Nova, gadis muda yang menikah dengan seorang duda dengan tiga anak. Mereka tinggal bersebelahan dengan mertua. Konflik selalu terjadi antara Nova dan mertua, anak tiri dan ipar. Mampukah Nova bertahan dalam pernikahannya? Ataukah Nova menyerah dan mencari kebahagiaannya sendiri? Ikuti cerita ini.
View More"Bu, saya mau menagih hutang!" Terdengar suara yang lantang mengagetkanku. Tanpa basa-basi langsung saja menagih hutang
"Eh Bik Lena! Ada apa Bik?" tanyaku pada perempuan itu. Aku kaget dengan kehadirannya, karena aku merasa tidak punya hutang dengannya.Bik Lena adalah seorang rentenir di kampungku. Dia meminjamkan uang dengan bunga yang cukup tinggi, sekitar dua puluh persen. Ia tidak segan-segan mengambil barang yang ada di rumah, jika orang tersebut tidak mampu membayar hutangnya."Begini Bu, Minggu lalu Mak Amir meminjam uang sama saya. Janjinya hari ini mau dibayar. Terus tadi saya menagihnya, katanya saya disuruh minta uang sama Bu Nova" Bik Lena menjelaskan dengan suara tidak segarang ketika datang tadi.Mak Amir adalah ibu mertuaku. Bapak mertua bernama Amir, jadi ibu mertua dipanggil Mak Amir. Emak, biasa aku memanggil mertuaku, selalu bermasalah dengan uang. Beliau termasuk orang yang hobi berhutang demi terlihat kaya dan dipuji-puji orang lain."Kok Emak nggak bilang sama saya ya? Maaf Bik Lena, saya nggak tahu kalau Emak ada hutang dengan Bik Lena." Aku menjawab dengan jujur, karena memang Emak tidak bilang sama aku."Waduh gimana, ya Bu? Saya hanya disuruh minta uang kesini," jawab Bik Lena."Ayo Bik, kita ke rumah Emak!" ajakku pada Bik Lena."Baik Bu," kata Bik Lena sambil berjalan mengikutiku.Aku segera ke rumah Emak yang berada di sebelah rumahku."Assalamualaikum, Mak." Aku mengucapkan salam."Waalaikumsalam, ada apa Nova?" jawab Bapak mertua."Emak ada, Pak?" tanyaku pada Bapak."Ada di belakang. Masuk saja!" sahut Bapak sambil tetap asyik nonton televisi.Aku mempersilahkan Bik Lena untuk duduk dulu di ruang tamu. Aku berjalan menuju ke dapur, ada Emak yang sedang makan."Mak, apa Emak ada hutang sama Bik Lena?" Aku bertanya dengan sopan."Iya, tolong dibayar, ya Nova?" jawab Emak sambil tetap makan."Hutang untuk apa Mak? Apa uang yang Nova beri tidak cukup?" aku bertanya lagi pada Emak."Untuk ulang tahun Sheila kemarin! Kasihan bapaknya jauh, ia ingin ulang tahun dirayakan. Sebagai neneknya apa salahnya kalau Emak merayakannya?" sahut Emak."Mak, kalau hanya untuk ulang tahun, kan nggak harus dirayakan. Apalagi kalau tidak punya uang. Itu namanya memaksakan diri!" Aku memberi pengertian pada Emak."Kamu itu, jadi orang jangan pelit! Nanti rezekimu sempit. Uang cuma segitu saja kok diributkan." tiba-tiba Emak jadi emosi."Memangnya Emak punya hutang berapa sama Bik Lena?" Aku masih bertanya dengan suara yang tenang, sambil tetap menahan emosi yang mulai naik."Lima juta, sama bunganya jadinya enam juta!" Emak menjawab dengan ketus."Mak, enam juta itu banyak!" jawabku dengan nada kaget."Pokoknya Emak nggak mau tahu, kamu harus membayar hutang itu!" cecar Emak."Saya dapat uang darimana, Mak?""Ada apa ini ribut-ribut!" tiba-tiba suara Bapak terdengar."Nova itu menantu paling pelit. Disuruh bayar hutang tapi tidak mau. Dasar menantu durhaka!" Emak mengadu pada bapak."Maaf Pak, saya merasa tidak berhutang! Jadi saya tidak mau membayar hutang sebanyak itu!" aku membela diri."Yang berhutang siapa?" tanya Bapak."Aku yang berhutang, untuk merayakan ulang tahun Sheila kemarin." sahut Emak."Terus kok Nova yang disuruh membayar hutangnya?" cecar Bapak."Kalau bukan Nova, aku minta uang sama siapa?" Emak membalas dengan sengit."Bapak pikir, kemarin Emak merayakan ulang tahun Sheila karena memang punya uang. Ternyata Emak berhutang ya? Mak, Emak ini nggak ada kapok-kapoknya berhutang ya?" ungkap Bapak."Sudahlah Pak? Nggak usah marah-marah. Yang penting sekarang hutangnya dibayar!" sahut Emak dengan wajah yang kesal."Yang mau bayar siapa?" tanya Bapak lagi."Nova sama Johan!" kata Emak sambil melirik ke arahku. Aku hanya terdiam sambil menghela nafas."Mak, uang segitu Nova nggak ada!" tegasku pada Emak."Dasar kamu pelit. Kamu punya usaha warung makan itu, ada di tanah Emak! Anggap saja kamu membayar sewanya!" bentak Emak."Astaghfirullahaladzim, Mak! Tanah itu kan jatahnya Johan, terserah dia mau ditempati untuk usaha atau tidak. Nggak ada istilah sewa dengan anak sendiri!" teriak Bapak.Aku kaget mendengar teriakan Bapak, karena Bapak jarang berbicara dengan nada keras. Mungkin Bapak sudah tidak tahan, mendengar ucapan Emak yang seenaknya saja. Karena itu Bapak berteriak."Bapak selalu membela mereka, jadinya mereka melawan sama Emak!" Emak berkata dengan nada merajuk."Ada apa ini?" tanya Mella, ibunya Sheila yang baru muncul dari kamarnya.Mella merupakan istri dari Deni, adiknya Bang Jo suamiku. Deni bekerja sebagai sopir di perusahaan sawit, jadi tidak setiap saat ada di rumah. Mella masih tinggal bersama mertuaku, tapi pintar sekali mencari muka dan selalu mengadu domba."Tuh, Nova nggak mau membayar hutang Emak pada Bik Lena." Emak mengadu pada Mella."Mbak, jangan terlalu pelit dengan Emak. Ingat Mbak, kita ini menantu Emak. Sebisa mungkin membahagiakan Emak, jangan selalu menang sendiri! Masih mending kita bisa tinggal bersama Emak. Kalau disuruh mengontrak, sudah habis berapa banyak uangnya. Mbak kan punya uang, kenapa nggak dibayar saja hutang Emak." Mella berkata seolah-olah menasehatiku, padahal hanya mencari muka di depan Emak dan Bapak. Kulihat Emak tersenyum bahagia, mendengar pembelaan dari menantu kesayangannya."Maaf Mella, Emak berhutang untuk merayakan ulang tahun Sheila. Jadi kamu yang harus membayar hutangnya," ucapku pada Mella."Nggak bisa dong! Yang berhutang kan bukan aku!" teriak Mella."Sama! Yang berhutang juga bukan aku!" sahutku lagi dengan tersenyum."Sudah-sudah, berapa semua hutangnya?" Bapak menengahi perdebatan kami."Enam juta sudah beserta bunganya!" jawab Emak."Apa? Enam juta? Wajar saja kalau Nova keberatan membayarnya! Emak benar-benar keterlaluan!" Bapak berkata dengan nada kesal."Mak Amir, Bu Nova? Gimana nih hutangnya." Tiba-tiba Bik Lena muncul di dapur."Berapa semua hutang Emak, Bik?" tanyaku pada Bik Lena."Enam juta!" sahut Bik Lena."Saya hanya punya uang satu juta!" kataku sambil mengeluarkan uang dari saku celana. Padahal uang ini akan aku pakai untuk belanja keperluan warung."Kurang dong, Bu." sahut Bik Lena."Mau dibayar nggak? Kalau nggak mau ya sudah!" kataku sambil pura-pura memasukkan uang ke saku."Iya deh, saya terima saja daripada tidak dibayar," kata Bik Lena dengan tangan mengambil uang yang ada di tanganku."Ini ada uang dua juta! Sisanya nanti kalau saya punya uang!" kata Bapak yang keluar dari kamar. Aku tidak tahu kapan Bapak masuk ke kamarnya kok tiba-tiba sudah keluar dari kamar."Pak, Bapak punya uang ya?" tanya Emak."Bapak mengambil di laci lemari!" sahut Bapak dengan santainya."Itu uangku, Pak!" teriak Emak dengan marah."Ya sudah untuk membayar hutang saja," kata Bapak sambil menyerahkan uang pada Bik Lena."Terimakasih Pak Amir. Masih kurang tiga juta lagi ya, Pak?" kata Bik Lena dengan wajah berseri-seri karena menerima uang."Iya, nanti sisanya biar Emak yang membayarnya!" sahut Bapak."Permisi, saya mau pulang!" Bik Lena pulang dengan senang hati karena hutangnya dibayar walaupun hanya setengah saja."Dasar menantu durhaka, pelit dengan mertua. Emak doakan usahamu bangkrut!" teriak Emak seperti orang yang kesurupan.Aku syok mendengar kata-kata Emak.“Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping
Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe
Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi
Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi
“Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak
"Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis
“Ternyata Ibu kepo juga ya? Haha.” Dewi tertawa kecil. Dewi pun duduk di sebelahku.“Dewi berkata seperti itu berdasarkan cerita Malvin. Sebenarnya Malvin itu hidupnya tertekan karena banyak tuntutan dari mamanya,” lanjut Dewi.“Terus papanya diam saja?” “Papanya itu juga sangat nurut dengan mamanya. Malvin dan Dewi hanya berteman kok, Bu. Memangnya Ibu mau punya besan kayak mamanya Malvin?” Gantian Dewi yang menggodaku.“Kalau itu sudah kemauan anak, mau nggak mau ya harus mau.” Aku tertawa.“Itulah yang Dewi senangi dari Ibu. Ibu selalu membebaskan Dewi untuk melakukan apa saja, yang penting tidak aneh-aneh.”“Ibu nggak mau jadi orang tua yang suka memaksakan kehendak. Dewi kan sudah besar, pasti tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik.”“Apakah Malvin pernah mengatakan kalau menyukai Dewi?” tanyaku penasaran.“Secara terang-terangan sih enggak pernah, Bu. Bukannya Dewi ge er, tapi memang sepertinya Malvin itu menyukai Dewi. Lagipula perempuan yang menyukai Malvin itu banyak,
"Mbak!" Suara itu mengagetkanku. Aku menoleh, karena ada yang memanggilku. Ternyata Mella."Eh, Mella. Ada apa?" tanyaku.Mella mendekatiku dan duduk di sebelahku."Ada yang ingin aku bicarakan. Mbak Nova ada waktu?" tanya Mella."Oh, iya. Ada apa ya?""Sekedar berbagi cerita, Mbak. Masalah rumah tanggaku.""Oh, aku akan mendengarkan."Mella pun mulai bercerita."Mbak, aku belajar untuk ikhlas menjalani hidupku. Aku selalu memasrahkan diri pada Allah. Ternyata ketika kita sudah ikhlas, jalannya dipermudah. Aku dan Kak Deni banyak bercerita dan saling bertukar pikiran. Kak Deni sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kami sepakat untuk memulai lagi dari awal. Aku sudah meminta Kak Deni untuk periksa ke dokter, takutnya ada penyakit kelamin menular. Sekarang kami berdua sedang berobat, untuk sekedar meyakinkan kalau kita benar-benar sehat."Mella menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan lagi."Untuk saat ini kami memang belum melakukan hubungan badan. Menunggu sampa
Dengan deg-degan aku membuka pesan itu.[Nova, kok kamu lama nggak online. Kemana saja? Aku merindukanmu.][Nova, kamu nggak apa-apa, kan?][Aku sangat merindukanmu. Ingin mengulang lagi kisah kita. Walaupun banyak yang menganggap cinta monyet, tapi aku menganggapmu cinta sejatiku.]Jantungku berdetak semakin kencang.[Boleh aku main ke rumahmu? Sekedar melihat wajahmu yang selalu aku rindukan.][Atau kita bertemu di hotel saja, melepas rindu.][Kita bernasib sama, memiliki pasangan hidup yang usianya jauh berbeda. Jujur saja, kalau aku tidak pernah merasa puas dengan istriku. Aku yakin kalau denganmu aku bisa sangat puas. Aku selalu membayangkan melakukannya denganmu.][Aku rela menceraikan istriku demi mendapatkanmu. Aku yakin kita bisa bahagia bersama.]Deg! Pikiranku jadi kacau membaca pesan dari Romi.Kok Romi semakin nekat saja. Aku menjadi ilfil dengan kata-katanya. Ujung-ujungnya hubungan badan itulah. Memang benar jika laki-laki beristri dan perempuan bersuami berhubungan, pa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments