"Fauzia? Ada apa dengannya?"
"Dia ditahan di kantor polisi atas tuduhan pembunuhan suaminya." "Apa?" "Papa harus pergi sekarang." "Tapi sekarang sudah malam. Apa Papa ngga bisa menunggu besok? Lagipula di luar sedang hujan deras." "Fauzia membutuhkan Papa sekarang." "Kalau begitu aku ikut." "Kamu di sini saja. Takutnya Papa akan sibuk mengurus Fauzia. Kamu di sini gantikan Papa membantu Daffa." Reza hanya bisa menuruti apa kata Papanya. Dia mengantarkan Faisal menuju garasi. Pria paruh baya itu segera masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan roda empat itu keluar dari pekarangan rumahnya. Cukup lama Reza berada di teras sepeninggal sang Papa. Sebenarnya dia cemas melepaskan Faisal pergi sendiri. Entah mengapa perasaannya tidak enak. Pria itu buru-buru mengusir perasaan buruknya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia pun segera masuk ke dalam rumah. Reza mengambil ponselnya, dia ingin mencari tahu kasus yang menimpa Fauzia. Siapa tahu kasus tersebut diberitakan oleh media massa. Reza bukanlah anak kandung Faisal. Pria itu tidak pernah menikah sampai sekarang. Pria berusia lima puluh tahun tersebut memilih melajang setelah patah hati ketika wanita yang dicintainya menikahi pria lain dan pria itu adalah Kakak kembarnya sendiri, Faidhan. Dengan seksama Reza membaca berita yang berkaitan dengan Fauzia. Wanita itu dituduh berselingkuh dan menghilangkan nyawa suaminya bersama lelaki selingkuhannya. Reza sendiri tidak percaya ketika membaca berita tersebut. Dari penuturan cerita Faisal, Fauzia sangat mencintai suaminya. Rasanya tidak mungkin kalau wanita itu berselingkuh dan membunuh suaminya. Sementara itu, Faisal memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Dia ingin secepatnya tiba di kantor polisi di mana keponakannya berada. Sejak putus hubungan dari Faidhan, Faisal memang tidak pernah lagi memperlihatkan batang hidungnya di hadapan sang kakak. Saudara satu-satunya itu memutuskan hubungan persaudaraan karena kesalahan yang dilakukan Faisal. Dua puluh tahun hidup tanpa ingin tahu kabar tentang saudaranya, akhirnya Faisal memberanikan diri mencari kabar tentang sang Kakak. Namun ternyata Faidhan dan istrinya sudah meninggal dunia karena kecelakaan. Dan mereka meninggalkan anak semata wayangnya, Fauzia. Sejak lima tahun lalu, Faisal sudah berhasil menemukan keberadaan Fauzia. Wajah anak itu sangat mirip dengan Kelana. Faisal tidak berani menemui Fauzia. Namun dia terus memantau keadaan keponakannya itu dan diam-diam membantunya lewat perpanjangan tangan orang lain. Perasaan Faisal lega ketika Fauzia menikah dengan Angga yang dia tahu latar belakang keluarganya seperti apa. Hujan yang turun semakin deras. Jarak pandang Faisal menjadi terbatas. Namun begitu, pria itu masih tidak menurunkan laju kendaraannya. Tiba-tiba saja dari arah berlawanan, muncul sebuah mobil. Terkejut melihat mobil muncul di depannya, refleks Faisal membanting setir. Karena laju mobilnya begitu cepat, pria itu tidak bisa mengendalikan kendaraannya. Mobil tersebut meluncur menabrak pohon besar di depannya. * * * Sambil berlari, Reza memasuki IGD Rumah Sakit Permata Medika. Setengah jam yang lalu dia mendapatkan telepon dari petugas polisi kalau Faisal mengalami kecelakaan. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Papanya. Reza membalikkan tubuhnya ketika sebuah tangan menepuk pundaknya. "Dengan saudara Reza?" tanya seorang pria yang mengenakan seragam berwarna coklat. "Iya, Pak. Bagaimana dengan Papa saya? Bagaimana dia bisa mengalami kecelakaan?" "Untuk sementara, kami mengambil kesimpulan kalau itu adalah kecelakaan tunggal. Tapi kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut." "Apa anda wali Pasien yang mengalami kecelakaan?" seorang dokter mendekati Reza. "Iya, Pak. Saya anaknya. Bagaimana keadaan Papa saya?" "Keadaannya kritis dan harus segera dilakukan operasi." "Lakukan saja, Dok." "Kalau begitu, silakan ditanda tangani formulir persetujuan operasi." Seorang suster segera memandu Reza menuju meja perawat. Wanita itu menyerahkan formulir yang harus ditanda tangani Reza. Dengan cepat Reza menanda tanganinya. Tak lama kemudian dua orang perawat mendorong blankar Faisal dan membawanya ke ruang operasi. Reza diminta mengurus administrasi lebih dulu saat Faisal akan dibawa ke ruang operasi. Usai mengurus administrasi, Reza bergegas menuju lantai tiga, di mana ruang operasi berada. Pria itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang ada di sana. Perasaannya kacau, takut sesuatu terjadi pada Faisal. Belum lagi masalah yang menimpa Fauzia, membuat Reza hanya bisa meremat rambutnya dengan kasar. Pria itu kemudian mengambil ponselnya. Dia segera menghubungi Daffa, atasan sekaligus sahabatnya. Daffa adalah anak dari Rizal Dirgantara, pengusaha sukses dan juga atasan langsung Faisal. Sudah lima belas tahun Faisal bekerja sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaan Rizal. Saat ini Rizal sedang berada di luar negeri. Urusan kantor diserahkan pada anaknya, Daffa. "Halo.." terdengar suara Daffa dari seberang. "Daf.. Papa kecelakaan." "Apa? Kecelakaan di mana? Bagaimana keadaannya?" cecar Daffa. "Nanti aja ceritanya. Apa kamu bisa ke sini?" Suara Reza terdengar begitu berat. Daffa tahu betapa Reza sangat menyayangi ayah angkatnya itu. "Kamu di mana?" "Aku di Rumah Sakit Permata Medika, lantai tiga. Papa sedang dioperasi." "Aku ke sana sekarang." Panggilan langsung terputus. Reza kembali terdiam, matanya melihat pada pintu masuk operasi yang masih tertutup. * * * Tak sampai satu jam, Daffa sudah sampai di rumah sakit. Pria itu langsung menuju lantai tiga. Di sana nampak Reza tengah duduk terkulai menunggu jalannya operasi. Daffa segera mendekat lalu duduk di samping Reza. "Bagaimana Om Faisal bisa kecelakaan?" tanya Daffa. "Papa baru dapat kabar kalau Fauzia terkena kasus." "Fauzia? Siapa?" Kening Daffa nampak berkerut. Pria itu belum pernah mendengar nama Fauzia sebenarnya. Faisal memang sangat tertutup. Soal masa lalunya, hanya Rizal dan Reza saja yang tahu. "Fauzia itu keponakan Papa." "Keponakan? Bukannya Om Faisal hidup sebatang kara? Memangnya Om Faisal masih punya keluarga?" "Papa sebenarnya punya saudara kembar, namanya Faidhan. Tapi Om Faidhan dan istrinya sudah meninggal dan Fauzia adalah anak dari Om Faidhan." Baru kali ini Daffa mendengar tentang keluarga Faisal. Tapi bukan hal aneh juga karena Daffa memang tidak pernah ikut campur pada kehidupan pribadi orang lain. Reza pun mulai menceritakan rahasia tentang Faisal. Pria itu merasa Daffa harus tahu tentang Fauzia dan masa lalu Papanya. Keadaan Faisal sekarang tidak memungkinkan pria itu untuk membantu Fauzia. Harapan Reza hanya ada pada Daffa. Tapi pria itu harus tahu dulu masa lalu Faisal. Faidhan dan Faisal hanya tinggal berdua sejak remaja. Kedua orang tua mereka sudah meninggal dan hanya mengandalkan satu sama lain untuk bertahan hidup. Ketika keduanya berusia 23 tahun, jalan mereka mulai terpisah. Faisal bekerja jauh dan harus meninggalkan kampung halaman tempat orang tuanya tinggal. Sebelum pergi, Faisal sempat bertemu dengan wanita yang berhasil memikat hatinya. Namun karena pria itu Pemalu, dia tidak berani mendekati wanita itu dan hanya memendam perasaan sukanya. Sampai akhirnya dia harus pergi untuk bekerja di luar kota. Ternyata bukan hanya Faisal, tapi Faidhan pun terpikat oleh kecantikan dan kelembutan Kelana, wanita yang dicintai Faisal. Berbeda dengan adik kembarnya yang pemalu, Faidhan lebih berani mengungkapkan perasaannya. Gayung bersambut, Kelana pun memiliki perasaan yang sama dengan pria itu. Dalam kurun waktu tiga bulan, Faidhan sudah membawa Kelana ke pelaminan. Ketika Faidhan menikah, dia meminta Faisal untuk datang. Namun dikarenakan pria itu sedang berada di luar pulau karena pekerjaan, Faisal tidak bisa datang. Dia juga tidak tahu kalau wanita yang dinikahi Kakaknya adalah Kelana. Di usia pernikahan yang ke dua bulan, terjadi musibah di kampung yang ditinggali Faidhan. Bencana longsor melanda. Banyak warga yang kehilangan rumah, bahkan keluarga. Rumah yang dihuni Faidhan rata oleh tanah. Pria itu akhirnya memboyong istrinya pindah ke daerah lain dan memulai hidup di sana. Setelah menikah, Faidhan sampai akhirnya pindah dari kampung halaman, masih belum mengatakan pada istrinya kalau dirinya memiliki kembaran. Dia berencana memberikan kejutan pada Kelana ketika Faisal datang. Pria itu ingin tahu apakah sang istri bisa membedakan dirinya dengan Faisal atau tidak karena mereka kembar identik. Mendapat kabar dari Faidhan, Faisal pun berniat mengunjungi sang Kakak yang sekarang sudah berpindah tempat. Pria itu sengaja tidak memberi kabar kedatangannya, ingin membuat kejutan niatnya. Begitu pria itu sampai di daerah di mana Faidhan tinggal, ternyata Kakak kembarnya itu sedang pergi untuk urusan pekerjaan. Ketika Faisal sampai, haru sudah beranjak malam. Seorang warga yang melintas memanggilnya dengan nama Faidhan. "Cep Idhan ternyata sudah pulang lagi. Katanya pergi sampai tiga hari," tegur pria yang berpapasan dengan Faisal. Tidak ada tanggapan dari pria itu, dia hanya menjawab dengan senyuman. Pria itu terus berjalan sampai akhirnya tiba di rumah Faidhan. Kedatangannya disambut sumringah oleh Kelana karena wanita itu menyangka yang datang adalah suaminya. Faisal cukup terkejut karena Faidhan belum mengatakan soal dirinya pada Kelana. "Katanya Akang pulang besok?" sambut Kelana sambil memeluk lengan Faisal. Jantung pria itu berdegup tak karuan. Perasaannya pada Kelana masih belum usai. Awalnya pria itu hendak mengatakan siapa dirinya, namun melihat sikap Kelana padanya, pria itu mengurungkan niatnya. Dia menikmati saja perlakuan penuh cinta Kelana padanya. "Akang mau mandi dulu? Mau aku siapkan air panas?" "Ngga usah, aku mandi air dingin saja." "Ada apa dengan suara Akang?" Wajah Faisal dan Faidhan memang mirip, namun suara mereka sedikit berbeda. Faisal memiliki suara lebih berat dari Faidhan. "Tenggorokan Akang sakit. Sepertinya mau batuk." "Aku buatkan air jahe buat Akang." "Boleh." Ketika Kelana membuatkan minuman jahe, Faisal segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Begitu selesai mandi, pakaian untuknya sudah tersedia. Faisal segera memakai pakaiannya lalu menghampiri Kelana yang berada di ruang makan. Faisal segera meminum air jahe buatan Kelana. Faisal memandangi wajah cantik kelana. Hampir dua tahun tidak bertemu, wanita itu masih tetap terlihat cantik. Lalu pandangan Faisal tertuju pada perut Kelana yang sedikit menyembul. "Akang belum menyapa anak kita," ujar Kelana membuyarkan lamunan Faisal. Kelana menarik tangan Faisal lalu menaruh di depan perutnya. Perasaan Faisal campur aduk. Dia sangat menyukai perannya sebagai Faidhan. Setan dalam dirinya berbisik, menyuruhnya untuk mengambil kesempatan. Faisal berjongkok lalu mencium perut Kelana. Dengan lembut Kelana membelai rambut Faisal. "Akang mau nengok anak kita?" Faisal meneguk ludahnya kelat. Belum sempat dia menjawab, Kelana sudah menarik tangannya masuk ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, iman Faisal benar-benar diuji. Kelana melepaskan pakaian yang dikenakannya dan hanya menyisakan dalaman saja. Pergolakan batin terjadi. Tawaran Kelana begitu menggiurkan, namun pria itu tahu kalau wanita di depannya adalah istri dari saudara kembarnya. Melihat suaminya yang hanya diam saja, Kelana pun mendekat. Dia mengalungkan tangan di leher suaminya kemudian mengecup bibir Faisal. Tubuh Faisal menegang. Kecupan Kelana sukses membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Melihat suaminya yang masih diam, Kelana kembali mencium bibir suaminya. Kali ini Faisal langsung membalas ciuman Kelana. Tangannya mulai bergerilya mengusap tubuh mulus wanita itu. Kelana mendongakkan lehernya, memberikan akses lebih pada suaminya untuk mengeksplor lehernya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Faisal terus menciumi leher Kelana, bahkan pria itu menyesap cukup kencang hingga meninggalkan jejak kemerahan di sana. Suasana di antara dua orang itu semakin panas saja. Pelan-pelan Faisal membawa Kelana mendekati ranjang. Perlahan wanita itu membaringkan Kelana di atas kasur. Faisal yang sudah dikuasai nafsu setan, melepaskan penutup gunung kembar Kelana. Pria itu sudah tidak bisa menahan hasratnya lagi. "Maafkan aku Idhan, sekali saja aku ingin mencicipi tubuh istrimu. Aku sangat mencintainya," gumam Faisal dalam hati.Sepasang insan tengah meleburkan diri bersama. Mencoba mencari kehangatan dari dinginnya malam. Faisal tidak bisa menolak tawaran manis yang diberikan Kelana padanya. Tak peduli apa yang dilakukannya melabrak norma agama, etika, sosial dan hukum. Bersenggama dengan istri dari Kakaknya adalah haram hukumnya secara agama. Dalam hukum pun akan terkena pasal perzinahan. Namun peduli setan, Faisal tetap memuaskan hasratnya, memacu tubuhnya di atas tubuh Kelana. Desahan dan lenguhan wanita itu semakin membuatnya bersemangat untuk terus memberikan kenikmatan pada wanita hamil tersebut. Tubuh Kelana terkulai lemas ketika Faisal berhasil mengantarkannya meraih puncak kenikmatan lebih dulu. Faisal sendiri tidak mengendurkan serangan. Dia terus memacu tubuhnya, mengejar kenikmatannya yang belum sampai. Punggung pria itu sudah lembab dengan keringat. Kelana bukanlah wanita pertama yang ditiduri olehnya. Sejak Kelana menikah dengan Kakak kembarnya, Faisal yang patah hati menutup diri dari s
"Aku tidak punya keluarga. Hanya Kang Angga satu-satunya keluargaku." "Dia mengaku sebagai pamanmu."Kening Fauzia mengerut. Masih belum ada gambaran siapa yang sudah mengaku sebagai Pamannya. Setahunya sang ayah tidak memiliki saudara, begitu pula dengan Ibunya. Suara petugas membuyarkan lamunannya, mengajak wanita itu segera menuju ruangan yang diperuntukkan bagi tahanan untuk bertemu dengan penjenguknya.Ketika pintu ruangan terbuka, nampak dua pria tengah duduk menunggunya. Ini pertama kalinya Fauzia bertemu dengan kedua pria itu. Pelan-pelan Fauzia mendekati meja lalu menarik kursi di depannya. Matanya masih belum lepas dari dua orang di hadapannya."Kalian siapa?" tanya Fauzia setelah cukup lama mereka terdiam."Aku Pamanmu, namaku Daffa."Salah satu pria menjawab pertanyaan Fauzia. Dipandanginya wajah pria yang mengaku sebagai Pamannya. Usianya belum terlalu tua. Mungkin hanya berbeda lima sampai enam tahun saja dengannya."Aku tidak punya keluarga lagi setelah kedua orang tu
"Bagaimana Ibu bisa tahu Ibu Fauzia menyembunyikan pakaian yang berlumuran darah di kamarnya?" "Tentu saja karena saya mencarinya." "Kenapa Ibu yakin sekali akan menemukan sesuatu yang penting? Apa Ibu sudah mencurigai Fauzia sebelumnya?" "Saya sudah curiga ketika pagi-pagi saya datang ke rumahnya. Di sana tidak ada Angga dan Uzi lama sekali saat membuka pintu. Seperti ada yang sedang disembunyikannya." "Kenapa Ibu sampai habis berpikir kalau Fauzia sudah membunuh Angga? Bisa saja Angga tidak berada di rumah karena sudah berangkat kerja. Ibu hanya Ibu rumah tangga biasa, rasanya aneh saja kalau sampai Ibu punya kecurigaan seperti itu. Lalu apa hak Ibu menggeledah rumah Fauzia bahkan sampai masuk ke dalam kamarnya. Bahkan polisi saja membutuhkan surat ijin untuk menggeledah rumah tersangka." Cecaran pertanyaan Krishna langsung membungkam mulut Kokom. Wanita itu tidak tahu harus menjawab seperti apa. Krishna menatap padanya dengan pandangan curiga. "Saya hanya penasaran saja
"Mau saya antar lagi, Bu?" tawar Gunawan seraya menyunggingkan senyuman."Kamu masih di sini?" tanya Kokom dengan raut wajah terkejut."Iya, Bu. Saya lagi cari penumpang yang searah dengan jalan pulang. Lumayan buat tambahan bensin. Ibu mau saya antar kemana lagi?""Ngga usah! Saya mau keluar kota."Kepala Kokom menoleh ke kanan dan kiri. Wanita itu sedang berpikir hendak pergi kemana. Lalu dia melangkahkan kakinya menuju elf yang sedang mengetes. Tanpa pikir panjang, Kokom segera menaiki elf dengan tujuan Rancabuaya. Gunawan masih memperhatikan dari atas motornya. Setelah Kokom naik, pria itu menjalankan kendaraannya lalu berhenti di dekat elf yang sedang mengetem. Dia berbincang sejenak dengan supir elf tersebut. Penumpang elf memang baru Kokom seorang. Pria itu menolehkan kepalanya ke belakang."Bu.. naik yang lain saja. Saya tidak jadi narik.""Kenapa, Mang?""Kepala saya mendadak pusing. Takut ada apa-apa di jalan. Jadi saya batalkan aja, saya mau pulang."Dengan perasaan dongk
"PERGI!!" teriak Anita kencang. Fauzia masih belum bangun dari posisinya. Luka benturan yang dialaminya tadi membuat kepalanya pusing. Salah seorang pelajar mendekat lalu membantu Fauzia berdiri. Melihat apa yang terjadi pada Dita, Krishna segera mendekat. "Kenapa kamu bisa bebas? Kamu harusnya tetap berada di penjara! Dasar pembunuh!" maki Salim. "Tolong percaya padaku, Pa. Aku tidak membunuh Kang Angga, aku sangat mencintainya." "Berhenti menyebut nama anakku!" hardik Anita dengan suara kencang. Suasana pemakaman yang semula berlangsung khidmat kini berangsur tegang. Fauzia masih terus berusaha meyakinkan kedua mertuanya kalau apa yang dituduhkan padanya tidak benar. "Tolong percaya padaku," ujar Fauzia dengan wajah bersimbah airmata. "Suatu kesalahan membiarkan Angga menikahimu. Aku akan pastikan kamu membusuk di penjara!" "Ibu Fauzia tidak bersalah. Dia sudah dibebaskan oleh polisi. Pembunuh sebenarnya sudah tertangkap," Krisha datang menyela pembicaraan. "Siapa
"Kamu siapa?" "Aku kakakmu." Sejenak Fauzia dibuat terbengong. Dia memandangi Reza dan Daffa bergantian. Kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing. Pertama Daffa datang mengaku sebagai Pamannya, dan sekarang Reza mengaku sebagai Kakaknya. "Tidak usah terkejut. Aku adalah anak angkat Pamanmu," lanjut Reza yang melihat Fauzia terkejut. "Anak angkat? Tapi usia kalian seperti sepantaran. Daripada menjadi anak angkat, bukankah kalian lebih cocok menjadi saudara angkat?" Reza melihat pada Daffa sambil berdecak. Semua karena pengakuan pria itu yang mengatakan dirinya adalah Paman Fauzia. Reza menarik kursi ke dekat bed lalu mendudukkan diri di sana. "Uzi.. dengarkan aku. Kamu memang memiliki seorang Paman, tapi bukan dia," Reza menunjuk pada Daffa. "Maksudnya?" Fauzia terlihat semakin bingung saja. "Daffa adalah anak dari atasan Pamanmu, dia juga atasanku. Tapi hubungan kami sangat dekat, sudah seperti sahabat. Sedang Pamanmu bernama Faisal. Dia adalah adik kembar Papamu." "
Fauzia dan Krishna langsung menghambur ke arah Andika. Tubuh pria itu tidak bergerak lagi, hanya air liur saja yang terus keluar dari mulutnya. Krishna bergerak cepat memanggil petugas. Salah seorang petugas masuk dan memeriksa keadaan Andika. Dia lalu memerintahkan rekannya yang lain membawa Andika ke rumah sakit. Bersama Krishna, Fauzia mengikuti Andika yang dilarikan ke rumah sakit. Wanita itu masih belum mendapat jawaban dari Andika. Dia tidak rela kalau pria itu mati begitu saja, membawa misteri kematian suaminya. Sesampainya di IGD rumah sakit, dokter dan perawat langsung menangani Andika. Namun sayang, lima menit setelah pria itu datang, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Fauzia terhenyak melihat suster menutupi tubuh Andika dengan kain putih. Dengan cepat dia mendekati sang dokter. "Dokter, kenapa dia bisa mati? Apa yang terjadi padanya? Tolong selamatkan nyawanya, ada yang ingin kukatakan padanya. Tolong dokter!" "Maaf, Bu. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Kondis
Kondisi Faisal sudah mulai stabil. Masa kritisnya sudah lewat, hanya tinggal menunggu pria itu bangun dari tidur panjangnya. Setelah berdiskusi dengan tim dokter, Faisal diperbolehkan pindah ke ruang perawatan biasa. Pria itu ditempatkan di ruang VVIP oleh Daffa. Fauzia duduk di sisi bed. Di atas bed, Faisal masih setia memejamkan matanya. Fauzia mengambil anting yang diberikan Kokom padanya. Pikirannya melayang, siapa pemilik anting ini? Apa dia dalang dibalik kematian suaminya? Ataukah dia yang sudah membunuh suaminya? Lamunan Fauzia buyar ketika sebuah tangan mengambil anting yang dipegangnya. Kepalanya terdongak, ternyata Daffa sudah berdiri di sampingnya. Tak lama kemudian Reza datang bergabung. Matanya langsung tertuju pada anting di tangan Daffa. "Anting siapa itu?" tanya Reza. "Itu anting yang diberikan Bu Kokom. Kata Bu Kokom, Andika yang memberikannya. Andika bilang kalau aku mau menemukan siapa pembunuh suamiku, aku harus tahu siapa pemilik anting ini." "Apa kamu p
"Apa kamu menemui Salim dan mengakui identitasmu yang sebenarnya?" Pertanyaan Faisal tidak bisa langsung dijawab oleh Reza. Pria itu nampak berpikir sejenak. Kenyataan soal identitas yang baru diketahuinya, tak ayal membuat pria itu sedikit shock. Selama ini Reza menang tidak mencari tahu keberadaan orang tua kandungnya. Menurut Melly, sejak lahir dia sudah berada di panti. Itu artinya kedua orang tuanya memang tak menginginkan dirinya. Namun kebenaran ternyata tak sesuai pikirannya. Dia harus dipaksa percaya kalau dirinya adalah anak tunggal Salim dengan Mitha. Itu artinya dia masih sepupu dari Angga, mendiang suami Fauzia, adik angkatnya. "Aku ngga tahu, Pa. Aku masih perlu waktu untuk memikirkan semuanya." "Papa tahu jni semua pasti mengejutkan untukmu. Pikiran baik-baik. Apapun keputusanmu, Papa akan mendukungnya." "Setelah Papa tahu semua kenyataan ini, apa Papa masih menganggap ku anak? Apa Papa akan tetap menyayangiku?" Faisal memandangi Reza tanpa berkedip. Dia bingung s
"Siapa orang tuaku, Bu?" "Nama Ibumu adalah Mita dan ayahmu adalah Salim.""Mita," gumam Fauzia pelan.Nama Mita sama dengan nama Ibu dari Angga. Begitu pula dengan nama ayah yang disebutkan Melly. Mendengar nama yang disebut terdengar familiar, Fauzia pun penasaran."Apa nama lengkapnya Salim Wiguna?" tanya Fauzia sambil menatap dalam pada Melly."Iya, dari mana kamu tahu?"Jawaban Melly membuat Fauzia tersentak. Bukan hanya wanita itu, tapi Daffa, Faisal bahkan Reza sendiri ikut terkejut. "Ibu Mita dan Pak Salim adalah orang tua dari Kang Angga. Mereka hanya punya satu anak, bagaimana mungkin kalau Bang Reza anak mereka.""Kamu mengenal Angga?" kali ini giliran Melly yang terkejut."Angga ada mendiang suami Uzi," jawab Reza."Apa? Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini," gumam Melly tak percaya."Ibu.. saya minta tolong ceritakan dengan jelas. Apa benar Reza adalah anak Pak Salim? Lalu bagaimana dengan Angga?" Daffa yang sedari tadi diam, tak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sepasang pengantin baru masih terbaring di atas kasur berukuran king size. Tubuh polos keduanya hanya tertutup selimut saja. Sehabis shubuh tadi, keduanya kembali mengulang percintaan panas mereka. Daffa seolah tengah memuaskan rasa dahaganya, pria itu langsung tancap gas melampiaskan hasratnya yang sudah lama tertahan. Terhitung sudah tiga kali dia menggarap tubuh istrinya. Kelopak mata Fauzia bergerak-gerak, sesaat kemudian kedua matanya mulai terbuka. Wajah tampan Daffa langsung menyapa indra penglihatannya. Fauzia terus menelusuri wajah pria yang saat ini masih terlelap dalam tidurnya. Pipi Fauzia merona ketika mengingat malam panas mereka dan percintaan mereka tadi shubuh. Ternyata Daffa yang kerap bersikap dingin, begitu panas di ranjang. Saat ini memang masih belum ada perasaan cinta di hati Fauzia. Namun wanita itu berusaha menjalankan perannya sebagai seorang istri, termasuk memberikan pelayanan ranjang pada suaminya. Tapi rasa
"Saya terima nikah dan kawinnya Fauzia Safarina binti Ahmad Faidhan dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan logam mulia seberat 500 gram dibayar tunai!" "Bagaimana saksi?" "SAH!!" Semua yang menyaksikan akad tersebut langsung mengucapkan hamdalah. Tanda syukur kalau akad nikah sudah berlangsung lancar tanpa hambatan berarti. Daffa melirik Fauzia yang duduk di sampingnya. Segurat senyum tercetak di wajah Daffa. Kebahagiaan begitu terasa ketika akhirnya dia membayar tunai wanita yang perlahan memasuki dan menempati ruang tersendiri di hatinya. Lamunan Daffa terhenti ketika Reza memberikan kotak beludru berisi cincin pernikahan mereka. Daffa mengambil sebuah cincin putih bertahtakan berlian lalu memasangkannya di jari manis Fauzia. Wanita itu pun melakukan hal sama, memasangkan cincin dengan bahan berbeda ke jari manis suaminya. Kemudian Fauzia mencium punggung tangan Daffa dengan takzim. Hati Daffa bergetar mendapatkan ciuman tanda bakti seorang istri pada suami. Sud
"Pak Imron, Bu Anita, maafkan saya. Saya terpaksa membuka mulut karena kalian yang sudah melanggar perjanjian lebih dulu," ujar Badri tenang. Belajar dari pengalaman terdahulu, begitu Badri dan Yayat tertangkap, Fajar meminta anak buahnya untuk mengawasi dengan ketat kedua orang tersebut. Mereka tidak ingin kejadian kematian Andika kembali terulang. Dugaan Fajar benar, Anita dan Imron kembali mencoba membungkam mulut Badri serta Yayat. Imron menyuruh seseorang untuk memberi racun pada Badri dan Yayat. Racun ditaruh di minuman bukan makanan. Namun sebelum sempat minuman beracun tersebut sampai ke tangan Badri dan Yayat, mereka berhasil mencegahnya. Demi keberhasilan penyelidikan, Badri dan Yayat sengaja dibuat mengalami keracunan dan dilarikan ke rumah sakit. Oknum polisi yang membantu Anita dan Imron pun segera diamankan. Sesampainya di rumah sakit, kedua orang tersebut langsung mengakui perbuatannya dan menyebutkan siapa yang sudah meminta mereka menghabisi nyawa Angga. "Apa
"BERHENTI!!" Seketika suara Rafi yang sedang mengucapkan kalimat kabul terhenti begitu mendengar suara kencang seorang laki-laki. Daffa masuk ke dalam vila dengan tergesa. Pria itu menarik baju yang dikenakan Rafi hingga berdiri lalu melayangkan tinjunya. Anak buah Rafi yang melihat itu berniat membantu, namun pergerakan mereka langsung dihalangi oleh Reza, Gunawan, Fajar dan beberapa anak buahnya yang sudah datang. Mereka lansung dibekuk dan siap dibawa ke kantor polisi. Faisal mendekati Fauzia yang masih terpaku di tempatnya. Namun begitu kelegaan terlihat di wajahnya. Dia segera berdiri begitu Faisal mendekat. Ditariknya tubuh Fauzia ke dalam pelukannya. "Kamu ngga apa-apa, sayang?" "Aku baik, Om." "Ada apa ini?" tanya sang penghulu bingung. Apalagi dia baru saja melihat kekerasan yang terjadi pada Rafi. Dengan cepat Daffa menarik kembali tubuh pria yang sudah menculik calon istrinya hingga berdiri. "Laki-laki ini adalah seorang penculik. Dan wanita yang akan dinikahi
Perlahan Fauzia membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar. Kemudian pandangannya mengedar ke seluruh ruangan. Fauzia menegakkan tubuhnya lalu beranjak dari ranjang. Dia berjalan menuju pintu yang tertutup rapat. Digerakannya handle pintu namun ternyata terkunci. Wanita itu segera menggedor pintu. "Buka!!!" "BUKA!!!" Tak berapa lama pintu terbuka. Dari arah luar masuk Rafi. Pria itu melemparkan senyumnya begitu melihat wajah cantik Fauzia. Dia masuk ke dalam kamar, membuat Fauzia refleks berjalan mundur. "Mau apa kamu?" tanya Fauzia waspada. "Bukankah kamu yang berteriak meminta dibukakan pintu?" "Kenapa kamu bawa aku ke sini? Aku mau pulang!" "Tenanglah, aku pasti membawamu pulang. Tapi.. setelah kita menikah." "Dasar gila! Aku tidak akan pernah menikah denganmu! Apa kamu lupa kalau Mas Daffa adalah calon suamiku? Dia pasti tidak akan melepaskan mu." "Tapi tidak ada yang bisa Daffa lakukan sekarang. Kamu sepenuhnya ada dalam kendaliku. M
"Apa yang kamu lakukan?!" tegur Beni membuat Badri terkejut setengah mati. Suara Beni mengejutkan Badri yang baru saja mengambil barang bukti. Sontak pisau di tangannya terjatuh. Pria itu bermaksud kabur, namun dengan cepat Beni meringkusnya. Yayat yang menunggu di luar, mengintip dari jendela. Pria itu terkejut melihat temannya sudah dibekuk oleh Beni. Dia pun bermaksud kabur, tapi sayang Fajar bersama anak buahnya sudah lebih dulu datang meringkus. Badri hanya bisa pasrah ketika Beni menangkapnya. Pria itu membawa Badri keluar bersama barang bukti. Ketika pria itu digiring keluar, ada beberapa warga yang melintas di depan rumah, memilih berhenti untuk melihat apa yang terjadi. Mereka cukup terkejut melihat Badri digiring keluar oleh Beni. Pandangan mereka tertuju pada bungkusan bening berisi pisau yang terdapat noda darah di tangan Beni. "Itu si Badri kenapa?" "Ngga tahu." "Kenapa ada pisau?" "Ngapain dia di rumah Angga?" Berbagai pertanyaan muncul di benak warga. Mere
"Warna merah ini sepertinya bercak darah," ujar Beni seraya menunjuk noda merah tersebut.Gunawan mengambil cotton bud yang sedikit dibasahi agar lembab, kemudian dia menggosokkan cotton bud tersebut ke noda merah yang sudah mengering. Kemudian dimasukkan cotton bud tersebut ke dalam plastik ziplock."Aku akan langsung pergi menemui Fajar untuk menguji ini. Kalau benar ini adalah noda darah dan cocok dengan darah Angga, maka bisa dipastikan di sinilah TKP pembunuhan Angga. Kamu terus awasi Badri, jangan sampai dia masuk ke sini lagi.""Siap, Bang."Gunawan segera bersiap. Pria itu mengambil kunci mobil lalu melajukannya. Sepeninggal Gunawan, Beni membuat kopi lalu membawanya keluar rumah. Dia duduk santai di teras sambil melihat lalu lalang orang di depan rumahnya.Tak lama kemudian terdengar suara wanita yang menjual jajanan pasar melintas menggunakan sepeda ontel. Dari arah rumah Kokom, Badri keluar kemudian memanggil penjual tersebut. Beni ikut mendekati sang penjual sambil berpur