Share

Jeda 2

Author: Vinnara
last update Last Updated: 2021-06-15 18:09:00

Hari apa sekarang? Tepatnya... sudah berapa lama? Sayna masih menunggu. Dia bersabar meski tidak pernah mendapat kabar. Apa Danish baik-baik saja? Bagaimana keadaannya? Kapan dia akan kembali? Sayna takut, perutnya semakin besar.

Danish memintanya untuk menunggu. Dia butuh waktu, tentu, Sayna mengerti itu. Tapi keadaan sekarang sudah tidak sama, ada yang harus Sayna beri tahu. Perutnya mungkin masih rata, tapi ada segumpal daging yang bertumbuh di dalam sana. Usianya menginjak bulan ketiga, 12 minggu 6 hari. Berarti sudah dua bulan Danish dan Sayna tidak berjumpa.

Sayna merindukannya, sebanyak dia harus menahannya, sesakit yang harus ditahannya.

“Sabar, ya...” Gadis itu mengelus permukaan perut. Katanya gerakan mulai terasa di atas usia 12 minggu, berarti tak akan lama lagi Sayna bisa merasakan sensasi kupu-kupu di sekitar sini.

Malam-malam begini, dia harus terjaga karena tiba-tiba menginginkan buah semangka. Di mana Sayna harus mencarinya? Apa ada toko buah yang masih buka? Gadis itu menangis, dia merindukan Danish.

Sayna penasaran, seperti apa reaksi pemuda itu saat mengetahui kebenarannya. Apa dia akan bahagia? Atau panik dan menyuruhnya melakukan hal-hal lain? Sayna tidak bisa memprediksi. Danish bisa jadi orang yang sabar tapi di satu sisi bisa sangat dingin saat dia marah, dia pernah mendiamkan Sayna berbulan-bulan, saat mereka masih SMA.

Apa kali ini juga akan sama? Lalu bagaimana nasib janin di perut Sayna?

“Sayna, ini tanggal berapa?”

“Tanggal 6, kenapa?”

“Ulang tahun lo, bukan?”

Sayna memutar mata. “Ulang tahun gue tanggal 27, Nish.”

“Oh, sama kayak Ibu kalau gitu.”

“Hah? Ibu siapa deh?”

“Ibu dari anak-anak gue. Hehe.”

Sekarang perkataan itu jadi kenyataan. Mengenang hal itu dalam kepala membuat Sayna ingin menjerit tertahan. Dia ketakutan. Takut pada kenyataan yang menunggunya di depan sana, takut pada reaksi Danish sebenarnya, yang pasti tidak akan semanis angan-angan. Sayna tidak sanggup membayangkan.

Yang sempat terlintas di kepalanya hanya... bagaimana wajah pemuda itu nanti akan membayang pada diri seseorang. Matanya yang polos, hidungnya yang mancung dan berkerut saat dia bahagia, senyumnya yang manis sekali, tapi di sisi lain mematikan. Menyenangkan sekali akan ada satu orang lagi yang menyerupainya di dunia ini.

Namun, apakah orang itu benar-benar akan hadir? Apakah dia bahkan layak hidup di dunia seperti ini? Dengan keadaan seperti sekarang dan memiliki seorang ibu yang jahat seperti Sayna?

“Sayna, dibanding Gio gue memang nggak ada apa-apanya. Tapi inget ya, kalau lo ada apa-apa, gue ada.”

Ke mana pemuda itu? Yang pernah mengatakan hal itu pada Sayna? Dia sangat membutuhkannya, Sayna merindukannya.

****

“Tuhan lagi ngerencanain apa sih buat hidup gue? Prosesnya gini amat.”

Hamam melirik sinis, dia tidak tahu Danish dan pacarnya ada masalah apa, tapi pemuda itu terus-terusan mengatakan omong kosong tiap ada kesempatan. Hamam sampai bosan, setiap hari Danish hanya melakukan berbagai keluhan. Efek negatifnya menguar di tempat mereka bekerja, melihat orang patah hati seperti itu, Hamam juga terpengaruh, dia jadi malas-malasan.

“Apa sih yang bisa dia kasih ke Sayna, yang gue nggak bisa kasih?” keluhannya kembali bergaung.

Kemungkinan besar ada orang ketiga di hubungan Danish dan Sayna, Hamam memprediksinya. Dan pertanyaan itu, terdengar seperti perkataan paling putus asa. Orang seperti Danish, siapa yang bisa menolak pesonanya? Dia memang tidak sempurna, tapi Sayna keterlaluan kalau sampai berselingkuh di belakang sahabatnya itu.

“Lo mau sampai kapan sih kayak gini?” Hamam akhirnya buka suara. Lama-kelamaan dia risih juga.

“Nggak tahu.” Danish menggeleng pelan. “Gue udah nggak marah ke Sayna, tapi... gue masih belum bisa lupa.”

Memangnya Sayna melakukan apa? Tapi pertanyaan itu hanya menggantung di kepala. Hamam tidak mengungkapkannya.

“Lo sekarang maunya gimana? Waktu itu lo bilang kan kalian cuma berak.”

Break, Hamam.” Danish melirik sinis.

“Iya, itu.” Hamam tidak memperpanjang. “Jangan kelamaan lah, Nish. Cewek tuh nggak suka digantung tanpa kepastian.”

“Gue suruh dia nunggu.”

“Sampai kapan?”

Danish termenung, dia tidak bilang sampai kapan. Hanya... sampai perasaannya membaik—mungkin. Atau... sampai dia lupa pada kesalahan Sayna. Entah, Danish sendiri tidak yakin dia akan lupa atau justru mengingat itu selamanya. Dia harus dibuat amnesia untuk benar-benar merasa lega, sepertinya.

“Lo juga nggak sempurna.” Hamam tiba-tiba kembali bicara. “Lo juga pernah bikin salah sama Sayna, lo bukan orang suci, Nish. Jangan jadi orang yang membenarkan kata pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga.”

“Tumben ngomong lo bener, Mam.”

“Gue juga kaget sendiri.” Hamam mengelus dada, Danish tertawa.

Sudah dua bulan, atau lebih? Danish lupa menghitung, dia kelelahan menahan rindu terus-terusan, tapi menyambangi Sayna lebih dulu, Danish pun masih enggan. Namun hubungan mereka telah berjalan selama dua tahun, banyak hal terjadi, Danish tidak pernah membayangkan atau memikirkan dirinya berpisah dengan Sayna, itu tidak ada dalam rencana hidupnya.

Mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan adalah alasan terbesar kenapa Danish mengabdikan diri dan cintanya untuk gadis itu. Kadang dia tampak seperti orang tolol, mau-maunya diperlakukan seperti itu. Tapi tidak apa-apa, kan? Sayna itu calon ratu yang akan bertahta di kerajaannya, hitung-hitung berlatih saja. Orang akan melakukan apa pun untuk seorang ratu, bukan?

“Geble, kalau gitu lo sama Sayna bukan raja sama ratu, tapi ratu sama babu, alias lo jadi budaknya, Nish. Bukan budak dalam artian kacung kayak si Hamam ini, ya, tapi budak perasaan.”

“Bener. Gue pernah denger kata pepatah, jangan terlalu sibuk mencintai orang lain sampai lo lupa mencintai diri sendiri, Nish.”

Danish pernah dapat sumbangan wejangan-wejangan itu dari dua temannya yang lain. Dulu, sudah lama sekali, dan memilih untuk mengabaikannya.

“Menurut gue, semakin lo ngikutin dia, nyanjung-nyanjung dia, meninggikan terus posisinya, menuankan dia juga, berjuang membabi buta, semakin sedikit lo dihargai, Nish.”

Dan itu benar-benar terjadi. Pada akhirnya, Sayna pun khilaf, gadis itu lupa ada orang yang mencintainya, menunggunya, berjuang untuknya, dia lupa menghargai Danish seperti manusia pada umumnya. Sayna mulai menganggap Danish mudah dan menyepelekannya karena Danish begitu mudah memberi dan menghaturkan maaf serta memaklumi keadaan mereka.

Terutama karena Giovanni....

Itu sebabnya Danish tidak membiarkan Pramudya mendekatinya akhir-akhir ini, Danish takut, dia sedang sendirian, dia tidak mau gadis itu mengambil tempat di sana. Kalau begitu, apa bedanya Danish dengan Sayna, kan? Lagi pula, Dya tidak boleh jadi pelarian. Mereka akan kembali berteman saat keadaan sudah aman. Saat Danish kembali pulang ke tempat yang seharusnya. Sayna-nya.

“Lo sama Sayna bakal jalan lagi kan, Nish? Atau lo mau sendiri?” tanya Hamam, wajahnya terlihat khawatir.

Iya, Hamam khawatir, karena kalau Danish jomblo seperti dirinya, Hamam bisa mati. Danish adalah saingan terberatnya di muka bumi. Bukan hanya dalam memperebutkan Pramudya, tapi juga gadis-gadis lainnya.

“Gue bilang kan kami cuma butuh jeda, bukan putus, Hamam.” Danish sedikit menjelaskan. “Putus dari Sayna itu hal terakhir yang gue pikirkan, bahkan nggak pernah gue pikirin sama sekali sih.”

“Bagus.” Hamam manggut-manggut, dadanya terasa lega. “Tapi menurut gue, orang yang ambil jeda itu akan dapat dua kemungkinan. Jeda bisa bikin orang jadi makin keras kepala buat bertahan, atau justru lo nyaman sendirian dan jeda itu akhirnya memisahkan.”

“Lo kok jadi bener sih ngomongnya? Gue nggak suka, ah.”

Hamam terkikik, Danish takut jadi orang tolol sendirian, padahal Hamam setia padanya. “Lo yang mana, Nish?” tanyanya agar obrolan tidak teralihkan.

“Gue kangen sama dia,” ucap Danish jujur. Harinya berat karena terus-terusan dibayangi oleh Sayna serta hilangnya kepemilikan Danish atas gadis itu. Dia tidak suka. “Gue nggak mengabaikan Sayna, sama sekali. Gue cuma belum punya tenaga, daya dan upaya buat berhadapan sama dia.”

Danish juga tidak berhenti mencintai Sayna, dia hanya berhenti menunjukkannya. Mereka sedang dalam masa jeda yang entah kapan berakhirnya.

“Menurut gue ini udah terlalu lama, Nish. Udah cukup, hati manusia nggak sama tiap harinya. Jangan sampai deh dia nemu siapa di sana, yang nemenin pas lagi kesepian karena lo nggak ada.”

Hamam benar. Danish ada saja, Sayna bisa bermain gila, apalagi saat ini, dia bisa benar-benar lepas dari genggamannya. Padahal saat ini mereka menjeda untuk memperbaiki segalanya.

“Sebentar lagi,” ucap Danish. “Gue—”

“Ih, keburu lumutan burung lo anjir!” Hamam emosi. Danish dalam masa galau begini tidak membiarkan Pradnya atau Pramudya main ke Jakarta—ke laundry lebih tepatnya, Hamam kan ikut sengsara. Dia rajin berbalas pesan dengan mereka tapi tidak bisa bertemu karena terhalang oleh palang bernama Danish Adiswara. “Gue pengen ketemu sama Dya dan Anya.”

Danish kontan membeliak. “Heh, mereka nggak bisa lo jadiin gebetan!”

“Gue sama mereka cuma temenan, Nish. Gue sadar diri.”

“Ntar gue bilang Dya biar ke sini akhir minggu ini.” Danish membuang napas, kasihan juga Hamam kalau terus terkena imbas akan patah hatinya.

“Makasih, Bos, hoho gue jadi semangat kerja lagi!”

Danish tersenyum simpul melihat reaksi sahabatnya itu. Dia juga lama sekali tidak melihat si kembar akhir-akhir ini, sibuk dengan diri sendiri. Sekarang Danish kebingungan, dia mau apa sebenarnya? Kepalanya tidak sejalan dengan hati. Satu sisi merasa sudah tidak apa-apa, mereka bisa memulai lagi, tapi... ada sudut hatinya yang berdenyut nyeri. Kalau sudah begini harus bagaimana lagi?

“Nish,” panggil Hamam dengan mode serius di nada bicaranya. “Kalau lo beneran cinta sama Sayna, lo pasti nggak akan ninggalin dia. Bahkan ketika lo punya ratusan alasan buat menyerah, lo tetap akan temukan satu alasan buat bertahan. Bener, kan?”

Danish selalu punya alasan untuk bertahan, dia hanya sedang mengumpulkan nyali untuk kembali. Mungkin... sebentar lagi.

To be Continued.

 

Related chapters

  • Miss Antagonist    Menenangkan Pikiran

    “SAYNA!”Danish menggaungkan nama itu ketika tali yang menggantung tubuhnya sendiri membawa dia melesat jauh ke ujung pemberhentian. Kecepatannya menggila saat jarak semakin dekat, bergelantungan di ketinggian 15 meter di atas tanah dengan kecepatan 80 kilometer/jam dan hanya menggantungkan keselamatan pada seutas tali, tentu memacu adrenalin sekali.Dia perlu melakukan itu, untuk menyembuhkan diri. Lalu bersiap menemui Sayna lagi.“Norak banget, Danish!” Pradnya langsung mencibirnya saat Danish tiba di pemberhentian, turun dan melepas pengait di bagian belakang. Naik salah satu flying fox tertinggi di Indonesia memang menyenangkan.“Uuuu...” Hamam menyusul dengan sorakan bahagia yang serupa, lalu muncul Pramudya tak lama setelahnya.Mereka berempat jalan-jalan ke puncak selama Hamam dapat jatah libur dan untuk merayakan Danish yang akan segera kembali pada rutinitasnya ke Bandung tiap minggu.

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Berubah Pikiran

    Empat orang itu kemudian kembali berkeliling, menikmati pemandangan hingga berhenti di ayunan gantung yang terikat di pohon tinggi, bertingkat. Anya yang pertama ingin mencoba, dia naik lebih dulu, lalu Hamam naik di urutan berikutnya karena Anya yang meminta. Sementara Dya memilih menunggu, dia tidak suka dengan ide harus satu ayunan dengan Danish dan bergelantungan di atas sana. Danish kan kejam, dia bisa mendorong Dya tanpa aba-aba kalau dia salah bicara sedikit saja.“Kayaknya tersakiti banget jadi lo, ya.” Danish menyindir sekaligus menatap sok iba pada Pramudya. Gadis itu seperti istri tua yang ditinggal suaminya.“Gue biasa ngalah dari kecil sama Anya.” Atau lebih tepatnya, perasaan Pramudya tidak pernah benar-benar dipedulikan. Perasaannya tidak penting, orang-orang selalu abai karena Dya diam saja.“Kalau gitu lo harus bisa membatasi apa yang lo bagi sama Anya mulai sekarang.”“Mana bisa, gue sama dia sau

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Luluh dan Luruh

    “Good luck!”“Uh, ghue sebenarnya nggak rela, tapi ghue mau lo bahagia, lo ceria lagi. You deserve the best, Nish.”“Makasih, Anya, Dya.”Danish tersenyum lebar mendengar ucapan dua gadis kembar itu sebelum dia berangkat ke Bandung pagi ini. Anya membelikannya baju baru yang langsung dibersihkan kemarin, sementara Dya menyiapkan bunga yang harus Danish berikan pada Sayna, juga sebuah cincin mungil untuk kelingking. Mereka bilang, Danish harus kembali pada Sayna dengan versi terbaiknya. Harus datang dan membuat Sayna jatuh cinta lagi, berkali-kali dibanding sebelumnya.“I love you, Nish.” Anya berujar sambil merangkulnya, bergelanyut di pundaknya dan menghadiahi Danish kecupan di dahi. Meski Anya bilang begitu, entah kenapa Danish tahu kalau kata cintanya terasa berbeda.“Hati-hati di jalan, makasih ya.” Terakhir, Dya yang turun dari mobilnya. Gadis itu melayangkan sebuah ciu

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Luluh dan Luruh 2

    Danish membeliak, menahan napas terang-terangan, lalu perlahan menarik telapak tangannya yang bermukim di perut gadis itu. Reaksi yang... wajar sebenarnya.Reaksi super wajar. Memangnya apa? Sayna ingin kabar kehamilannya disambut bahagia? Mereka bahkan belum menikah, bagaimana bisa kehadiran janin di luar nikah membuat Danish berbunga-bunga? Dia justru kaget, panik, reaksi yang sangat tertebak.Namun... Sayna tetap kecewa. Dia tidak suka pada ekspresi dan reaksi kekasihnya. Janin itu ada di perut akibat perbuatan mereka berdua. Kenapa Danish sedikit saja tidak ingin berterima kasih padanya? 14 minggu sama sekali tidak mudah mengandung benih itu sendirian.“Kenapa? Kenapa bisa, Say?”Sakit mendengar pertanyaan itu, saat Sayna tidak mungkin hamil sendiri tanpa dibuahi. Tapi seperti takdir kebanyakan, perempuan memang selalu jadi pihak yang paling dihakimi. “Bisa, Nish. Karena kita cuma pakai kontrasepsi, bukan angkat rahim atau vasektomi.

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Membunuh Nurani

    Danish tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Sama sekali. Dia mungkin perlu memotong daun telinga untuk benar-benar memastikan bahwa, ini bukan mimpi. Sayna di hadapannya berwajah kuyu, mata sayu, bernapas pendek, menahan ringisan ngilu.“Say...” Danish menyebut namanya dengan setengah tak percaya. “Bohong, kan?”Sayna menggeleng, membiarkan Danish menangkup wajahnya, mengalirkan anak sungai dari mata cantiknya.“Maaf,” bisik gadis itu pelan, yang tentu membuat Danish justru semakin tertekan.“Jangan gila, Sayna.” Pemuda itu menggeram, tangkupannya di wajah Sayna berubah perlahan menjadi cengkeraman. “Bilang kalau lo cuma bohongin gue.”Gadis itu menggeleng untuk kali kedua, air matanya turun semakin deras dari sana, dan ketika Danish memeriksa, dia menyadari ada darah yang turun di sela-sela kaki Sayna, menguarkan bau anyir yang khas. Danish langsung menjatuhkan tubuh, sementara Sayn

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Abortus

    Sayna meraih ponselnya, sudah lebih dari 1 jam sejak butir-butir Misoprostol itu dimasukkan ke vagina. Darah yang keluar semakin banyak, janin itu luruh, hanya organ intinya belum jatuh. Gadis itu membiarkan Danish membaca seluruh instruksinya. Memerhatikan layar ponsel dengan saksama. “Gila, Sayna...” Danish berucap dengan bibir gemetar. Tidak menyangka jika kekasihnya yang terlalu pintar tega berbuat sejauh ini. Melakukan aborsi terencana, dinaungi oleh lembaga yang memihak hak-hak perempuan, difasilitasi dengan obat-obatan dan bimbingan online untuk mengeksekusi kandungan. Sayna butuh ditemani oleh satu orang yang sehat dalam melakukan proses aborsinya, berada dekat dengan rumah sakit untuk berjaga-jaga kemungkinan komplikasi, dan itulah gunanya Danish ada di sini. “Sekarang kita masuk ke tahap selanjutnya.” Sayna berujar sambil menekuk kedua kaki dan melebarkannya, membuat Danish bisa menonton lelehan-lelehan darah dari jalan lahir. Lalu tangan g

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Hurt

    Dua garis merah muda didapatinya pagi itu. Sayna masih harus terus melakukan tes kehamilan hingga dua minggu setelah keguguran. Dia memotret hasilnya dan mengirim gambar tersebut via pesan multimedia. Sayna masih diawasi hingga pendarahannya berhenti dan garis dua itu berubah menjadi satu saat mengambil tes urin nanti.Gadis itu meraih kotak obat di mana ada butiran asing yang harus ditelannya untuk beberapa waktu kedepan, kabarnya adalah obat pembersih kandungan. Sebab Sayna tidak melakukan kuretase setelah keguguran. Dia mengalami pendarahan seperti wanita habis melahirkan, tanda kehamilan pun masih bisa Sayna rasakan.Pinggang yang nyeri, dada membesar, hingga sedikit mual dan pusing. Hormonnya turun kembali, perlahan-lahan setelah tidak ada janin dalam perutnya lagi.Dan Sayna masih merasa itu semua hanyalah mimpi.Dia masih ingin menyangkal kalau semua itu tidak benar, kalau yang dilakukannya terakhir kali dengan Danish hanyalah mimpi buruk yang acap

    Last Updated : 2021-06-15
  • Miss Antagonist    Hurt 2

    Halaman belakang kediaman Melia Adiswara adalah taman bunga yang mekar bergantian sesuai musim. Melia mempersembahkan itu semua untuk putri tercintanya—Dinara, yang memang mencintai bunga-bunga hidup, terutama bunga matahari. Yang tidak pernah Danish tahu adalah, taman bunga itu sekaligus menjadi pemakaman untuk calon anaknya dengan Sayna.Janin 14 minggu itu dikubur di sana, tengah malam, saat di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Danish memaksakan diri untuk membawa jasad anaknya dari Bandung ke Jakarta, karena Sayna sudah bertransformasi jadi monster, bukan lagi manusia. Dia masih ngeri jika mengingat wajah datar gadis itu ketika membuang jasad anak mereka ke lubang pembuangan.Danish masih berusaha menata hati usai tragedi itu, biar bagaimanapun ada janji yang harus dia tepati, memaafkan Sayna bukan lagi pilihan, tapi kewajiban.Namun kali ini, bagaimana caranya? Danish tidak tahu, seperti apa dia harus berusaha untuk sembuh? Dia sudah tidak memikirkan Sa

    Last Updated : 2021-06-15

Latest chapter

  • Miss Antagonist    Ending Sayna

    Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit

  • Miss Antagonist    Harta, Takhta dan Duda Muda

    “Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung

  • Miss Antagonist    Arunika Yang Baru

    “Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar

  • Miss Antagonist    Memulai Hidup Baru

    Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m

  • Miss Antagonist    Zona Aman

    Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu

  • Miss Antagonist    Berhubungan Badan

    “Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga

  • Miss Antagonist    Pesta Perpisahan

    “Sial, banyak banget debu jalanan. Tutup mata, Anya!”“WAAAA....”Danish langsung mengerem sepeda motor yang dia kendarai mendengar jeritan Hamam di sebelahnya, temannya itu nyaris oleng sebelum berbelok ke kiri jalan dan berhenti.“Kenapa sih?” tanya Danish keki. Merasakan pegangan tangan Anya di pinggangnya melonggar perlahan. Mereka sedang berwisata dan menaklukan medan jalan yang berdebu dan terjal untuk sampai ke tujuan.“Gue kaget, Nish. Pas lo teriak nyuruh nutup mata itu gue refleks nutup mata juga, padahal kan gue lagi nyetir, mana bonceng Dya di belakang. Kalau Dya cedera nyawa gue bisa melayang.”Dya dan Anya tertawa, mereka kira apa. Dya yang duduk di belakang Hamam bahkan bingung sendiri saat pemuda itu mulai tidak stabil membawa kendaraannya lalu berhenti tiba-tiba.“Maaf ya, Dya.” Hamam merasa sangat berdosa. Ini harusnya jadi liburan yang paling berkesan karena Dya a

  • Miss Antagonist    Memulai Hubungan Baru

    Menghabiskan dua malam di Jakarta bersama Giovanni yang diizinkan menginap oleh orangtuanya, Sayna melakukan perjalanan kembali ke perantauan. Bukan Bandung, kali ini dia harus ke Majalengka karena sedang sibuk KKN di sana. Agak sedih karena Sayna tidak bertemu dengan adiknya sama sekali berhubung anak itu sedang sibuk pendidikan, dia juga tidak tahu kapan bisa pulang ke rumah lagi, bisa dipastikan Sayna akan lebih sibuk dalam beberapa bulan kedepan.“Semangat dong!” Gio tersenyum menggoda, paham kalau gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu tengah diserang homesick musiman yang biasa menyerang para mahasiswa KKN. “Gimana aja program kalian?”“Programnya banyak,” keluh Sayna pelan. “Ada satu anak yang ngeselin dari teknik sipil, aku sering banget nahan bogem kalau dia mulai ngoceh terus, Kak.”Giovanni mengacak rambut pendek Sayna dengan sebelah tangan. “Namanya dinamika kelompok, hadapi aja, ya. I

  • Miss Antagonist    Berjumpa Arunika

    “Om... tolong!”Irya sedang bermain sandiwara dengan pamannya.“Om! Aku syakit!”Danish tidak menggubris.“Om, tolong aku!”“Aduh, berisik banget!” Danish menggerutu lalu berjalan mendekati bayi yang usianya entah berapa itu. Irya terlalu pintar untuk anak seusianya. Sibuk berakting demi mencari perhatian. Lihat saja, dia membuka lemari penyimpanan di kamar Danish lalu memasukkan sebelah tangan ke dalamnya dan menutup pintu lemari itu kemudian menjerit seolah sangat kesakitan.“Apa-apaan sih, Den?” tanya Danish keki. Kelakuan Irya kadang sebelas dua belas dengan ayahnya. Ada-ada saja.“Hehe, makasih Om!” seru Irya tanpa merasa berdosa atau apa.Danish menggendong anak itu dan menatapnya sambil menyipitkan mata. Tidak ingin dan tidak bisa menebak hal aneh lain yang akan dilakukan oleh Irya. Dia seperti tidak kehabisan ide untuk membuat keributan dan ingin se

DMCA.com Protection Status