Beranda / Romansa / Mutiara Lembah Hitam / Bab 6. Drama Memuakkan

Share

Bab 6. Drama Memuakkan

Penulis: Raf
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Susan tak keluar kamar hingga pagi. Bas berkali-kali mengetuk pintu ingin masuk, tapi Susan tidak peduli. Ia tak ingin melihat wajah laki-laki monster yang telah membuatnya jatuh miskin. Ia benci dan ingin pergi.

 

Tak mampu menahan sedih, ia menenggak dua butir pil tidur dan terlelap hingga pagi.

 

Susan tersentak kaget ketika Bik Min menggedor pintu kamar.

 

“Bu, ada Neng Nesa. Katanya mau ketemu Ibu.” Bik Min memanggil berkali-kali.

 

Antara percaya dan tidak, ia mengucek mata dan menegakkan kuping meyakinkan pendengarannya.

 

“Sebentar Bik. Suruh tunggu.” Akhirnya ia yakin memang suara Bik Min yang memanggil dari luar kamar.

 

Selama menikah dengan Bas dan tinggal di rumah ini, baru kali ini Nesa mengunjunginya. Dan gadis itu datang di saat yang tidak tepat. Ia masih pengar akibat minum obat tidur, matanya setengah mengantuk, namun ia paksakan bangun dan bersiap keluar.

 

Dengan langkah diseret Susan menuju ruang tamu tempat Nesa menunggu.

 

Nesa terbelalak. Wajah Susan pucat, rambut berantakan dan mata sembab.

Ia tak pernah melihat Susan seperti ini. Biasa perempuan itu selalu tampil modis dan trendi. Nesa bahkan terkadang merasa minder saat berada di sampingnya. Kecantikan dan keanggunannya masih terpancar kuat meski usia sudah tak lagi muda.

 

Dengan kasar Susan menghempaskan tubuh di kursi.

 

“Ada apa Nes? Tumben kamu mengunjungi ibu.” Ia bicara dengan suara parau.

 

“Ibu kenapa? Kok berantakan amat.” Nesa tak tahan mengomentari penampilan sang ibu.

 

“Tidak ada apa-apa.” Susan membalas lemah. “Kamu ada apa kemari? Ibu kira kamu tidak tahu alamat rumah ini.”

 

“Tapi ibu terlihat tidak baik-baik saja.” Nesa prihatin melihat penampilan Susan yang tidak karuan.

 

Niat ingin bertanya mengenai ayah Raga, seketika tergantikan rasa penasaran melihat kondisi Susan saat di rumah.

 

“Ibu baik-baik saja. Hanya sedang kurang sehat.”

 

“Aku mau bicara dengan ibu, tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat.”

 

“Ada apa? Kamu ingin bicara di kamar Ibu?” Susan menatap anak gadisnya yang tampak resah.

 

Belum sempat Nesa memberi jawaban, Bas muncul di ruang tamu.

 

“Wah rupanya ada tamu kehormatan.”

 

Ia menatap Nesa dan duduk di sebelah Susan. Susan menghindar dan pindah duduk di dekat Nesa. Bas tampak marah. Ia memandang Susan dan Nesa bergantian. Dari atas ke bawah.

Nesa merasa pandangan itu seperti melecehkan.

 

“Kamu cantik. Sama seperti ibumu. Pantas Raga tergila-gila ingin menikahi kamu.”

Ucapan Bas membuat Nesa tersentak kaget. Ia tak menyangka Bas bicara begitu di depan ibunya.

 

“Kalau dia tahu kamu anak mantan pelacur, apa dia masih mau nikah dengan kamu? Ternyata Ibu dan anak sama saja. Buah memang tak jatuh dari pohonnya,” Bas berkata dengan suara serak dan tatapan penuh penghinaan.

 

Nesa dan Susan tampak sama-sama terhenyak mendengar ucapan kasar Bas.

 

“Hei, laki-laki sial. Cukup kamu menghina aku saja. Jangan bawa-bawa anakku.” Tiba-tiba Susan bangkit dan menyerang Bas penuh kemarahan.

 

Nesa terpana menyaksikan adegan itu. Ia tak menyangka ibunya menikah dengan monster keji dan tidak tahu sopan santun. Ia lebih kaget saat melihat keganasan Susan menyerang Bas yang berusaha menghindari pukulan-pukulan di tubuhnya. Perempuan setengah baya itu tampak kalap dan berteriak-teriak marah.

 

“Dasar jahanam. Kamu yang memohon aku menikahi kamu. Kamu rampok uang penjualan apartemenku. Kini kamu seenaknya menghina aku dan anakku.”

 

Entah setan apa yang sedang merasukinya, Susan menubrukkan tubuh ke tubuh Bas dan menarik-narik rambut pria itu dengan liar.

 

Bas berusaha membalas serangan Susan, namun ia tidak bisa bergerak. Nesa berusaha menarik tubuh ibunya. Ia berteriak-teriak memisahkan Susan dari Baskoro yang kewalahan mendapat serangan dadakan Susan.

 

"Sudah. Hentikan. Kalian berdua. HENTIKAN!”

 

Susan terkejut mendengar teriakan Nesa. Seketikaia menghentikan serangannya. Ia tersengal-sengal. Wajahnya merah padam karena marah yang teramat sangat.

 

Bas mengayunkan tangan ingin memukul Susan, namun dengan sigap ditangkap oleh Nesa.

 

“Jangan sekali-kali kamu memukul ibu. Aku pengacara. Aku akan jebloskan kamu ke penjara begitu kamu sentuh dia.” Suara Nesa dingin dan pelan, namun membuat Bas tertegun dan menghentikan niatnya.

 

Nesa menatap Bas tajam. “Ternyata begini cara kamu memperlakukan istri. Aku mau bawa Ibuku pergi dari sini! Kamu tidak pantas jadi suami.”

 

Bas menatap Nesa garang. “Dia istriku. Dia tidak akan keluar rumah ini tanpa seijinku.”

 

“Aku mau pergi dari sini. Aku tidak tahan tinggal dengan kamu.” Susan menangis. Ia malu pada Nesa. Ia terhina diperlakukan kejam oleh Bas di hadapan Nesa.

 

“Ayo Bu. Ibu boleh tinggal di tempatku.” Ia merangkul Susan untuk keluar. “Tak perlu bawa barang-barangmu. Tinggalkan rumah sialan ini.”

 

Bas berdiri dan menarik tangan Susan.

 

“Aku bilang dia tidak akan keluar rumah ini tanpa seiijinku.”

 

“Aku mau pergi!” teriak Susan.

 

“Tidak. Kamu tidak boleh meninggalkan rumah ini!”

 

Terjadi tarik menarik antara Nesa dan Bas. Masing-masing memegang tangan Susan. Susan berteriak kesakitan. Tiba-tiba ia terjatuh, tubuhnya roboh. Ia menjerit.

 

Nesa dan Bas terkejut. Susan terduduk dan meringis. Air matanya bercucuran.

 

Sementara itu, anak Bas, Lee tengah berkacak pinggang menyaksikan adegan yang membuat ia tertawa getir. Tak menyangka pagi-pagi justru disuguhi drama sangat memuakkan.

 

Ketiga orang yang ada di hadapannya benr-benar membuat paginya menjadi rusak. Wajahnya menyala. Dengan murka, ia bertepuk tangan hingga mengagetkan ketiga orang yang tengah berseteru itu.

 

Plok..plok…plok….

 

“Luar biasa. Aku pikir adegan begini cuma ada di drama picisan. Ternyata benar-benar nyata dengan pelaku orang-orang menyebalkan yang ada di sekelilingku.”

 

Suaranya dingin. Tatapannya menghujam ke arah Nesa dan Susan. Lalu beralih ke ayahnya yang terpaku melihat Susan.

 

***

Bab terkait

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 7. Cinta Dalam Derita

    “Kalian manusia-manusia tak tahu malu. Bikin rusak hariku saja.” Ia memandang mereka dengan muak. "Jika ingin bikin keributan jangan di sini. Kalian ini tidak ada bedanya dengan preman pasar. Berteriak dan berkata kasar membuat perutku mual." Kini Lee melotot ke arah Nesa. Tampaknya ia benar-benar tak menyangka bakal menerima kejutan menakjubkan. "Kamu cantik juga!" katanya dengan wajah sinis. "Apa kerjaan kamu juga seperti dia? Menghibur laki-laki? Sepertinya kamu cukup menyenangkan untuk diajak bersenang-senang!" Dengan tatapan meremehkan, Lee menguliti Nesa dengan tatapannya. Nesa menatap Lee dengan mata terbelalak.

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 8. Mantan Terindah

    Sejak pertemuan keluarga, Pram uring-uringan. Ia tak menyangka Ibu Nesa adalah perempuan yang sekian puluh tahun silam pernah menjadi kekasihnya. Ia belum pernah mencintai seseorang hingga bertemu Susan. Perempuan itu memiliki kecantikan sempurna, dan seorang primadona di Mike House, rumah hiburan berbayar mahal untuk kalangan terbatas. Ia begitu kaget saat bertemu Susan di private room restoran tempat pertemuan digelar. Tak pernah terbayangkan perempuan itu muncul kembali di hadapannya, apalagi sebagai calon besannya. “Sial. Bagaimana mungkin Susan adalah ibu Nesa?” Ia bergumam sambil menenggak minuman keras yang sudah

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 9. Primadona Dari Masa Lalu

    Cinta boleh jadi sumber masalah, tapi jika kebijaksanaan menjadi landasannya, maka cintalah yang akan mendewasakan kita. Namun nyatanya cinta kerap membuat manusia dewasa bertingkah sebaliknya. Cinta menjadikan nalar tumpul dan kebijaksanaan raib entah kemana. Pram kian murka karena Raga berani membantahnya. “Kamu tidak berguna. Semua usaha ini aku rintis dengan pengorbanan. Kini kamu mau belagak hebat di depanku, hah? Memangnya kamu bisa apa?” Matanya memerah menatap Raga. Entah mengapa, Raga merasa tatapan sang ayah seperti menyiratkan kebencian. Namun ia berusaha mengabaikan dan tidak mau terpengaruh oleh kata-kata Pram yang tengah mabuk berat.

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 10. Kei

    Raga kembali ke ruangan kerja di lantai delapan. Lantai khusus Board of Directors. Ruangannya bersebelahan dengan Pram, Sang CEO. Bersama mereka ada Farid dan Arham jajaran direksi lainnya. “Bos besar lagi di mana, Mas?” Farid menyambut kehadirannya yang tengah berjalan tergesa-gesa. “Ada di atas. Lagi bertapa,” sahut Raga acuh. “Jangan diganggu dulu.” Farid tersenyum. Namun Raga sedang kehilangan keramahan. Ia tak bisa berpikir jernih. Terlalu banyak beban pikiran setelah bertemu

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 11. Sang Pelepas Dahaga

    Kei membersihkan diri di toilet, dan mematut wajah cantiknya di kaca. Sebuah senyum puas tersungging di sudut bibirnya. Ia sangat bahagia bisa bersama Raga lagi. Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi Raga dan ingin bertemu dengannya, tapi ia selalu punya alasan untuk menolak. Setelah enam bulan ia menahan diri, kini laki-laki itu menginginkannya kembali. Kei yakin Raga tengah memiliki masalah. Namun, itu tak mengganggu kebahagiaan dan hasratnya untu

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 12. Cinta Manipulatif

    Raga tertegun menatap layar ponsel. Panggilan Nesa tak juga berhenti. Kei berada di belakangnya, memeluk erat pinggangnya. Ia sangat ingin menerima panggilan Nesa, namun khawatir Kei melakukan tindakan nekat. Gadis itu posesif dan pencemburu, yang membuat Raga akhirnya memilih untuk meninggalkannya. “Angkat aja, sayang. Aku gak apa-apa kok.” “Gak usah nanti aja.” “Dari siapa sih. Kenapa gak diangkat. Pacar kamu ya, sayang?”

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 13. Surprise

    Begitu Kei keluar, Raga menghela nafas panjang. Godaan Kei dan cinta pada Nesa membuat ia serasa tengah berada di atas perahu yang diombang-ambing badai. Setiap mengingat Nesa, hatinya sakit. Ia mencintai gadis itu, namun rintangan yang mereka hadapi jelas bukan persoalan sepele yang bisa diabaikan begitu saja. Terlihat beberapa missed calls yang dilakukan Nesa, bergegas ia menghubungi kembali. Setelah beberapa kali mencoba, terdengar Nesa menjawab dengan suara parau. “Ya, Mas… kamu dimana?”

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 14. Gadis Arogan

    Mendengar nama Raga, Nesa langsung tersentak. “Raga? Kamu apanya Raga?” Ia menatap Kei dengan pandangan penuh selidik. “Memangnya ada apa dengan Raga?”

Bab terbaru

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 65. Kau Begitu Dekat (Tamat)

    Enam bulan telah berlalu. Namun tak juga ada tanda-tanda Raga akan kembali. Vita berubah menjadi pemurung dan sering duduk diam sendiri di samping jendela di ruang tamunya. Tatapannya kosong menatap gerbang rumah megah yang kini terasa sunyi. Setiap ada yang masuk, matanya berbinar berharap Raga yang datang. Namun tak jua anak kesayangannya yang muncul di depan mata.“Mohon jaga anakku Tuhan.” Kalimat itu tak henti-henti ia ucapkan. Air mata Vita sudah mengering. Namun keyakinan bahwa Raga masih hidup membuat ia tetap memiliki energi untuk bertahan.“Anakku pasti pulang,” lirihnya setiap ingat Raga.Pram pun kini jauh lebih lembut pada Vita. Permintaan Nesa agar Pram mencintai Vita sebagaimana Raga mencintai ibunya, membuat Pram tersentuh. Apalagi melihat betapa sayang Nesa pada istrinya itu.“Papa akan menjaga Mama Vita, Nak,” kata Pram dengan suara bergetar kala suatu hari Vita kembali jatuh sakit dan pingsan.

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 64. Hati Seindah Mutiara

    Waktu terus bergulir. Tak terasa sudah sebulan berlalu. Raga tak juga ditemukan. Nesa dan Vita kini sering bertemu dan saling menguatkan. Vita sangat meyayangi Nesa, calon menantu, gadis kecintaan buah hatinya. Vita mencintai Nesa untuk mengenang cinta Raga pada Nesa.“Mama harap kamu tetap mau bertemu Mama, Sayang,” lirih Vita pada Nesa yang tengah menemani Vita. Sejak Raga menghilang, kesehatan Vita merosot tajam. Saat ini ia bahkan tengah dalam perawatan di sebuah rumah sakit. Nesa mendampingi dengan penuh kasih sayang. Terkadang, bertiga dengan Pram.“Tentu saja, Ma,” sahut Nesa sambil menggenggam tangan Vita. “Aku tidak pernah mencintai orang lain. Mas Raga satu-satunya buatku. Sampai kapan pun aku akan menunggu dia.” Air mata tak terasa merebak di sudut mata Nesa. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia kucurkan sejak Raga menghilang. Upaya Pram mengerahkan orang untuk mencari Raga tak membawa hasil, hingga membuat Vita dan

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 63. Fakta Akhirnya Terungkap

    Raga terbaring tak berdaya. Tubuhnya terasa lumpuh. Entah apa yang dilakukan Kei padanya. Ia merasa tenaganya tak tersisa. Bahkan untuk menggerakkan kaki dan tangan saja ia tak lagi punya daya.“Kei,” lirihnya teringat saat terakhir sebelum berada di ruangan asing itu. “Apa yang kamu lakukan padaku?”Tapi semua sudah terlambat. Raga masuk perangkap. Kei bukanlah gadis seperti yang dibayangkannya. Kei seorang Alpha, terlebih lagi ia juga mengidap skizofrenia.Mata Raga nanar menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Ia tak tahu sedang berada di mana.“Ini bukan penthouse dia,” gumumnya gusar. “Apa yang dia mau dariku?” lirihnya mencoba menggerakkan badan.Raga merasa tubuhnya seperti lumpuh. “Ya Tuhan, Kei, apa yang kamu lakukan?” gumamnya panik. Tak pernah ia merasa begini tak berdaya. “Sial! Kei!” teriaknya dengan suara keras. Tapi yang keluar dari mulutnya hanya lenguhan berat

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 62. Sujud Perdana

    Nesa tak bisa tidur. Kabar dari Raga tak kunjung tiba. Matanya sembab. Meski tak pasti tapi Nesa merasa Raga sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya benar-benar merasa lelah. Tiba-tiba ia ingin melaksanakan salat. Sudah teramat lama ia mengabaikan kewajiban lima waktunya. Kini Nesa merasa sangat membutuhkan pegangan. Setelah sekian lama, akhirnya ia terpekur di sepertiga malam di atas sajadah milik nenek yang sejak kecil selalu dibawa. Tumpahan air mata membanjiri wajahnya. Berbagai kenangan terpampang di hadapannya. Kepedihan demi kepedihan yang menyelimuti semua anggota keluarganya membuat Nesa terisak hingga subuh menjelang. “Ampuni hamba ya Allah,” gumamnya disela isak yang tak tertahankan. Setelah itu, baru ia merasakan dadanya lapang. Doa-doa tak lepas ia panjatkan untuk keselamatan Raga dan ora

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 61. Raga Hilang?

    Hingga malam, Nesa belum juga dapat kabar dari Raga. Berkali-kali ia hubungi ponsel kekasihnya itu tetapi tetap tidak bisa tersambung. Perasaannya mulai was-was. Raga bukan tipikal laki-laki yang suka menghilang tanpa kabar berita.“Kamu di mana, Mas…?” Pertanyaan itu entah sudah berapa puluh kali ia ucapkan sejak siang. Biasanya Raga balik menelponnya setelah selesai meeting. Tapi kali ini Nesa merasa ada yang janggal. “Tidak biasanya kamu mengacuhkan aku, apalagi saat ada berita penting yang harus kita hadapi bersama.” Nesa berjalan mondar mandir di apartemennya.“Apa apa, Nes? Ibu perhatikan sejak tadi kamu terlihat gelisah,” tanya Susan yang baru keluar dari kamar dengan tatapan curiga.“Harusnya tadi siang aku ambil hasil tes DNA. Tapi aku tunggu Mas Raga malah gak ada kabar sampai sekarang,” jawab Nesa was-was.“Oh. Mungkin ada urusan penting yang tidak bisa disela.” Susan berusaha m

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 60. Wajah Asli Kei

    “Hasil tes DNA sudah keluar, Mas.” Nesa memberitahu Raga melalui sambungan telepon. “Aku mau mengambilnya bareng kamu.”Raga terdengar terdiam cukup lama.“Mas Raga…Kamu masih di sana?”“Oh. Iya.. aku masih di sini. Oke, nanti aku hubungi ya, Sayang. Aku lagi meeting.” Raga langsung memutuskan sambungan. Suaranya terdengar tergesa-gesa.Nesa mengerutkan alisnya.“Lagi meeting? Biasanya kalau lagi meeting, dia tidak angkat telepon tapi langsung wa untuk memberi kabar.” Nesa membatin. Namun ia paksakan untuk tetap berpikir wajar. “Mungkin Mas Raga memang sedang berada di tengah meeting yang sangat urgent. Terlalu banyak masalah yang harus kupikirkan hingga membuat otakku panas,” lirihnya dengan sedikit gelisah.Sementara itu, Raga tengah berada di penthouse sebuah hotel megah di ibu kota. Ia terpaksa datang ke tempat yang diberikan Kei. Gadis itu terus merongrong da

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 59. Hasil Tes DNA

    Seminggu telah berlalu. Proses pemakaman Bas dan Lee berjalan dengan tenang tanpa menimbulkan konflik yang berarti dengan Helena. Gadis itu akhirnya patuh pada Susan dan Nesa. Ia tampak tak berdaya setelah mengetahui kenyataan pahit penyebab kematian ayah dan kakaknya yang tragis. Keduanya terkulai layu saat polisi menceritakan apa yang terjadi. Keangkuhan mereka seakan terbang terbawa angin, hilang lenyap entah ke mana.“Aku benar-benar tidak percaya,” isak Helena saat polisi memberi keterangan. Sang ibu pun tampak sangat terpukul. Wajahnya seputih kapas. Tak ada satu patah kata pun yang sanggup ia ucapkan. Keduanya berpelukan dengan wajah menyiratkaan rasa pedih yang tak terkira.Tak ingin terus terkungkung dalam kenangan menyakitkan akibat tragedi mengerikan itu, akhirnya Helena meminta agar rumah Bas dijual. Susan pun tidak keberatan.“Tidak ada yang yang perlu dikenang dari rumah ini,” lirih Susan dengan mata berkaca-kaca.&nb

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 58. Fakta Menyedihkan

    Hari itu berlalu dengan teramat ruwet. Polisi dan petugas medis bolak balik masuk ke dalam rumah. Untunglah Nesa dan Raga serta Rudi dan Roni tidak pernah beranjak dari lokasi kejadian. Dan keributan semakin menjadi-jadi ketika sesaat kemudian mantan istri Bas dan Helena, anak perempuannya tiba. Keduanya menangis histeris.“Papa…. Abang… “ Helena menjerit begitu memasuki pintu rumah.Beberapa orang berusaha menenangkan gadis remaja usia belasan tahun itu. Wajahnya sembab dan penampilannya acak-acakan. Di sampingnya berdiri mantan istri Bas dengan penampilan yang juga tampak berantakan. Keduanya menangis dan terisak-isak tak henti-hentinya.“Papa.. Abang… Apa yang terjadi pada kalian?” Gadis itu terus meraung.Susan dan Nesa berusaha menenangkan mereka. Tapi di luar dugaan, Helena justru memaki-maki Susan dengan kata-kata kasar.“Pergi dari rumahku, perempuan jahat! Dasar murahan!” jeritnya ke

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 57. Berita Duka

    Setelah mengurus administrasi, Nesa bergegas masuk ke ruang perawatan Susan. Ibunya tampak jauh lebih kuat dan sehat. Dokter mengatakan Susan hanya perlu istirahat dan menenangkan diri agar kondisinya kembali pulih.“Bagaimana Nes? Kamu sudah kontak Bas?” Susan lagi-lagi menanyakan Bas. Sepertinya memang ada kontak batin antara suami isteri yang telah lima tahun hidup bersama, meskipun terkadang ada saja persoalan yang membuat mereka kerap bertengkar.Nesa terlihat bingung memikirkan bagaimana cara menyampaikan berita duka itu pada Susan. Ia menghela napas panjang dan menghembuskan kembali dengan pelan sebelum akhirnya berusaha bicara dengan tenang.“Sudah Bu. Lee juga sudah ditemukan.” Ia berkata pelan.“Oya? Syukurlah. Kita bisa lebih tenang. Ibu takut kalo dia masih berkeliaran.” Susan berkata sambil menghembuskan napas lega.“Dia melawan waktu ditangkap, jadi terpaksa ditembak.”Susan menat

DMCA.com Protection Status