Share

Bisikan di Malam Hari

"Suci, kau mendengar itu?" Farhan berdiri tegak, matanya memandang lurus ke kegelapan di depan mereka. Suara angin yang menderu terdengar di sekitar mereka, namun ada sesuatu yang berbeda kali ini. Sesuatu yang lebih menakutkan, lebih dalam.

"Suara apa, Han?" Suci menjawab, meski dalam hati, dia sudah tahu apa yang dimaksud Farhan. Bisikan-bisikan aneh yang muncul sejak pertemuan mereka dengan bayangan itu terus menghantuinya, terutama di malam hari seperti ini.

"Kedengarannya seperti... bisikan, tapi aku tidak yakin dari mana asalnya," Farhan menjelaskan sambil melangkah maju. Suara itu seolah mengelilingi mereka, membuatnya sulit untuk menentukan sumbernya. Semakin mereka mencoba mendengarkan, semakin bisikan itu seperti menyatu dengan angin.

Suci merasakan udara di sekitar mereka mulai berubah, menjadi lebih dingin dan lebih menekan. Tubuhnya bergetar bukan hanya karena suhu, tapi juga karena rasa takut yang mulai merayapi dirinya. Dia mengusap peluh yang mulai mengalir di dahinya, mencoba menenangkan diri.

"Han, kita harus pergi dari sini," katanya dengan suara sedikit bergetar. Nalurinya sebagai seorang yang peka terhadap hal-hal gaib menjerit memperingatkan bahaya. "Tempat ini... ada sesuatu yang tidak beres."

Farhan menatap Suci dengan keraguan. Dia tahu Suci memiliki kemampuan lebih dalam hal-hal supranatural, dan instingnya biasanya tepat. Namun, sesuatu dalam dirinya menahan langkahnya. Ada dorongan untuk terus maju, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Tunggu sebentar lagi, Suci," katanya sambil melangkah lebih jauh. "Aku merasa ada sesuatu yang harus kita temukan di sini."

Suci ingin membantah, ingin menarik Farhan pergi dari tempat itu, tetapi sesuatu dalam bisikan itu memanggilnya, menariknya dengan daya tarik yang tidak bisa dia lawan. Dia hanya bisa mengikuti Farhan, meski hatinya dipenuhi kecemasan.

Mereka berjalan lebih dalam ke hutan, suara bisikan itu semakin kuat, seakan mengelilingi mereka. Semakin mereka melangkah, semakin jelas kata-kata itu terdengar. Bahasa yang aneh, tidak dikenal, namun terasa begitu familiar di telinga Suci. Setiap kata, setiap nada, seolah-olah telah lama tertanam di benaknya, menunggu saat yang tepat untuk bangkit kembali.

Suci merasakan tubuhnya mulai melemah, kakinya terasa berat seperti dililit rantai tak terlihat. "Han, ini tidak benar," bisiknya. "Kita tidak boleh di sini."

Namun, Farhan tidak merespons. Dia tampak terpaku pada sesuatu di depannya, pandangannya tidak berkedip, wajahnya penuh dengan ekspresi yang sulit diartikan antara rasa ingin tahu dan ketakutan. Suci mengikutinya dengan mata penuh kewaspadaan, mencoba memahami apa yang menarik perhatian Farhan.

Di depan mereka, di tengah hutan yang gelap dan sunyi, ada sesuatu yang tidak seharusnya ada. Sebuah cahaya redup yang memancar dari tanah, berbentuk bulat dan berdenyut seperti detak jantung. Cahaya itu berwarna hijau tua, hampir seperti warna lumut yang terbakar. Suci merasa tenggorokannya mengering, ada sesuatu yang sangat tidak benar tentang tempat ini.

"Farhan, jangan mendekat!" Suci berteriak, tapi Farhan tidak mendengarnya. Dia terus maju, matanya tertuju pada cahaya itu.

Suci berlari ke arahnya, mencoba menghentikannya sebelum terlambat. Namun, sebelum dia sempat meraih tangan Farhan, sesuatu terjadi. Cahaya itu meledak menjadi ribuan serpihan kecil, dan seketika suara bisikan itu menjadi begitu keras hingga memekakkan telinga.

Suci jatuh ke tanah, menutupi telinganya dengan kedua tangan. Dunia di sekelilingnya berputar, pandangannya menjadi kabur. Bisikan itu kini berubah menjadi jeritan, suara-suara tak berbentuk yang menusuk masuk ke dalam pikirannya, merasuk ke dalam setiap sudut jiwanya.

Farhan pun tersungkur, tubuhnya berguling di tanah dengan tangan menutupi telinga. "Apa yang terjadi, Suci? Apa ini?" teriaknya, tetapi suaranya tertelan oleh kekacauan suara di sekitar mereka.

Suci mencoba berdiri, tetapi setiap upaya untuk bangun seolah ditolak oleh kekuatan tak terlihat yang menariknya kembali ke tanah. Dia berjuang, melawan kekuatan itu dengan sisa-sisa energinya yang terkuras. Saat itulah dia melihatnya.

Sosok itu, sosok bayangan yang telah mereka temui sebelumnya, muncul dari dalam kegelapan. Kali ini, dia tidak sendirian. Ada lebih banyak sosok yang muncul dari pepohonan, bayangan-bayangan yang bergerak tanpa suara, melayang-layang di atas tanah.

Mereka tidak memiliki wajah, hanya bentuk tubuh yang samar dan kabur, seperti diciptakan dari kegelapan itu sendiri. Namun, Suci bisa merasakan tatapan mereka, dingin dan tanpa emosi, menatap langsung ke dalam jiwanya. Mereka mendekati Farhan yang masih terbaring tak berdaya di tanah.

"Jangan sentuh dia!" Suci mencoba berteriak, tetapi suaranya hilang dalam hiruk-pikuk suara yang memenuhi udara. Dia merangkak ke arah Farhan, namun semakin dia berusaha mendekat, semakin jauh jaraknya terasa.

Salah satu sosok itu mulai mendekati Farhan, tangannya yang kabur seperti bayangan melayang di atas tubuh Farhan yang bergetar. Suci tahu, jika dia tidak melakukan sesuatu, Farhan mungkin tidak akan selamat. Tapi apa yang bisa dia lakukan?

Saat itulah, di tengah keputusasaan, Suci mendengar bisikan yang berbeda. Bisikan ini tidak datang dari sosok-sosok itu, tapi dari dalam dirinya sendiri. Bisikan yang memberinya kekuatan, memberitahunya apa yang harus dia lakukan.

Suci memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. Dia harus melawan ketakutannya, harus menggunakan kemampuannya untuk menghadapi makhluk-makhluk ini. Ketika dia membuka matanya lagi, dia tahu apa yang harus dia lakukan.

"Dengar aku," Suci berbisik, meskipun tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Bisikan itu adalah perintah yang jelas dan kuat. "Aku memerintahkan kalian untuk pergi!"

Sosok-sosok itu berhenti sejenak, seakan ragu. Namun, kemudian mereka mulai bergerak kembali, lebih cepat dari sebelumnya. Suci tahu dia harus bertindak cepat. Dia mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa dalam dirinya, dan dengan satu teriakan yang penuh dengan keputusasaan dan keberanian, dia mengusir mereka.

"Pergi!"

Suara itu keluar dengan kekuatan yang luar biasa, mengguncang udara di sekitar mereka. Sosok-sosok itu berhenti, kemudian mundur perlahan, seolah-olah ditarik oleh kekuatan yang tidak terlihat. Cahaya hijau di tanah mulai memudar, dan suara-suara itu menghilang, menyisakan keheningan yang memekakkan.

Suci jatuh ke tanah, napasnya tersengal-sengal. Farhan masih terbaring di dekatnya, namun kini dia mulai bergerak, perlahan-lahan sadar kembali.

"Suci... Apa yang baru saja terjadi?" tanya Farhan dengan suara serak, matanya terbuka sedikit, menatap Suci dengan tatapan bingung.

Suci mencoba menjawab, namun suaranya hilang. Dia hanya bisa menggeleng, menatap ke arah di mana sosok-sosok itu lenyap.

"Kita tidak aman di sini, Han," akhirnya dia berbisik. "Kita harus pergi, sekarang."

Farhan mengangguk, dan dengan bantuan Suci, dia berhasil berdiri. Mereka mulai berjalan menjauh dari tempat itu, meninggalkan bayangan dan bisikan yang menghantui mereka. Namun, di dalam hati Suci, dia tahu ini belum berakhir. Ada sesuatu yang lebih besar yang menunggu mereka, sesuatu yang tersembunyi di balik kegelapan yang belum sepenuhnya terungkap.

Saat mereka mencapai tepi hutan, Suci merasa ada sesuatu yang salah. Ketika dia menoleh ke arah Farhan, dia melihat bayangan aneh di matanya, seperti ada sesuatu yang tertinggal dari pertemuan mereka dengan makhluk-makhluk itu. Bisikan yang dia pikir sudah hilang mulai terdengar lagi, lebih jelas dan menakutkan dari sebelumnya.

Suci menahan napas, menyadari bahwa kegelapan belum sepenuhnya pergi—dan mungkin, mereka baru saja mengundang sesuatu yang jauh lebih berbahaya ke dalam hidup mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status