"Suci, kamu pasti merasakan ini juga, kan?" Farhan bertanya, suaranya bergetar meskipun ia berusaha tetap tenang.
Suci memandang sekeliling ruangan yang gelap, matanya mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan. Udara terasa dingin dan berat, hampir seperti ada sesuatu yang menekan dari semua arah. "Ya, aku merasakannya. Ada sesuatu di sini yang tidak benar." Farhan mengangguk, sementara matanya tetap waspada. Mereka baru saja memasuki rumah tua yang selama ini hanya mereka amati dari luar. Sekarang, setelah banyaknya kejadian aneh yang terjadi di sekitar mereka, mereka merasa bahwa sudah waktunya untuk menyelidiki lebih dalam. Rumah ini adalah bangunan tua dengan struktur yang sudah mulai rapuh. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan jamur, dan lantainya berderit setiap kali mereka melangkah. Tapi yang paling mencolok adalah suasana dingin yang meresap ke dalam tulang. Rasanya seperti rumah ini telah menyimpan banyak rahasia yang tidak ingin diungkapkan. Ketika mereka melangkah lebih dalam ke ruangan utama, mereka disambut oleh suasana mencekam. Lampu senter yang mereka bawa hanya menerangi sebagian kecil dari ruangan yang gelap, menciptakan bayangan-bayangan aneh di dinding. "Kita perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini," kata Farhan, berusaha memberi semangat pada dirinya sendiri. Tiba-tiba, ada suara berderak dari arah belakang mereka. Suci dan Farhan saling memandang, jantung mereka berdetak lebih cepat. Suci merasa sesuatu yang dingin menyentuh tengkuknya, dan ia berusaha menenangkan diri. "Kita harus tetap fokus," katanya, meskipun suaranya agak gemetar. Mereka terus melangkah, memasuki ruang yang lebih gelap di rumah tersebut. Lantai yang sudah usang menambah kesan menakutkan, dan setiap langkah yang mereka ambil seolah menggema di ruang kosong. Farhan mengarahkan senter ke dinding, dan mereka melihat sebuah gambar tua yang sudah pudar. Gambar itu menampilkan sebuah keluarga yang tampaknya bahagia, namun mata mereka tampak kosong dan menakutkan. "Suci, lihat itu," kata Farhan, menunjuk ke gambar tersebut. Suci memeriksa gambar itu lebih dekat dan merasakan suatu getaran tidak nyaman. "Ada sesuatu yang tidak beres dengan gambar ini," katanya. "Sepertinya mata mereka... kosong." Saat mereka mengalihkan perhatian dari gambar itu, suasana ruangan semakin terasa mencekam. Bayangan-bayangan di dinding seolah-olah mulai bergerak sendiri, mengikuti setiap gerakan mereka. Suci merasakan sesuatu yang tidak terlihat mengawasi mereka, dan Farhan merasakan kekhawatiran yang sama. Kemudian, mereka mendengar suara berderak dari arah lantai atas. Suara itu seperti seseorang yang sedang berjalan perlahan. "Kita harus cek ke atas," kata Farhan, walaupun ekspresinya penuh keraguan. Mereka menaiki tangga yang berderit dengan setiap langkah, menuju ke lantai atas. Suasana di sini lebih mencekam, dengan angin yang berhembus lembut melalui jendela yang sudah pecah. Mereka berhenti sejenak di tengah tangga, dan Suci merasa angin dingin semakin kencang, seolah-olah ada sesuatu yang mendekat. Tiba-tiba, lampu senter mereka berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Kegelapan menyelimuti mereka, dan jantung mereka berdetak kencang. "Farhan, kita harus menemukan sumbernya," bisik Suci. Farhan mengeluarkan lampu cadangan dari tasnya dan menyalakannya. Cahayanya samar, tetapi cukup untuk menerangi beberapa bagian ruangan. Mereka melanjutkan langkah mereka dengan hati-hati, menuju ke ruang utama di lantai atas. Suara berderak semakin jelas, dan keduanya bisa merasakan kehadiran yang menakutkan. Ketika mereka memasuki ruang utama di lantai atas, mereka melihat sebuah jendela besar yang tertutup rapat dengan tirai tebal. Tirai itu tampak bergerak perlahan, seolah-olah ada angin yang menggerakkannya meskipun tidak ada ventilasi yang terlihat. Suci mendekat untuk memeriksa tirai itu, tetapi Farhan menariknya kembali. "Jangan dekat-dekat!" Farhan memperingatkan, suaranya bergetar. "Ada sesuatu di luar sana." Suci memandang Farhan dengan bingung, tetapi kemudian merasakan angin dingin yang kuat dari arah jendela. Dia merasa ada sesuatu yang bergerak di luar, sesuatu yang tidak bisa ia lihat. Kemudian, mereka mendengar suara lembut, seperti bisikan dari kejauhan. "Kalian tidak seharusnya di sini," suara itu terdengar penuh amarah dan ketidakberdayaan. Suci dan Farhan saling memandang dengan ketakutan. "Siapa itu?" tanya Suci, berusaha menenangkan diri. Suara itu semakin jelas, dan tiba-tiba, mereka melihat sesuatu di jendela. Sebuah bayangan hitam berdiri di luar, tampak seperti sosok manusia yang terbuat dari kegelapan pekat. Matanya bersinar merah, dan tampaknya mengawasi mereka dengan penuh perhatian. Farhan memegang erat lampu cadangan, cahayanya memantul pada sosok bayangan tersebut. "Kita harus keluar dari sini," katanya, suara penuh kepanikan. "Ini terlalu berbahaya." Tapi saat mereka berbalik untuk pergi, mereka menemukan pintu ruang utama terkunci dari luar. Mereka terjebak. Suara bisikan semakin keras, dan suasana semakin terasa menekan. Bayangan hitam itu mulai bergerak mendekat melalui jendela. Setiap kali sosok itu bergerak, ruangan terasa semakin dingin. Suci merasa seolah-olah ada sesuatu yang merayap di kulitnya, menciptakan rasa takut yang mendalam. Ia berusaha berpikir jernih sambil berusaha menemukan jalan keluar. "Farhan, lihat!" teriak Suci, menunjuk ke pojok ruangan di mana bayangan mulai mengisi ruang dengan kehadirannya. "Ada sesuatu di sana!" Farhan mengarahkan lampu cadangan ke arah bayangan itu, tetapi cahaya tampaknya tidak mempengaruhi sosok tersebut. Bayangan hitam terus mendekat, dan suara bisikan menjadi semakin keras. Suci dan Farhan merasakan tekanan yang semakin berat di dada mereka, hampir seperti mereka akan tercekik. Akhirnya, dengan dorongan terakhir dari keberanian mereka, mereka mencoba memecahkan pintu dengan barang yang ada di sekitar mereka. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi bayangan hitam semakin dekat, membuat suasana semakin mencekam. Di saat terakhir, ketika mereka hampir menyerah, Suci melihat sesuatu yang mengerikan dari sudut matanya. Bayangan hitam itu menghilang sejenak dan muncul kembali dengan cepat, semakin dekat dengan mereka. Ketika Farhan akhirnya berhasil memecahkan pintu dan mereka melarikan diri, mereka merasa ada sesuatu yang mengikut mereka. Mereka berlari ke luar rumah tua, dan saat mereka berbalik untuk melihat, bayangan hitam itu tidak terlihat lagi. Namun, mereka tahu bahwa ancaman belum berakhir. Ketika mereka kembali ke mobil, Suci menemukan sebuah catatan kecil di bawah wiper depan. Catatan itu hanya berisi satu kalimat: "Kalian tidak bisa melarikan diri."“Apa kita benar-benar harus pergi ke tempat itu lagi?” tanya Farhan dengan nada tidak yakin, memandang Suci dari balik meja yang dipenuhi catatan dan foto-foto tua.Suci menghela napas, menatap Farhan dengan tatapan tegas. “Farhan, kita harus. Semakin lama kita menunggu, semakin besar kemungkinan sesuatu yang buruk akan terjadi. Kita sudah mendapatkan beberapa petunjuk dari penyelidikan kemarin. Ini adalah kesempatan kita untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.”Keduanya baru saja pulang dari kunjungan ke rumah tua yang telah menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Kegelapan malam telah menyelimuti kota, dan suara angin malam di luar jendela membuat suasana semakin mencekam. Suci menyeduh secangkir teh untuk menenangkan sarafnya, sementara Farhan mencoba mengatur foto-foto dan catatan yang mereka kumpulkan.“Kalau begitu, mari kita mulai. Aku sudah menghubungi ahli yang mungkin bisa membantu kita. Dia bisa memberitahu kita lebih banyak tentang bayangan itu,” kata F
"Suci, cepat! Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres," kata Farhan dengan suara bergetar, mengamati pintu yang bergetar lembut seolah tertekan oleh kekuatan tak terlihat.Suci menatap catatan yang baru ditemukan dengan ekspresi serius. Ruangan yang mereka tempati, sebuah kamar gelap di lantai atas rumah tua yang misterius, terasa semakin berat dan sesak. Lampu kuning yang berkedip-kedip menambah suasana menakutkan, memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding."Farhan, aku menemukan sesuatu yang penting di sini," jawab Suci, suaranya tegas meskipun ada nada cemas yang jelas terasa. Dia menggelar catatan tersebut di meja yang berdebu, memperlihatkan tulisan tangan yang cepat dan tidak teratur.Farhan melangkah mendekat, matanya terfokus pada catatan. "Apa itu? Sepertinya ada sesuatu yang mengancam."Suci membaca keras-keras, “... Ritual kuno yang dikenal sebagai ‘Pembersihan Kegelapan’. Untuk membebaskan diri dari kutukan, kamu harus mengumpulkan komponen tertentu dan melaksanakan ri
"Farhan, aku merasakan sesuatu yang sangat aneh di sini," kata Suci dengan nada suara yang bergetar, matanya menatap sekeliling dengan waspada. Mereka berdua berdiri di tepi sebuah hutan tua yang jarang dijamah manusia. Udara di sekitar mereka terasa lebih dingin, meskipun matahari masih bersinar di atas. Cahaya tampak enggan menembus rimbunnya pepohonan, seakan tertahan oleh sesuatu yang tak terlihat.Farhan mengangguk, merasakan ketegangan yang sama. "Kita harus berhati-hati, Suci. Aku tidak suka perasaan ini." Mereka melangkah masuk ke dalam hutan, mengikuti petunjuk yang mereka dapatkan dari seorang pria tua yang tinggal di desa sekitar. Pria itu menyebutkan sebuah tempat yang dianggap terkutuk, tempat di mana banyak hal aneh terjadi dan tidak ada yang pernah kembali setelah pergi ke sana.Langkah mereka terdengar pelan, nyaris tak bergaung di tanah yang lembab. Pepohonan menjulang tinggi, membentuk kanopi gelap di atas kepala mereka, memisahkan mereka dari dunia luar. Setiap lang
"Suci, kau mendengar itu?" Farhan berdiri tegak, matanya memandang lurus ke kegelapan di depan mereka. Suara angin yang menderu terdengar di sekitar mereka, namun ada sesuatu yang berbeda kali ini. Sesuatu yang lebih menakutkan, lebih dalam. "Suara apa, Han?" Suci menjawab, meski dalam hati, dia sudah tahu apa yang dimaksud Farhan. Bisikan-bisikan aneh yang muncul sejak pertemuan mereka dengan bayangan itu terus menghantuinya, terutama di malam hari seperti ini."Kedengarannya seperti... bisikan, tapi aku tidak yakin dari mana asalnya," Farhan menjelaskan sambil melangkah maju. Suara itu seolah mengelilingi mereka, membuatnya sulit untuk menentukan sumbernya. Semakin mereka mencoba mendengarkan, semakin bisikan itu seperti menyatu dengan angin.Suci merasakan udara di sekitar mereka mulai berubah, menjadi lebih dingin dan lebih menekan. Tubuhnya bergetar bukan hanya karena suhu, tapi juga karena rasa takut yang mulai merayapi dirinya. Dia mengusap peluh yang mulai mengalir di dahinya
"Suci, kamu nggak apa-apa?" tanya Farhan, nadanya penuh kekhawatiran. Mereka baru saja tiba di rumah setelah perjalanan yang melelahkan dari hutan. Meskipun rasa lega sempat muncul ketika mereka akhirnya meninggalkan tempat itu, ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Suci.Suci memaksa tersenyum, "Aku baik-baik saja, Han. Cuma capek."Farhan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Matanya masih memancarkan bayangan gelap yang membuat Suci tak nyaman. Namun, dia memilih untuk tidak membahasnya, setidaknya untuk saat ini.Malam itu, setelah mandi dan mencoba untuk tidur, Suci merasa resah. Setiap kali dia memejamkan mata, bayangan-bayangan dari hutan itu kembali menghantui pikirannya. Bisikan yang samar dan tak henti-henti seolah-olah mengintai dari sudut-sudut gelap kamarnya. Namun, yang paling mengganggu adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang aneh dengan Farhan.Selama ini, Suci tahu Farhan sebagai orang yang rasional dan tak pernah percaya pada hal-hal gaib. Tetapi sejak
Suci dan Farhan melangkah memasuki ruangan yang tersembunyi di balik pintu yang baru saja mereka buka. Suasana di dalamnya sangat berbeda dari ruangan sebelumnya. Cahaya remang-remang dari lampu gantung tua menerangi ruangan dengan pendar kekuningan yang menambah suasana mencekam. Dinding-dindingnya penuh dengan lukisan dan foto-foto lama yang terlihat sudah pudar oleh waktu. Namun, ada sesuatu yang aneh dengan foto-foto tersebut semuanya menunjukkan orang-orang dengan wajah yang terdistorsi, seolah-olah mereka berusaha menyembunyikan sesuatu.Suci merasakan getaran yang tidak nyaman di tubuhnya. Dia mendekati salah satu foto dan tertegun saat melihat wajah yang mirip dengan seseorang yang pernah dia kenal. "Farhan, lihat ini," katanya dengan suara bergetar. "Ini... ini wajahnya."Farhan mendekat dan melihat foto tersebut. "Kau kenal orang ini?" tanyanya."Sepertinya," jawab Suci. "Tapi aku tidak bisa mengingat siapa dia. Wajahnya terlihat familiar, tapi aku tidak bisa mengingat di ma
Suci dan Farhan melangkah hati-hati memasuki ruangan yang tampaknya terbuat dari batu hitam pekat. Suasana di dalamnya sangat dingin dan menekan, terasa seperti udara di luar jangkauan waktu dan ruang. Di tengah ruangan, sebuah cermin besar berdiri tegak di atas podium, dikelilingi oleh lilin-lilin yang sudah lama padam. Cahaya dari lampu senter mereka bergetar di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari.“Jadi, ini cermin yang kau maksudkan?” tanya Farhan, suaranya bergetar oleh ketegangan.Suci mengangguk, menatap cermin yang tampaknya mengandung lebih banyak dari sekadar refleksi. “Ya. Kata orang yang memberi tahu kita tentang tempat ini, cermin ini dapat mengungkapkan kebenaran tersembunyi.”Farhan mengelilingi cermin itu dengan hati-hati. “Bagaimana cara kerjanya?”Suci tidak bisa menjawab langsung. Ia hanya berdiri di depan cermin, matanya terfokus pada permukaannya yang gelap. Ia bisa merasakan aura dingin yang memancar dari cermin itu, seolah-olah cermin itu sendiri memi
Suci dan Farhan duduk berhadap-hadapan di ruang kecil yang diterangi oleh cahaya redup dari lampu neon yang berkedip-kedip. Keheningan yang terasa berat di antara mereka seperti menyimpan ketegangan yang belum terungkap. Pikirannya berputar, mencoba mencerna kejadian yang baru saja mereka alami di bab sebelumnya. "Cermin itu... apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Farhan, suaranya nyaris berbisik, seolah takut jawabannya akan membawa mereka lebih dalam ke dalam kegelapan yang tidak bisa mereka hindari.Suci, dengan pandangan yang masih terpaku pada pecahan cermin di lantai, mencoba merangkai kata-kata. "Cermin itu bukan hanya sekadar menunjukkan kebohongan kita, tapi juga membuka jalan ke sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang selama ini kita coba hindari."Mereka baru saja selamat dari sebuah cermin misterius yang memaksa mereka menghadapi kebohongan terbesar mereka sendiri. Setiap pantulan di cermin itu mencerminkan kebenaran yang menyakitkan, kebenaran yang mereka simpan dalam hati