, gue udah pernah lihat langsung pakai mata kepala gue sendiri, kalo dia itu pernah jalan sama suaminya tetangga gue." Ucap Nadin lagi meyakinkan.

"Emangnya yang bilang lo ngeliat pakai mata kaki siapa?" Gurau Cia lalu terkekeh.

"Iiissh kebangetan lo, Gue serius tau." Nadin mengerucutkan bibirnya.

"Cieee.. yang maunya diseriusin."

"Cia, gue mau nanya deh sama lo. Menurut lo, kalo gue jadian sama Niko, gimana?" Tanya Nadin serius.

"Ya udah jadian aja. Lagian dia juga baik kok." Jawab Cia seadanya.

"Tapi, dia suka gak sama lo?" Tanya Cia balik.

"Entah lah." Lirih Nadin.

"Yaelah... jadi kenapa lo nanya kayak gitu?" Tanya Cia sambil membalik kertas ditangannya.

"Jangan jangan, lo suka ya sama dia?" Tebak Cia. Nadin yang mendengar penuturan Cia menyengir malu menampakkan gigi putihnya.

Bab terkait

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 6

    Nadin menatap kesal ponselnya yang berada di atas meja, tepat di samping komputer. Waktu makan siang sudah masuk sepuluh menit yang lalu. Namun, Nadin masih belum beranjak dari kursinya."Kenapa lo?" Suara Cia mengalihkan pandangannya."Ini nih, si Niko. Katanya mau ngajakin gue makan diluar, tapi sampai sekarang masih belum ngasih kabar." Nadin memanyunkan bibirnya."Dia lupa kali. Mending lo telpon aja deh dari pada lo kelamaan nunggu." Cia memberi solusi."What? Yang bener aja lo! Masa iya gue duluan yang nelpon, kan gue malu. Mau ditaroh dimana wajah cantik gue ini. Nanti dia pikir gue terlalu berharap lagi." Protes Nadin tidak setuju dengan solusi Cia."Lo mah gitu, gengsinya kebangetan." Cia berujar sambil membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan diatas mejanya.Nadin bungkam, tidak membantah perkataan Cia. Cia yang melihat Nadin tidak menjawab melanjutkan ucapannya."Kalau gue jadi lo ya, gue

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 7

    Elgan menaiki mobil yang dikemudi oleh supirnya. Ia membiarkan Niko membawa mobilnya untuk mengantarkan Nadin, lagipula ia terlalu malas jika harus ikut dengan Niki untuk mengantarkan gadis itu ke kantornya. Sangat merepotkan, pikir Elgan.Tidak berapa lama kemudian, Elgan sampai di depan rumah mewah yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama orangtuanya. Ternyata di saat siang begini, pelataran rumah keluarga Florence itu tampak jauh lebih indah.Elgan bergegas menuju pintu utama. Seorang pembantu yang berada di depan rumah membukakan pintu untuk Elgan."Assalamu'alaikum." Salam Elgan setelah pembantu itu pergi dari hadapannya. Elgan melemparkan pandangannya ke setiap ruangan, menunggu si tuan rumah menjawab salamnya."Wa'alaikumsalam." Suara Elena terdengar dari salah satu ruangan. Elena menghampiri Elgan sembari tersenyum manis menyambut kedatangan calon menantunya itu."Nak Elgan, kamu sendirian? Tante pikir kamu datang b

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 8

    Di pagi hari yang serah ini, orang-orang melakukan berbagai macam aktivitas. Biasanya, pagi yang cerah dapat menambah semangat bagi orang yang merasakannya. Hari ini, keluarga besar Lambert dan Florence sedang bersuka cita. Hari di mana terikatnya tali pernikahan antara Cia dan Elgan. Terlihat rumah mewah yang menjadi kediaman keluarga Florence itu sudah dihias sedemikian rupa, pertanda resepsi akan segera di mulai dan keluarga besar Lambert juga sudah tiba beberapa saat yang lalu.Di kamar lantai atas, kamar yang selalu menjadi tempat seorang gadis terlelap setiap malam, Cia tampak duduk termenung di depan cermin hias. Ia menatap pantulan dirinya yang sudah berbalut kebaya putih dengan tatapan kosong. Beberapa saat yang lalu, ia mendapat kabar bahwa keluarga Elgan sudah tiba. Cia meremas tangannya yang berada di atas paha. Ia gugup. Tidak lama lagi ia akan sah menjadi istri Elgan. Mengingat nama Elgan, Cia merasa gamang dengan pernikahan tersebut. Cia paham, bahwa ia dan Elga

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 9

    Di pagi hari, sebelum matahari menampakkan dirinya, Cia sudah bangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah samping dan menatap kosong ranjang di sebelahnya. Cia menggeleng saat pemikiran buruk tentang Elgan melintas di pikirannya."Apa malam ini dia tidak pulang?" Tanya Cia entah pada siapa.Cia mengkuncir rambutnya lalu membersihkan diri di kamar mandi.Beberapa menit kemudian, Cia sudah selesai mandi dan melaksanakan sholat subuh. Saat ini, ia sedang berkutat dengan masakannya. Cia merasa senang saat melihat bahan-bahan masakan yang sudah lengkap di lemari es. Jadi ia tidak perlu lagi pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan. Cia sangat yakin pasti semua ini mama mertuanya lah yang menyiapkan, tidak mungkin Elgan yang melakukan ini semua, melihat wajah Cia saja dia enggan apalagi peduli dan menyiapkan semua ini.Pagi ini, Cia memasak makanan yang dulu sering ia buat bersama mamanya, nasi goreng spesial. Cia sudah menyajikan dua p

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 10

    Cia menatap nanar punggung Elgan yang menghilang di balik pintu. Cia menghela nafas lelah. Ia tidak menyangka Elgan akan pergi begitu saja tanpa mau memakan masakannya. Berbagai macam pertanyaan melintas di pikiran Cia. Bagaimana bisa Elgan pergi tanpa makan siang terlebih dulu? Mengapa pria itu menolak ajakannya? Apa Elgan sangat bencinya hingga makan bersamapun ia ogah? Kemana pria itu akan pergi dengan kondisi wajah yang belum membaik? Entahlah. Cia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.Lagi-lagi Cia menghembuskan nafasnya sembari menengadah. Untuk kedua kalinya ia makan seorang diri di meja makan tanpa ditemani siapapun. Makanan yang awalnya terasa lezat di mulut Cia, kini terasa hambar. Sup yang ia cicipi terasa lezat beberapa saat yang lalu kini terasa berbeda di lidahnya. Semuanya, Cia merasa tidak enak dengan semua yang terjadi. Walaupun makanan tersebut terasa hambar di lidahnya, namun ia tetap harus makan. Ia butuh energi untuk menghilangkan semu

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 11

    Seringai tipis terukir di bibir Elgan. Matanya yang tajam membuat siapa saja akan yakin kalau pria ini benar-benar mengerikan. Termasuk cara berpikirnya yang kadang sulit untuk dimengerti. Termasuk Niko, ia tidak mengerti bagaimana jalan pikir sahabatnya itu. Bagaimana bisa Elgan melakukan semua itu pada Cia? Atas dasar apa sebenarnya Elgan melakukannya hingga dia benar-benar ingin membuat Cia menderita? Semua pertanyaan itu hanya Elgan lah yang dapat menjawabnya dan Niko sebagai sahabatnya akan berusaha agar Elgan mau menjawab semua pertanyaan itu dan ia benar-benar mengerti dengan alasan yang Elgan berikan."Tapi, kenapa lo lakuin itu? Gue yakin dan percaya, lo juga sadar kalau semua yang lo lakuin itu salah." Ujar Niko semakin dalam."Iya, gue tau gue salah, tapi yang lebih salah itu dia. Kenapa dia masuk ke kehidupan gue?! Gue ngerasa terusik dengan kehadiran dia!" Ujar Elgan tajam.Niko langsung membantah perkataan Elgan."Tapi lo sendirikan juga tau kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 12

    Hingga pagi menjelang, sepasang suami istri itu masih tidur dengan saling berpelukan. Elgan memeluk erat pinggang Cia yang terasa pas di tangannya. Dagunya bertumpu pada puncak kepala Cia. Wangi rambut Cia yang menenangkan membuat tidur Elgan menjadi lebih nyenyak. Begitupun dengan Cia, lengannya juga masih memeluk tubuh kekar Elgan. Kaki jenjangnya di lilit oleh kaki Elgan, namun hal itu tidak membuat tidurnya terganggu. Tadi malam, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, Cia tersenyum saat Elgan pelukan mereka. Wajah Cia tepat berhadapan dengan dada bidang Elgan. Keningnya pun sudah menempel di dada bidang pria itu. Sungguh luar biasa kedua ciptaan tuhan ini. Mereka sangat cocok jika dalam keadaan tidur maupun tidak. Malam ini mereka benar-benar terlihat seperti pasangan pada umumnya.Matahari sudah mulai timbul dan memancarkan sinarnya. Secara perlahan cahaya mulai masuk ke dalam kamar pengantin baru itu m

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • My Cold Husband Is A CEO   Part 13

    Elgan mengurungkan niat awalnya yang ingin membuat sarapan. Ia malah jadi terhipnotis melihat Cia yang menari hingga suara musik berhenti. Musik telah berhenti namun Elgan masih berdiri ditempatnya.Cia merasa kepanasan setelah menarikan dua judul lagu sekaligus. Ia memperbaiki kuncir rambutnya yang mengendur sambil membalikan badan dan langsung tersentak saat melihat Elgan yang berdiri tidak jauh darinya. Masih dengan posisi menguncir rambutnya, Cia menyergit bingung menatap Elgan.Ngapain Kulkas Rusak itu disini?, Cia membatin.Cia menurunkan tangannya saat selesai dengan rambutnya."Heh ngapain lo disitu?" Tanya Cia menyadarkan Elgan.Elgan tersadar dari lamunannya. Ia mendengus tak suka mendengar suara Cia yang tak bersahabat.Kenapa sih gue?,Ia kembali memasang tampang seperti semula. Wajah datar nan dingin kembali mendominasinya."Eheem...." Cia berdehem."N

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18

Bab terbaru

  • My Cold Husband Is A CEO   Info Season 2

    Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.

  • My Cold Husband Is A CEO   Epilog

    Dua bulan kemudian. Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 48

    Selesai sarapan pagi, Cia langsung mencuci piring kotor yang sudah Elgan pindahkan dari meja makan ke wastafel yang tidak jauh dari meja kompor. Ada banyak perubahan dari diri Elgan dan Cia sangat mensyukuri itu. Suaminya itu tidak lagi langsung pergi setelah selesai makan, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Elgan akan membantunya melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia kerjakan. Awalnya, Cia terperangah saat melihat Elgan memindahkan piring-piring kotor itu ke wastafel. Hingga akhirnya ia mengulum senyum saat melihat Elgan kembali ke meja makan dan membersihkan meja tersebut dengan serbet.Elgan yang tadi melihat wajah keheranan Cia, langsung menjawab tanpa diminta."Aku mau bantuin istriku beresin ini, bolehkan?" Elgan menatap Cia dengan penuh cinta.Cia yang sedang berdiri di depan wastafel semakin mengembangkan senyumnya.Istriku.Kata yang manis.Walaupun perlakuan Elgan sangat sederhana, hal itu sudah mampu menyentuh

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 47

    Elgan baru saja pergi dari pemakaman Alden bersama Niko dan Nadin. Pemakaman yang dilakukan dengan khidmat itu menyisakan kenangan di ingatan mereka. Mereka masih saja tidak menyangka kalau Alden benar-benar telah pergi, padahal rasanya mereka baru saja bertemu. Pertemuan mereka memang tidak disangka-sangka, sama seperti perpisahan kali ini. Semua makhluk hidup pasti akan bertemu azalnya, semua orang tau itu, tapi tetap saja setiap kepergian selalu menyisakan kesedihan. Mengapa harus demikian? Bukankah kita sudah tau akhir dari kehidupan? Bukankah kita tau kematian akan menghampiri siapapun? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah konteksnya. Kita tidak dapat membantah dan menghindari hal tersebut.Mereka memasuki ruangan serba putih itu, bau obat-obatan langsung menyambut mereka. Di sana, sudah ada Lira dan Bima, sementara Xavier dan Elena masih di pemakaman, mereka sedang menemani Mr. Bill yang sedang berduka. Elgan segera menghampiri Cia, wanita itu sedang tidur, m

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 46

    Elgan dan Amora berjalan cepat di lorong rumah sakit yang sunyi menuju ruang operasi tempat Cia dan Alden berada. Disana, Elgan melihat kedua mertuanya terduduk lemas. Mereka saling merengkuh, menangis terisak. Terlebih Elena, wanita itu tidak dapat menahan isakannya yang semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat sejak mendapat kabar tentang kecelakaan putrinya. Elena meradang, kejadian waktu itu kembali terulang. Ia menggeleng kuat ketika pikiran-pikiran buruk mengenai keselamatan putrinya melintas di pikirannya. Disana, Elgan juga melihat keberadaan Mr. Bill. Pria itu tampak terpukul dengan kejadian ini. Tapi apakah itu asli atau hanya sekedar akting?."Ma, Pa." Panggilnya setelah sampai di dekat mertuanya.Xavier menatap Elgan sebentar lalu melirik Amora yang berdiri di samping pria itu. Sementara Elena tetap menangis di pelukan suaminya."Pa, maafin aku. Aku gak bisa jaga Cia dengan baik." Elgan menatap Xavier dengan perasaan bersalah.Ia telah

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 45

    Cia baru saja keluar dari gedung tempatnya bekerja. Sekarang ia tengah mengendarai mobilnya sambil bersenandung ria. Cia mengetuk-ngetuk stir dengan telunjuknya mengikuti irama musik yang ia dengar. Sebuah lagu keluaran terbaru dari Taylor Swift dengan judul It's Time to Go sering ia dengar akhir-akhir ini. Cia menatap jalanan di depannya. Orang-orang tampak sedang menunggu lampu berubah hijau, termasuk dirinya.Cia termenung beberapa saat, pikirannya melayang memikirkan Elgan, pasti pria itu sedang bertemu dengan Amora saat ini. Ia tidak mengungkit hal tersebut tadi pagi karena menunggu pengakuan dari Elgan, tapi tampaknya pria itu tidak berniat memberitahunya bahwa ia akan bertemu Amora sore ini. Cia juga malas untuk bertanya. Biarkan saja pria itu melakukan apapun yang ia suka. Lampu di depannya sudah berubah, Cia langsung tancap gas menyusuri jalanan disana. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari mobil setelah melepas sealtbelt dan mengambil tasnya di jok sebelah.

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 44

    Langit masih gelap menandakan hari masih malam, tapi Cia sudah terusik dari tidurnya. Ia melenguh pelan disusul dengan matanya yang kian terbuka. Cia mengusap matanya pelan lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Gelap. Ruangan dimana ia dan Elgan tidur hanya diterangi oleh cahaya yang berasal dari lampu yang berada di atas nakas.Cia mengulurkan tangan dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat jam yang tertera di benda pipih itu."Masih jam setengah empat. Berarti gue baru tidur sekitar satu jam setengah, huh!" Ucapnya pelan lalu kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula.Cia menoleh ke samping dan melihat Elgan yang masih terpecam. Pria itu tidur menyamping ke arahnya dengan lengan kekarnya yang berada di atas perutnya. Ia yang tadinya tidur telentang kini merubah posisinya menjadi menghadap Elgan. Senyum manis langsung terukir di bibir tipisnya saat melihat wajah Elgan yang tak berekpresi. Dengan perlahan tangannya terulur

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 43

    Elgan memasuki kamar dimana di dalamnya sudah ada Cia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Elgan memperhatikan tubuh Cia yang kini sudah dibalut gaun tidur. Sexy dan tentunya menggoda. Elgan yang berdiri kaku di ambang pintu baru menyadari betapa indahnya tubuh ciptaan tuhan tersebut. Kemana saja ia selama ini hingga sekarang ia baru menyadari hal tersebut? Akh! Elgan merutuki dirinya yang telah menyia-nyiakan ke-agresifan Cia dulu.Andai saja dulu ia tidak dibutakan oleh cinta masa lalunya, pasti sekarang ia dan Cia sudah bahagia dan selalu menghabiskan malam mereka dengan kegiatan panas yang menguras tenaga. Huh! Elgan jadi panas dingin memikirkannya."Gimana caranya supaya gue bisa dapetin Cia lagi?"Elgan menyandarkan tubuhnya di kosen pintu sambil memperhatikan gerak gerik Cia yang sedang menyisir rambut di depan cermin.Elgan ingin merasakan tubuh itu lagi!"Akkhh!!" Elgan meremas rambutnya frustasi. Mengapa di saat yang

  • My Cold Husband Is A CEO   Part 42

    Mobil sport hitam yang dikemudi oleh Alden tampak melaju membelah kepadatan kota Jakarta. Gedung-gedung pencakar lagi tak luput dari perjalanan mereka. Para pengguna jalan dari bermacam generasi menjadi point penting untuk kepadatan kota itui. Alden bersenandung kecil mengikuti irama musik yang berasal dari radio. Sebuah lagu yang berjudul; Bukan Dia Tapi Aku yang dibawakan oleh Judika ikut ia nyanyikan bersama jarinya yang sesekali mengetuk-ngetuk stir mobil. Tidak berapa lama kemudian, mobil hitam itu tampak melambat dan berbelok memasuki salah satu gedung pencakar langit lalu berhenti di basement.Alden dan Cia turun dari mobil. Cia yang baru pertama kali datang ke perusahaan itu celinga-celinguk menatap keseluruhan interior. Semuanya tampak cantik dan mewah. Mereka memasuki lobby dan tanpa bertanya kepada resepsionis Alden menarik Cia memasuki lift yang Cia yakin lift itu di khususkan hanya untuk pemegang saham terbesar. Keluar dari lift, Alden kembali menggandeng tangan

DMCA.com Protection Status