"Fauzia? Ada apa dengannya?"
"Dia ditahan di kantor polisi atas tuduhan pembunuhan suaminya." "Apa?" "Papa harus pergi sekarang." "Tapi sekarang sudah malam. Apa Papa ngga bisa menunggu besok? Lagipula di luar sedang hujan deras." "Fauzia membutuhkan Papa sekarang." "Kalau begitu aku ikut." "Kamu di sini saja. Takutnya Papa akan sibuk mengurus Fauzia. Kamu di sini gantikan Papa membantu Daffa." Reza hanya bisa menuruti apa kata Papanya. Dia mengantarkan Faisal menuju garasi. Pria paruh baya itu segera masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan roda empat itu keluar dari pekarangan rumahnya. Cukup lama Reza berada di teras sepeninggal sang Papa. Sebenarnya dia cemas melepaskan Faisal pergi sendiri. Entah mengapa perasaannya tidak enak. Pria itu buru-buru mengusir perasaan buruknya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia pun segera masuk ke dalam rumah. Reza mengambil ponselnya, dia ingin mencari tahu kasus yang menimpa Fauzia. Siapa tahu kasus tersebut diberitakan oleh media massa. Reza bukanlah anak kandung Faisal. Pria itu tidak pernah menikah sampai sekarang. Pria berusia lima puluh tahun tersebut memilih melajang setelah patah hati ketika wanita yang dicintainya menikahi pria lain dan pria itu adalah Kakak kembarnya sendiri, Faidhan. Dengan seksama Reza membaca berita yang berkaitan dengan Fauzia. Wanita itu dituduh berselingkuh dan menghilangkan nyawa suaminya bersama lelaki selingkuhannya. Reza sendiri tidak percaya ketika membaca berita tersebut. Dari penuturan cerita Faisal, Fauzia sangat mencintai suaminya. Rasanya tidak mungkin kalau wanita itu berselingkuh dan membunuh suaminya. Sementara itu, Faisal memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Dia ingin secepatnya tiba di kantor polisi di mana keponakannya berada. Sejak putus hubungan dari Faidhan, Faisal memang tidak pernah lagi memperlihatkan batang hidungnya di hadapan sang kakak. Saudara satu-satunya itu memutuskan hubungan persaudaraan karena kesalahan yang dilakukan Faisal. Dua puluh tahun hidup tanpa ingin tahu kabar tentang saudaranya, akhirnya Faisal memberanikan diri mencari kabar tentang sang Kakak. Namun ternyata Faidhan dan istrinya sudah meninggal dunia karena kecelakaan. Dan mereka meninggalkan anak semata wayangnya, Fauzia. Sejak lima tahun lalu, Faisal sudah berhasil menemukan keberadaan Fauzia. Wajah anak itu sangat mirip dengan Kelana. Faisal tidak berani menemui Fauzia. Namun dia terus memantau keadaan keponakannya itu dan diam-diam membantunya lewat perpanjangan tangan orang lain. Perasaan Faisal lega ketika Fauzia menikah dengan Angga yang dia tahu latar belakang keluarganya seperti apa. Hujan yang turun semakin deras. Jarak pandang Faisal menjadi terbatas. Namun begitu, pria itu masih tidak menurunkan laju kendaraannya. Tiba-tiba saja dari arah berlawanan, muncul sebuah mobil. Terkejut melihat mobil muncul di depannya, refleks Faisal membanting setir. Karena laju mobilnya begitu cepat, pria itu tidak bisa mengendalikan kendaraannya. Mobil tersebut meluncur menabrak pohon besar di depannya. * * * Sambil berlari, Reza memasuki IGD Rumah Sakit Permata Medika. Setengah jam yang lalu dia mendapatkan telepon dari petugas polisi kalau Faisal mengalami kecelakaan. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Papanya. Reza membalikkan tubuhnya ketika sebuah tangan menepuk pundaknya. "Dengan saudara Reza?" tanya seorang pria yang mengenakan seragam berwarna coklat. "Iya, Pak. Bagaimana dengan Papa saya? Bagaimana dia bisa mengalami kecelakaan?" "Untuk sementara, kami mengambil kesimpulan kalau itu adalah kecelakaan tunggal. Tapi kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut." "Apa anda wali Pasien yang mengalami kecelakaan?" seorang dokter mendekati Reza. "Iya, Pak. Saya anaknya. Bagaimana keadaan Papa saya?" "Keadaannya kritis dan harus segera dilakukan operasi." "Lakukan saja, Dok." "Kalau begitu, silakan ditanda tangani formulir persetujuan operasi." Seorang suster segera memandu Reza menuju meja perawat. Wanita itu menyerahkan formulir yang harus ditanda tangani Reza. Dengan cepat Reza menanda tanganinya. Tak lama kemudian dua orang perawat mendorong blankar Faisal dan membawanya ke ruang operasi. Reza diminta mengurus administrasi lebih dulu saat Faisal akan dibawa ke ruang operasi. Usai mengurus administrasi, Reza bergegas menuju lantai tiga, di mana ruang operasi berada. Pria itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang ada di sana. Perasaannya kacau, takut sesuatu terjadi pada Faisal. Belum lagi masalah yang menimpa Fauzia, membuat Reza hanya bisa meremat rambutnya dengan kasar. Pria itu kemudian mengambil ponselnya. Dia segera menghubungi Daffa, atasan sekaligus sahabatnya. Daffa adalah anak dari Rizal Dirgantara, pengusaha sukses dan juga atasan langsung Faisal. Sudah lima belas tahun Faisal bekerja sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaan Rizal. Saat ini Rizal sedang berada di luar negeri. Urusan kantor diserahkan pada anaknya, Daffa. "Halo.." terdengar suara Daffa dari seberang. "Daf.. Papa kecelakaan." "Apa? Kecelakaan di mana? Bagaimana keadaannya?" cecar Daffa. "Nanti aja ceritanya. Apa kamu bisa ke sini?" Suara Reza terdengar begitu berat. Daffa tahu betapa Reza sangat menyayangi ayah angkatnya itu. "Kamu di mana?" "Aku di Rumah Sakit Permata Medika, lantai tiga. Papa sedang dioperasi." "Aku ke sana sekarang." Panggilan langsung terputus. Reza kembali terdiam, matanya melihat pada pintu masuk operasi yang masih tertutup. * * * Tak sampai satu jam, Daffa sudah sampai di rumah sakit. Pria itu langsung menuju lantai tiga. Di sana nampak Reza tengah duduk terkulai menunggu jalannya operasi. Daffa segera mendekat lalu duduk di samping Reza. "Bagaimana Om Faisal bisa kecelakaan?" tanya Daffa. "Papa baru dapat kabar kalau Fauzia terkena kasus." "Fauzia? Siapa?" Kening Daffa nampak berkerut. Pria itu belum pernah mendengar nama Fauzia sebenarnya. Faisal memang sangat tertutup. Soal masa lalunya, hanya Rizal dan Reza saja yang tahu. "Fauzia itu keponakan Papa." "Keponakan? Bukannya Om Faisal hidup sebatang kara? Memangnya Om Faisal masih punya keluarga?" "Papa sebenarnya punya saudara kembar, namanya Faidhan. Tapi Om Faidhan dan istrinya sudah meninggal dan Fauzia adalah anak dari Om Faidhan." Baru kali ini Daffa mendengar tentang keluarga Faisal. Tapi bukan hal aneh juga karena Daffa memang tidak pernah ikut campur pada kehidupan pribadi orang lain. Reza pun mulai menceritakan rahasia tentang Faisal. Pria itu merasa Daffa harus tahu tentang Fauzia dan masa lalu Papanya. Keadaan Faisal sekarang tidak memungkinkan pria itu untuk membantu Fauzia. Harapan Reza hanya ada pada Daffa. Tapi pria itu harus tahu dulu masa lalu Faisal. Faidhan dan Faisal hanya tinggal berdua sejak remaja. Kedua orang tua mereka sudah meninggal dan hanya mengandalkan satu sama lain untuk bertahan hidup. Ketika keduanya berusia 23 tahun, jalan mereka mulai terpisah. Faisal bekerja jauh dan harus meninggalkan kampung halaman tempat orang tuanya tinggal. Sebelum pergi, Faisal sempat bertemu dengan wanita yang berhasil memikat hatinya. Namun karena pria itu Pemalu, dia tidak berani mendekati wanita itu dan hanya memendam perasaan sukanya. Sampai akhirnya dia harus pergi untuk bekerja di luar kota. Ternyata bukan hanya Faisal, tapi Faidhan pun terpikat oleh kecantikan dan kelembutan Kelana, wanita yang dicintai Faisal. Berbeda dengan adik kembarnya yang pemalu, Faidhan lebih berani mengungkapkan perasaannya. Gayung bersambut, Kelana pun memiliki perasaan yang sama dengan pria itu. Dalam kurun waktu tiga bulan, Faidhan sudah membawa Kelana ke pelaminan. Ketika Faidhan menikah, dia meminta Faisal untuk datang. Namun dikarenakan pria itu sedang berada di luar pulau karena pekerjaan, Faisal tidak bisa datang. Dia juga tidak tahu kalau wanita yang dinikahi Kakaknya adalah Kelana. Di usia pernikahan yang ke dua bulan, terjadi musibah di kampung yang ditinggali Faidhan. Bencana longsor melanda. Banyak warga yang kehilangan rumah, bahkan keluarga. Rumah yang dihuni Faidhan rata oleh tanah. Pria itu akhirnya memboyong istrinya pindah ke daerah lain dan memulai hidup di sana. Setelah menikah, Faidhan sampai akhirnya pindah dari kampung halaman, masih belum mengatakan pada istrinya kalau dirinya memiliki kembaran. Dia berencana memberikan kejutan pada Kelana ketika Faisal datang. Pria itu ingin tahu apakah sang istri bisa membedakan dirinya dengan Faisal atau tidak karena mereka kembar identik. Mendapat kabar dari Faidhan, Faisal pun berniat mengunjungi sang Kakak yang sekarang sudah berpindah tempat. Pria itu sengaja tidak memberi kabar kedatangannya, ingin membuat kejutan niatnya. Begitu pria itu sampai di daerah di mana Faidhan tinggal, ternyata Kakak kembarnya itu sedang pergi untuk urusan pekerjaan. Ketika Faisal sampai, haru sudah beranjak malam. Seorang warga yang melintas memanggilnya dengan nama Faidhan. "Cep Idhan ternyata sudah pulang lagi. Katanya pergi sampai tiga hari," tegur pria yang berpapasan dengan Faisal. Tidak ada tanggapan dari pria itu, dia hanya menjawab dengan senyuman. Pria itu terus berjalan sampai akhirnya tiba di rumah Faidhan. Kedatangannya disambut sumringah oleh Kelana karena wanita itu menyangka yang datang adalah suaminya. Faisal cukup terkejut karena Faidhan belum mengatakan soal dirinya pada Kelana. "Katanya Akang pulang besok?" sambut Kelana sambil memeluk lengan Faisal. Jantung pria itu berdegup tak karuan. Perasaannya pada Kelana masih belum usai. Awalnya pria itu hendak mengatakan siapa dirinya, namun melihat sikap Kelana padanya, pria itu mengurungkan niatnya. Dia menikmati saja perlakuan penuh cinta Kelana padanya. "Akang mau mandi dulu? Mau aku siapkan air panas?" "Ngga usah, aku mandi air dingin saja." "Ada apa dengan suara Akang?" Wajah Faisal dan Faidhan memang mirip, namun suara mereka sedikit berbeda. Faisal memiliki suara lebih berat dari Faidhan. "Tenggorokan Akang sakit. Sepertinya mau batuk." "Aku buatkan air jahe buat Akang." "Boleh." Ketika Kelana membuatkan minuman jahe, Faisal segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Begitu selesai mandi, pakaian untuknya sudah tersedia. Faisal segera memakai pakaiannya lalu menghampiri Kelana yang berada di ruang makan. Faisal segera meminum air jahe buatan Kelana. Faisal memandangi wajah cantik kelana. Hampir dua tahun tidak bertemu, wanita itu masih tetap terlihat cantik. Lalu pandangan Faisal tertuju pada perut Kelana yang sedikit menyembul. "Akang belum menyapa anak kita," ujar Kelana membuyarkan lamunan Faisal. Kelana menarik tangan Faisal lalu menaruh di depan perutnya. Perasaan Faisal campur aduk. Dia sangat menyukai perannya sebagai Faidhan. Setan dalam dirinya berbisik, menyuruhnya untuk mengambil kesempatan. Faisal berjongkok lalu mencium perut Kelana. Dengan lembut Kelana membelai rambut Faisal. "Akang mau nengok anak kita?" Faisal meneguk ludahnya kelat. Belum sempat dia menjawab, Kelana sudah menarik tangannya masuk ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, iman Faisal benar-benar diuji. Kelana melepaskan pakaian yang dikenakannya dan hanya menyisakan dalaman saja. Pergolakan batin terjadi. Tawaran Kelana begitu menggiurkan, namun pria itu tahu kalau wanita di depannya adalah istri dari saudara kembarnya. Melihat suaminya yang hanya diam saja, Kelana pun mendekat. Dia mengalungkan tangan di leher suaminya kemudian mengecup bibir Faisal. Tubuh Faisal menegang. Kecupan Kelana sukses membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Melihat suaminya yang masih diam, Kelana kembali mencium bibir suaminya. Kali ini Faisal langsung membalas ciuman Kelana. Tangannya mulai bergerilya mengusap tubuh mulus wanita itu. Kelana mendongakkan lehernya, memberikan akses lebih pada suaminya untuk mengeksplor lehernya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Faisal terus menciumi leher Kelana, bahkan pria itu menyesap cukup kencang hingga meninggalkan jejak kemerahan di sana. Suasana di antara dua orang itu semakin panas saja. Pelan-pelan Faisal membawa Kelana mendekati ranjang. Perlahan wanita itu membaringkan Kelana di atas kasur. Faisal yang sudah dikuasai nafsu setan, melepaskan penutup gunung kembar Kelana. Pria itu sudah tidak bisa menahan hasratnya lagi. "Maafkan aku Idhan, sekali saja aku ingin mencicipi tubuh istrimu. Aku sangat mencintainya," gumam Faisal dalam hati.Sepasang insan tengah meleburkan diri bersama. Mencoba mencari kehangatan dari dinginnya malam. Faisal tidak bisa menolak tawaran manis yang diberikan Kelana padanya. Tak peduli apa yang dilakukannya melabrak norma agama, etika, sosial dan hukum. Bersenggama dengan istri dari Kakaknya adalah haram hukumnya secara agama. Dalam hukum pun akan terkena pasal perzinahan. Namun peduli setan, Faisal tetap memuaskan hasratnya, memacu tubuhnya di atas tubuh Kelana. Desahan dan lenguhan wanita itu semakin membuatnya bersemangat untuk terus memberikan kenikmatan pada wanita hamil tersebut. Tubuh Kelana terkulai lemas ketika Faisal berhasil mengantarkannya meraih puncak kenikmatan lebih dulu. Faisal sendiri tidak mengendurkan serangan. Dia terus memacu tubuhnya, mengejar kenikmatannya yang belum sampai. Punggung pria itu sudah lembab dengan keringat. Kelana bukanlah wanita pertama yang ditiduri olehnya. Sejak Kelana menikah dengan Kakak kembarnya, Faisal yang patah hati menutup diri dari s
Udara di sore hari terasa lebih sejuk. Panasnya terik matahari yang terus menunjukkan keganasannya sejak siang tadi kini perlahan mulai meredup seiring dengan sang fajar yang beranjak menuju peraduannya. Seorang wanita keluar dari sebuah bangunan yang dijadikan kantor . Di depan bangunan terdapat plang nama bertuliskan KOPERASI SUMBER MAKMUR. Wanita bernama Fauzia itu adalah salah satu pegawai di sana. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja di sana sebagai staf keuangan. Dengan tas bahunya wanita itu berjalan menyusuri jalan yang kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan dan persawahan. Sudah tiga tahun ini dia tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Mencari ketenangan dan kenyamanan hidup. "Uzi!" Kepalanya menoleh ketika mendengar suara memanggilnya. Senyum mengembang di wajahnya melihat seorang pria berjalan mendekatinya. Dia adalah Angga, suami sekaligus lelaki yang paling dicintainya di dunia ini. Fauzia dan Angga menikah sejak tiga tahun lalu. Setelah menikah, An
"Uzi.. aku boleh minta minum?" Fauzia yang sedang menyiram tanaman dikejutkan dengan suara seorang lelaki. Tiba-tiba saja Andika sudah berada di belakangnya. Tanpa mempedulikan permintaan Andika, Fauzia melanjutkan pekerjaannya. Dia sudah malas menanggapi Andika. Terkadang pria itu bersikap aneh dan membuat beberapa rekan kerja Fauzia salah paham padanya. Pernah satu kali atasan Fauzia menegurnya. Menurut sang atasan sikap Fauzia kurang pantas karena selalu memberi respon pada Andika. Padahal jelas-jelas wanita itu sudah bersuami. Tentu saja Fauzia dibuat bingung. Selama ini dia merasa tidak pernah menanggapi Andika namun kenapa semua orang bersikap seolah-olah dirinya bermain api dengan Andika. "Uzi.. aku haus. Masa minta minum saja tidak boleh." Fauzia menghela nafasnya lalu melihat pada Andika. Wajah pria itu berkeringat dan nampak lelah. Entah apa yang sudah dilakukannya. "Tunggu di sini." Karena tak tega, akhirnya Fauzia masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan minuma
"Ini darah apa?" gumam Fauzia pelan. Untuk sesaat wanita itu masih terlihat bingung sampai teriakan Kokom kembali terdengar, mengembalikan kesadaran Fauzia pada tempatnya. "Uzi!!!" TOK TOK TOK "Iya, Bu! Sebentar!!" Fauzia bergegas beranjak dari kasur. Dia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci bersih tangannya dari noda darah. Kemudian mengganti pakaiannya. Dimasukkannya pakaian yang terdapat noda darah tersebut ke dalam plastik hitam kemudian menyembunyikannya di laci lemari. Wanita itu merapihkan penampilannya sebentar sebelum membukakan pintu. Nampak Kokom berdiri di depan pintu. Matanya langsung menelisik ke dalam rumah, seolah-olah sedang mencari sesuatu. "Bu Kokom ada apa ke sini pagi-pagi?" tegur Fauzia yang merasa keberatan dengan kedatangan tetangganya itu. "Angga mana?" Fauzia lebih dulu melihat jam yang tergantung di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. "Kang Angga sudah berangkat ke sekolah," bohong Fauzia. Sebenarnya dia s
"Angga!" Usep berteriak kencang ketika melihat wajah Angga yang pucat ketika ikatan plastik terbuka. Bersama yang lain, Usep berusaha mengeluarkan tubuh Angga yang sudah dingin dan kaku. "Innalillahi wa innailaihi rojiun." "Ayo kita bawa mayatnya Angga ke rumahnya. Yusuf, kamu cepat cari Pak RT." "Siap, Pak." Usep bersama dua orang lainnya menggotong Angga yang sudah menjadi mayat. Darah kering nampak di pakaian yang dikenakan pria itu. Dapat Usep dan yang lainnya lihat ada beberapa luka tusukan di perut Angga. Suasana rumah Angga langsung heboh ketika Usep datang sambil menggotong mayat Angga. Ketiga pria itu menaruh mayat Angga di tengah-tengah rumah. Fauzia syok melihat suaminya sudah terbujur kaku menjadi mayat. Wanita itu langsung menghambur mendekati suaminya. "KANG ANGGA!!" Tangis Fauzia langsung pecah. Wanita itu meraung menangis suaminya yang sudah tidak bernyawa. Dipeluknya tubuh Angga yang sudah kaku. Baru semalam mereka berbincang. Angga juga memberikan kal
Sepasang insan tengah meleburkan diri bersama. Mencoba mencari kehangatan dari dinginnya malam. Faisal tidak bisa menolak tawaran manis yang diberikan Kelana padanya. Tak peduli apa yang dilakukannya melabrak norma agama, etika, sosial dan hukum. Bersenggama dengan istri dari Kakaknya adalah haram hukumnya secara agama. Dalam hukum pun akan terkena pasal perzinahan. Namun peduli setan, Faisal tetap memuaskan hasratnya, memacu tubuhnya di atas tubuh Kelana. Desahan dan lenguhan wanita itu semakin membuatnya bersemangat untuk terus memberikan kenikmatan pada wanita hamil tersebut. Tubuh Kelana terkulai lemas ketika Faisal berhasil mengantarkannya meraih puncak kenikmatan lebih dulu. Faisal sendiri tidak mengendurkan serangan. Dia terus memacu tubuhnya, mengejar kenikmatannya yang belum sampai. Punggung pria itu sudah lembab dengan keringat. Kelana bukanlah wanita pertama yang ditiduri olehnya. Sejak Kelana menikah dengan Kakak kembarnya, Faisal yang patah hati menutup diri dari s
"Fauzia? Ada apa dengannya?" "Dia ditahan di kantor polisi atas tuduhan pembunuhan suaminya." "Apa?" "Papa harus pergi sekarang." "Tapi sekarang sudah malam. Apa Papa ngga bisa menunggu besok? Lagipula di luar sedang hujan deras." "Fauzia membutuhkan Papa sekarang." "Kalau begitu aku ikut." "Kamu di sini saja. Takutnya Papa akan sibuk mengurus Fauzia. Kamu di sini gantikan Papa membantu Daffa." Reza hanya bisa menuruti apa kata Papanya. Dia mengantarkan Faisal menuju garasi. Pria paruh baya itu segera masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan roda empat itu keluar dari pekarangan rumahnya. Cukup lama Reza berada di teras sepeninggal sang Papa. Sebenarnya dia cemas melepaskan Faisal pergi sendiri. Entah mengapa perasaannya tidak enak. Pria itu buru-buru mengusir perasaan buruknya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia pun segera masuk ke dalam rumah. Reza mengambil ponselnya, dia ingin mencari tahu kasus yang menimpa Fauzia. Siapa tahu kasus tersebut diberitakan ol
"Angga!" Usep berteriak kencang ketika melihat wajah Angga yang pucat ketika ikatan plastik terbuka. Bersama yang lain, Usep berusaha mengeluarkan tubuh Angga yang sudah dingin dan kaku. "Innalillahi wa innailaihi rojiun." "Ayo kita bawa mayatnya Angga ke rumahnya. Yusuf, kamu cepat cari Pak RT." "Siap, Pak." Usep bersama dua orang lainnya menggotong Angga yang sudah menjadi mayat. Darah kering nampak di pakaian yang dikenakan pria itu. Dapat Usep dan yang lainnya lihat ada beberapa luka tusukan di perut Angga. Suasana rumah Angga langsung heboh ketika Usep datang sambil menggotong mayat Angga. Ketiga pria itu menaruh mayat Angga di tengah-tengah rumah. Fauzia syok melihat suaminya sudah terbujur kaku menjadi mayat. Wanita itu langsung menghambur mendekati suaminya. "KANG ANGGA!!" Tangis Fauzia langsung pecah. Wanita itu meraung menangis suaminya yang sudah tidak bernyawa. Dipeluknya tubuh Angga yang sudah kaku. Baru semalam mereka berbincang. Angga juga memberikan kal
"Ini darah apa?" gumam Fauzia pelan. Untuk sesaat wanita itu masih terlihat bingung sampai teriakan Kokom kembali terdengar, mengembalikan kesadaran Fauzia pada tempatnya. "Uzi!!!" TOK TOK TOK "Iya, Bu! Sebentar!!" Fauzia bergegas beranjak dari kasur. Dia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci bersih tangannya dari noda darah. Kemudian mengganti pakaiannya. Dimasukkannya pakaian yang terdapat noda darah tersebut ke dalam plastik hitam kemudian menyembunyikannya di laci lemari. Wanita itu merapihkan penampilannya sebentar sebelum membukakan pintu. Nampak Kokom berdiri di depan pintu. Matanya langsung menelisik ke dalam rumah, seolah-olah sedang mencari sesuatu. "Bu Kokom ada apa ke sini pagi-pagi?" tegur Fauzia yang merasa keberatan dengan kedatangan tetangganya itu. "Angga mana?" Fauzia lebih dulu melihat jam yang tergantung di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. "Kang Angga sudah berangkat ke sekolah," bohong Fauzia. Sebenarnya dia s
"Uzi.. aku boleh minta minum?" Fauzia yang sedang menyiram tanaman dikejutkan dengan suara seorang lelaki. Tiba-tiba saja Andika sudah berada di belakangnya. Tanpa mempedulikan permintaan Andika, Fauzia melanjutkan pekerjaannya. Dia sudah malas menanggapi Andika. Terkadang pria itu bersikap aneh dan membuat beberapa rekan kerja Fauzia salah paham padanya. Pernah satu kali atasan Fauzia menegurnya. Menurut sang atasan sikap Fauzia kurang pantas karena selalu memberi respon pada Andika. Padahal jelas-jelas wanita itu sudah bersuami. Tentu saja Fauzia dibuat bingung. Selama ini dia merasa tidak pernah menanggapi Andika namun kenapa semua orang bersikap seolah-olah dirinya bermain api dengan Andika. "Uzi.. aku haus. Masa minta minum saja tidak boleh." Fauzia menghela nafasnya lalu melihat pada Andika. Wajah pria itu berkeringat dan nampak lelah. Entah apa yang sudah dilakukannya. "Tunggu di sini." Karena tak tega, akhirnya Fauzia masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan minuma
Udara di sore hari terasa lebih sejuk. Panasnya terik matahari yang terus menunjukkan keganasannya sejak siang tadi kini perlahan mulai meredup seiring dengan sang fajar yang beranjak menuju peraduannya. Seorang wanita keluar dari sebuah bangunan yang dijadikan kantor . Di depan bangunan terdapat plang nama bertuliskan KOPERASI SUMBER MAKMUR. Wanita bernama Fauzia itu adalah salah satu pegawai di sana. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja di sana sebagai staf keuangan. Dengan tas bahunya wanita itu berjalan menyusuri jalan yang kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan dan persawahan. Sudah tiga tahun ini dia tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Mencari ketenangan dan kenyamanan hidup. "Uzi!" Kepalanya menoleh ketika mendengar suara memanggilnya. Senyum mengembang di wajahnya melihat seorang pria berjalan mendekatinya. Dia adalah Angga, suami sekaligus lelaki yang paling dicintainya di dunia ini. Fauzia dan Angga menikah sejak tiga tahun lalu. Setelah menikah, An