“Mommy tidak ingin mendengar keributan sama sekali, atau bahkan mendengar pecahan kaca.” Rose terlihat sedikit khawatir, dibuktikan dari ekspresinya. Jelas saja Rose khawatir, karena sampai sekarang pasti ada saja kerusakan sehabis mereka berdua berbicara.
“Aku tidak bisa janji, Mom,” kata Aiden. Sebelum beranjak pergi dia menampilkan senyuman lembut kepada sang Mommy.
Suara yang dihasilkan dari pantofel hitam miliknya bergema kuat. Tak ada waktu bagi Aiden untuk menatap sekeliling. Pandangannya fokus ke depan dengan tatapan yang tajam, bahkan membuat benda-benda mati yang digunakan sebagai pajangan terlihat takut.
Tak menunggu waktu lama, pintu ruangan itu terbuka otomatis, menandakan kalau Aiden diizinkan untuk masuk ke dalam. Harum aroma buku yang menenangkan memenuhi ruangan ini. Buku-buku milik Ransom tersusun sempurna menyelimuti ruangan kerjanya.
“Apa maksudmu?” Pertanyaan Ransom terdengar setelah Aiden duduk di bangku besar dengan aksen kayu berwarna emas.
Aiden mengernyit, merasa bingung akan pertanyaan sang Daddy.
“Kenapa kau menerima perjodohan ini dengan sangat mudah?”
Aiden membuang napasnya panjang. “Bukankah itu yang kau mau?” tanya Aiden balik. Benar memang. Sejak beberapa bulan lalu hanya itu yang Aiden dengar dari Ransom. Hingga puncaknya ketika dia mendapatkan email yang berisi ancaman jika dia tidak menerima, maka namanya akan dicoret dalam ahli waris Chayton.
Tentu saja Aiden tidak bisa membiarkan itu. Karena berkatnya lah Chayton’s Group bisa dikenal oleh banyak orang.
“Apa kau merencanakan hal buruk?” tanya Ransom. Dia berjalan mendekat, diikuti dengan Aiden yang memilih berdiri. Selangkah lagi, maka tubuh mereka akan saling bersentuhan.
Dua pria berbeda generasi itu memiliki kekuatan yang sama besar. Sangat mendominasi. Rahang yang tegas membuat semua orang dapat merasakan bagaimana kekuatan dari mereka.
“Aku tidak bisa menjawabnya sekarang,” kata Aiden enteng.
“Aku akan terus mengawasimu. Pria tua ini akan melindungi menantunya, selamanya!”
Aiden tersenyum miring. Manik cokelat mereka saling menatap dengan dingin. “Kenapa kau sangat menginginkan hal omong kosong ini?”
“Karena Stephanie jauh lebih layak mendapatkan nama belakang Chayton.” Penjelasan dari Ransom berhasil membuat Aiden menggertakkan giginya. “Selama aku hidup, maka aku akan menjamin nama Chayton akan berada di tangan yang tepat. Persetan dengan perasaanmu!”
“Baiklah kalau begitu. Tapi kau juga harus tahu kalau pria muda ini akan menjadi suaminya. Dia harus menuruti apa perkataan Mr. Chayton,” seru Aiden yang lantas tersenyum puas.
Sebelum meninggalkan ruangan ini sepenuhnya, Aiden berucap, “Besok aku akan menemui calon istriku. Itukan yang kau mau? Membuat seolah-olah semuanya berjalan baik, tapi nyatanya tidak. Harusnya dirimu memikirkan perempuan itu. Apa dia akan senang dengan posisi ini, atau bahkan sengsara? Satu hal yang harus kau ingat, aku Aiden Mike Chayton yang penuh dengan kejutan.”
“Lakukan semaumu, Aiden Chayton.” Suara yang sedikit tinggi itu akhirnya membuat Aiden mengurungkan niat untuk pergi dari sana. Dengan sekali gerakan, dia membalikkan tubuhnya. Menatap sang Daddy dengan sangat berani.
“Apa yang akan kau lakukan jika pada akhirnya kau akan menerima Stephanie sepenuhnya?” tanya Ransom dengan senyuman sinis. Tangannya bergerak ke arah saku celana. Sekarang Ransom terlihat lebih mendominasi daripada putranya.
“Aku tidak akan pernah bisa menerima wanita itu sepenuhnya. Seleraku jauh di atasnya.”
“Benarkah?” Raut wajah Ransom seperti sedang mengejeknya. “Apa kau yakin? Kenapa kau tidak membatalkan perjodohan ini saja? Harusnya putri Casey mendapatkan pria yang lebih baik dari dirimu.”
“Kau lah yang merencanakan ini. Aku tidak akan pernah membuat Chayton’s Group jatuh di tanganmu atau orang lain! Hanya aku,” tegas Aiden.
”Kalau begitu kenapa egomu sangat tinggi, heh? Lebih baik kau menerima dirinya dan memperlakukannya dengan baik agar Chayton’s Group tidak jatuh di tangan yang salah. Karena sampai kapanpun aku masih memegang saham lima puluh satu persen di Chayton’s Group. Mengusirmu sama mudahnya seperti membalikkan tanganku.”Harusnya Aiden tahu kalau sampai kapanpun dia tidak akan pernah bisa menang dari Ransom. Aiden mewarisi sifat Ransom. Tapi jika seperti ini sang Daddy lah yang masih menjadi pemenang.
Tidak ada lagi yang bisa Aiden sampaikan. Karena jika dia salah mengatakan sesuatu maka harga dirinya akan semakin hancur.
“Kalau kau mau menguasai semua Chayton’s Group ....” Ransom menghentikan kalimatnya. Suara sepatu itu bergema bersamaan dengan dirinya yang mendekat ke arah jendela, menampilkan langit yang gelap bertabur bintang-bintang indah. “Maka beri aku pewaris selanjutnya untuk menyandang gelar Chayton. Maka dengan itu kau dan anakmu lah yang akan memiliki Chayton’s Group.”
Kalimat yang Ransom keluarkan seperti sambaran petir bagi Aiden. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?
“Kau tidak perlu menjawabnya. Pikirkan dan buktikan,” jelas Ransom yang lalu berlalu, meninggalkan Aiden yang masih setia mematung di ruangan pribadi milik Ransom.
***
“Aku mendapat kabar kalau makan malam kalian berjalan dengan baik,” seru Nancy semangat yang lantas duduk di kasur queen size miliki Stephanie. Matanya terus mengikuti gerakan Stephanie dari meja rias hingga duduk di sofa.
“Sepertinya,” jawab Stephanie malas. Dia mengacak rambutnya gusar. Rambut hitam legam yang lembut itu sekarang menjadi tak karuan. “Aku tidak menyangka kalau pria yang akan menikahiku adalah Aiden Chayton.”
“Apa?!” Teriakan Nancy memenuhi ruangan itu. Seolah mampu membuat benda-benda bergerak sedikit dari tempat semula. “Aiden Chayton? Bukankah d—dia yang kau tabrak kemarin lalu?”
Stephanie mendesah pelan. Dia terus memukul-mukul kepala belakangnya yang mendadak pusing. “Kenapa kau tidak mengatakan siapa pria itu, Nancy? Untung saja dia tidak memberitahukan kejadian memalukan itu.”
Nancy mendekat, mengusap bahu Stephanie. “Aku pikir kau sudah mengetahuinya. Padahal Mr. Chayton selalu menjadi topik pembicaraan para wanita. Lagi pula, bukankah kemarin kau mengatakan tidak mau tahu?”
“Aku bingung harus mengatakan apa nanti saat berhadapan dengan dia di lain waktu.”
“Tenanglah, Stephanie,” tutur Nancy. Dia tersenyum melihat raut wajah Stephanie yang sudah terlihat sangat khawatir. Alis Stephanie yang dibentuk dengan bantuan cukur alis terlihat indah saat bertemu. Walaupun wajahnya sedang seperti ini tapi itu tidak membuat kecantikan yang dimiliki Stephanie memudar. “Kau adalah keluarga Casey. Keluarga terpandang di negara ini. Aku percaya kalau kau akan bisa menghadapinya dengan sangat baik ... Apa kau mau aku menggantikan posisimu, heh?”
Stephanie mendelik tidak suka ketika Nancy sudah tertawa puas. “Kalau saja ini seperti di dongeng, maka semalam aku sudah menyuruhmu untuk memakai penutup wajah agar menggantikanku,” sahut Stephanie.
Bunyi ketukan pintu yang tiba-tiba membuat mereka terdiam. Setelah Stephanie memberikan izin, maka pintu besar itu terbuka dengan lebar. Satu persatu pelayan wanita yang menggunakan pakaian khusus mulai masuk, memenuhi kamar Stephanie. Mereka menunduk hormat.
Nancy menjadi tidak enak sendiri. Walaupun demikian, dia masih ingat akan posisinya. Segera saja dia berdiri dari sofa agar sofa itu hanya diduduki oleh Stephanie seorang.“Ini bukan jadwalnya untuk perawatan. Lalu kenapa kalian datang kemari?” tanya Stephanie.Seperti biasa, para pelayan Casey akan berbondong-bondong masuk ke dalam kamarnya untuk melakukan perawatan kepada sang putri dari Erland setiap dua minggu sekali. Perawatan itu dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Stephanie sangat diperlakukan bak seorang ratu di mansion mewah ini.“Kami diperintahkan oleh Nyonya Diana untuk membantu Anda bersiap-siap, Nyonya.”“Bersiap-siap? Untuk apa?” tanya Stephanie. Dia melirik Nancy, meminta jawaban. Tapi hanya gelengan yang dia terima dari sahabatnya. Stephanie pikir Nancy tahu hal ini.“Tuan Aiden Chayton mengajak Anda untuk keluar
“Silahkan duduk, Mr.Chayton,” seru Sean ketika Aiden telah masuk dan berada di ruang tamu mansion milik keluarga Casey.Aiden menurut, dia memilih duduk di single sofa lalu kembali mengarahkan fokus kepada Sean.“Aku tidak menyangka kalau seorang Chayton akan menjadi adik iparku,” seru Sean. Beberapa pelayan yang mengantarkan makanan dan juga minuman tidak membuat Sean memberhentikan kalimatnya. “Well,aku hanya bingung kenapa orang tuaku mau menjodohkan putrinya kepada seorang billionaireyang sangat sombong.”Aiden berdecak pelan. Walaupun kalimat itu sangat menohok tapi Aiden tidak memasukkan ke dalam hati. Memang mereka sudah lama menjadi kolega bisnis. Saling melengkapi lebih tepatnya. Beberapa bulan lagi mereka juga akan bekerja sama menciptakan sesuatu yang menggencarkan dunia. Oleh sebab itu pertemuan kedua pria itu akan sering terlaks
Setelah berdiri beberapa menit, akhirnya seorang pria dengan penampilancasualmengeluarkan senyuman manisnya. Senyuman yang berhasil membuat semuanya terpana, termasuk benda mati sekalipun. Kepalanya menggeleng beberapa kali dengan pandangan mengarah kepada perempuan yang wajahnya sudah ditekuk.“Tersenyumlah sedikit, Stephanie,” kata pria itu. Tak hanya Stephanie, tapi beberapa pelayan wanita juga mengarahkan pandangan ke arah dirinya.“Kakaaaakk ....” Stephanie merengek. Dia sontak berdiri lalu berjalan ke arah Sean. Meninggalkan beberapa pelayan yang masih memegang beberapa helai pakaian. “Bantu aku agar mereka pergi,” bisik Stephanie setelah merangkul lengan besar sang Kakak.“Kalian pergilah. Ada yang ingin aku bicarakan bersama Stephanie,” perintah Sean kepada mereka. Melihat satu per satu pelayan pergi dengan pakaian-pakaian itu membuat Stephanie
Tiga pria dengan pakaian serba hitam berdiri. Di tangan mereka masing-masing terdapat satu set pakaian yang terlihat sangat rapi dan pastinya mahal.“Pakaian mana yang paling kalian rekomendasikan?” tanya Aiden yang sudah duduk di sofa. Kedua tangannya bersandar di kepala sofa dan kaki seksinya menyilang. Dengan sikap seperti ini, aura diktator dari Aiden sangat kontras.Tiga pria itu juga terlihat gugup dikarenakan mata Aiden yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Ingin membuka suara saja terlihat sangat sulit.“Ini adalah pakaian pertama yang mereka keluarkan saat saya datang, Tuan,” jawab Alex yang lalu berjalan ke arah mereka. Kali ini dia mengambil ahli. Alex dapat maklum dengan mereka, pasalnya ini adalah kali pertama mereka berhadapan dengan seorang Chayton.Alex menunjukkan satu set jas dengan warna abu-abu bermotif kotak-kotak. Jahitannya terlihat sangat rapi. Jas
“Selamat malam, Mr. Alean,” sahut Aiden kepada seorang pria berumur yang berhenti tepat di depannya. Sedangkan Stephanie, dia hanya membalas sapaan ini dengan tersenyum.“Aku kira kau tidak akan datang ke pestaku. Ini adalah sebuah kehormatan yang luar biasa.”“Kenapa tidak? Aku akan datang kalau ada waktu luang, seperti sekarang,” sahut Aiden bersahabat.Pria itu menoleh ke samping. Menatap Stephanie dengan sangat sopan. “Ternyata putri Casey yang mendapatkan dirimu. Aku ucapkan selamat untuk kalian berdua.”“Terima kasih, Mr. Alean,” sahut Stephanie sambil tersenyum manis. “Selamat atas terbukanya hotelmu yang baru ini.”“Ini tidak akan terjadi jika calon suamimu tidak membantuku,” kekeh pria itu. “Baiklah. Silahkan nikmati pesta ini. Aku harus menyambut tamu lainnya.”
“Ayo! Katakan padaku bagaimana panasnya pria yang bernama Aiden itu!” Seorang perempuan berambut cokelat highlight terlihat sangat bersemangat. Wajahnya berseri-seri. Ia menatap lawan bicaranya dengan memelas, berharap kalau dia akan menjelaskannya.“Aku tidak mau menjelaskannya, Shirley,” seru Stephanie malas.Shirley Adner, seorang model yang juga merangkap sebagai sahabat Stephanie. Mereka memulai hubungan sejak duduk di bangku perguruan tinggi. Dikarenakan Nancy dan Stephanie yang berbeda universitas, membuat Stephanie sulit bergaul. Tapi untung saja di semester selanjutnya dia menemukan Shirley yang pandai bergaul.Shirley mencebik kesal. “Aku sudah mengundur jadwalku yang padat hanya untuk bertemu denganmu. Mendengar kabar baik ini membuatku langsung terbang. Tapi sayangnya kau tidak menyambutku dengan baik.”Stephanie menghela napasnya panjang. Dia memilih u
Dan sekarang Aiden sudah berada di sebuah restoran. Matanya terus saja tertuju ke tempat duduk yang berada di sudut. Memperhatikan apa yang mereka lakukan. Pembicaraan mereka sangat kompak sekali. Bahkan dalam jarak yang bisa terbilang jauh, Aiden masih dapat mendengar canda tawa dari mereka. Itu berhasil membuat emosi yang ada dalam Aiden kian membara.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Aiden punya kesempatan. Langsung saja dia mengikuti perempuan itu yang berjalan ke arah kamar mandi. Perempuan itu tak lain adalah Stephanie.Sebenarnya Aiden ingin sekali menghampiri pria yang menjadi lawan bicara Stephanie. Memberinya pelajaran dengan beberapa pukulan— tapi akhirnya Aiden memutuskan untuk tidak melakukannya. Bukan dirinya takut, tapi ia lebih malas berurusan dengan pria itu. Ditambah lagi dengan kondisi restoran yang sangat ramai. Aiden tidak mau mengambil risiko dimana dirinya menjadi trending topik dengan judul “Seo
“Ck. Ternyata kau sangat bawel.” Sindiran yang Aiden berikan berhasil membuat Stephanie semakin bertambah kesal.Baiklah, dia tidak akan lagi bersuara untuk seterusnya. Langsung saja Stephanie mencari tempat ternyaman. Memundurkan kursi, lalu menutup matanya— tidur dengan pulas.Setelah Aiden memarkirkan mobil sportnya di tempat yang memang khusus dipersembahkan untuk dirinya, akhirnya dia memberikan seluruh fokusnya kepada perempuan yang sedang tertidur pulas dengan wajah yang menghadap ke arahnya.Biasanya bentuk wajah terjelek adalah saat dimana kita tertidur, tapi berbeda dengan Stephanie. Dia malah terlihat sangat cantik, sama seperti ketika dia bangun. Bibir yang sedikit tebal itu terlihat tertutup sempurna, bulu matanya yang panjang menambah nilai. Kali ini Aiden membenarkan satu hal, kalau keturunan Chayton memang tidak pernah gagal dalam memproduksi seorang perempuan.
Stephanie menghela napasnya bosan melihat Aiden yang terus saja mondar mandir mengelilingi kamar.“Apa kau tidak akan mengizinkannya tidur?” Stephanie bertanya yang berhasil membuat Aiden berhenti.“Dia sudah tidur, Sweetie,” jawab Aiden dengan suara pelannya. Dia menoleh ke bayi yang ada dalam gendongannya lalu kembali ke Stephanie. “See … dia bahkan tidak bergerak sama sekali.”Stephanie yang awalnya kesal malah terkekeh kecil. “Ya, kau sangat hebat. Tapi sekarang dia membutuhkan mommy-nya. Kemarikan putraku, aku ingin tidur bersamanya sekarang!”Aiden merubah wajahnya menjadi masam. Tidak ada pilihan lain. Dia pun berjalan dengan pelan lalu meleta
“Ma—ma—ma—ma!”Wanita berambut seleher itu terkekeh kecil karena mendengar ocehan bayi yang berada dalam pangkuannya. Karena tak tahan, akhirnya wanita itu memberikan ciuman bertubi-tubi di pipi gembulnya.“Kenapa kau sangat lucu sekali, hm?” tanya wanita tersebut sembari mengangkat bayi perempuan yang terkekeh karena kegiatan tersebut.“Rasanya aku ingin mengurungmu disini,” lanjutnya sesudah memberikan lagi dot yang berisi susu.Bayu tersebut sontak terdiam. Terlihat jelas dirinya yang sedang berusaha menyedot susu itu. Tak lu
2 hari kemudian …Mata Aiden tak pernah luput dari Stephanie. Dia bersandar ke daun pintu dan tangan yang bersedekap.Entah sudah berapa lama Aiden terus memandang Stephanie, yang jelas dia tidak pernah meninggalkan perempuan yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit dengan pandangan kosong itu.Setelah berperang dengan kepalanya— berusaha mengambil keputusan, Aiden kemudian berjalan mendekat. Mendudukkan setengah bokongnya di kasur yang Stephanie tempati. Meskipun demikian, Stephanie tetap tidak menyadari kalau Aiden sudah berada di sampingnya.
Pria dengan setelan jas itu duduk terdiam di ruangan tertutup salah satu restoran Jepang. Ruangan yang semulanya ingin digunakan untuk membahas proyek namun tak kunjung terjadi karena mereka mendapat kabar buruk. Pria itu terus menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Pria itu tidak melakukan apapun setelah mendengar teriakan Stephanie dan kata tolong yang ia katakan sebelum panggilan tadi terputus.“Apa yang harus kita lakukan?!” Bentakan itu keluar dari bibir Joshua yang terus mondar mandir. Dia berhenti dan menjatuhkan pandangannya ke arah Aiden yang masih setia diam. Melihat itu, emosi Joshua mendadak tak terkontrol.“KENAPA KAU DIAM SAJA?!”Alex yang berdiri di depan pintu sudah menduga hal itu akan terjadi. Sebelum Joshua meluka
Satu gelas susu panas sudah berada di tangan Stephanie. Kaki yang dibalut oleh sandal tipis itu melangkah ke luar. Mencari tempat paling nyaman untuk menjatuhkan bokongnya.Pilihannya jatuh di belakang villa yang menyuguhkan pemandangan sawah yang baru ditanam. Warna hijaunya terlihat sangat menyegarkan di mata Stephanie. Ditariknya oksigen banyak-banyak untuk masuk ke dalam paru-parunya. Udara di sini sungguh berbeda dengan udara kota mereka berasal.Jelas saja, ini adalah pulau pribadi Aiden dimana kendaraan sangat jarang lalu lalang. Bukan pulau baru, melainkan pulau yang sama dengan yang Stephanie kunjungi bersama Aiden, entah berapa bulan yang lalu, Stephanie tidak mengingatnya.
Erland dan Diana kompak masuk ke ruangan Stephanie, diikuti dengan Rose. Mereka mengabaikan Ransom yang sedang berhadapan dengan Alex.“Kau harus makan—“Kalimat Aiden berhenti karena mendengar suara pintu yang terbuka. Sontak mereka berdua menoleh bersamaan. Mendapati Erland dan Diana yang diam berdiri. Sedangkan Rose, dia berjalan, mendekap sang putra untuk melampiaskan rasa rindu yang sudah mengendap lama.“Mommy kangen.” Diana bergumam, mengelus punggung Aiden yang masih setia mendekap Rose.“Aku juga,” sahut Aiden. Mengecup puncak kepala Rose sebelum melepaskan pelukan tersebut.“S
“Apa yang kau bilang, Stephanie?” Aiden bertanya dengan nada tidak suka dan sedikit meninggi. Dia bahkan sudah mengganti panggilannya— menandakan kalau dirinya tidak menyukai apa yang Stephanie katakan.“Bagaimana bisa kau ingin menggugurkan darah dagingku?” tanyanya, mendesak Stephanie dengan mengguncang kedua bahu wanita yang sedang memejamkan mata karena rasa sakit dari apa yang Aiden lakukan.Stephanie membuka matanya. Bertemu dengan manik Aiden. “Kau menginginkannya karena harta, bukan? Agar Daddy Ransom memberikan harta kekayaan ini padamu, ‘kan?”Untuk sesaat, Aiden terkejut karena Stephanie mengetahui rahasia tersebut, tetapi Aid
“20 menit lagi kita akan meeting, Pak,” kata seorang pria yang menjabat sebagai sekretaris baru di perusahaan Aiden kepada Aiden yang sedang sibuk berperang dengan berkas-berkas.Aiden hanya mengangguk pelan saja lalu menggerakkan tangannya untuk menyuruh pria itu keluar.Dan tak menunggu waktu lama, seorang pria dengan muka yang babak belur masuk ke ruangan Aiden. Aiden menatapnya dengan tajam seraya berdiri menjumpai dirinya yang masih diam memaku di pintu.“Katakan!” desak Aiden setelah menutup pintu ruangan itu. Dia mendorong Alex sampai ke dinding. Mengambil kerahnya lalu berkata, “Jangan buat kepercayaanku hilang sepenuhnya untukmu! Harusnya kau berterima kasih padaku karena masih membiarkanmu hidup, Pengkhianat! Tapi sep
Aiden menahan dirinya untuk tidak menemui Alex yang sedang berjalan ke arah luar. Dan karena emosi yang ada dalam dirinya tak bisa disalurkan dengan benar, membuatnya mengepalkan kedua tangan.Mengetahui fakta tentang dalang dari kejadian dimasa lalunya tentu membuat Aiden kaget. Ditambah lagi ternyata hal itu sudah dirancang sedemikian rupa.Amanda tak bersalah … dapatkah Aiden menyimpulkan itu sekarang?“Akhhgg,” teriak Aiden sambil melemparkan ceret kaca tersebut. Suara gaduh terdengar disaat ceret itu sudah berbentuk kepingan-kepingan dengan ljnggiran tajam yang dapat membuat darah segar mengalir jika tersentuh.Pria yang sedang emosi itu langsung melenggak pergi. Menga