Beranda / Fiksi Remaja / Miss Antagonist / Bertahan atau Memisahkan? 2

Share

Bertahan atau Memisahkan? 2

Penulis: Vinnara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pradnya bicara menggebu-gebu. Air matanya nyaris jatuh saat mengatakan semua hal itu. Baik, dia dan Danish memang tidak dekat untuk mengaku sebagai sahabat. Tapi Danish adalah keluarga barunya, saudara laki-lakinya, dan Anya sayang padanya. Di keluarga mereka—Ranajaya, pantang sekali ada yang terluka meski hanya seujung kuku saja. Apalagi ini, bocor di kepala. Danish sudah gila kalau masih menganggap ini semua tidak apa-apa.

“Gimana keadaan Sayna?” Dya buka suara.

Suasana yang cerah dan menyenangkan tadi sudah tidak ada sejak Anya melampiaskan kekesalannya. Anya memang begitu, dia ekspresif, tapi gadis itu baik, dia hanya khawatir pada Danish.

“Iya, Nish. Sayna ada yang luka juga?” Hamam menimpalinya.

“Ini nggak kayak yang kalian pikir. Gue sama Sayna memang berantem tapi bukan yang pukul-pukulan atau gimana, ini kecelakaan.”

“Iya.” Dya mengangguk, berusaha mengerti ucapan Danish, tidak melihat sesuatu dari satu sudut pandang saja. “Jadi Sayna nggak apa-apa?”

Danish menggeleng. Secara fisik Sayna baik-baik saja meski mungkin dia juga merasa nyeri karena Danish memaksa gadis itu memberikan ponselnya. Tapi secara mental, Danish tidak tahu. Sayna pasti masih terguncang.

“Dia nggak akan kenapa-kenapa, tahu kan siapa antagonisnya?”

“Anya, please...” Pramudya menenangkan saudarinya.

Anya tidak pernah bisa lupa, setahun yang lalu saat mereka punya niat baik merayakan ulang tahun Danish bersama disalahartikan oleh Sayna. Gadis culas itu melotot marah ketika Anya memberikan bingkisan untuk Danish sebagai hadiah, dan akhirnya terjadilah insiden kopi tumpah. Kopi panas, bukan es kopi kekinian. Sayna jelas ingin mengarahkannya pada Anya andai tidak ada Dya yang menghalau kekacauan di sana.

Kalau kena, perut Anya adalah sasaran utama, tapi berhubung meleset, tangan Pramudya terkena imbasnya. Sampai detik ini Pradnya tidak pernah lupa, bagaimana ekspresi Sayna saat mengatakan maaf tanpa rasa bersalah di wajahnya. Dia selalu ingin menangis kalau ingat wajah Pramudya yang meringis menahan panas.

“Jahat,” desisnya pelan. “Dia nggak pantes dapat orang kayak lo, Nish.”

“Anya, udah.”

Mereka berdua benar-benar kembar yang berbeda. Yang sama hanyalah, keduanya menyukai Danish, sayang padanya, sebagai saudara. Meski Sayna pernah berbuat begitu, Anya dan Dya tidak pernah mengasingkan gadis itu, mereka ikut berjuang membuat Sayna senang agar Danish juga tenang, agar dia bahagia.

“Setiap orang, baik untuk sebagian lain tapi jahat untuk yang lainnya.” Hamam buka suara. “Kita semua begitu, tergantung dengan siapa kita ketemu, dan sudut pandang siapa yang diutamakan. Maafin Sayna ya, Anya?”

“Kenapa deh malah Mas Hamam yang minta maafnya?” Pradnya sudah berkaca-kaca, gadis itu mengucek mata yang mulai memerah dan mengipasi wajah. “Dia aja nggak pernah ngerasa bersalah ke aku sama Dya.”

Danish tidak pernah tahu dia disayangi sebanyak itu hingga hari ini melihat air mata di wajah Pradnya. Dua orang baru yang masuk ke hidupnya berkat pernikahan Dinara dan Arya. Anak kembar yang sebenarnya menyenangkan dijadikan teman, tapi sering Danish abaikan. Dia tidak mau Sayna marah, hubungan mereka perlu dijaga, jadi Danish mengesampingkan hal-hal tidak penting.

Padahal mungkin, bagi keluarganya Pradnya dan Pramudya adalah harta yang berharga, sementara Danish sering menyepelekan mereka berdua. Demi menjaga perasaan Sayna-nya.

“Sini...” Danish meraih kepala Anya dan menariknya ke bahu, memberi sandaran pada gadis itu. Sementara sebelah tangan Pramudya mengusap rambut saudarinya, padahal kepala Anya baik-baik saja, kepala Danish yang luka. Momen ini membuat mereka terkenang masa lalu, saat Anya putus cinta dan menangis di pundaknya seperti itu.

Dia seperti adik perempuan yang tidak pernah Danish miliki.

“Ghue cuma sakit lihat lo sakit, Nish...” Anya si melankolis itu sudah menangis. “Sumpah ghue kira lo jatuh kenapa, pas outbond atau panjat tebing, bukan gara-gara Sayna. Ghue nggak ikhlas lo disakitin sama dia.”

Sial, kenapa suasananya jadi aneh begini? Danish juga ingin menangis, dia dikhawatirkan hanya karena luka kecil di kepala. Bagaimana jika Anya tahu kalau Sayna juga berbuat curang di belakangnya?

Sayna dengan Gio...

Entahlah. Danish bahkan tidak sanggup meski hanya membahas itu dalam kepala.

Keterlaluan sekali. Yang diperbuat Sayna padanya benar-benar keji. Secara hati, mungkin memang Danish tidak diselingkuhi, tapi Sayna, tubuhnya, kehormatannya... telah berkhianat begitu hebat. Danish tidak kuat, kepalanya terasa berat.

“Gue sama Sayna break dulu.”

“Putus?” Pramudya menyahut buru-buru.

“Bukan, cuma ambil jeda sebentar. Kita butuh waktu.”

Dya mengerjap pelan, ada banyak sekali luka yang Danish sembunyikan. Andai mereka cukup dekat, Dya bersedia memberinya pelukan, tapi Danish mana sudi, pemuda itu anti sekali padanya. Dia lebih suka pada Anya.

“Lo nggak usah balikan lagi sama Sayna.”

Anya pasti tidak tahu, justru itu yang sedang diusahakan olehnya. Apa pun yang terjadi, Danish harus kembali, dia sudah berjanji.

“Jangan lama-lama.” Dya memperingatkannya. “Jangan bikin Sayna nunggu lama.”

“Iya.”

Itu kenapa Danish lebih senang mengeluarkan unek-uneknya pada Dya, gadis itu jauh lebih mengerti, dia tidak seperti Anya. Dya tahu lebih banyak, Dya tidak banyak bertanya, dia mengerti Danish dan Sayna begitu saja.

“Sekarang, ayo kita pesta!”

“Hah?” Hamam terperangah.

Siapa yang barusan mengajak pesta setelah sebelumnya ber-mellow-ria ala sinetron Indonesia? Danish enak sekali dipepet oleh dua wanita muda, belum lagi Sayna. Hamam sempat terhanyut dalam drama keluarga di hadapannya sampai tidak mengeluarkan suara apa-apa.

“Lo sama Sayna kan break, itu perlu kita rayakan.”

“Iya, Nish, lo lajang sekarang!”

Kadang Danish lupa satu hal, bahwa dua gadis dengan nama belakang Ranajaya ini agak-agak gila. Mereka pasti tidak waras karena mengajak bujangan patah hati berpesta pora.

****

Sayna terengah-engah ketika tuntas mendapatkan apa yang ingin dicapainya dalam kegiatan itu. Dia lupa kapan terakhir kali merasa sehebat ini, sepuas ini, dan segila ini. Sayna merasakan kepuasan yang tidak bisa dia gambarkan, hal-hal yang biasanya hanya bisa dia imajinasikan seolah nyawanya tercabut langsung dari ubun-ubun.

Ini berbeda, sensasi panas, gatal dan membara dari ujung terluar tubuhnya mendamba pada seseorang. Dia merasa berkuasa. Melihat wajah itu dan mendengar napasnya yang terengah, Sayna merasa gagah.

Dia suka ide ini, karena biasanya dia yang selalu dimanjakan. Kali ini dia bekerja keras lebih dari biasanya. Berlagak seperti pelacur, pemuas nafsu. Sayna sendiri kaget karena ternyata dia punya sisi liar seperti itu, beda jika dia sedang melakukan persetubuhan dengan... kekasihnya.

“Sayna, ayo masuk. Kakak udah nggak sabar ada di dalam kamu.”

Gadis itu tersentak, keringatnya berserak, napasnya tersengal-sengal. Mimpi sialan.

Mimpi yang berulang kali datang mengusiknya dengan penggambaran berbeda. Tapi di sana, bukan Danish... tidak ada Danish yang mencumbui Sayna. Dia justru berkali-kali mimpi dijamah orang lain, dan Sayna melepas pakaiannya suka rela, menjajakan dirinya cuma-cuma, hanya demi menuntaskan imajinasi kotor dalam kepala.

Dalam mimpinya sendiri pun, Sayna begitu hina.

Dia tidak sedih saat Danish pergi, Sayna lega, dia pantas mendapatkannya. Sayna tidak kecewa Danish menjauh, dia tahu itu akan terjadi cepat atau lambat. Danish meminta Sayna untuk menunggu, jadi dia akan melakukan itu.

Namun, bagaimana jika Sayna rindu? Bolehkah dia menanyakan kabar lebih dulu?

Sudah satu minggu...

“Sayna, kadang-kadang kita butuh waktu, mau dipisahkan seperti apa pun kalau memang jodoh, pasti datang ketemu. Meski Danish butuh jeda lebih lama, kalau memang harus jadi, ya jadi. Kamu sabar dulu.”

Rafika bilang padanya waktu itu, sebuah penghiburan yang meyakinkan.

Baik, Sayna akan menunggu, dia siap dan pasrah menanti hari itu. Danish akan datang lagi, meski dia tidak bilang kapan, di mana, dan sampai kapan. Apakah Sayna akan menunggu dalam ketidakpastian?

Namun melihat apa yang sudah dia lakukan, mungkin ini memang pantas dia dapatkan.

Sayna sudah meminta maaf pada Giovanni secara terbuka di depan himpunan mahasiswa. Dia menjelaskan kesalahpahaman di antara mereka, Gio tidak hadir di sana, dan meski begitu, Sayna lega karena Gio tidak membeberkan apa-apa.

Kehidupannya di kampus sedikit lebih baik. Tidak ada lagi tekanan dan teror yang datang. Kadang, Sayna sudah bisa ikut tertawa dengan teman-teman meski dia tetap merasa kosong dan tersingkir begitu saja.

Kadang, saat sedang menulis laporan, ada sesak di dada yang tidak tertahankan, dia tidak tahu dirinya kenapa. Sayna hilang arah, meski tahu saat ini sudah tidak ada yang salah. Dia sudah mengatasinya. Semua sudah baik-baik saja.

Namun rasanya tetap aneh. Rasa sedihnya akhir-akhir ini tercipta tanpa air mata, tanpa kecewa, sedih tanpa nama yang datang tiba-tiba, tanpa aba-aba, melumpuhkan jiwanya.

Sayna kenapa?

“Ayah... Ibu... maaf...”

Mungkin karena terlalu banyak menumpuk dosa dan kesalahan pada orangtua. Terlalu banyak kebohongan yang Sayna hadiahkan untuk mereka.

Atau mungkin hanya karena sesederhana benda pipih di atas tempat tidurnya.

Sayna tidak tahu itu nyata atau khayalannya saja. Akhir-akhir ini dia sulit membedakan mimpi dengan kehidupan yang benar-benar terjadi. Semuanya saru dan membingungkan.

Kalau itu nyata, bukankah Sayna bisa memakainya sebagai alasan agar Danish cepat datang? Kembali ke pangkuan?

Lalu setelah itu apa?

Apa yang dilakukannya jika Danish datang dan Sayna menunjukkan kebenaran?

Benda itu, menandakan sebuah kehidupan baru, di tubuhnya.

Alat tes kehamilan bergaris dua.

To be continued.

Bab terkait

  • Miss Antagonist    Jeda

    Merasa sudah dewasa, Danish jarang sekali berbagi hal-hal dengan ibunya. Namun untuk kasus seperti kecelakaan ini, dia tidak bisa. Lukanya menganga, tetap dipertanyakan andaipun dia rahasiakan. Dan itu sebuah petaka lain, sebab Melia membuat kehebohan yang berlebihan, mulai dari Danish harus izin ke kampus dan tidak masuk kelas sampai dia pulih, hingga mengabari teman-temannya yang jauh di luar kota.Butuh waktu yang pas bagi Aryan untuk menghubunginya, tapi Angga yang tinggal dan kuliah di Yogyakarta menelepon Danish lebih cepat dari yang ia duga. Angga, selain menanyakan bagaimana kabar dan separah apa luka yang Danish terima, juga menggosip perihal pacar terbaru Melia.“Sayang banget, gue kira Tante Mel bakal jadi ibu sambung gue dan kita jadi sodara, Nish.” Angga terdengar sedih. “Papa jadi duda udah lama, nggak kawin-kawin, gue kira nunggu Tante Mel, tapi kan nyokap lo nggak bakal nikah dulu sampai anak-anaknya mandiri. Berarti Tante lagi nunggui

  • Miss Antagonist    Jeda 2

    Hari apa sekarang? Tepatnya... sudah berapa lama? Sayna masih menunggu. Dia bersabar meski tidak pernah mendapat kabar. Apa Danish baik-baik saja? Bagaimana keadaannya? Kapan dia akan kembali? Sayna takut, perutnya semakin besar.Danish memintanya untuk menunggu. Dia butuh waktu, tentu, Sayna mengerti itu. Tapi keadaan sekarang sudah tidak sama, ada yang harus Sayna beri tahu. Perutnya mungkin masih rata, tapi ada segumpal daging yang bertumbuh di dalam sana. Usianya menginjak bulan ketiga, 12 minggu 6 hari. Berarti sudah dua bulan Danish dan Sayna tidak berjumpa.Sayna merindukannya, sebanyak dia harus menahannya, sesakit yang harus ditahannya.“Sabar, ya...” Gadis itu mengelus permukaan perut. Katanya gerakan mulai terasa di atas usia 12 minggu, berarti tak akan lama lagi Sayna bisa merasakan sensasi kupu-kupu di sekitar sini.Malam-malam begini, dia harus terjaga karena tiba-tiba menginginkan buah semangka. Di mana Sayna harus mencarinya? A

  • Miss Antagonist    Menenangkan Pikiran

    “SAYNA!”Danish menggaungkan nama itu ketika tali yang menggantung tubuhnya sendiri membawa dia melesat jauh ke ujung pemberhentian. Kecepatannya menggila saat jarak semakin dekat, bergelantungan di ketinggian 15 meter di atas tanah dengan kecepatan 80 kilometer/jam dan hanya menggantungkan keselamatan pada seutas tali, tentu memacu adrenalin sekali.Dia perlu melakukan itu, untuk menyembuhkan diri. Lalu bersiap menemui Sayna lagi.“Norak banget, Danish!” Pradnya langsung mencibirnya saat Danish tiba di pemberhentian, turun dan melepas pengait di bagian belakang. Naik salah satu flying fox tertinggi di Indonesia memang menyenangkan.“Uuuu...” Hamam menyusul dengan sorakan bahagia yang serupa, lalu muncul Pramudya tak lama setelahnya.Mereka berempat jalan-jalan ke puncak selama Hamam dapat jatah libur dan untuk merayakan Danish yang akan segera kembali pada rutinitasnya ke Bandung tiap minggu.

  • Miss Antagonist    Berubah Pikiran

    Empat orang itu kemudian kembali berkeliling, menikmati pemandangan hingga berhenti di ayunan gantung yang terikat di pohon tinggi, bertingkat. Anya yang pertama ingin mencoba, dia naik lebih dulu, lalu Hamam naik di urutan berikutnya karena Anya yang meminta. Sementara Dya memilih menunggu, dia tidak suka dengan ide harus satu ayunan dengan Danish dan bergelantungan di atas sana. Danish kan kejam, dia bisa mendorong Dya tanpa aba-aba kalau dia salah bicara sedikit saja.“Kayaknya tersakiti banget jadi lo, ya.” Danish menyindir sekaligus menatap sok iba pada Pramudya. Gadis itu seperti istri tua yang ditinggal suaminya.“Gue biasa ngalah dari kecil sama Anya.” Atau lebih tepatnya, perasaan Pramudya tidak pernah benar-benar dipedulikan. Perasaannya tidak penting, orang-orang selalu abai karena Dya diam saja.“Kalau gitu lo harus bisa membatasi apa yang lo bagi sama Anya mulai sekarang.”“Mana bisa, gue sama dia sau

  • Miss Antagonist    Luluh dan Luruh

    “Good luck!”“Uh, ghue sebenarnya nggak rela, tapi ghue mau lo bahagia, lo ceria lagi. You deserve the best, Nish.”“Makasih, Anya, Dya.”Danish tersenyum lebar mendengar ucapan dua gadis kembar itu sebelum dia berangkat ke Bandung pagi ini. Anya membelikannya baju baru yang langsung dibersihkan kemarin, sementara Dya menyiapkan bunga yang harus Danish berikan pada Sayna, juga sebuah cincin mungil untuk kelingking. Mereka bilang, Danish harus kembali pada Sayna dengan versi terbaiknya. Harus datang dan membuat Sayna jatuh cinta lagi, berkali-kali dibanding sebelumnya.“I love you, Nish.” Anya berujar sambil merangkulnya, bergelanyut di pundaknya dan menghadiahi Danish kecupan di dahi. Meski Anya bilang begitu, entah kenapa Danish tahu kalau kata cintanya terasa berbeda.“Hati-hati di jalan, makasih ya.” Terakhir, Dya yang turun dari mobilnya. Gadis itu melayangkan sebuah ciu

  • Miss Antagonist    Luluh dan Luruh 2

    Danish membeliak, menahan napas terang-terangan, lalu perlahan menarik telapak tangannya yang bermukim di perut gadis itu. Reaksi yang... wajar sebenarnya.Reaksi super wajar. Memangnya apa? Sayna ingin kabar kehamilannya disambut bahagia? Mereka bahkan belum menikah, bagaimana bisa kehadiran janin di luar nikah membuat Danish berbunga-bunga? Dia justru kaget, panik, reaksi yang sangat tertebak.Namun... Sayna tetap kecewa. Dia tidak suka pada ekspresi dan reaksi kekasihnya. Janin itu ada di perut akibat perbuatan mereka berdua. Kenapa Danish sedikit saja tidak ingin berterima kasih padanya? 14 minggu sama sekali tidak mudah mengandung benih itu sendirian.“Kenapa? Kenapa bisa, Say?”Sakit mendengar pertanyaan itu, saat Sayna tidak mungkin hamil sendiri tanpa dibuahi. Tapi seperti takdir kebanyakan, perempuan memang selalu jadi pihak yang paling dihakimi. “Bisa, Nish. Karena kita cuma pakai kontrasepsi, bukan angkat rahim atau vasektomi.

  • Miss Antagonist    Membunuh Nurani

    Danish tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Sama sekali. Dia mungkin perlu memotong daun telinga untuk benar-benar memastikan bahwa, ini bukan mimpi. Sayna di hadapannya berwajah kuyu, mata sayu, bernapas pendek, menahan ringisan ngilu.“Say...” Danish menyebut namanya dengan setengah tak percaya. “Bohong, kan?”Sayna menggeleng, membiarkan Danish menangkup wajahnya, mengalirkan anak sungai dari mata cantiknya.“Maaf,” bisik gadis itu pelan, yang tentu membuat Danish justru semakin tertekan.“Jangan gila, Sayna.” Pemuda itu menggeram, tangkupannya di wajah Sayna berubah perlahan menjadi cengkeraman. “Bilang kalau lo cuma bohongin gue.”Gadis itu menggeleng untuk kali kedua, air matanya turun semakin deras dari sana, dan ketika Danish memeriksa, dia menyadari ada darah yang turun di sela-sela kaki Sayna, menguarkan bau anyir yang khas. Danish langsung menjatuhkan tubuh, sementara Sayn

  • Miss Antagonist    Abortus

    Sayna meraih ponselnya, sudah lebih dari 1 jam sejak butir-butir Misoprostol itu dimasukkan ke vagina. Darah yang keluar semakin banyak, janin itu luruh, hanya organ intinya belum jatuh. Gadis itu membiarkan Danish membaca seluruh instruksinya. Memerhatikan layar ponsel dengan saksama. “Gila, Sayna...” Danish berucap dengan bibir gemetar. Tidak menyangka jika kekasihnya yang terlalu pintar tega berbuat sejauh ini. Melakukan aborsi terencana, dinaungi oleh lembaga yang memihak hak-hak perempuan, difasilitasi dengan obat-obatan dan bimbingan online untuk mengeksekusi kandungan. Sayna butuh ditemani oleh satu orang yang sehat dalam melakukan proses aborsinya, berada dekat dengan rumah sakit untuk berjaga-jaga kemungkinan komplikasi, dan itulah gunanya Danish ada di sini. “Sekarang kita masuk ke tahap selanjutnya.” Sayna berujar sambil menekuk kedua kaki dan melebarkannya, membuat Danish bisa menonton lelehan-lelehan darah dari jalan lahir. Lalu tangan g

Bab terbaru

  • Miss Antagonist    Ending Sayna

    Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit

  • Miss Antagonist    Harta, Takhta dan Duda Muda

    “Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung

  • Miss Antagonist    Arunika Yang Baru

    “Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar

  • Miss Antagonist    Memulai Hidup Baru

    Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m

  • Miss Antagonist    Zona Aman

    Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu

  • Miss Antagonist    Berhubungan Badan

    “Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga

  • Miss Antagonist    Pesta Perpisahan

    “Sial, banyak banget debu jalanan. Tutup mata, Anya!”“WAAAA....”Danish langsung mengerem sepeda motor yang dia kendarai mendengar jeritan Hamam di sebelahnya, temannya itu nyaris oleng sebelum berbelok ke kiri jalan dan berhenti.“Kenapa sih?” tanya Danish keki. Merasakan pegangan tangan Anya di pinggangnya melonggar perlahan. Mereka sedang berwisata dan menaklukan medan jalan yang berdebu dan terjal untuk sampai ke tujuan.“Gue kaget, Nish. Pas lo teriak nyuruh nutup mata itu gue refleks nutup mata juga, padahal kan gue lagi nyetir, mana bonceng Dya di belakang. Kalau Dya cedera nyawa gue bisa melayang.”Dya dan Anya tertawa, mereka kira apa. Dya yang duduk di belakang Hamam bahkan bingung sendiri saat pemuda itu mulai tidak stabil membawa kendaraannya lalu berhenti tiba-tiba.“Maaf ya, Dya.” Hamam merasa sangat berdosa. Ini harusnya jadi liburan yang paling berkesan karena Dya a

  • Miss Antagonist    Memulai Hubungan Baru

    Menghabiskan dua malam di Jakarta bersama Giovanni yang diizinkan menginap oleh orangtuanya, Sayna melakukan perjalanan kembali ke perantauan. Bukan Bandung, kali ini dia harus ke Majalengka karena sedang sibuk KKN di sana. Agak sedih karena Sayna tidak bertemu dengan adiknya sama sekali berhubung anak itu sedang sibuk pendidikan, dia juga tidak tahu kapan bisa pulang ke rumah lagi, bisa dipastikan Sayna akan lebih sibuk dalam beberapa bulan kedepan.“Semangat dong!” Gio tersenyum menggoda, paham kalau gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu tengah diserang homesick musiman yang biasa menyerang para mahasiswa KKN. “Gimana aja program kalian?”“Programnya banyak,” keluh Sayna pelan. “Ada satu anak yang ngeselin dari teknik sipil, aku sering banget nahan bogem kalau dia mulai ngoceh terus, Kak.”Giovanni mengacak rambut pendek Sayna dengan sebelah tangan. “Namanya dinamika kelompok, hadapi aja, ya. I

  • Miss Antagonist    Berjumpa Arunika

    “Om... tolong!”Irya sedang bermain sandiwara dengan pamannya.“Om! Aku syakit!”Danish tidak menggubris.“Om, tolong aku!”“Aduh, berisik banget!” Danish menggerutu lalu berjalan mendekati bayi yang usianya entah berapa itu. Irya terlalu pintar untuk anak seusianya. Sibuk berakting demi mencari perhatian. Lihat saja, dia membuka lemari penyimpanan di kamar Danish lalu memasukkan sebelah tangan ke dalamnya dan menutup pintu lemari itu kemudian menjerit seolah sangat kesakitan.“Apa-apaan sih, Den?” tanya Danish keki. Kelakuan Irya kadang sebelas dua belas dengan ayahnya. Ada-ada saja.“Hehe, makasih Om!” seru Irya tanpa merasa berdosa atau apa.Danish menggendong anak itu dan menatapnya sambil menyipitkan mata. Tidak ingin dan tidak bisa menebak hal aneh lain yang akan dilakukan oleh Irya. Dia seperti tidak kehabisan ide untuk membuat keributan dan ingin se

DMCA.com Protection Status