Beranda / Thriller / Misteri Di Balik Mata / Teror di Balik Kegelapan

Share

Teror di Balik Kegelapan

“Suci, apa kamu yakin ini tempatnya?” tanya Farhan dengan nada keraguan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah tua yang tampak semakin menyeramkan saat malam semakin larut.

Suci mengangguk pelan, matanya masih fokus pada catatan yang dia pegang. “Iya, ini alamat yang sama dengan yang disebut dalam buku itu. Aku yakin ada sesuatu di sini yang bisa membantu kita.”

Keduanya berdiri di depan sebuah rumah tua yang tampaknya sudah lama tidak dihuni. Kayu-kayu jendela dan pintu yang mulai lapuk memberi kesan bahwa rumah itu hampir runtuh. Lampu mobil yang menerangi halaman depan rumah seolah tidak mampu mengusir gelap yang menyelimuti bangunan itu.

Farhan menggigit bibirnya, merasakan dingin menyengat yang semakin menusuk. “Kalau ini tidak ada hubungannya dengan kasus kita, aku janji akan menuntut pengembalian uang bensin untuk semua perjalanan kita.”

Suci hanya tersenyum tipis, tapi senyumnya tidak mampu menghapus kekhawatiran di wajahnya. “Kalau kau yakin ini tidak penting, kenapa kau tetap ikut?” tanyanya, sambil mulai membuka pintu yang tampaknya sudah lama tidak dibuka.

Dengan sebuah bunyi berderit yang memekakkan telinga, pintu terbuka. Bau apek menyambut mereka, dan debu yang beterbangan menciptakan bayangan tipis di udara. Suara langkah kaki mereka bergema di dalam rumah yang kosong, seolah mengirimkan eko ke dalam kegelapan.

“Bagaimana kalau kita melakukan ini cepat? Aku tidak suka tempat ini,” kata Farhan sambil menyalakan senter yang dibawanya. Cahaya senter memotong kegelapan, menyoroti dinding-dinding yang penuh dengan sarang laba-laba dan kotoran.

Suci melangkah ke dalam dengan hati-hati, mencari tanda-tanda apa pun yang bisa membantu mereka memahami misteri di balik buku yang mereka temukan. Setiap langkah mereka terasa berat, seolah ada sesuatu yang menekan mereka dari belakang. Hawa dingin semakin menusuk, dan Suci merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan—sebuah perasaan bahwa mereka tidak sendirian.

“Lihat ini,” kata Suci dengan suara berbisik, menunjuk ke arah sebuah kotak kayu tua yang terletak di sudut ruangan. Kotak itu tampaknya tidak tersentuh oleh waktu, masih dalam kondisi yang relatif baik dibandingkan dengan sisa-sisa rumah yang hancur.

Farhan mendekat dengan hati-hati, matanya penuh dengan rasa ingin tahu. “Apa yang ada di dalamnya?”

Suci membuka tutup kotak dengan perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah buku tua dengan sampul kulit yang rusak. Halaman-halamannya tampak kuning dan usang, dengan simbol-simbol aneh yang terukir di setiap halaman.

Farhan memegang buku itu dengan hati-hati. “Kita sudah menemukan ini di tempat lain, tapi sepertinya ini adalah bagian dari cerita yang lebih besar.”

Ketika mereka memeriksa buku lebih lanjut, lampu di ruangan tiba-tiba berkedip. Suasana menjadi lebih dingin, dan suara-suara aneh mulai terdengar di sekeliling mereka—seperti bisikan yang tidak bisa mereka pahami.

“Apakah kamu mendengar itu?” tanya Farhan, terlihat gelisah.

Suci mengangguk pelan. “Ya, sepertinya ada sesuatu di sini.”

Ketika mereka mencoba untuk memahami lebih dalam tentang buku tersebut, sebuah bayangan putih samar bergerak di sudut mata Suci. Dia merasa seolah ada sesuatu yang melayang di dekatnya. “Farhan, ada sesuatu di sini,” katanya dengan suara bergetar.

Farhan berusaha menyalakan lampu senter, tapi lampunya berkedip-kedip dan akhirnya padam. “Suci, aku tidak bisa melihat apa-apa.”

Tiba-tiba, suhu di ruangan menjadi sangat dingin, dan sebuah suara halus mulai terdengar—seolah seseorang sedang menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur, namun dengan nada yang menakutkan. Suara itu bergema di telinga mereka, membuat darah mereka membeku.

Suci merasakan kehadiran yang menekan dadanya, dan dia berbalik untuk melihat ke arah Farhan. “Kita harus pergi dari sini,” katanya, suaranya tidak lebih dari sebuah bisikan.

Farhan mengangguk, dengan cepat bergerak menuju pintu. Namun, saat mereka mencoba keluar, lampu di ruangan tiba-tiba padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan total. Suara langkah kaki terdengar mendekat, dan sebuah sosok kabur terlihat di ujung koridor.

“Ada sesuatu di sini!” teriak Farhan, suaranya penuh dengan kepanikan. Dia menggenggam senter yang mati dan mencoba menyalakannya lagi.

Ketika lampu akhirnya menyala kembali, mereka melihat sesuatu yang mengejutkan. Di dinding, di tempat yang sebelumnya kosong, muncul tulisan darah merah yang berbunyi, “Jangan mencari lebih dalam.”

Keduanya saling berpandangan dengan mata terbelalak, hati mereka berdebar kencang. “Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi di sini,” kata Suci dengan tegas, berusaha menenangkan dirinya sendiri meski rasa takut masih menghantuinya.

Mereka meninggalkan rumah tua itu dengan perasaan yang lebih berat daripada sebelumnya. Ketika mereka melangkah keluar, Suci merasakan sesuatu di belakangnya—sebuah sosok kabur yang tampaknya mengawasi mereka dari jendela yang retak.

“Cepat, Farhan!” Suci menarik lengan Farhan dengan cepat. “Kita harus pergi dari sini sekarang juga.”

Saat mereka berbalik untuk pergi, Farhan melihat sesuatu yang mengejutkan—sebuah pesan misterius yang terukir di tanah, “Kebenaran ada di balik kegelapan.”

Ketika mereka melaju menjauh dari rumah itu, Suci merasa bahwa apa pun yang mereka hadapi baru saja dimulai. Kegelapan yang mengintai di balik setiap sudut tampaknya lebih menakutkan dari yang mereka bayangkan. Mereka tahu bahwa mereka telah mengungkap sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap, dan ancaman yang mereka hadapi baru saja mulai menunjukkan bentuknya.

Ketika mobil mereka melaju meninggalkan lokasi, Suci memandang kembali ke arah rumah tua yang semakin menghilang dalam kegelapan malam. Ada sesuatu yang aneh di balik semua ini—sesuatu yang menunggu untuk diungkap, dan mereka hanya bisa berharap bahwa mereka bisa menghadapi apa yang akan datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status