Aiden dapat melihat bagaimana ekspresi Alex. Terlihat gugup, membuatnya merasa curiga. Langsung saja ia merebut tablet itu dan melihat.
“Dia dekat dengan penerus utama keluarga Oliver, Tuan. Mereka berteman dekat. Menurut informasi yang saya dapat, mereka selalu menghabiskan waktu bersama,” kata Alex pada akhirnya.
Mendengar itu membuat tangan Aiden terkepal emosi. Oliver. Dia benci keluarga itu sepenuhnya, apalagi kepada penerus utama. Sebisa mungkin Aiden akan melakukan apapun agar keluarga itu sengsara. Kesalahan yang telah dibuat di masa lalu membuat Aiden menyimpan dendam yang luar biasa hingga sampai sekarang.
“Dia ... wanita tadi, bukan?” tanya Aiden ketika dia sudah sampai ke sebuah halaman foto, menampilkan seorang perempuan yang tersenyum menunjukkan rentetan gigi putihnya.
“Iya, Tuan,” kata Alex pelan. Setelah kejadian Marvin yang melarang, Aiden terlihat seperti masih menyimpan dendam akan wanita itu.
Aiden mengangguk. “Wanita kurang ajar,” gumam Aiden disaat dia masih bisa membayangkan kejadian tadi.
“Apa Tuan ingin saya melakukan sesuatu?”
“Tidak perlu,” tolak Aiden. Aiden tersenyum penuh misterius. Ketahuilah, dia akan melakukan segala cara agar keluarga Oliver sengsara. Apa yang sudah Aiden dilakukan selama ini tidak bisa dibilang hal kecil. Aiden telah membuat beberapa perusahaan besar membatalkan perjanjian dengan keluarga Olive. Tapi hanya ada satu perusahaan yang selalu saja membantu mereka, dan sialnya perusahaan itu adalah perusahaan Chayton. Orang tuanya selalu membantu mereka.
“Stephanie Michelle Casey,” gumam Aiden ketika membaca nama lengkap perempuan itu.
Tapi untuk kali ini, tidak akan ada yang bisa membantu mereka lagi. Malam ini, Aiden akan merebut barang berharga dari penerus utama Oliver.
“Siapkan tuxedo sekarang juga. Aku tidak mau terlambat,” jelas Aiden sambil mengembalikan tablet tersebut.
***
“Stephanie, kau harus bisa bersikap anggun. Keluarga mereka sangat menjunjung tinggi soal sopan santun,” jelas Diana sesudah mereka duduk di tempat yang telah disediakan. Restoran mewah ini sepi, hanya ada mereka dikarenakan Erland sudah memesan tempat ini beberapa hari lalu.
Para koki dan pramusaji terlihat mondar-mandir. Mereka membawakan makanan demi makanan hingga meja besar yang mereka tempati terisi penuh.
“Sudahlah, Mom. Aku sudah bosan mendengar kalimat itu,” kata Stephanie malas. Sejak di mansion sampai saat ini, kalimat itu saja yang dia dengar baik dari Diana ataupun Erland. “Lagi pula aku sudah belajar mengenai manners sejak kecil.”
Diana mengangguk. Tapi tidak ada salahnya bukan untuk berjaga-jaga? Sejak dulu, Erland sudah mendidik Stephanie dengan sangat baik. Dia tahu kalau Stephanie akan meninggalkan rumah sesudah menikah. Dia bukan lagi milik mereka sepenuhnya. Maka dari itu, Erland sudah mendidik mulai dari cara bicara, makan, berpakaian, juga berdandan. Itu semua dia lakukan agar Stephanie tidak dipermalukan di keluarga barunya.
“Mereka sudah datang,” kata Erland yang dari tadi memperhatikan pintu masuk.
Mendengar itu, mereka langsung berdiri dan berjalan mendekat ke arah mereka. Jabat tangan, pelukan, serta juga ciuman sudah mereka lakukan.
“Kau sangat cantik sekali,” kata seorang wanita yang rambutnya sebatas leher. Dia juga memakai pakaian hitam tertutup. Matanya yang berwarna cokelat berhasil membuat kecantikannya semakin meluap-luap.
Stephanie yang dipuji hanya bisa tersenyum. Dia masih berusaha menahan rasa terkejut. Stephanie tak menyangka kalau yang datang sekarang adalah keluarga Chayton. Keluarga terhormat dan terpandang.
Apalah keluarga Casey jika dilihat dari sudut pandang Chayton? Meskipun Casey juga adalah keluarga terpandang, tetaplah Chayton yang menjadi pemenangnya.
“Kau merawatnya dengan sangat baik, Diana,” kata perempuan itu sembari tersenyum.
“Terima kasih, Rose,” kata Diana. “Lebih baik kita duduk sekarang dan berbicara santai.”
“Ide yang bagus,” sahut Rose yang lalu menggenggam tangan Stephanie. Jelas saja Stephanie merasa terkejut. Belum ada beberapa menit, Rose sudah memperlakukannya sedekat ini.
Ini pasti sudah mereka rencanakan sejak lama.
“Akhirnya apa yang kita harapkan terjadi juga.” Seorang pria yang berada di ujung berbicara. Pria yang walaupun sudah tidak muda tapi masih terlihat kuat. Dulunya, dia mendapat julukan sebagai ‘The king of man’. Siapa sangka, kalau Rose lah yang bisa mendapatkan hati Ransom Chayton. “Kami sudah merencanakan perjodohan ini sejak kalian kecil.”
Tidak perlu terkejut karena Stephanie sudah menduganya. Ini juga adalah kali pertama mereka bertemu. Walaupun keluarganya adalah pebisnis, tapi Stephanie tidak diperkenankan untuk ikut campur. Hanya kakaknya, Sean Casey, yang mengurus semua. Lagi pula, Stephanie tidak mempermasalahkan itu. Dia juga tidak tertarik dalam bidang bisnis.
“Aku masih terpana melihat kecantikan putri dari Tuan Casey,” kekeh Rose yang berada di seberang Stephanie. Sikap lembutnya membawa hawa yang menyejukkan. “Aku tidak menyangka kalau aku bisa mendapatkan seorang menantu yang luar biasa.”
“Begitu juga dengan diriku,” sahut Diana yang ada di samping Rose. “Harusnya kami yang bersyukur mendapatkan menantu laki-laki dari Chayton. Suatu kehormatan yang luar biasa.”
Mendengar itu membuat Stephanie tersadar. Dia belum bertemu dengan pria itu. Stephanie tahu jelas bagaimana penerus utama Chayton. Semua wanita pasti menyimpan foto pria yang dijuluki sebagai ‘The hottest Man’. Membayangkannya membuat Stephanie menjadi gugup kembali.
Sejujurnya, ini bukan kapasitas Stephanie. Dia jarang bisa akrab dengan lawan jenisnya. Hanya bisa dihitung dengan jari berapa pria yang ada di sekelilingnya. Stephanie terbiasa mengagumi lawan jenisnya diam-diam, oleh sebab itu sampai di umurnya yang sekarang ia menyandang gelar jomblo.
“Maafkan aku yang terlambat.”
Suara berat itu masuk ke telinga Stephanie. Jantungnya bergemuruh. Suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Merasa penasaran, akhirnya Stephanie menengadah. Mereka saling bertatapan beberapa saat, hingga akhirnya Stephanie teringat dan langsung memutuskan pandangan.
Bodohnya Stephanie. Bagaimana bisa dia tidak mengingat siapa pria itu disaat balapan tadi? Pantas saja sepulang dari tempat balapan liar itu Nancy masih histeris.
Pertemuan pertama mereka sudah buruk sekali.
“Tidak masalah. Silahkan duduk,” kata Erland yang tersenyum maklum. “Aku rasa kalian sudah bertemu sebelumnya. Apa benar?” tanya Erland sesudah Aiden duduk di sebelah Stephanie.
Harum tubuh maskulin Aiden menyeruak, menembus paru-paru Adeline, membuatnya merasakan sesak dan juga panas. Dia pikir hanya bentuk tubuh dan suara, tapi ternyata parfum yang Aiden pakai mampu membuat gejolak aneh timbul.
“Tidak,” jawab Aiden berbohong. Sejujurnya dia malas untuk menjelaskan jika menjawab iya. Oleh karena itu dia memilih untuk berbohong. “Atau mungkin kami berpapasan secara tidak sengaja.”
Stephanie bisa sedikit lega. Mau ditaruh dimana wajahnya jika Aiden menjawab iya. Lucunya, pertemuan mereka diawali dengan tabrakan aneh.
“Aku rasa kita tidak perlu berlama-lama lagi,” celutuk Ransom. Dia mengamati dua manusia muda itu. “Tadi Aiden sudah menerima data diri tentang Stephanie. Jadi pasti dia sudah mengenal sedikit tentang dirinya.”
Para kaum ibu hanya bisa diam dan menikmati pembicaraan ini. Dengan mereka diam maka itu akan menunjukkan betapa hormatnya mereka kepada para suami.
Wow, cukup mengejutkan untuk Stephanie. Ia bahkan tidak tahu menahu kabar ini. Ditatapnya sang Mommy, meminta penjelasan melalui isyarat. Jelas saja Stephanie sedikit khawatir, karena Diana pasti menaruh informasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Mommy-nya kadang menyebalkan, tapi Stephanie menyayanginya.
“Bagaimana denganmu Erland? Apa kau menerima perjodohan dari keluarga kami?” tanya Ransom. Dia tidak bertanya kepada dua manusia itu. Jadi, siapa yang berjodoh sebenarnya?
“Tentu saja. Aku menerimanya. Bukan begitu, Stephanie?” tanya Erland kepada sang putri.
“Aku ....” Stephanie menjeda kalimatnya. Dia bingung apakah ini benar atau tidak.
“Mungkin dia masih merasa gugup.” Aiden mengambil ahli. Dia menatap lembut Stephanie. Well, hal yang sungguh berbanding terbalik di balapan tadi. “Itu adalah hal yang wajar. Kenapa kalian tidak meminta jawabanku?” tanya Aiden ke para orang tua.
Erland terkekeh kecil, diikuti dengan para ibu. Sedangkan Ransom, dia hanya terdiam sambil mengamati. Dari sini, sudah dapat dilihat kalau dua orang berbeda generasi itu punya masalah khusus.
“Bagaimana denganmu, Mr. Chayton?” tanya Erland.
Aiden mengangguk mantap. Tiba-tiba, dia menggenggam tanga Stephanie. “Aku tidak punya alasan yang kuat untuk menolaknya,” sahut Aiden sambil menatap Stephanie. “Tentu. Aku menerima perjodohan ini dengan senang hati. Dia akan menjadi Mrs. Chayton.”
Stephanie bergeming. Dia menatap lebih dalam ke manik cokelat itu. Otaknya masih kosong. Dia belum bisa menelan lebih jelas akan hal ini. Pertama, pegangan yang ini terasa sangat lembut dari yang tadi sore. Kedua, suara Aiden juga jauh berbeda. Ketiga, tatapannya juga berbanding terbalik. Apakah Aiden punya dua sisi? Apa ini hanya pura-pura? Atau yang di balapan yang sebenarnya pura-pura?
***
Mobil mewah berwarna hitam melewati gerbang yang menjulang tinggi dengan ujung tajam. Beberapa bagian keamanan menunduk hormat ketika mobil itu melintasi mereka, membelah halaman luas dari mansion. Terlihat juga dari dalam mobil sebuah nama yang terlihat indah dengan bantuan lampu taman, CHAYTON’S MANSION.
Ayah, Ibu, dan putra itu berada di dalam mobil bersama dengan sopir. Sejak awal tidak ada suara yang terdengar sama sekali. Suasana sangat hening dan dingin. Rose hanya bisa terdiam. Dia bingung harus bagaimana lagi agar suami dan putranya berbaikan. Sejak kejadian itu, mereka terlihat mengibarkan bendera perang. Bahkan sampai sekarang, tidak ada tanda-tanda kalau hubungan mereka akan baik kembali.
“Aku ingin berbicara kepadamu.” Suara dingin Ransom membuat Aiden berhenti melangkah masuk. Dia enggan berbalik. “Ke ruanganku
sekarang juga!”“Ak—”
“Tidak ada bantahan sama sekali,” potong Ransom yang lalu masuk terlebih dahulu, meninggalkan Rose dan Aiden.
“Mommytidak ingin mendengar keributan sama sekali, atau bahkan mendengar pecahan kaca.” Rose terlihat sedikit khawatir, dibuktikan dari ekspresinya. Jelas saja Rose khawatir, karena sampai sekarang pasti ada saja kerusakan sehabis mereka berdua berbicara.“Aku tidak bisa janji, Mom,” kata Aiden. Sebelum beranjak pergi dia menampilkan senyuman lembut kepada sang Mommy.Suara yang dihasilkan dari pantofel hitam miliknya bergema kuat. Tak ada waktu bagi Aiden untuk menatap sekeliling. Pandangannya fokus ke depan dengan tatapan yang tajam, bahkan membuat benda-benda mati yang digunakan sebagai pajangan terlihat takut.Tak menunggu waktu lama, pintu ruangan itu terbuka otomatis, menandakan kalau Aiden diizinkan untuk masuk ke dalam. Harum aroma buku yang menenangkan memenuhi ruangan ini. Buku-buku milik Ransom tersusun sempurna menyelimuti ruangan kerjanya.“Apa maksudmu?” Pertanyaa
Nancy menjadi tidak enak sendiri. Walaupun demikian, dia masih ingat akan posisinya. Segera saja dia berdiri dari sofa agar sofa itu hanya diduduki oleh Stephanie seorang.“Ini bukan jadwalnya untuk perawatan. Lalu kenapa kalian datang kemari?” tanya Stephanie.Seperti biasa, para pelayan Casey akan berbondong-bondong masuk ke dalam kamarnya untuk melakukan perawatan kepada sang putri dari Erland setiap dua minggu sekali. Perawatan itu dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Stephanie sangat diperlakukan bak seorang ratu di mansion mewah ini.“Kami diperintahkan oleh Nyonya Diana untuk membantu Anda bersiap-siap, Nyonya.”“Bersiap-siap? Untuk apa?” tanya Stephanie. Dia melirik Nancy, meminta jawaban. Tapi hanya gelengan yang dia terima dari sahabatnya. Stephanie pikir Nancy tahu hal ini.“Tuan Aiden Chayton mengajak Anda untuk keluar
“Silahkan duduk, Mr.Chayton,” seru Sean ketika Aiden telah masuk dan berada di ruang tamu mansion milik keluarga Casey.Aiden menurut, dia memilih duduk di single sofa lalu kembali mengarahkan fokus kepada Sean.“Aku tidak menyangka kalau seorang Chayton akan menjadi adik iparku,” seru Sean. Beberapa pelayan yang mengantarkan makanan dan juga minuman tidak membuat Sean memberhentikan kalimatnya. “Well,aku hanya bingung kenapa orang tuaku mau menjodohkan putrinya kepada seorang billionaireyang sangat sombong.”Aiden berdecak pelan. Walaupun kalimat itu sangat menohok tapi Aiden tidak memasukkan ke dalam hati. Memang mereka sudah lama menjadi kolega bisnis. Saling melengkapi lebih tepatnya. Beberapa bulan lagi mereka juga akan bekerja sama menciptakan sesuatu yang menggencarkan dunia. Oleh sebab itu pertemuan kedua pria itu akan sering terlaks
Setelah berdiri beberapa menit, akhirnya seorang pria dengan penampilancasualmengeluarkan senyuman manisnya. Senyuman yang berhasil membuat semuanya terpana, termasuk benda mati sekalipun. Kepalanya menggeleng beberapa kali dengan pandangan mengarah kepada perempuan yang wajahnya sudah ditekuk.“Tersenyumlah sedikit, Stephanie,” kata pria itu. Tak hanya Stephanie, tapi beberapa pelayan wanita juga mengarahkan pandangan ke arah dirinya.“Kakaaaakk ....” Stephanie merengek. Dia sontak berdiri lalu berjalan ke arah Sean. Meninggalkan beberapa pelayan yang masih memegang beberapa helai pakaian. “Bantu aku agar mereka pergi,” bisik Stephanie setelah merangkul lengan besar sang Kakak.“Kalian pergilah. Ada yang ingin aku bicarakan bersama Stephanie,” perintah Sean kepada mereka. Melihat satu per satu pelayan pergi dengan pakaian-pakaian itu membuat Stephanie
Tiga pria dengan pakaian serba hitam berdiri. Di tangan mereka masing-masing terdapat satu set pakaian yang terlihat sangat rapi dan pastinya mahal.“Pakaian mana yang paling kalian rekomendasikan?” tanya Aiden yang sudah duduk di sofa. Kedua tangannya bersandar di kepala sofa dan kaki seksinya menyilang. Dengan sikap seperti ini, aura diktator dari Aiden sangat kontras.Tiga pria itu juga terlihat gugup dikarenakan mata Aiden yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Ingin membuka suara saja terlihat sangat sulit.“Ini adalah pakaian pertama yang mereka keluarkan saat saya datang, Tuan,” jawab Alex yang lalu berjalan ke arah mereka. Kali ini dia mengambil ahli. Alex dapat maklum dengan mereka, pasalnya ini adalah kali pertama mereka berhadapan dengan seorang Chayton.Alex menunjukkan satu set jas dengan warna abu-abu bermotif kotak-kotak. Jahitannya terlihat sangat rapi. Jas
“Selamat malam, Mr. Alean,” sahut Aiden kepada seorang pria berumur yang berhenti tepat di depannya. Sedangkan Stephanie, dia hanya membalas sapaan ini dengan tersenyum.“Aku kira kau tidak akan datang ke pestaku. Ini adalah sebuah kehormatan yang luar biasa.”“Kenapa tidak? Aku akan datang kalau ada waktu luang, seperti sekarang,” sahut Aiden bersahabat.Pria itu menoleh ke samping. Menatap Stephanie dengan sangat sopan. “Ternyata putri Casey yang mendapatkan dirimu. Aku ucapkan selamat untuk kalian berdua.”“Terima kasih, Mr. Alean,” sahut Stephanie sambil tersenyum manis. “Selamat atas terbukanya hotelmu yang baru ini.”“Ini tidak akan terjadi jika calon suamimu tidak membantuku,” kekeh pria itu. “Baiklah. Silahkan nikmati pesta ini. Aku harus menyambut tamu lainnya.”
“Ayo! Katakan padaku bagaimana panasnya pria yang bernama Aiden itu!” Seorang perempuan berambut cokelat highlight terlihat sangat bersemangat. Wajahnya berseri-seri. Ia menatap lawan bicaranya dengan memelas, berharap kalau dia akan menjelaskannya.“Aku tidak mau menjelaskannya, Shirley,” seru Stephanie malas.Shirley Adner, seorang model yang juga merangkap sebagai sahabat Stephanie. Mereka memulai hubungan sejak duduk di bangku perguruan tinggi. Dikarenakan Nancy dan Stephanie yang berbeda universitas, membuat Stephanie sulit bergaul. Tapi untung saja di semester selanjutnya dia menemukan Shirley yang pandai bergaul.Shirley mencebik kesal. “Aku sudah mengundur jadwalku yang padat hanya untuk bertemu denganmu. Mendengar kabar baik ini membuatku langsung terbang. Tapi sayangnya kau tidak menyambutku dengan baik.”Stephanie menghela napasnya panjang. Dia memilih u
Dan sekarang Aiden sudah berada di sebuah restoran. Matanya terus saja tertuju ke tempat duduk yang berada di sudut. Memperhatikan apa yang mereka lakukan. Pembicaraan mereka sangat kompak sekali. Bahkan dalam jarak yang bisa terbilang jauh, Aiden masih dapat mendengar canda tawa dari mereka. Itu berhasil membuat emosi yang ada dalam Aiden kian membara.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Aiden punya kesempatan. Langsung saja dia mengikuti perempuan itu yang berjalan ke arah kamar mandi. Perempuan itu tak lain adalah Stephanie.Sebenarnya Aiden ingin sekali menghampiri pria yang menjadi lawan bicara Stephanie. Memberinya pelajaran dengan beberapa pukulan— tapi akhirnya Aiden memutuskan untuk tidak melakukannya. Bukan dirinya takut, tapi ia lebih malas berurusan dengan pria itu. Ditambah lagi dengan kondisi restoran yang sangat ramai. Aiden tidak mau mengambil risiko dimana dirinya menjadi trending topik dengan judul “Seo
Stephanie menghela napasnya bosan melihat Aiden yang terus saja mondar mandir mengelilingi kamar.“Apa kau tidak akan mengizinkannya tidur?” Stephanie bertanya yang berhasil membuat Aiden berhenti.“Dia sudah tidur, Sweetie,” jawab Aiden dengan suara pelannya. Dia menoleh ke bayi yang ada dalam gendongannya lalu kembali ke Stephanie. “See … dia bahkan tidak bergerak sama sekali.”Stephanie yang awalnya kesal malah terkekeh kecil. “Ya, kau sangat hebat. Tapi sekarang dia membutuhkan mommy-nya. Kemarikan putraku, aku ingin tidur bersamanya sekarang!”Aiden merubah wajahnya menjadi masam. Tidak ada pilihan lain. Dia pun berjalan dengan pelan lalu meleta
“Ma—ma—ma—ma!”Wanita berambut seleher itu terkekeh kecil karena mendengar ocehan bayi yang berada dalam pangkuannya. Karena tak tahan, akhirnya wanita itu memberikan ciuman bertubi-tubi di pipi gembulnya.“Kenapa kau sangat lucu sekali, hm?” tanya wanita tersebut sembari mengangkat bayi perempuan yang terkekeh karena kegiatan tersebut.“Rasanya aku ingin mengurungmu disini,” lanjutnya sesudah memberikan lagi dot yang berisi susu.Bayu tersebut sontak terdiam. Terlihat jelas dirinya yang sedang berusaha menyedot susu itu. Tak lu
2 hari kemudian …Mata Aiden tak pernah luput dari Stephanie. Dia bersandar ke daun pintu dan tangan yang bersedekap.Entah sudah berapa lama Aiden terus memandang Stephanie, yang jelas dia tidak pernah meninggalkan perempuan yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit dengan pandangan kosong itu.Setelah berperang dengan kepalanya— berusaha mengambil keputusan, Aiden kemudian berjalan mendekat. Mendudukkan setengah bokongnya di kasur yang Stephanie tempati. Meskipun demikian, Stephanie tetap tidak menyadari kalau Aiden sudah berada di sampingnya.
Pria dengan setelan jas itu duduk terdiam di ruangan tertutup salah satu restoran Jepang. Ruangan yang semulanya ingin digunakan untuk membahas proyek namun tak kunjung terjadi karena mereka mendapat kabar buruk. Pria itu terus menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Pria itu tidak melakukan apapun setelah mendengar teriakan Stephanie dan kata tolong yang ia katakan sebelum panggilan tadi terputus.“Apa yang harus kita lakukan?!” Bentakan itu keluar dari bibir Joshua yang terus mondar mandir. Dia berhenti dan menjatuhkan pandangannya ke arah Aiden yang masih setia diam. Melihat itu, emosi Joshua mendadak tak terkontrol.“KENAPA KAU DIAM SAJA?!”Alex yang berdiri di depan pintu sudah menduga hal itu akan terjadi. Sebelum Joshua meluka
Satu gelas susu panas sudah berada di tangan Stephanie. Kaki yang dibalut oleh sandal tipis itu melangkah ke luar. Mencari tempat paling nyaman untuk menjatuhkan bokongnya.Pilihannya jatuh di belakang villa yang menyuguhkan pemandangan sawah yang baru ditanam. Warna hijaunya terlihat sangat menyegarkan di mata Stephanie. Ditariknya oksigen banyak-banyak untuk masuk ke dalam paru-parunya. Udara di sini sungguh berbeda dengan udara kota mereka berasal.Jelas saja, ini adalah pulau pribadi Aiden dimana kendaraan sangat jarang lalu lalang. Bukan pulau baru, melainkan pulau yang sama dengan yang Stephanie kunjungi bersama Aiden, entah berapa bulan yang lalu, Stephanie tidak mengingatnya.
Erland dan Diana kompak masuk ke ruangan Stephanie, diikuti dengan Rose. Mereka mengabaikan Ransom yang sedang berhadapan dengan Alex.“Kau harus makan—“Kalimat Aiden berhenti karena mendengar suara pintu yang terbuka. Sontak mereka berdua menoleh bersamaan. Mendapati Erland dan Diana yang diam berdiri. Sedangkan Rose, dia berjalan, mendekap sang putra untuk melampiaskan rasa rindu yang sudah mengendap lama.“Mommy kangen.” Diana bergumam, mengelus punggung Aiden yang masih setia mendekap Rose.“Aku juga,” sahut Aiden. Mengecup puncak kepala Rose sebelum melepaskan pelukan tersebut.“S
“Apa yang kau bilang, Stephanie?” Aiden bertanya dengan nada tidak suka dan sedikit meninggi. Dia bahkan sudah mengganti panggilannya— menandakan kalau dirinya tidak menyukai apa yang Stephanie katakan.“Bagaimana bisa kau ingin menggugurkan darah dagingku?” tanyanya, mendesak Stephanie dengan mengguncang kedua bahu wanita yang sedang memejamkan mata karena rasa sakit dari apa yang Aiden lakukan.Stephanie membuka matanya. Bertemu dengan manik Aiden. “Kau menginginkannya karena harta, bukan? Agar Daddy Ransom memberikan harta kekayaan ini padamu, ‘kan?”Untuk sesaat, Aiden terkejut karena Stephanie mengetahui rahasia tersebut, tetapi Aid
“20 menit lagi kita akan meeting, Pak,” kata seorang pria yang menjabat sebagai sekretaris baru di perusahaan Aiden kepada Aiden yang sedang sibuk berperang dengan berkas-berkas.Aiden hanya mengangguk pelan saja lalu menggerakkan tangannya untuk menyuruh pria itu keluar.Dan tak menunggu waktu lama, seorang pria dengan muka yang babak belur masuk ke ruangan Aiden. Aiden menatapnya dengan tajam seraya berdiri menjumpai dirinya yang masih diam memaku di pintu.“Katakan!” desak Aiden setelah menutup pintu ruangan itu. Dia mendorong Alex sampai ke dinding. Mengambil kerahnya lalu berkata, “Jangan buat kepercayaanku hilang sepenuhnya untukmu! Harusnya kau berterima kasih padaku karena masih membiarkanmu hidup, Pengkhianat! Tapi sep
Aiden menahan dirinya untuk tidak menemui Alex yang sedang berjalan ke arah luar. Dan karena emosi yang ada dalam dirinya tak bisa disalurkan dengan benar, membuatnya mengepalkan kedua tangan.Mengetahui fakta tentang dalang dari kejadian dimasa lalunya tentu membuat Aiden kaget. Ditambah lagi ternyata hal itu sudah dirancang sedemikian rupa.Amanda tak bersalah … dapatkah Aiden menyimpulkan itu sekarang?“Akhhgg,” teriak Aiden sambil melemparkan ceret kaca tersebut. Suara gaduh terdengar disaat ceret itu sudah berbentuk kepingan-kepingan dengan ljnggiran tajam yang dapat membuat darah segar mengalir jika tersentuh.Pria yang sedang emosi itu langsung melenggak pergi. Menga