Share

Bab 7

Penulis: Ichageul
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 15:01:03

"Aku tidak punya keluarga. Hanya Kang Angga satu-satunya keluargaku."

"Dia mengaku sebagai pamanmu."

Kening Fauzia mengerut. Masih belum ada gambaran siapa yang sudah mengaku sebagai Pamannya. Setahunya sang ayah tidak memiliki saudara, begitu pula dengan Ibunya. Suara petugas membuyarkan lamunannya, mengajak wanita itu segera menuju ruangan yang diperuntukkan bagi tahanan untuk bertemu dengan penjenguknya.

Ketika pintu ruangan terbuka, nampak dua pria tengah duduk menunggunya. Ini pertama kalinya Fauzia bertemu dengan kedua pria itu. Pelan-pelan Fauzia mendekati meja lalu menarik kursi di depannya. Matanya masih belum lepas dari dua orang di hadapannya.

"Kalian siapa?" tanya Fauzia setelah cukup lama mereka terdiam.

"Aku Pamanmu, namaku Daffa."

Salah satu pria menjawab pertanyaan Fauzia. Dipandanginya wajah pria yang mengaku sebagai Pamannya. Usianya belum terlalu tua. Mungkin hanya berbeda lima sampai enam tahun saja dengannya.

"Aku tidak punya keluarga lagi setelah kedua orang tuaku meninggal. Aku juga tidak mengenalmu. Kenapa kamu mengaku sebagai Pamanku?"

"Yang terpenting bukan itu sekarang, tapi masalahmu," balas Daffa.

"Kenalkan ini Pak Krishna, dia adalah pengacara yang kusiapkan untuk membelamu."

Kini pandangan Fauzia tertuju pada pria di sebelah Daffa. Pria bernama Krishna itu terlihat lebih tua. Sebagian rambutnya sudah mulai ditumbuhi uban dan ada kacamata menghiasi wajahnya. Wajahnya terlihat ramah dan tenang, berbeda dengan Daffa yang nampak dingin.

"Nama saya Krishna, mulai saat ini saya yang akan menjadi pengacara mu. Bisakah kamu menceritakan semuanya? Kenapa anda sampai dituduh membunuh suami anda sendiri? Dan tolong ceritakan dengan jujur agar saya bisa menolong anda."

"Apa benar kamu sudah berselingkuh dan membunuh suamimu sendiri?"

"Ngga! Itu ngga benar! Aku tidak berselingkuh dan aku tidak membunuh suamiku!"

"Polisi tidak akan asal menahan orang tanpa bukti dan saksi. Apa ada hal yang bisa membuktikan kalau kamu tidak melakukan itu semua?"

Fauzia langsung terdiam mendengar pertanyaan Daffa. Setiap mengingat kepergian Angga dengan cara yang tragis, Fauzia tidak pernah bisa menahan airmatanya. Dia juga tidak bisa membuktikan kalau dirinya tidak bersalah. Semua bukti dan saksi menunjuknya sebagai pelaku pembunuhan.

Daffa hanya berdecak saja melihat Fauzia yang malah menangis. Krishna mengeluarkan tisu dari dalam tas kerjanya lalu memberikannya pada wanita di hadapannya. Pria itu juga mengeluarkan alat perekam digital lalu menaruhnya di meja.

"Tenangkan diri anda. Sekarang ceritakan apa yang sudah terjadi. Ceritakan semuanya tanpa ada yang tertinggal, supaya saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk membela anda."

Fauzia menghapus airmatanya dengan tisu lalu menarik nafas dalam-dalam. Dengan suara terbata, dia mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan suaminya. Semua peristiwa aneh dimulai ketika ada pegawai baru di koperasi yang bernama Andika. Pria itu dengan terang-terangan mengakui perasaan sukanya padanya dan sering membuat trik seolah-olah ada hubungan antara dirinya dan Andika.

"Malam sebelum suamiku meninggal, aku masih berbincang dengannya. Dia bahkan memberikanku kalung. Kami membicarakan soal masa depan. Karena aku dan suami belum dikaruniai anak, kami bermaksud melakukan promil."

Dengan sabar Krisha dan Daffa mendengarkan cerita Fauzia. Alat perekam juga masih menyala. Menyimpan percakapan mereka.

"Saat kami akan tidur, tetangga kamu datang. Namanya Bu Kokom. Dia datang membawakan bandrex untuk kami. Tidak lama setelah kami menghabiskan bandrex, tiba-tiba saja aku merasa mengantuk. Aku tidur lebih dulu sementara Kang Angga memeriksa pintu dan menguncinya. Aku tidak ingat apa-apa lagi. Tidurku begitu nyenyak. Hingga pagi harinya aku terbangun ketika mendengar suara Bu Kokom memanggilku. Saat aku bangun, di tangan dan pakaian yang kukenakan terdapat noda darah yang sudah mengering. Aku benar-benar tidak tahu saat itu kalau itu adalah darah Kang Angga."

Kembali Fauzia terisak. Krishna dan Daffa saling berpandangan. Setelah keadaannya sedikit tenang, Fauzia melanjutkan ceritanya. Saat malam menjelang, Angga masih belum kembali ke rumah, Fauzia pun berinisiatif mencarinya. Saat itulah ditemukan jasad Angga terkubur di kebun pisang milik tetangganya.

Polisi datang dan mulai menggeledah rumah. Sebuah pisau terkubur di halaman belakang. Di pisau tersebut terdapat noda darah dan juga sidik jari Fauzia.

"Aku berani sumpah, bukan aku yang membunuh Kang Angga. Aku sangat mencintainya, tidak mungkin aku membunuhnya. Dia adalah keluargaku satu-satunya."

"Pakaian anda yang berlumuran darah, anda kemanakan?"

"Karena panik, aku menyembunyikan di laci lemari pakaianku. Ketika para tetangga berkumpul, entah bagaimana Bu Kokom menemukan pakaian itu."

"Bagaimana cara dia menemukan pakaian itu?" tanya Daffa.

"Aku tidak tahu karena aku tidak terlalu memperhatikan. Sejak datang sikapnya memang mencurigakan. Aku merasa dia seolah tahu apa yang kusembunyikan."

"Lalu Andika, apa anda tahu dia di mana?"

"Tidak. Sebelum suamiku ditemukan tidak bernyawa, dia sudah pergi dari sana. Pria itu juga sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya. Aku yakin sekali kalau Andika yang sudah membunuh suamiku. Tapi aku tidak punya buktinya."

"Apa anda punya teman atau siapa saya yang bisa mendukung pernyataan anda?"

"Teh Murni. Dia rekanku di kantor. Dia tahu permasalahan ku dengan Andika."

"Ada informasi lain yang bisa anda katakan soal Andika. Mungkin aja dia mengatakan pada anda di mana dia tinggal, di mana rumah orang tuanya."

"Tidak. Aku selalu menjauh saat dia ingin mengakrabkan diri dehganku. Aku tidak tahu apa-apa tentangnya."

"Baiklah. Untuk sekarang cukup sampai di sini. Saya akan menggali lagi lebih dalam tentang kasus ini dan mencari celah agar bisa membuat anda dibebaskan."

"Terima kasih."

Krishna mematikan alat perekam lalu memasukkan kembali ke dalam tasnya. Fauzia melihat pada Daffa. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Sebenarnya ada yang ingin ditanyakan pada pria itu. Tapi melihat wajah dingin Daffa, membuat Fauzia ragu.

"Saya akan menemui anda lagi nanti."

Kedua pria itu segera bangun dari duduknya. Saat hampir mendekati pintu, terdengar suara Fauzia. Dengan mengumpulkan keberaniannya, dia bertanya pada Daffa.

"Apa benar anda Paman saya?"

Sadar pertanyaan Fauzia ditujukan padanya, Daffa membalikkan badannya. Matanya menatap lurus pada Fauzia namun bibirnya masih terkatup rapat.

"Anda Pamanku dari pihak mana? Papaku atau Mamaku? Maaf aku sama sekali tidak tahu kalau masih memiliki paman. Kedua orang tuaku tidak mencerikana apa pun padaku."

"Tunggu sampai kasusmu menemui titik terang, aku akan menceritakan semuanya padamu. Jaga dirimu baik-baik, dan jangan berbuat bodoh!"

"Maksudmu bunuh diri? Sebelum aku mengetahui siapa orang yang sudah membunuh suamiku, aku tidak akan berbuat bodoh."

"Baguslah."

Daffa membalikkan tubuhnya lalu keluar dari ruangan bersama dengan Krishna. Seorang petugas masuk lalu membawa Fauzia kembali ke selnya.

Selesai bertemu dengan Fauzia, Krishna tidak langsung meninggalkan kantor polisi. Lebih dulu dia berbicara dengan petugas yang menangani kasus Fauzia. Pria itu langsung memperkenalkan dirinya sebagai pengacara Fauzia.

Sementara Daffa keluar dari kantor polisi. Dia bergabung dengan Reza dan Gunawan yang juga ikut dengannya. Keduanya sengaja tidak ikut masuk karena hanya dua orang saja yang diperbolehkan menemui Fauzia.

"Bagaimana? Apa kamu bisa membebaskan Fauzia?" tanya Reza tak sabar.

"Agak sulit. Semua bukti dan keterangan saksi mengarah padanya."

"Apa kalian merekam keterangan Fauzia?" tanya Gunawan.

"Sudah. Rekamannya ada pada Pak Krishna. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan Andika. Dia saksi utama kasus ini. Fauzia mencurigai kalau pria itu yang sudah membunuh Angga. Oh ya, Bapak bisa memulai dengan bertemu dengan Bu Kokom. Wanita itu terlihat mencurigakan."

Percakapan ketiganya terhenti ketika Krishna keluar dari kantor polisi. Pria bersahaja itu segera mendekati Daffa dan yang lain.

"Bagaimana? Apa Fauzia bisa dilepaskan dengan jaminan?" tanya Reza.

"Tidak bisa. Saat ini Fauzia masih menjadi tersangka utama. Dari semua bukti yang ditemukan di TKP, ada satu yang memberatkannya, yakni pisau yang terdapat sidik jarinya. Pisau itu diyakini sebagai senjata pembunuhan Angga karena terdapat darah Angga di sana."

"Tapi semua yang ditemukan dirasa begitu kebetulan. Kalau benar Fauzia yang membunuh Angga, untuk apa dia menyimpan pakaian penuh darah di dalam kamar. Begitu senjata pembunuhan. Lebih baik dibuang ke tempat yang jauh."

Daffa mengemukakan analisanya. Krishna menyetujui apa yang disampaikan pria itu. Banyak keganjilan yang dirasakan dari kasus ini. Polisi yang menangani kasus ini juga mengatakan hal sama. Tapi mereka sedang diburu waktu untuk menyelidiki kasus ini. Orang tua Angga meminta mereka secepatnya menjebloskan pembunuh anaknya ke penjara.

"Lebih baik kita mulai bekerja sekarang. Pak Gunawan, bisakah Bapak mengerahkan anak buah Bapak untuk mencari keberadaan Andika?"

"Bisa. Apa ada foto laki-laki itu?"

Krishna mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan foto Andika yang didapatnya dari petugas polisi. Pria itu lalu mengirimkan foto tersebut pada ponsel Gunawan. Krishna juga menyerahkan hasil rekaman suara Fauzia.

"Saya akan menemui Ibu Kokom. Perempuan itu terlihat mencurigakan," ujar Krishna.

Gunawan bergegas menuju mobilnya sambil menghubungi dua anak buahnya. Krishna langsung berpamitan pada Daffa. Dia akan menuju desa Banjarsari untuk bertemu dengan Kokom dan Murni.

"Kamu mau kemana?" Daffa melihat pada Reza.

"Aku mau ke rumah sakit. Papa masih belum tersadar dari komanya. Aku mau menungguinya."

"Baiklah. Kamu tidak usah ke kantor dulu. Urus saja dulu Om Faisal."

Dengan menggunakan kendaraan masing-masing, Daffa dan Gunawan segera meninggalkan pelataran parkir kantor polisi. Kedua mobil itu mengambil arah yang berbeda setelah melewati lampu merah.

***

Fauzia duduk melamun di dalam selnya. Kedatangan Daffa seolah memberikan angin segar untuknya. Semoga saja Krishna bisa menemukan Andika dan membebaskannya dari sini. Selain itu, Fauzia masih penasaran dengan sosok Daffa. Tiba-tiba saja pria itu muncul dan mengaku sebagai Pamannya.

Lamunan Fauzia terhenti ketika rambutnya ditarik oleh seseorang. Dua orang penghuni sel lainnya mendekatinya. Salah satunya menarik rambutnya sampai kepalanya terdongak.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Heh pembunuh! Aku tidak suka melihat wajah jelekmu itu!"

"Aku juga tidak suka melihat wajahmu!" balas Fauzia.

Apa yang dikatakan Fauzia sontak membuat wanita itu berang. Namun Fauzia tidak menunjukkan ketakutan sama sekali. Dia sudah muak terus menerus mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari rekan satu selnya. Fauzia menarik tangan wanita bertubuh bongsor itu ke dekat mulutnya lalu menggigitnya.

"Aaaaa!"

Jambakan wanita itu di rambut Fauzia langsung terlepas. Temannya yang satu langsung membantu dengan memberikan tamparan di pipi Fauzia. Tak terima mendapat tamparan, Fauzia berdiri lalu menyerang wanita itu. Pergumulan tiga wanita langsung terjadi. Petugas segera datang untuk memisahkan mereka.

"Jangan membuat keributan! Kamu! ikut saya!''

Fauzia berdiri lalu mengikuti petugas itu. Fauzia dipindahkan ke sel sebelah yang kosong. Wanita itu masuk lalu duduk di pojokan sambil memeluk lututnya.

***

Krishna sudah tiba di Desa Banjarsari. Orang yang pertama ditemuinya adalah Murni. Dia ingin mencocokkan cerita Fauzia dengan wanita itu. Apa yang dikatakan Fauzia dibenarkan oleh Murni. Wanita itu juga mencurigai Andika ada di balik kematian Angga.

"Rumah Ibu Kokom di mana?"

"Tidak jauh dari rumah Uzi. Mari saya antar."

Murni mengantar Krishna menuju rumah Kokom. Rumah milik janda anak dia itu terlihat sepi. Krishna mempersoalkan Murni untuk pulang, dia sendiri yang akan menemui Kokom. Tak lama setelah Murni pergi, Kokom keluar membukakan pintu.

"Selamat siang. Dengan Ibu Kokom?"

"Iya benar."

"Perkenalkan saya Krishna," pria itu mengeluarkan kartu namanya lalu memberikannya pada Kokom.

"Saya adalah pengacara dari Ibu Fauzia."

"Pengacara? Uzi punya uang darimana menyewa pengacara?" gumam Kokom pelan namun masih bisa tertangkap oleh telinga Krishna.

Kokom menilai penampilan Krishna. Pakaian yang dikenakan pria itu terlihat mahal. Belum lagi jam tangan merk ternama yang melingkar di pergelangan tangannya. Pasti Krishna bukanlah pengacara sembarangan.

"Apa Ibu punya waktu untuk berbicara? Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Ibu."

Walau enggan, akhirnya Kokom mempersilakan Krishna untuk masuk. Pria itu langsung bertanya tentang hubungan rumah tangga Angga dan Fauzia dan juga hubungan Andika dengan Fauzia. Keterangan yang diberikan Kokom berbeda dengan yang diberikan oleh Murni.

"Uzi itu perempuan tidak tahu diri. Angga itu suami yang baik, malah diselingkuhi. Bukan cuma itu saja, dia sudah membunuh suaminya sendiri."

"Bagaimana Ibu bisa yakin kalau Ibu Fauzia yang membunuh Bapak Angga? Polisi saja masih menyelidiki kasusnya sampai sekarang."

"Semua bukti sudah jelas mengarah padanya. Pisau yang dipakai membunuh Angga ditemukan di belakang rumahnya. Belum lagi pakaian Uzi yang penuh darah ditemukan di kamarnya Uzi."

"Saya dengar Ibu yang menemukan pakaian itu."

"Iya," jawab Kokom bangga.

"Bagaimana Ibu bisa tahu Ibu Fauzia menyembunyikan pakaian yang berlumuran darah di kamarnya?"

Bab terkait

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 8

    "Bagaimana Ibu bisa tahu Ibu Fauzia menyembunyikan pakaian yang berlumuran darah di kamarnya?" "Tentu saja karena saya mencarinya." "Kenapa Ibu yakin sekali akan menemukan sesuatu yang penting? Apa Ibu sudah mencurigai Fauzia sebelumnya?" "Saya sudah curiga ketika pagi-pagi saya datang ke rumahnya. Di sana tidak ada Angga dan Uzi lama sekali saat membuka pintu. Seperti ada yang sedang disembunyikannya." "Kenapa Ibu sampai habis berpikir kalau Fauzia sudah membunuh Angga? Bisa saja Angga tidak berada di rumah karena sudah berangkat kerja. Ibu hanya Ibu rumah tangga biasa, rasanya aneh saja kalau sampai Ibu punya kecurigaan seperti itu. Lalu apa hak Ibu menggeledah rumah Fauzia bahkan sampai masuk ke dalam kamarnya. Bahkan polisi saja membutuhkan surat ijin untuk menggeledah rumah tersangka." Cecaran pertanyaan Krishna langsung membungkam mulut Kokom. Wanita itu tidak tahu harus menjawab seperti apa. Krishna menatap padanya dengan pandangan curiga. "Saya hanya penasaran saja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 9

    "Mau saya antar lagi, Bu?" tawar Gunawan seraya menyunggingkan senyuman."Kamu masih di sini?" tanya Kokom dengan raut wajah terkejut."Iya, Bu. Saya lagi cari penumpang yang searah dengan jalan pulang. Lumayan buat tambahan bensin. Ibu mau saya antar kemana lagi?""Ngga usah! Saya mau keluar kota."Kepala Kokom menoleh ke kanan dan kiri. Wanita itu sedang berpikir hendak pergi kemana. Lalu dia melangkahkan kakinya menuju elf yang sedang mengetes. Tanpa pikir panjang, Kokom segera menaiki elf dengan tujuan Rancabuaya. Gunawan masih memperhatikan dari atas motornya. Setelah Kokom naik, pria itu menjalankan kendaraannya lalu berhenti di dekat elf yang sedang mengetem. Dia berbincang sejenak dengan supir elf tersebut. Penumpang elf memang baru Kokom seorang. Pria itu menolehkan kepalanya ke belakang."Bu.. naik yang lain saja. Saya tidak jadi narik.""Kenapa, Mang?""Kepala saya mendadak pusing. Takut ada apa-apa di jalan. Jadi saya batalkan aja, saya mau pulang."Dengan perasaan dongk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 10

    "PERGI!!" teriak Anita kencang. Fauzia masih belum bangun dari posisinya. Luka benturan yang dialaminya tadi membuat kepalanya pusing. Salah seorang pelajar mendekat lalu membantu Fauzia berdiri. Melihat apa yang terjadi pada Dita, Krishna segera mendekat. "Kenapa kamu bisa bebas? Kamu harusnya tetap berada di penjara! Dasar pembunuh!" maki Salim. "Tolong percaya padaku, Pa. Aku tidak membunuh Kang Angga, aku sangat mencintainya." "Berhenti menyebut nama anakku!" hardik Anita dengan suara kencang. Suasana pemakaman yang semula berlangsung khidmat kini berangsur tegang. Fauzia masih terus berusaha meyakinkan kedua mertuanya kalau apa yang dituduhkan padanya tidak benar. "Tolong percaya padaku," ujar Fauzia dengan wajah bersimbah airmata. "Suatu kesalahan membiarkan Angga menikahimu. Aku akan pastikan kamu membusuk di penjara!" "Ibu Fauzia tidak bersalah. Dia sudah dibebaskan oleh polisi. Pembunuh sebenarnya sudah tertangkap," Krisha datang menyela pembicaraan. "Siapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 11

    "Kamu siapa?" "Aku kakakmu." Sejenak Fauzia dibuat terbengong. Dia memandangi Reza dan Daffa bergantian. Kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing. Pertama Daffa datang mengaku sebagai Pamannya, dan sekarang Reza mengaku sebagai Kakaknya. "Tidak usah terkejut. Aku adalah anak angkat Pamanmu," lanjut Reza yang melihat Fauzia terkejut. "Anak angkat? Tapi usia kalian seperti sepantaran. Daripada menjadi anak angkat, bukankah kalian lebih cocok menjadi saudara angkat?" Reza melihat pada Daffa sambil berdecak. Semua karena pengakuan pria itu yang mengatakan dirinya adalah Paman Fauzia. Reza menarik kursi ke dekat bed lalu mendudukkan diri di sana. "Uzi.. dengarkan aku. Kamu memang memiliki seorang Paman, tapi bukan dia," Reza menunjuk pada Daffa. "Maksudnya?" Fauzia terlihat semakin bingung saja. "Daffa adalah anak dari atasan Pamanmu, dia juga atasanku. Tapi hubungan kami sangat dekat, sudah seperti sahabat. Sedang Pamanmu bernama Faisal. Dia adalah adik kembar Papamu." "

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 12

    Fauzia dan Krishna langsung menghambur ke arah Andika. Tubuh pria itu tidak bergerak lagi, hanya air liur saja yang terus keluar dari mulutnya. Krishna bergerak cepat memanggil petugas. Salah seorang petugas masuk dan memeriksa keadaan Andika. Dia lalu memerintahkan rekannya yang lain membawa Andika ke rumah sakit. Bersama Krishna, Fauzia mengikuti Andika yang dilarikan ke rumah sakit. Wanita itu masih belum mendapat jawaban dari Andika. Dia tidak rela kalau pria itu mati begitu saja, membawa misteri kematian suaminya. Sesampainya di IGD rumah sakit, dokter dan perawat langsung menangani Andika. Namun sayang, lima menit setelah pria itu datang, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Fauzia terhenyak melihat suster menutupi tubuh Andika dengan kain putih. Dengan cepat dia mendekati sang dokter. "Dokter, kenapa dia bisa mati? Apa yang terjadi padanya? Tolong selamatkan nyawanya, ada yang ingin kukatakan padanya. Tolong dokter!" "Maaf, Bu. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Kondis

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 13

    Kondisi Faisal sudah mulai stabil. Masa kritisnya sudah lewat, hanya tinggal menunggu pria itu bangun dari tidur panjangnya. Setelah berdiskusi dengan tim dokter, Faisal diperbolehkan pindah ke ruang perawatan biasa. Pria itu ditempatkan di ruang VVIP oleh Daffa. Fauzia duduk di sisi bed. Di atas bed, Faisal masih setia memejamkan matanya. Fauzia mengambil anting yang diberikan Kokom padanya. Pikirannya melayang, siapa pemilik anting ini? Apa dia dalang dibalik kematian suaminya? Ataukah dia yang sudah membunuh suaminya? Lamunan Fauzia buyar ketika sebuah tangan mengambil anting yang dipegangnya. Kepalanya terdongak, ternyata Daffa sudah berdiri di sampingnya. Tak lama kemudian Reza datang bergabung. Matanya langsung tertuju pada anting di tangan Daffa. "Anting siapa itu?" tanya Reza. "Itu anting yang diberikan Bu Kokom. Kata Bu Kokom, Andika yang memberikannya. Andika bilang kalau aku mau menemukan siapa pembunuh suamiku, aku harus tahu siapa pemilik anting ini." "Apa kamu p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 14

    "Perkenalkan, ini Fauzia. Keponakan kandung Pak Faisal Wiranata, dan juga istri dari mendiang Angga Wiguna, anak anda." Untuk sesaat Salim dan Rafi hanya terdiam. Kedua pria itu memandangi Fauzia yang berdiri di belakang Daffa dan Reza. Tidak disangka menantu yang tidak diinginkan ternyata keponakan dari Faisal Wiranata. Walau Faisal bukan pemilik Noble Group, namun posisinya di perusahaan besar itu bisa dianggap penting. Reza meminta Fauzia duduk di sampingnya. Suasana di dalam ruangan sejenak menjadi hening. Ada rasa enggan di hati Salim memenuhi keinginan Daffa. Di matanya Fauzia tetaplah orang yang sudah membunuh anaknya. Selain itu, karena Fauzia juga Angga pergi meninggalkan dirinya. "Bagaimana Pak Salim? Apa anda menerima tawaran saya?" Suara Daffa memecah lamunan Salim. Rafi menyenggol sang ayah, meminta pria itu segera mengambil keputusan. Salim memandangi Fauzia dengan tatapan tajam. Fauzia meremat dress yang dikenakannya. Pandangan Salim dirasakan begitu menusuk. Ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 15

    "Apa maumu?" tanya Fauzia seraya meningkatkan kewaspadaan. "Aku menginginkanmu." Rafi semakin mendekatkan tubuhnya. Fauzia sampai menahan nafas karena jarak di antara mereka semakin terkikis. Rafi memandangi wajah cantik Fauzia dengan pandangan memuja. Wajah mantan Kakak iparnya ini ternyata lebih cantik dari tunangannya walau dia hanya memoles wajahnya dengan make up tipis. Tangan Fauzia menahan dada Rafi ketika pria itu berbuat mencium bibirnya. Matanya menatap tajam pada pria mesum di depannya. "Berani kamu menyentuhku, hanya dengan satu panggilan aku bisa membuat Wiguna Group hancur. Apa kamu lupa syarat yang diajukan Kakakku?" Menyadari itu, Rafi menarik tubuhnya menjauh dari Fauzia. Pria itu tertawa pelan sambil melihat pada Fauzia. Sesaat dia lupa kalau mantan iparnya berada di bawah perlindungan Noble Group. "Baiklah, maafkan aku Kakak ipar, aku sudah khilaf. Tapi kalau kamu datang sendiri padaku dan menyerahkan dirimu sendiri, itu tidak melanggar perjanjian bukan?

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07

Bab terbaru

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 27

    "Warna merah ini sepertinya bercak darah," ujar Beni seraya menunjuk noda merah tersebut.Gunawan mengambil cotton bud yang sedikit dibasahi agar lembab, kemudian dia menggosokkan cotton bud tersebut ke noda merah yang sudah mengering. Kemudian dimasukkan cotton bud tersebut ke dalam plastik ziplock."Aku akan langsung pergi menemui Fajar untuk menguji ini. Kalau benar ini adalah noda darah dan cocok dengan darah Angga, maka bisa dipastikan di sinilah TKP pembunuhan Angga. Kamu terus awasi Badri, jangan sampai dia masuk ke sini lagi.""Siap, Bang."Gunawan segera bersiap. Pria itu mengambil kunci mobil lalu melajukannya. Sepeninggal Gunawan, Beni membuat kopi lalu membawanya keluar rumah. Dia duduk santai di teras sambil melihat lalu lalang orang di depan rumahnya.Tak lama kemudian terdengar suara wanita yang menjual jajanan pasar melintas menggunakan sepeda ontel. Dari arah rumah Kokom, Badri keluar kemudian memanggil penjual tersebut. Beni ikut mendekati sang penjual sambil berpur

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 26

    Atas permintaan Daffa, Gunawan terus menyelidiki kasus kematian Angga. Sampai sejauh ini mereka belum menemukan apa-apa. Semuanya terhenti sampai kematian Andika. Pihak kepolisian juga menemukan jalan buntu. Untuk sementara mereka menyimpulkan kalau Andika adalah pembunuh Angga. Selama menyelidiki kasus Angga, Gunawan tetap berkoordinasi dengan temannya yang bertugas menyelidiki kasus tersebut. Jika ada informasi baru, keduanya kerap berbagi informasi. Temannya itu menjanjikan jika ada perkembangan baru, dia akan membuka kasus Angga lagi. Bersama dengan anak buahnya, Gunawan kembali ke tempat awal kasus bermula. Gunawan dan Beni pergi ke Desa Banjarsari menggunakan mobil. Mereka memutuskan kembali ke sana, untuk menyelesaikan penyelidikan dari awal. Siapa tahu mereka bisa mendapatkan petunjuk baru. Setelah memarkirkan kendaraan di dekat lapangan bola, Gunawan dan Beni berjalan menuju warung kopi yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari lapangan. Mereka sengaja menuju ke sana. Beb

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 25

    "Soal yang kulakukan padamu beberapa hari yang lalu. Maaf aku sudah menamparmu. Aku terbawa emosi waktu itu." Tidak ada jawaban dari Daffa. Pria itu tiba-tiba saja mendorong tubuh Fauzia sampai punggung wanita itu merapat ke tembok. Lalu tanpa diduga, dia langsung membenamkan bibirnya ke bibir ranum Fauzia. "Mas.." Lamunan Daffa buyar ketika mendengar panggilan Fauzia. Pria itu berdehem untuk menghilangkan kegugupannya. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu. Sepertinya Daffa masih ingin mencicipi bibir Fauzia lagi. "Apa katamu tadi?" "Aku minta maaf karena sudah menamparmu. Aku.. aku hanya terbawa emosi. Maaf Mas." "Tidak apa, lupakan saja. Apa kedatanganmu hanya untuk mengatakan ini?" "Tidak juga. Sebenarnya ada hal lain yang mau kubicarakan." "Ayo duduklah." Daffa mengajak Fauzia menuju sofa yang ada di ruang kerjanya. Keduanya duduk berhadapan. Fauzia kemudian menceritakan tentang saham Angga yang sekarang sudah dialihkan atas namanya. "Jujur aja Mas, sebenarnya

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 24

    Begitu pintu terbuka, Fauzia terkejut melihat Daffa yang hanya mengenakan handuk yang dililit di bagian pinggang, sementara bagian atasnya dibiarkan terbuka. Tetesan air yang membasahi dadanya membuat pria itu terlihat semakin seksi. Jantung Fauzia berdetak lebih kencang melihat penampilan Daffa. Wanita itu meneguk ludahnya kelat. Untuk sesaat dia hanya terbengong saja. "Ada apa?" suara Daffa membangunkan Fauzia dari lamunannya. "Makan malam sudah siap, Mas." "Aku pakai baju dulu." Fauzia bergegas meninggalkan Daffa. Wanita itu heran sendiri kenapa dia sering terlibat dengan situasi canggung bersama Daffa. Fauzia kembali ke meja makan. Di sana Faisal sudah duduk untuk menikmati makan malam. Terdengar dering ponsel Fauzia dari arah kamar. Wanita itu bangun dari duduknya kemudian menuju kamar. Fauzia mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur. Dia langsung menjawab panggilan yang berasal dari Murni. "Halo." "Halo Uzi, bagaimana kabarmu?" "Baik. Teteh sendiri gimana?" "Baik

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 23

    Karena tidak menemukan Fauzia di lantai dasar, Daffa pun menuju lantai dua. Pandangannya langsung mengedar ke setiap sudut ruangan di sana. Kemudian dia menangkap Fauzia berdiri di dekat ruangan yang dibatasi oleh tirai.Ketika Daffa mendekat, matanya menangkap langkah kaki mendekati tirai. Salah seorang yang berada dalam ruangan, bermaksud keluar. Sementara Fauzia semakin mendekatkan tubuhnya untuk mencuri dengar lebih jelas.Dengan cepat Daffa menghambur pada Fauzia. Ditariknya tubuh wanita itu sedikit menjauh dari tirai lalu mendorongnya hingga punggung Fauzia menyentuh tembok di belakangnya. Masih terkejut dengan tindakan Daffa, tiba-tiba saja bibir pria itu sudah menempel di bibirnya.Untuk sejenak Fauzia terdiam. Kesadarannya berhamburan ketika Daffa memagut bibirnya dengan lembut. Ketika kesadarannya kembali, wanita itu bermaksud untuk melepaskan diri, namun dia melihat ada yang keluar dari ruangan. Tak ingin ketahan tengah menguping, Fauzia pun urung mendorong tubuh Daffa. Bah

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 22

    Salim segera dilarikan ke rumah sakit setelah jatuh pingsan. Dokter segera memberikan pertolongan cepat. Dari gejalanya, pria itu disinyalir mengalami keracunan tetrodotoksin. Itu adalah jenis racun yang terdapat dalam ikan buntal. Karena mendapat penanganan yang tepat, nyawa Salim bisa diselamatkan namun pria itu harus menjalani perawatan dan pemantauan serius dari pihak medis. Anita dan Imron memilih menyembunyikan kasus ini dan tidak melaporkannya pada polisi. Namun Rafi bersikeras untuk melaporkan hal tersebut. Setahunya sang ayah tidak pernah mengkonsumsi ikan buntal. Polisi segera datang ke rumah sakit untuk penyelidikan. Mereka juga datang ke rumah. Makanan dan alat makan yang digunkan Salim terakhir kali tidak diperbolehkan untuk dibuang, dibersihkan atau disentuh. Petugas polisi itu membawa semuanya untuk diperiksa. "Kenapa kamu melaporkan hal ini ke polisi?" tanya Anita pada Rafi. "Coba Mama pikir, kapan Papa pernah memakan ikan buntal? Selama ini juga Papa selalu menjag

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 21

    "Selama aku menguraikan kode ini, bisakan kamu bawakan makan siang untukku?" Daffa menolehkan kepalanya, melihat pada Fauzia. Menunggu persetujuan wanita itu agar mau melakukan permintaannya. Jujur saja, Daffa sudah candu dengan rasa masakan Fauzia yang lezat. "Tidak masalah. Mas mau makan apa? Nanti aku masakan." "Terserah kamu saja. Aku bukan orang pemilih. Aku juga suka pedas." "Ehm.. baiklah. Besok aku akan membawakanmu makan siang. Tapi tolong katakan pada sekretarismu kalau akan datang untuk mengantarkan makan siang. Dia sepertinya tidak menyukaiku." "Feli?" "Iya. Sepertinya dia menyukaimu." "Jangan membuat gosip." "Siapa yang membuat gosip? Aku ini perempuan, tentu saja aku tahu kalau perempuan itu menyukaimu." Daffa tidak mempedulikan ucapan Fauzia. Di matanya Felicia tidak lebih hanyalah seorang sekretaris saja. Selama pekerjaannya baik, dia akan tetap mempertahankan wanita itu. "Kalau begitu, aku pulang dulu." "Tunggu, biar aku antar. Kebetulan aku ada meeting di

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 20

    "Kang Angga.." Mata Fauzia nampak berkaca-kaca saat melihat wajah suaminya di layar laptop. Wanita itu terus melihat ke layar laptop tanpa berkedip. "Hai sayang.. kalau kamu lihat video ini, berarti aku sudah tidak bersamamu lagi." Airmata Fauzia jatuh menetes mendengar kata-kata pertama yang diucapkan dalam video. Faisal merengkuh bahu keponakannya itu lalu merangkulnya. "Maafkan aku, sayang. Maaf kalau aku tidak bisa menemanimu lagi. Inginku bisa terus bersamamu sampai menua bersama. Tapi satu hal yang aku syukuri, aku beruntung memilikimu sebagai istri. Terima kasih sudah menemaniku selama ini. Mungkin alasan Tuhan belum memiliki keturunan, agar kita mempunyai waktu bersama lebih lama lagi." Nampak Angga menjeda ucapannya. Pria itu menghapus buliran bening yang membasahi pipinya. Airmata Fauzia semakin deras bercucuran. "Waktu Papa meminta bantuanku mengaudit perusahaan, sejak saat itu aku mulai merasakan kalau aku berada dalam bahaya. Aku merasa seperti ada yang tenga

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 19

    Suasana di ruang perawatan Faisal sesaat menjadi sunyi. Fauzia masih belum menanggapi cerita Faisal tentang masa lalu dirinya bersama Faidhan, saudara kembar sekaligus ayah dari Fauzia."Om tahu, kamu pasti membenci Om. Tapi tolong jangan pergi. Biarkan Om menebus kesalahan Om dengan menjagamu. Kamu satu-satunya keluarga yang Om miliki selain Reza. Kamu anak Faidhan dan Kelana, sudah kewajiban Om untuk menjagamu."Wajah Faisal nampak sendu ketika mengatakan itu semua. Walau waktu sudah berlalu lebih dari 25 tahun, namun kesalahan yang dulu dilakukan olehnya masih membekas sampai sekarang. Perasaan menyesal terus menggelayuti dirinya. Bahkan pria itu tidak ada keinginan untuk berumah tangga dan hanya fokus merawat Reza saja.Fauzia bangun dari duduknya, kemudian dia mendekati ranjang Faisal. Mendudukkan diri di sisi ranjang, kemudian meraih tangan pria itu. Tatapan matanya begitu lembut dan menenangkan. Sebuah senyuman diberikan olehnya."Apa yang Om katakan, itu hanyalah cerita masa l

DMCA.com Protection Status