Share

Misteri Kematian Suamiku
Misteri Kematian Suamiku
Penulis: Ichageul

Bab 1

Penulis: Ichageul
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 09:24:38

Udara di sore hari terasa lebih sejuk. Panasnya terik matahari yang terus menunjukkan keganasannya sejak siang tadi kini perlahan mulai meredup seiring dengan sang fajar yang beranjak menuju peraduannya.

Seorang wanita keluar dari sebuah bangunan yang dijadikan kantor . Di depan bangunan terdapat plang nama bertuliskan KOPERASI SUMBER MAKMUR. Wanita bernama Fauzia itu adalah salah satu pegawai di sana. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja di sana sebagai staf keuangan.

Dengan tas bahunya wanita itu berjalan menyusuri jalan yang kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan dan persawahan. Sudah tiga tahun ini dia tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Mencari ketenangan dan kenyamanan hidup.

"Uzi!"

Kepalanya menoleh ketika mendengar suara memanggilnya. Senyum mengembang di wajahnya melihat seorang pria berjalan mendekatinya. Dia adalah Angga, suami sekaligus lelaki yang paling dicintainya di dunia ini.

Fauzia dan Angga menikah sejak tiga tahun lalu. Setelah menikah, Angga langsung memboyong istrinya tinggal di desa Banjarsari, Pangalengan. Angga sebenarnya berasal dari keluarga berada, dan pernikahannya dengan Fauzia mendapat tentangan keras dari sang ayah. Alasannya klasik, status sosial Fauzia dinilai tak sederajat dengan keluarga mereka. Fauzia memang seorang yatim piatu. Keluarga yang dimilikinya hanyalah Nenek yang mengurusnya selama ini. Dan sekarang sang Nenek sudah berpulang ke Rahmatullah, jadi hanya ada Angga di sisinya sekarang.

Sampai sekarang pernikahan mereka belum dikaruniai anak. Dua kali Fauzia mengalami keguguran, membuat wanita itu mengalami sedikit trauma. Tak ingin membuat istrinya takut dan sedih, Angga memutuskan untuk menunda momongan. Dia juga yang menyarankan Fauzia bekerja di koperasi untuk menyibukkan diri.

Angga sendiri adalah seorang guru. Dia mengajar di salah satu sekolah menengah atas pertama negeri yang ada di desa ini. Wajah Angga yang tampan dan sikapnya yang ramah, membuat banyak yang menyukainya, termasuk anak didiknya.

Fauzia menghentikan langkahnya begitu melihat suaminya. Dia menunggu sampai Angga sampai ke dekatnya.

"Akang dari mana?"

"Tadi habis nengok Bu Iyah dengan yang lain. Sudah seminggu Bu Iyah ngga mengajar."

"Sakit apa, Kang?"

"Dadanya sesak. Katanya gara-gara asam lambungnya naik."

"Mudah-mudahan Bu Iyah cepat sembuh."

"Aamiin.."

Keduanya kembali meneruskan perjalanan. Angga menggandeng tangan Fauzia dengan erat. Keharmonisan rumah tangga Fauzia dan Angga memang sudah diketahui oleh warga sekitar. Mereka tak sungkan menunjukkan kemesraan di depan umum.

"Akang mau makan apa?"

"Pengen makan ikan mas goreng pakai sambal sama lalap."

"Kalau gitu kita beli dulu ikan masnya, Kang. Kita ke tambaknya Pak Ule aja."

"Ayo."

Sambil terus menggenggam tangan istrinya, Angga berbelok ke arah kiri menuju tambak Pak Ule. Sesampainya di sana, Fauzia langsung membeli ikan mas.

"Beli berapa kilo?" tanya pegawai Pak Ule.

"Satu kilo aja, Kang."

Dengan cepat pegawai itu mengambilkan ikan yang dipilih oleh Fauzia lalu menimbangnya. Usai membayar ikan yang dibelinya, keduanya segera meninggalkan tempat tersebut.

Rumah yang ditinggali pasangan itu hanya tinggal beberapa meter lagi. Kening Angga nampak berkerut ketika melihat sebuah sepeda motor dengan banyak barang di atasnya berhenti di depan rumahnya.

"PAKET!!"

Keduanya mempercepat langkah agar sampai di rumah. Pria yang ternyata adalah seorang kurir, terus berusaha memanggil sang pemilik rumah.

"Paket buat siapa, Pak?" tanya Angga.

"Buat Pak Angga Wiguna."

"Ya saya sendiri."

Kurir tersebut memberikan paket berbentuk kotak persegi pada Angga. Setelah melakukan tugasnya, kurir tersebut segera pergi.

"Paket dari siapa, Kang?"

"Ngga tahu."

Lebih dulu keduanya masuk ke dalam rumah. Angga meletakkan paket di atas meja. Dia membaca nama pengirim yang tertera. Terdengar hembusan nafas panjangnya. Sang pengirim paket adalah ayahnya sendiri.

Angga membuka paket tersebut. Ada beberapa buku tentang bisnis yang dikirimkan oleh ayahnya. Hal tersebut menyiratkan kalau Salim Wiguna menginginkan sang anak kembali ke rumah dan terjun mengurus bisnisnya.

"Kenapa, Kang? Siapa yang kirim paket?"

"Papa."

Fauzia melihat paket yang dikirimkan. Selain buku-buku, ada juga sebuah USB di sana. Angga mengambil USB berukuran kecil tersebut, mengamatinya sejenak lalu menaruhnya lagi di atas buku.

"Papa mau Akang kembali."

"Akang tahu."

"Akang mau kembali?"

"Akang sudah bilang, selama mereka belum mau menerima kamu, maka Akang ngga akan pulang ke rumah."

"Maaf ya, Kang. Karena aku, Akang jadi jauh dengan keluarga."

"Kamu ngomong apa sih? Kalau alasan keluargaku menolakmu karena alasan yang jelas dan masuk akal, Akang ngga akan bersikap seperti ini."

"Tapi apa Akang ngga kasihan sama Mama? Akang jarang sekali telepon Mama."

"Bukan Akang ngga mau. Tapi kamu tahu sendiri, Rafi ngga suka sama Akang. Apalagi Papa menginginkan Akang yang meneruskan perusahaan, bukan dia. Dia selalu menghalangi kalau Akang mau bicara dengan Mama."

"Kalian hanya dua bersaudara, kenapa ngga akur sih?"

"Entahlah."

Tak ingin membuat suaminya sedih membahas tentang keluarganya, Fauzia memilih pergi ke dapur. Dia akan mengolah ikan mas yang tadi dibelinya sesuai keinginan sang suami.

*

*

*

Fauzia baru saja sampai ke tempat kerjanya. Matanya langsung disuguhi pemandangan beberapa rekan kerjanya sedang mengerumuni seorang lelaki. Fauzia belum pernah melihat pria itu sebelumnya.

"Hei Uzi.. kenalkan ini Andika, pegawai baru di sini."

Salah seorang teman Fauzia menarik tangannya ke dekat pria yang bernama Andika itu. Fauzia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Pegawai baru bernama Andika itu melaporkan senyum manisnya. Wajah Andika memang manis, kulitnya sawo matang dan tubuhnya tegap. Membuat pria itu terlihat macho. Wajar saja kalau banyak yang menyukainya.

"Andika akan bekerja dengan kita mulai sekarang. Akhirnya kita bisa cuci mata juga ya."

"Kamu sudah menikah?"

"Belum."

"Sudah punya pacar?"

"Belum juga."

"Ya ampun, masa laki-laki setampan kamu belum punya pacar?"

"Saya masih cari-cari. Tapi kalau Uzi mau, saya tidak keberatan."

"Uzi sudah menikah. Kamu jangan coba-coba ganggu dia kalau tidak mau disebut pebinor."

"Benarkah? Maaf, aku tidak tahu kalau kamu sudah menikah."

Usia Fauzia memang masih muda, baru 26 tahun. Dia memang wanita tercantik yang bekerja di KOPERASI SUMBER MAKMUR. Kalau wanita itu belum bersuami, pasti banyak lelaki yang mengejarnya.

Fauzia bergegas kembali ke meja kerjanya. Wanita itu tidak nyaman dengan cara Andika melihatnya. Sepeninggal Fauzia, Andika segera menuju mejanya. Namun pandangannya masih belum lepas dari Fauzia.

Sudah seminggu Andika bekerja di koperasi yang sama dengan Fauzia. Selama itu pula Andika berusaha mendekati Fauzia. Sepertinya pria itu tidak peduli dengan status Fauzia yang sudah bersuami. Apa yang dilakukan Andika tentu saja membuat wanita itu tak nyaman. Sebisa mungkin Fauzia menghindari pertemuan berdua dengan Andika.

"Uzi.. sepertinya Andika menyukaimu," ujar Murni salah satu teman Fauzia.

"Jujur aku ngga nyaman dengannya. Dia tahu aku sudah bersuami, tapi sikapnya seperti itu. Dan yang lebih menyebalkan dia melakukan hal yang membuat orang salah paham padaku."

"Sabar, Uzi. Apa Kang Angga tahu soal dia?"

"Aku ngga berani bilang."

"Lebih baik kamu bilang. Takutnya suamiku salah paham nanti."

Kepala Fauzia mengangguk tanda mengerti. Dia memang harus secepatnya mengatakan soal Andika pada suaminya. Apa yang dilakukan pria itu akhir-akhir ini semakin membuatnya tak nyaman. Pernah pria itu datang membawakan makanan dan mengatakan pada semua teman kerjanya kalau dirinya yang memintanya.

Selain itu, Andika pernah datang ke rumahnya mengirimkan barang-barang. Fauzia sudah menolaknya berkali-kali, namun Andika justru mengancam. Jika dia menolak, dia akan mengatakan pada semua orang kalau mereka ada hubungan rahasia.

Tentu saja Fauzia tidak takut dengan gertak sambal Andika, dia mengabaikan ancaman Andika. Keesokan harinya dia mengirimkan sebuah foto yang memperlihatkan dirinya dan Andika sedang duduk berdua dan berpelukan dengan mesra.

Sejak saat itu, Fauzia menjadi lebih berhati-hati pada Andika. Wanita itu selalu minta ditemani Murni jika hendak keluar dari ruangannya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun dia selalu meminta ditemani.

"Sayang.."

Panggilan Angga membuyarkan lamunan Fauzia. Dia terkejut melihat suaminya datang ke koperasi. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan. Fauzia segera berdiri lalu mendekati suaminya.

"Akang tumben ke sini siang-siang. Memangnya urusan di sekolah sudah selesai?"

"Hari ini sekolah mendadak diliburkan, jadi akang bisa membawakan makan siang untuk kamu. Sekarang sudah jam istirahat kan?"

"Iya, Kang."

"Ayo kita makan di saung."

Sebelum pergi, Fauzia mengambil dulu ponselnya di atas meja. Baru saja keduanya akan melangkah menuju saung yang ada di samping koperasi, sebuah suara menahannya.

"Uzi.."

Fauzia menahan nafasnya ketika melihat Andika mendekatinya dengan sebuah bungkusan di tangannya.

"Ini rujak pesanannmu."

"Aku ngga pesan rujak."

"Ayolah Uzi.. aku susah payah cari tukang rujak hanya demi kamu."

"Kamu siapa?" tanya Angga sambil menatap Andika curiga.

"Saya Andika, rekan kerja Uzi yang baru. Kamu pasti suaminya Uzi. Dia sering cerita soal kamu."

"Bohong, Kang. Ayo kita pergi."

"Ini rujakmu."

"Makan saja sendiri! Aku tidak pesan!"

Fauzia menatap tajam pada pria itu lalu membawa suaminya pergi. Beberapa kali Angga menolehkan kepalanya, melihat pada Andika.

"Dia pegawai baru?" tanya Angga setelah mereka berada di saung.

"Iya, Kang. Aku mau cerita sama Akang."

Fauzia akhirnya menceritakan tentang Andika pada suaminya. Sikap Andika yang membuatnya tak nyaman. Pria itu dengan terang-terangan menggodanya dan membuat orang lain salah paham tentang mereka. Fauzia juga memperlihatkan foto yang pernah dikirimkan Andika padanya.

"Akang jangan marah. Foto itu beneran bukan aku," ujar Fauzia takut-takut.

"Akang percaya sama kamu. Jaman sekarang, teknologi sudah canggih. Membuat foto seperti ini mudah sekali. Lagi pula Akang lebih paham kamu. Sekali lihat, Akang tahu kalau perempuan yang di foto ini bukan kamu."

"Akang tahu dari mana?"

"Akang tahu semua lekuk tubuhmu luar dan dalam. Istri Akang jauh lebih seksi dari perempuan di foto ini."

"Ish.. Akang mesum."

Wajah Fauzia memerah mendengar ucapan suaminya. Namun dibalik itu dia merasa bahagia karena Angga sangat mempercayainya. Semoga saja tidak ada permasalahan yang tidak bisa mereka lalui bersama.

Keduanya menikmati makan siang sambil terus berbincang yang diselingi perbincangan. Sesekali terdengar suara tawa bahagia Fauzia. Tanpa keduanya sadari, sepasang mata terus mengawasi keduanya dari kejauhan.

*

*

*

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Suasana sudah sangat sepi. Tiga petugas ronda mulai berkeliling untuk memeriksa keadaan sekitar. Ketika mereka melintasi rumah milik Angga, mereka menangkap dua orang mengendap-endap keluar dari pekarangan rumah pria itu.

"Lihat, ada yang keluar dari rumah Angga," tunjuk salah satu pria pada dua teman rondanya.

"Jangan-jangan maling."

"Bukan maling. Mereka dua orang, satu perempuan dan satu laki-laki. Itu perempuannya seperti Uzi."

Ketiga pria itu mengamati dua orang yang menjauh dari rumah Angga. Mereka menuju rumah kosong yang tak jauh dari sana.

"Uzi sama siapa?"

"Mungkin sama Angga."

Tanpa sadar ketiga orang itu berjalan mendekati rumah kosong. Samar-samar mereka melihat pasangan itu sedang bercumbu.

"Ngga mungkin Angga. Ngapain juga dia mesra-mesraan sama Uzi di rumah kosong. Lebih baik di rumahnya sendiri."

"Terus laki-laki itu siapa?"

"Sebentar, aku sepertinya hafal dengan bentuk tubuhnya. Itu.. itu Andika kan? Pegawai baru di koperasi."

"Oh iya aku pernah dengar kalau dia naksir sama Uzi. Dan kayanya Uzi juga suka sama dia cuma mereka masih main kucing-kucingan."

"Kok aku ngga yakin kalau Uzi seperti itu."

"Sudah jangan ngobrol. Lebih baik kita gerebek saja. Mereka jangan sampai berbuat zinah di kampung kita."

Menyadari kedatangan tiga orang tersebut, pasangan yang sedang bercumbu menghentikan aktivitas mereka. Keduanya segera pergi dari sana. Ketiga orang itu langsung mengejarnya. Kedua orang yang dikejar berpisah jalan. Lari mereka cukup kencang. Namun salah satu meronda sempat melihat kalau wanita yang dikejarnya berlari ke arah rumah Angga dan menghilang di sana.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ariqa Fatina
aku mampir kak icha ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 2

    "Uzi.. aku boleh minta minum?" Fauzia yang sedang menyiram tanaman dikejutkan dengan suara seorang lelaki. Tiba-tiba saja Andika sudah berada di belakangnya. Tanpa mempedulikan permintaan Andika, Fauzia melanjutkan pekerjaannya. Dia sudah malas menanggapi Andika. Terkadang pria itu bersikap aneh dan membuat beberapa rekan kerja Fauzia salah paham padanya. Pernah satu kali atasan Fauzia menegurnya. Menurut sang atasan sikap Fauzia kurang pantas karena selalu memberi respon pada Andika. Padahal jelas-jelas wanita itu sudah bersuami. Tentu saja Fauzia dibuat bingung. Selama ini dia merasa tidak pernah menanggapi Andika namun kenapa semua orang bersikap seolah-olah dirinya bermain api dengan Andika. "Uzi.. aku haus. Masa minta minum saja tidak boleh." Fauzia menghela nafasnya lalu melihat pada Andika. Wajah pria itu berkeringat dan nampak lelah. Entah apa yang sudah dilakukannya. "Tunggu di sini." Karena tak tega, akhirnya Fauzia masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan minuma

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 3

    "Ini darah apa?" gumam Fauzia pelan. Untuk sesaat wanita itu masih terlihat bingung sampai teriakan Kokom kembali terdengar, mengembalikan kesadaran Fauzia pada tempatnya. "Uzi!!!" TOK TOK TOK "Iya, Bu! Sebentar!!" Fauzia bergegas beranjak dari kasur. Dia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci bersih tangannya dari noda darah. Kemudian mengganti pakaiannya. Dimasukkannya pakaian yang terdapat noda darah tersebut ke dalam plastik hitam kemudian menyembunyikannya di laci lemari. Wanita itu merapihkan penampilannya sebentar sebelum membukakan pintu. Nampak Kokom berdiri di depan pintu. Matanya langsung menelisik ke dalam rumah, seolah-olah sedang mencari sesuatu. "Bu Kokom ada apa ke sini pagi-pagi?" tegur Fauzia yang merasa keberatan dengan kedatangan tetangganya itu. "Angga mana?" Fauzia lebih dulu melihat jam yang tergantung di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. "Kang Angga sudah berangkat ke sekolah," bohong Fauzia. Sebenarnya dia s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 4

    "Angga!" Usep berteriak kencang ketika melihat wajah Angga yang pucat ketika ikatan plastik terbuka. Bersama yang lain, Usep berusaha mengeluarkan tubuh Angga yang sudah dingin dan kaku. "Innalillahi wa innailaihi rojiun." "Ayo kita bawa mayatnya Angga ke rumahnya. Yusuf, kamu cepat cari Pak RT." "Siap, Pak." Usep bersama dua orang lainnya menggotong Angga yang sudah menjadi mayat. Darah kering nampak di pakaian yang dikenakan pria itu. Dapat Usep dan yang lainnya lihat ada beberapa luka tusukan di perut Angga. Suasana rumah Angga langsung heboh ketika Usep datang sambil menggotong mayat Angga. Ketiga pria itu menaruh mayat Angga di tengah-tengah rumah. Fauzia syok melihat suaminya sudah terbujur kaku menjadi mayat. Wanita itu langsung menghambur mendekati suaminya. "KANG ANGGA!!" Tangis Fauzia langsung pecah. Wanita itu meraung menangis suaminya yang sudah tidak bernyawa. Dipeluknya tubuh Angga yang sudah kaku. Baru semalam mereka berbincang. Angga juga memberikan kal

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 5

    "Fauzia? Ada apa dengannya?" "Dia ditahan di kantor polisi atas tuduhan pembunuhan suaminya." "Apa?" "Papa harus pergi sekarang." "Tapi sekarang sudah malam. Apa Papa ngga bisa menunggu besok? Lagipula di luar sedang hujan deras." "Fauzia membutuhkan Papa sekarang." "Kalau begitu aku ikut." "Kamu di sini saja. Takutnya Papa akan sibuk mengurus Fauzia. Kamu di sini gantikan Papa membantu Daffa." Reza hanya bisa menuruti apa kata Papanya. Dia mengantarkan Faisal menuju garasi. Pria paruh baya itu segera masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan roda empat itu keluar dari pekarangan rumahnya. Cukup lama Reza berada di teras sepeninggal sang Papa. Sebenarnya dia cemas melepaskan Faisal pergi sendiri. Entah mengapa perasaannya tidak enak. Pria itu buru-buru mengusir perasaan buruknya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia pun segera masuk ke dalam rumah. Reza mengambil ponselnya, dia ingin mencari tahu kasus yang menimpa Fauzia. Siapa tahu kasus tersebut diberitakan ol

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 6

    Sepasang insan tengah meleburkan diri bersama. Mencoba mencari kehangatan dari dinginnya malam. Faisal tidak bisa menolak tawaran manis yang diberikan Kelana padanya. Tak peduli apa yang dilakukannya melabrak norma agama, etika, sosial dan hukum. Bersenggama dengan istri dari Kakaknya adalah haram hukumnya secara agama. Dalam hukum pun akan terkena pasal perzinahan. Namun peduli setan, Faisal tetap memuaskan hasratnya, memacu tubuhnya di atas tubuh Kelana. Desahan dan lenguhan wanita itu semakin membuatnya bersemangat untuk terus memberikan kenikmatan pada wanita hamil tersebut. Tubuh Kelana terkulai lemas ketika Faisal berhasil mengantarkannya meraih puncak kenikmatan lebih dulu. Faisal sendiri tidak mengendurkan serangan. Dia terus memacu tubuhnya, mengejar kenikmatannya yang belum sampai. Punggung pria itu sudah lembab dengan keringat. Kelana bukanlah wanita pertama yang ditiduri olehnya. Sejak Kelana menikah dengan Kakak kembarnya, Faisal yang patah hati menutup diri dari s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 7

    "Aku tidak punya keluarga. Hanya Kang Angga satu-satunya keluargaku." "Dia mengaku sebagai pamanmu."Kening Fauzia mengerut. Masih belum ada gambaran siapa yang sudah mengaku sebagai Pamannya. Setahunya sang ayah tidak memiliki saudara, begitu pula dengan Ibunya. Suara petugas membuyarkan lamunannya, mengajak wanita itu segera menuju ruangan yang diperuntukkan bagi tahanan untuk bertemu dengan penjenguknya.Ketika pintu ruangan terbuka, nampak dua pria tengah duduk menunggunya. Ini pertama kalinya Fauzia bertemu dengan kedua pria itu. Pelan-pelan Fauzia mendekati meja lalu menarik kursi di depannya. Matanya masih belum lepas dari dua orang di hadapannya."Kalian siapa?" tanya Fauzia setelah cukup lama mereka terdiam."Aku Pamanmu, namaku Daffa."Salah satu pria menjawab pertanyaan Fauzia. Dipandanginya wajah pria yang mengaku sebagai Pamannya. Usianya belum terlalu tua. Mungkin hanya berbeda lima sampai enam tahun saja dengannya."Aku tidak punya keluarga lagi setelah kedua orang tu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 8

    "Bagaimana Ibu bisa tahu Ibu Fauzia menyembunyikan pakaian yang berlumuran darah di kamarnya?" "Tentu saja karena saya mencarinya." "Kenapa Ibu yakin sekali akan menemukan sesuatu yang penting? Apa Ibu sudah mencurigai Fauzia sebelumnya?" "Saya sudah curiga ketika pagi-pagi saya datang ke rumahnya. Di sana tidak ada Angga dan Uzi lama sekali saat membuka pintu. Seperti ada yang sedang disembunyikannya." "Kenapa Ibu sampai habis berpikir kalau Fauzia sudah membunuh Angga? Bisa saja Angga tidak berada di rumah karena sudah berangkat kerja. Ibu hanya Ibu rumah tangga biasa, rasanya aneh saja kalau sampai Ibu punya kecurigaan seperti itu. Lalu apa hak Ibu menggeledah rumah Fauzia bahkan sampai masuk ke dalam kamarnya. Bahkan polisi saja membutuhkan surat ijin untuk menggeledah rumah tersangka." Cecaran pertanyaan Krishna langsung membungkam mulut Kokom. Wanita itu tidak tahu harus menjawab seperti apa. Krishna menatap padanya dengan pandangan curiga. "Saya hanya penasaran saja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 9

    "Mau saya antar lagi, Bu?" tawar Gunawan seraya menyunggingkan senyuman."Kamu masih di sini?" tanya Kokom dengan raut wajah terkejut."Iya, Bu. Saya lagi cari penumpang yang searah dengan jalan pulang. Lumayan buat tambahan bensin. Ibu mau saya antar kemana lagi?""Ngga usah! Saya mau keluar kota."Kepala Kokom menoleh ke kanan dan kiri. Wanita itu sedang berpikir hendak pergi kemana. Lalu dia melangkahkan kakinya menuju elf yang sedang mengetes. Tanpa pikir panjang, Kokom segera menaiki elf dengan tujuan Rancabuaya. Gunawan masih memperhatikan dari atas motornya. Setelah Kokom naik, pria itu menjalankan kendaraannya lalu berhenti di dekat elf yang sedang mengetem. Dia berbincang sejenak dengan supir elf tersebut. Penumpang elf memang baru Kokom seorang. Pria itu menolehkan kepalanya ke belakang."Bu.. naik yang lain saja. Saya tidak jadi narik.""Kenapa, Mang?""Kepala saya mendadak pusing. Takut ada apa-apa di jalan. Jadi saya batalkan aja, saya mau pulang."Dengan perasaan dongk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 27

    "Warna merah ini sepertinya bercak darah," ujar Beni seraya menunjuk noda merah tersebut.Gunawan mengambil cotton bud yang sedikit dibasahi agar lembab, kemudian dia menggosokkan cotton bud tersebut ke noda merah yang sudah mengering. Kemudian dimasukkan cotton bud tersebut ke dalam plastik ziplock."Aku akan langsung pergi menemui Fajar untuk menguji ini. Kalau benar ini adalah noda darah dan cocok dengan darah Angga, maka bisa dipastikan di sinilah TKP pembunuhan Angga. Kamu terus awasi Badri, jangan sampai dia masuk ke sini lagi.""Siap, Bang."Gunawan segera bersiap. Pria itu mengambil kunci mobil lalu melajukannya. Sepeninggal Gunawan, Beni membuat kopi lalu membawanya keluar rumah. Dia duduk santai di teras sambil melihat lalu lalang orang di depan rumahnya.Tak lama kemudian terdengar suara wanita yang menjual jajanan pasar melintas menggunakan sepeda ontel. Dari arah rumah Kokom, Badri keluar kemudian memanggil penjual tersebut. Beni ikut mendekati sang penjual sambil berpur

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 26

    Atas permintaan Daffa, Gunawan terus menyelidiki kasus kematian Angga. Sampai sejauh ini mereka belum menemukan apa-apa. Semuanya terhenti sampai kematian Andika. Pihak kepolisian juga menemukan jalan buntu. Untuk sementara mereka menyimpulkan kalau Andika adalah pembunuh Angga. Selama menyelidiki kasus Angga, Gunawan tetap berkoordinasi dengan temannya yang bertugas menyelidiki kasus tersebut. Jika ada informasi baru, keduanya kerap berbagi informasi. Temannya itu menjanjikan jika ada perkembangan baru, dia akan membuka kasus Angga lagi. Bersama dengan anak buahnya, Gunawan kembali ke tempat awal kasus bermula. Gunawan dan Beni pergi ke Desa Banjarsari menggunakan mobil. Mereka memutuskan kembali ke sana, untuk menyelesaikan penyelidikan dari awal. Siapa tahu mereka bisa mendapatkan petunjuk baru. Setelah memarkirkan kendaraan di dekat lapangan bola, Gunawan dan Beni berjalan menuju warung kopi yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari lapangan. Mereka sengaja menuju ke sana. Beb

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 25

    "Soal yang kulakukan padamu beberapa hari yang lalu. Maaf aku sudah menamparmu. Aku terbawa emosi waktu itu." Tidak ada jawaban dari Daffa. Pria itu tiba-tiba saja mendorong tubuh Fauzia sampai punggung wanita itu merapat ke tembok. Lalu tanpa diduga, dia langsung membenamkan bibirnya ke bibir ranum Fauzia. "Mas.." Lamunan Daffa buyar ketika mendengar panggilan Fauzia. Pria itu berdehem untuk menghilangkan kegugupannya. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu. Sepertinya Daffa masih ingin mencicipi bibir Fauzia lagi. "Apa katamu tadi?" "Aku minta maaf karena sudah menamparmu. Aku.. aku hanya terbawa emosi. Maaf Mas." "Tidak apa, lupakan saja. Apa kedatanganmu hanya untuk mengatakan ini?" "Tidak juga. Sebenarnya ada hal lain yang mau kubicarakan." "Ayo duduklah." Daffa mengajak Fauzia menuju sofa yang ada di ruang kerjanya. Keduanya duduk berhadapan. Fauzia kemudian menceritakan tentang saham Angga yang sekarang sudah dialihkan atas namanya. "Jujur aja Mas, sebenarnya

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 24

    Begitu pintu terbuka, Fauzia terkejut melihat Daffa yang hanya mengenakan handuk yang dililit di bagian pinggang, sementara bagian atasnya dibiarkan terbuka. Tetesan air yang membasahi dadanya membuat pria itu terlihat semakin seksi. Jantung Fauzia berdetak lebih kencang melihat penampilan Daffa. Wanita itu meneguk ludahnya kelat. Untuk sesaat dia hanya terbengong saja. "Ada apa?" suara Daffa membangunkan Fauzia dari lamunannya. "Makan malam sudah siap, Mas." "Aku pakai baju dulu." Fauzia bergegas meninggalkan Daffa. Wanita itu heran sendiri kenapa dia sering terlibat dengan situasi canggung bersama Daffa. Fauzia kembali ke meja makan. Di sana Faisal sudah duduk untuk menikmati makan malam. Terdengar dering ponsel Fauzia dari arah kamar. Wanita itu bangun dari duduknya kemudian menuju kamar. Fauzia mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur. Dia langsung menjawab panggilan yang berasal dari Murni. "Halo." "Halo Uzi, bagaimana kabarmu?" "Baik. Teteh sendiri gimana?" "Baik

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 23

    Karena tidak menemukan Fauzia di lantai dasar, Daffa pun menuju lantai dua. Pandangannya langsung mengedar ke setiap sudut ruangan di sana. Kemudian dia menangkap Fauzia berdiri di dekat ruangan yang dibatasi oleh tirai.Ketika Daffa mendekat, matanya menangkap langkah kaki mendekati tirai. Salah seorang yang berada dalam ruangan, bermaksud keluar. Sementara Fauzia semakin mendekatkan tubuhnya untuk mencuri dengar lebih jelas.Dengan cepat Daffa menghambur pada Fauzia. Ditariknya tubuh wanita itu sedikit menjauh dari tirai lalu mendorongnya hingga punggung Fauzia menyentuh tembok di belakangnya. Masih terkejut dengan tindakan Daffa, tiba-tiba saja bibir pria itu sudah menempel di bibirnya.Untuk sejenak Fauzia terdiam. Kesadarannya berhamburan ketika Daffa memagut bibirnya dengan lembut. Ketika kesadarannya kembali, wanita itu bermaksud untuk melepaskan diri, namun dia melihat ada yang keluar dari ruangan. Tak ingin ketahan tengah menguping, Fauzia pun urung mendorong tubuh Daffa. Bah

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 22

    Salim segera dilarikan ke rumah sakit setelah jatuh pingsan. Dokter segera memberikan pertolongan cepat. Dari gejalanya, pria itu disinyalir mengalami keracunan tetrodotoksin. Itu adalah jenis racun yang terdapat dalam ikan buntal. Karena mendapat penanganan yang tepat, nyawa Salim bisa diselamatkan namun pria itu harus menjalani perawatan dan pemantauan serius dari pihak medis. Anita dan Imron memilih menyembunyikan kasus ini dan tidak melaporkannya pada polisi. Namun Rafi bersikeras untuk melaporkan hal tersebut. Setahunya sang ayah tidak pernah mengkonsumsi ikan buntal. Polisi segera datang ke rumah sakit untuk penyelidikan. Mereka juga datang ke rumah. Makanan dan alat makan yang digunkan Salim terakhir kali tidak diperbolehkan untuk dibuang, dibersihkan atau disentuh. Petugas polisi itu membawa semuanya untuk diperiksa. "Kenapa kamu melaporkan hal ini ke polisi?" tanya Anita pada Rafi. "Coba Mama pikir, kapan Papa pernah memakan ikan buntal? Selama ini juga Papa selalu menjag

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 21

    "Selama aku menguraikan kode ini, bisakan kamu bawakan makan siang untukku?" Daffa menolehkan kepalanya, melihat pada Fauzia. Menunggu persetujuan wanita itu agar mau melakukan permintaannya. Jujur saja, Daffa sudah candu dengan rasa masakan Fauzia yang lezat. "Tidak masalah. Mas mau makan apa? Nanti aku masakan." "Terserah kamu saja. Aku bukan orang pemilih. Aku juga suka pedas." "Ehm.. baiklah. Besok aku akan membawakanmu makan siang. Tapi tolong katakan pada sekretarismu kalau akan datang untuk mengantarkan makan siang. Dia sepertinya tidak menyukaiku." "Feli?" "Iya. Sepertinya dia menyukaimu." "Jangan membuat gosip." "Siapa yang membuat gosip? Aku ini perempuan, tentu saja aku tahu kalau perempuan itu menyukaimu." Daffa tidak mempedulikan ucapan Fauzia. Di matanya Felicia tidak lebih hanyalah seorang sekretaris saja. Selama pekerjaannya baik, dia akan tetap mempertahankan wanita itu. "Kalau begitu, aku pulang dulu." "Tunggu, biar aku antar. Kebetulan aku ada meeting di

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 20

    "Kang Angga.." Mata Fauzia nampak berkaca-kaca saat melihat wajah suaminya di layar laptop. Wanita itu terus melihat ke layar laptop tanpa berkedip. "Hai sayang.. kalau kamu lihat video ini, berarti aku sudah tidak bersamamu lagi." Airmata Fauzia jatuh menetes mendengar kata-kata pertama yang diucapkan dalam video. Faisal merengkuh bahu keponakannya itu lalu merangkulnya. "Maafkan aku, sayang. Maaf kalau aku tidak bisa menemanimu lagi. Inginku bisa terus bersamamu sampai menua bersama. Tapi satu hal yang aku syukuri, aku beruntung memilikimu sebagai istri. Terima kasih sudah menemaniku selama ini. Mungkin alasan Tuhan belum memiliki keturunan, agar kita mempunyai waktu bersama lebih lama lagi." Nampak Angga menjeda ucapannya. Pria itu menghapus buliran bening yang membasahi pipinya. Airmata Fauzia semakin deras bercucuran. "Waktu Papa meminta bantuanku mengaudit perusahaan, sejak saat itu aku mulai merasakan kalau aku berada dalam bahaya. Aku merasa seperti ada yang tenga

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 19

    Suasana di ruang perawatan Faisal sesaat menjadi sunyi. Fauzia masih belum menanggapi cerita Faisal tentang masa lalu dirinya bersama Faidhan, saudara kembar sekaligus ayah dari Fauzia."Om tahu, kamu pasti membenci Om. Tapi tolong jangan pergi. Biarkan Om menebus kesalahan Om dengan menjagamu. Kamu satu-satunya keluarga yang Om miliki selain Reza. Kamu anak Faidhan dan Kelana, sudah kewajiban Om untuk menjagamu."Wajah Faisal nampak sendu ketika mengatakan itu semua. Walau waktu sudah berlalu lebih dari 25 tahun, namun kesalahan yang dulu dilakukan olehnya masih membekas sampai sekarang. Perasaan menyesal terus menggelayuti dirinya. Bahkan pria itu tidak ada keinginan untuk berumah tangga dan hanya fokus merawat Reza saja.Fauzia bangun dari duduknya, kemudian dia mendekati ranjang Faisal. Mendudukkan diri di sisi ranjang, kemudian meraih tangan pria itu. Tatapan matanya begitu lembut dan menenangkan. Sebuah senyuman diberikan olehnya."Apa yang Om katakan, itu hanyalah cerita masa l

DMCA.com Protection Status