Share

Merpati Tanpa Sayap
Merpati Tanpa Sayap
Penulis: ICETEA

PERMULAAN

Penulis: ICETEA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-17 12:24:38

“Ini.. apa? Apa aku kena penyakit mematikan? Kenapa bisa kayak gini?” Eveline panik sejadinya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat dingin yang menguncur membasahi dahi dan lehernya.

“Kenapa.. Ada darah?” Eveline semakin panik.

Sosok cantik bertubuh mungil dengan rambut panjang terurai tengah dibuat ketakutan oleh sesuatu yang baru pertama kali ia rasakan. Sepulang dari sekolahnya, ia segera berlari menuju kamar mandi dan mengunci dirinya selama tiga jam untuk menelaah apa yang tengah menerpa dirinya.

“Celanaku berdarah.. Apa aku kena kanker? Atau tumor? Atau.. gagal ginjal?” kata Eveline lemas.

Raut wajahnya kian panik dengan kepastian yang tidak kunjung ia dapatkan. Pikirannya pun sulit untuk berpikir jernih.

Matanya mengawang ke langit-langit. Dia sangat bertanya-tanya apa yang sebenarnya ia alami. Hanya dinding kamar mandi yang ia ajak bicara selama berjam-jam. Tanpa ada jawaban yang bisa meringankan beban pikirannya.

BRAKK! BRAKK!

“EVELINE! KELUAR! Ngapain aja kamu di kamar mandi? Kenapa lama banget!” bentak seseorang dari luar. Pintu kamar mandi itu dipukul berkali-kali dengan sangat brutal.

Bentakan itu sontak membuat Eveline merinding ketakutan.

"ANAK KURANG AJAR! Bisanya cuma jadi beban keluarga! Kapan kamu mau berhenti bikin orang tuamu kesal?!” lanjut suara itu.

Eveline yang semula sudah bergidik ngeri, ketakutannya semakin menjadi-jadi dengan adanya bentakan yang memekakkan telinga. Bukan pertama kalinya. Tapi, Eveline tetap tidak menyukainya.

Tapi, Eveline tak punya pilihan lain selain beranjak dari posisi duduknya.

Krieeet ...

Dengan tangan gemetaran, dibukanya pintu kamar mandi itu perlahan. Pintu dari seng yang menyebabkan bunyi khas ketika dibuka dan ditutup.

“ANAK YANG NGGAK TAHU DIUNTUNG!” suara wanita itu meninggi lagi setelah melihat tubuh Eveline basah kuyub tanpa mengenakan pakaian lengkap. Eveline hanya berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan pakaian dalamnya yang sudah terkena air selama berjam-jam.

Penampilan gadis kecil itu benar-benar tidak enak dipandang.

Bu Dewi, ibu Eveline satu-satunya. Ibu yang melahirkan dia. Ibu yang membencinya setengah mati, berdiri di hadapan Eveline dengan mata terbuka lebar. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia sangat marah dan naik pitam. Auranya mengerikan bagai dirasuki ratusan iblis.

“Maaf, Bu. Eveline tadi cuma..,” jawab Eveline lirih.

“APA? APA? BUANG-BUANG AIR!” ucapan Eveline terpotong oleh hardikan ibunya.

Gadis kecil itu hanya bisa menundukkan kepala. Seumur hidupnya, tidak pernah ada keberanian untuk saling bertatap mata dengan ibunya. Terlalu menakutkan.

“Maaf.. Eveline minta maaf, Bu..,” lanjut Eveline.

“Saya nggak butuh ucapan maaf dari kamu! Saya bahkan nggak peduli kamu mau hidup atau mati!” maki Bu Dewi.

Kata-kata kejam itu kembali menusuk-nusuk batin Eveline. Sudah ratusan kali Eveline mendengar kalimat itu. Tapi, masih saja menyakiti batinnya.

BRUKK ...

Saat Bu Dewi dan putrinya masih beradu pandang dalam tatapan yang nanar, sesuatu sedikit mengalihkan perhatian mereka.

Tanpa pertanda, sebuah sepatu pantofel tiba-tiba melayang tinggi dan jatuh tepat di dekat Bu Dewi dan Eveline dengan suara yang begitu keras. Membuat jantung Eveline serasa hendak terlepas dari dadanya karena saking kagetnya.

“Aaarrggg.. BERISIK! Diam kalian.. Ahh.. Hahahaha.. DIAM!” timpal Pak Fero, ayah Eveline. Wajahnya sayu dan kemerahan seperti baru ditampar berkali-kali.

Tapi, wajah aneh itu ternyata disebabkan oleh kemabukan Pak Fero yang sudah mencapai puncaknya. Titik di mana laki-laki itu tidak menyadari apa yang ia lakukan dan katakan.

Pak Fero mendekati kedua perempuan yang tengah bertikai dengan mata setengah terbuka dan sebuah botol minuman keras di genggaman tangannya. Ia berjalan sempoyongan dengan kekehan-kekehan kecil yang memuakkan.

Langkah kakinya bagai sebuah batang yang hendak tumbang. Terhuyung-huyung tak tentu arah.

“Ini lagi! Orang yang lebih nggak berguna datang! Kerjaannya cuma bisa mabuk, mabuk, dan mabuk! Bisa nggak sih sekali-kali pulang ke rumah bawa uang yang banyak! Kalau pulang cuma bawa bau menyengat, mendingan kamu tidur di luar!” hardik Bu Dewi sembari menatap suaminya yang sudah bertahun-tahun menjadi budak minuman beralkohol.

Tapi, pria keturunan Jepang itu tidak mengindahkan suara apa pun yang ditujukan padanya.

Pak Fero selalu pulang dengan keadaan yang serupa. Setengah sadar sambil berjalan terseok-seok. Dia selalu menimbulkan keributan dengan perilaku-perilaku anehnya saat mabuk. Hingga besoknya, ia selalu melupakan semua yang terjadi. Banyak hal konyol dan memuakkan yang sering Pak Fero lakukan ketika tengah dibuai pengaruh minuman keras. Tidur di kamar mandi, memasak sepatu dan kaus kakinya dalam sebuah panci, bahkan Pak Fero pernah mencuci mobilnya dengan saus kacang merah.

Esoknya, Pak Fero melupakan apa yang telah ia lakukan. Dia menjalani hidupnya tanpa beban dan tanpa rasa bersalah. Benar-benar menjijikkan. Tingkah konyol itu cukup untuk membuat Bu Dewi naik pitam hingga mengomel sepanjang hari.

Sayangnya, Pak Fero selalu tidak mempedulikan omelan yang ia dapatkan dengan alasan ‘aku kan tidak sadar’.

“Ahahaha.. Hahaha.. Dasar kalian perempuan merepotkan! Kalau bukan karena orang tuaku, kalian sudah aku tinggalkan dari dulu! HAHAHA..,” ucap Pak Fero lagi.

Bu Dewi hanya berkacak pinggang menyaksikan gelagat suaminya yang sudah mirip seperti orang dengan gangguan jiwa.

Tap..

Tap..

Tap..

Tanpa mempedulikan lebih jauh lagi, Eveline berlari menuju kamarnya dengan cepat. Dia ingin menyelamatkan diri dari situasi tersebut. Kepalanya terasa ingin pecah mendengar omelan-omelan yang dilayangkan ibunya.

“HEYYY! Mau kemana kamu!!! Saya belum selesai ngomong!” teriak Bu Dewi.

Sayangnya, Eveline tidak mengindahkannya lagi. Pura-pura tuli. Dia ingin segera mengganti pakaiannya dan keluar dari neraka kecil ini. Neraka yang dibuat oleh ayah dan ibu kandungnya.

"Sialan!" batin Eveline dalam hati tanpa menghentikan langkah kakinya.

Air mata Eveline mulai menitik. Tetesan-tetesan kecil, berubah menjadi sebuah sungai yang tidak dapat dibendung. Air matanya pecah. Di bawah bantalnya, ia luapkan semua kekesalannya. Bingung, takut, marah, sedih, panik, semuanya menjadi satu di dalam kepalanya.

Semua yang ia rasakan, membuat Eveline semakin menguatkan sumpahnya untuk meninggalkan rumahnya suatu hari nanti. Saat dia sudah mampu hidup di atas kedua kakinya sendiri.

Kini, Eveline tidak ingin mempedulikan apa yang ayah dan ibunya bicarakan di luar kamarnya. Tersisa omelan dan bentakan yang entah apa maksudnya. Pertikaian Bu Dewi dan suaminya memanglah sudah menjadi makanan sehari-hari.

Sophia merebahkan tubuhnya di kasur mungilnya. Mengatur pikirannya agar tidak semakin terjerembab pada angan-angan negatif. Gadis kecil itu hanya ingin menumpahkan rasa sakit hatinya di atas tempat tidur kecilnya.

                                                                                          ***

“Eve, kenapa kamu baru datang kesini? Biasanya kan kamu pulang sekolah langsung nyariin Linda. Kadang-kadang kamu masih pakai seragam juga langsung ikut makan di sini,lho,” tanya Tante Yosina, satu-satunya tetangga yang selalu membukakan pintu lebar-lebar untuk Eveline.

“Iya Tante. Tadi Eveline di rumah dulu. Tadi di rumah juga ada ayah sama ibu,” jawab Eveline pelan.

Karena Eveline tertidur saat menangis tadi, dia baru sempat ke rumah Tante Yosina saat suasana sudah hampir petang. Sangat terlambat dari biasanya.

“Ayah mabuk lagi, Eve? Ibu marah lagi?” Tanya Tante Yosina lagi.

Eveline hanya mengangguk. Dia tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Tante Yosina bahkan lebih banyak mengetahui kehidupan keluarga kecil Eveline dari pada Eveline sendiri.

Tante Yosina adalah seorang wanita berusia 37 tahun yang sejak lahir sudah tinggal di samping rumah Elle. Dahulunya, dia adalah seorang laki-laki bernama Yosi Kurniawan. Sayangnya, jiwa dan kepribadiannya adalah seorang wanita yang baik hati dan lembut. Insting keibuannya, kelembutan hatinya, cara pandangnya terhadap dunia, ia akui bahwa sisi wanita yang mendominasi dirinya. Alhasil, dia memutuskan untuk bertransformasi menjadi seorang wanita yang cantik di usianya yang ke 22 tahun.

“EVELINEEE… Ayo makan bareng aku. Mama Yosina masak tumis ayam,lho. Enak banget! Kamu pasti belum makan kan?” suara Linda terdengar nyaring dan gembira. Dia menghampiri Eveline dan Tante Yosina yang tengah mengobrol di depan pintu rumah.

Suara langkak kaki Linda yang nyaring pun sudah menggambarkan keceriaan gadis itu. Membuat Eveline ikut bahagia pula.

“Iya Eve.. Makan sama Linda, ya. Kamu di rumah udah makan? Makan lagi yuk,” ajak Tante Yosina.

“Belum, Tante. Tadi ibu masak udang goreng. Eveline kan alergi seafood dari kecil. Tapi kayaknya ibu nggak pernah ingat soal itu,” jawab Eveline padat.

Tante Yosina mengelus rambut Eveline yang lembut. Ada rasa iba menyelimuti hati Tante Yosina. Melihat sosok lemah yang ditelantarkan oleh orang tua kandungnya, membuat perasaan Tante Yosina ikut teriris.

“Ya sudah, mumpung Linda juga belum makan, kalian makan bareng ya,” jawab Tante Yosina.

Seulas senyum muncul dari wajah Eveline. Dengan perasaan sumringah, dia menerima ajakan Tante Yosina dan Linda. Seperti biasanya. Rumah ini, bagai rumah kedua untuk Eveline. Saat keadaan rumah tidak terkendali, satu-satunya pelariannya adalah Tante Yosina dan Linda.

Bab terkait

  • Merpati Tanpa Sayap   DUA MERPATI KECIL

    “Tante, sepertinya Eveline sebentar lagi mau meninggal.. Eve nggak tahu apa yang terjadi.. Tapi, Eve berdarah,” ucap Eveline tiba-tiba. Memecah suasana hening. Tante Yosina terpaku. Linda pun demikian. Mereka sama-sama terkejut dengan ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Eveline. “Eve.. Kamu nggak apa-apa? Kamu baik-baik aja, nak?” tanya Tante Yosina cemas. Air mukanya berubah dalam sekejap. Mereka bertiga tengah duduk bersama di depan rumah Tante Yosina setelah makan. Duduk beralaskan tikar persegi yang tak terlalu besar. Sembari menunggu isi perut mereka dicerna dengan baik, bercengkerama adalah salah satu opsi yang tepat. Udara dingin mulai membuat kulit Eveline kedinginan. Tapi, hal itulah yang ia sukai. Menjadi satu dengan alam. Bertautan dengan angin dingin hingga menusuk kulit. “Tadi pulang sekolah Eve berdarah, tante. Ada darah keluar dari tubuh Eveline. Eve takut kalau punya penyakit parah. Eve belum mau meninggal,” jawab Elle d

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Merpati Tanpa Sayap   TRAGEDI DI MASA LALU

    Hanami Eveline. Gadis kecil yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki banyak kisah dramatis yang tragis. Hari dimana dia dilahirkan, hari itu pula yang menjadi awal dari seluruh bencana yang ada di kehidupannya sampai saat ini. “Sayang ... Kok kamu nggak pernah makan di rumah? Masakan ibu nggak enak ya?” ucap Bu Dewi dengan wajah yang memelas. Dia duduk mendekati Eveline yang tengah mengerjakan soal matematika di ruang tamu. Semakin lama, tubuh Bu Dewi semakin dekat dengan tubuh putrinya. Membuat Eveline tidak nyaman. “Eveline, kok kamu diam aja, nak? Masakan ibu pasti nggak enak ya..,” lanjut Bu Dewi. Eveline hanya terdiam sambil terus menggerakkan pensil di jemarinya untuk menghitung rumus-rumus yang memusingkan. Bahkan tatapan matanya tidak berpindah sekali pun. &nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Merpati Tanpa Sayap   SALAH KLIK

    Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Masih dalam suasana yang terik dan cerah. Eveline dan Linda pulang dari sekolah lebih awal. Karena para guru mengadakan rapat dadakan untuk membahas Hari Pendidikan Nasional, terpaksa siswa-siswi segera dipulangkan tanpa melanjutkan pelajaran yang lain. Tentu hal itu merupakan kesenangan yang dahsyat pagi para peserta didik. Sepulang sekolah, Eveline dan Linda berencana untuk tidak langsung pulang ke rumah. Mereka pergi ke sebuah warung internet (warnet) untuk memecahkan rasa penasaran yang berputar di benak mereka sejak beberapa waktu ke belakang. Tanpa memikirkan hal lain, tempat yang mereka tuju setelah keluar dari lingkungan sekolah adalah warung internet. Tempat itu hanya berjarak kurang lebih 50 meter dari sekolah mereka. “Eve, nulisnya bener di sini? Namanya menstruasi, kan?” tanya Linda. Tangannya mengetik huruf-huruf di papan keyboard komputer dengan dua jari telunjuk. Gerakan jarinya masih

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Merpati Tanpa Sayap   MAS SAGARA

    “Eve, aku tinggal masuk ke kelas dulu, ya. Kamu sendirian dulu nggak apa-apa, kan? Nanti kalau udah waktunya pulang sekolah, aku ke sini lagi,” ucap Anastasia, si ketua kelas. Anastasia juga merupakan teman yang cukup akrab dengan Eveline. Eveline menganggukkan kepalanya dengan uluran senyuman kecil. Menginsyaratkan bahwa dia baik-baik saja dan Anastasia bisa kembali ke kelas untuk mengikuti pembelajaran yang tengah berlangsung. Hari ini, bukan hari yang menyenangkan bagi Eveline. Tapi, bukan juga hari yang menyedihkan. Pelajaran baru berjalan 30 menit. Sayangnya, penyakit maag Eveline mendadak kambuh untuk yang kesekian kalinya dan membuatnya harus beristirahat di ruang UKS. Di sisi lain, Eveline cukup lega. Penyakitnya tahu kapan waktu yang tepat untuk kambuh. Yaitu, saat ini! Saat mata pelajaran Pak Setya sedang dilakukan di kelasnya. “Ah, pelajaran matematikanya aja udah susah setengah mati. Ditambah lagi, Pak Setya orangnya aneh. Kenapa s

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Merpati Tanpa Sayap   SOSOK AYAH

    “Pak.. Kenapa Pak Setya ada di sini?” tanya Eveline gugup. Keringat dingin yang membasahi kulit kepalanya sudah mulai terasa. Ada rasa panik dan takut yang tiba-tiba menggerayangi kulit Eveline. Eveline penasaran mengapa tiba-tiba gurunya menghampiri siswi yang sakit. Karena apa yang dilakukan Pak Setya adalah bukan hal yang biasa. “Kenapa memangnya? Kalau murid saya ada yang sakit, apa saya nggak boleh jenguk? Penyakit maag kamu kambuh saat pelajaran saya. Tentu saja secara nggak langsung saya juga bertanggung jawab,” jawab Pak Setya ringan. Kedua kakinya mulai membawanya berkeliling ruangan UKS yang luasnya hanya setengah dari ruang kelas. Langkah kakinya tenang dan lamban. Diperhatikannya satu persatu poster kesehatan dan alat-alat kesehatan yang di tata rapi di sebuah almari kecil. Tangannya mulai memeriksa apakah setiap alat berfungsi dengan baik atau tidak. “Terima kasih, Pak. Tapi, Pak Setya nggak perlu repot-repot. Sebentar lag

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Merpati Tanpa Sayap   DENDAM MARSHA

    “Loh, Eve? Kok kamu udah balik ke kelas? Bukannya perut kamu masih sakit, ya?" Anastasia menatap Eveline yang baru saja memasuki kelas. "Tapi tenang aja, dua jam lagi kita pulang kok. Masih ada pelajaran seni rupa. Gampang lah ya. Kita nggak usah mikir keras. Nggak usah mikirin rumus-rumus,” sambung Anastasia santai. Eveline hanya menganggukkan kepalanya. Dia sama sekali tidak keberatan dengan pelajaran seni rupa yang akan segera dimulai. Di samping materinya yang ringan, guru seni rupa dirasa tidak terlalu rewel dan cukup santai dengan para siswa-siswi. “Iya, Nas. Mumpung lagi jam istirahat, nih. Tadi aku udah izin sama Bu Latri buat balik ke kelas. Kepalaku malah jadi pusing kalau tiduran terus,” jawab Eveline. Eveline berjalan tertatih sambil memegangi perutnya yang masih sedikit perih. Ternyata, terlalu lama di ruang UKS juga membuatnya teramat jenuh. Tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara. Hanya Bu Latri yang sesekali menanyai k

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • Merpati Tanpa Sayap   MOTOR BELALANG

    Beberapa hari berlalu.. Hari berjalan normal seperti biasanya. Seperti biasa pula, Eveline dan Linda berangkat sekolah bersama-sama. Mereka suka bertukar cerita sembari melangkahkan kaki-kaki kecil mereka. “Lin, aku pengen nabung deh buat beli handphone. Temen-temen di kelasku udah punya handphone semua. Kayaknya seru deh kalau punya handphone sendiri,” celetuk Eveline. Eveline dan Linda tengah melalui sebuah jembatan besi yang menjadi rute harian mereka untuk berangkat ke sekolah. Rute yang menjadi favorit Eveline karena di bawah jembatan itu terpampang sebuah sungai panjang yang indah. Tepi jembatan itu biasa menjadi tongkrongan anak-anak berandalan dengan sepeda motor yang dimodifikasi sebagian rupa hingga menyerupai sebuah gerobak hajatan. Para anak lelaki yang berkumpul seperti rombongan pawai. Ketika motor itu lewat, otomatis akan mengundang tawa orang-orang yang menyaksikannya. “Tapi kan harga handphone mahal banget, Eve. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • Merpati Tanpa Sayap   PERTIKAIAN

    "Ciyeee ... Ada yang dianter sama preman jalanan, nih! Nggak malu ya? Hahaha,” ejek Vidia dengan nada bicara yang menyebalkan. Gadis ber-ego tinggi itu melangkahkan kaki jenjangnya dengan anggun perlahan seperti seekor burung bangau. Pergerakannya diikuti oleh dua sahabat segerombolannya. “Dia itu orang baik, Vi. Jangan menghakimi dia karena penampilannya. Kamu sendiri nggak kenal sama dia, kan?” jawab Eveline halus. Dibanding membantah, ucapan Eveline lebih terdengar seperti sebuah nasehat. Waktu istirahat berjalan kurang menyenangkan untuk Eveline. Saat Eveline, Linda, dan Anastasia tengah asyik menikmati soto ayam pesanan mereka di kantin sekolah, muncullah tiga monster pengganggu yang merusak pemandangan. “Kalau nggak ada Bang Lucas, aku sama Eveline udah telat ke sekolah, tau! Kalau kamu nggak tahu apa-apa, mending tutup mulut kotormu itu!” sahut Linda dengan nada bicara yang tinggi. "Bacot!! Mulutmu itu yang kotor!" bentak Vidia

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18

Bab terbaru

  • Merpati Tanpa Sayap   DIMANA TANTE YOSINA?

    “Kamu kemana aja, sih? Katanya mau nungguin aku! Tapi, kok malah aku yang jadi nungguin kamu?! Kamu pergi kemana aja?!” omel Linda beruntun saat sosok Eveline muncul dan berjalan menghampiri dirinya dengan wajah cengar-cengir.Eveline menggaruk kepalanya. Melihat Linda yang sudah naik pitam dengan wajah tegang, Eveline merasa gemas sekaligus bersalah. Tidak disangka jika kebersamaannya dengan Bryan membuat Eveline lupa waktu dan terlambat kembali ke sekolah.“Maaf, Lin. Tadi aku nggak lihat jam. Jadinya yaaa … lupa. Hehehe. Jangan marah, dong,” ucap Eveline mendekati Linda yang duduk seorang diri di gazebo depan sekolah.Wajah Linda memang sudah merengut dengan alis mata yang turun tajam. Dahinya pun mengerut. Tapi, tentu saja Linda tidak akan terlalu mengambil hati keterlambatan Eveline. Perasaan yang ia rasakan hanyalah sebatas kesal yang umum terjadi. Tidak perlu diperpanjang.“Yaa … Oke. Tapi, nanti kamu mai

  • Merpati Tanpa Sayap   MESIN CAPIT BONEKA

    "Kalian berdua sengaja janjian bolos? Bry! Mama emang ngijinin kamu bolos sesekali. Tapi, ya jangan sering-sering, dong. Bukan karena nilai atau apanya. Tapi, Mama nggak mau dipanggil ke sekolah kalau kamu bermasalah. Mama nggak ada waktu. Nanti kalau kerjaan Mama nggak ada yang megang kan sayang banget," ucap Tante Mira mengomel.Bryan menjawab, "Iyaaaaa. Siap sistttt."Mata Tante Mira memicing kepada putra satu-satunya itu. Sebal sekaligus gemas saat Bryan mengolok atau menggodanya."Aku ini Mama kamu. Bukan kakak-kakak pedagang baju online. Seenaknya panggil sist ke Mama sendiri. Kamu pengen Mama dagang online beneran apa gimana?" omel Tante Mira lagi.Bryan menahan tawa. Tak beda dengan Eveline."Udah, udah. Ini! Koin buat kalian. Awas kamu Bry kalau minggu depan minta lagi. Mama jitak kamu sampai nangis," ucap Tante Mira sembari mengulurkan lima belas keping koin ke telapak tangan Bryan yang sudah menengadah."Woahhh. Siappp Mama cantik. Gini, dong

  • Merpati Tanpa Sayap   HELLO, BRYAN

    Entah kenapa Eveline merasa nyaman berbincang dengan teman barunya. Meski tidak terbilang baru karena mereka teman satu angkatan di sekolah, keduanya bahkan belum pernah saling bertatapan satu kali pun."Nggak apa-apa. Aku lagi males sekolah. Jadi aku ke sini," jawab Eveline ringan. Ekspresinya dibuat senormal mungkin untuk menutupi kebohongannya.Bryan mengangguk. Dia meneguk minuman botol miliknya dengan pembawaan yang keren. Laki-laki bermata sipit dan berambut lurus tebal itu menaikkan kaki kirinya dan ditumpangkan pada kaki kanannya. Sesekali, wajahnya ditolehkan untuk menatap sosok Eveline yang terus memperhatikannya dengan keheranan."Kamu juga bolos? Kenapa?" Eveline balik bertanya.Bryan menghela napas sekali. Menatap sekeliling selama beberapa detik."Aku nggak suka pelajaran Bahasa Indonesia. Jadi, aku kabur aja. Aku sering ke sini, kok. Soalnya Mama aku kerja di sini. Dia juga fine-fine aja kalau aku bolos. Katanya, sekolah itu harus tulus. Harus

  • Merpati Tanpa Sayap   BOLOS

    "Eve! Kamu ngapain berdiri di situ? Ayo masuk!" pekik Linda lantang.Perjalanan mereka ke sekolah cukup baik-baik saja hingga akhirnya Eveline mendadak menghentikan langkahnya saat hanya tinggal tiga langkah memasuki pintu gerbang sekolah."Kok kamu diem terus, sih! Kamu nggak mau masuk? Ada yang salah?" tanya Linda lagi.Linda heran melihat langkah kaki Eveline yang terhenti dengan tatapan mata ke arah depan. Entah apa yang tengah dipandang. Tapi, Eveline benar-benar terpaku bagai patung manekin."Aku ... hari ini nggak mau sekolah!" kata Eveline singkat.Kata-kata yang diucapkan Eveline sulit dimengerti oleh Linda. Perjalanan yang mereka berdua lalui dengan suka cita dan lantunan lagu-lagu riang, seketika sirna saat raut wajah Eveline berubah. Sepertinya, niat hati Eveline untuk bersekolah seketika hilang."Aku nggak siap ketemu sama Marsha dan gengnya hari ini. Aku hari ini mau kabur. Aku mau bolos," ucap Eveline lirih.Linda yang berdiri mengha

  • Merpati Tanpa Sayap   PASAR GELAP

    TokTokTokMalam baru saja tergantung di atas bumi. Bulan dan bintang-bintang tertempel dengan begitu rapi di dinding langit hingga membentuk suatu kenampakkan yang indah dari jendela kamar Eveline. Semuanya nampak cerah karena sedang musim kemarau. Bahkan tidak ada satu awan pun yang menutupi kilauan sang dewi malam.Seluruh anggota keluarga Eveline sudah berada di bawah satu atap rumah yang sama. Bu Dewi dan Pak Fero pun sibuk dengan dirinya masing-masing tanpa bertegur sapa.Hening.Tidak ada suara perbicangan sedikit pun.Eveline pun tengah meringkuk di atas tempat tidurnya yang hangat dengan mengenakan daster kecil bergambar melati putih. Memandang langit-langit kamarnya yang di tengahnya tergantung lampu bohlam berwarna kuning.Tapi, ketenangan malam yang seharusnya membuat keluarga Eveline ikut tenang, dikacaukan dengan suara ketukan pintu berulang yang cukup keras."Pak Fero!""Bos!""Permisi, Bos!"TokTok

  • Merpati Tanpa Sayap   SALAH TUDUH (BAGIAN 2)

    "Kamu kenapa bisa sampai diskors, Mas? Kamu salah apa? Terus, apa hubungannya sama aku, Alda, dan Vidia?" tanya Marsha menekankan.Mas Sagara menanggapi, "Jadi, bukan kalian yang ngelaporin aku ke Pak Teguh?"Alda menggelengkan kepalanya."Nggak, lah!!! Ngapain pake lapor-laporan! Kalau aku benci sama kamu, aku udah langsung pakai kekuatan Papaku buat ngeluarin kamu dari sekolah, Mas!! Mikir, dong! Jangan kayak gini! Kamu tu merasa difitnah tapi sekarang malah ngefitnah orang!" jawab Vidia tajam sinis. Kedua tangannya berkacak pinggang."Ada yang ngelaporin kamu ke Pak Teguh? Perkara apa?" sambung Marsha dengan tajam.Marsha berdecak. Menghela napas dalam."Mas Sagara buat masalah?" sambung Alda.Banyak pertanyaan dihujamkan bagai guyuran hujan. Membuat Mas Sagara yang semula kesal pada ketiga gadis didepannya, perlahan mulai melunak dan mengurangi kecurigaannya. Alisnya yang tajam turun pun sudah tidak nampak lagi.Mas Sagara menjelaskan deng

  • Merpati Tanpa Sayap   SALAH TUDUH

    "Marshaaa!" teriak Vidia dan Alda keluar dari persembunyiannya. Berlari menghampiri Marsha yang memegangi kepalanya sembari duduk di atas tanah.Tap ...Tap ..."Masha, are you ok? Kamu nggak apa-apa, kan?" Alda merengkuh tubuh Marsha yang masih terdiam sambil meringis kesakitan.Mas Sagara sontak terkejut melihat Vidia dan Alda yang ternyata mengikuti dirinya dan Marsha secara diam-diam.Vidia yang terkenal mudah emosi, tanduknya bagai keluar di atas kepala melihat perlakuan Mas Sagara yang terlalu kasar.Plaaak!!Tamparan keras dilayangkan Vidia ke pipi kiri Mas Sagara. Membuat pipi laki-laki muda itu memerah seketika."Mas! Jangan keterluan, dong! Kalau kamu emang nggak suka lihat Marsha buka baju, ya jangan mukul kepala dia! Kalau Marsha pingsan gimana? Mas Sagara mau tanggung jawab?!" omel Vidia lantang.Di tempat persembunyiannya, Eveline dan Linda pun tak kalah kagetnya. Mereka melongo hingga menutup mulut melihat apa yang teng

  • Merpati Tanpa Sayap   EMOSI MAS SAGARA

    “Marsha emang bener-bener keterlaluan! Bisa-bisanya dia laporin aku ke Pak Teguh! Kurang ajar! Suka sih suka, tapi nggak perlu kayak gini juga, dong. Gila! Berbuat nekat cuma buat misahin aku sama Eveline!” omel Mas Sagara dalam perjalanannya menuju sekolah. Dikenakannya pakaian bebas karena Mas Sagara masih dalam masa diskors. Kaus hitam berlengan pendek dengan celana panjang berwarna hitam pula membalut tubuh tingginya yang dikuasai sebuah emosi kesalahpahaman. Laki-laki berparas maskulin itu berencana meluapkan kekesalannya kepada Marsha. Matahari tengah berada di puncak peraduannya. Suasana siang yang terik menandakan sebentar lagi jam pulang sekolah akan tiba. Mas Sagara berniat menunggu sosok Marsha muncul di hadapannya di depan sekolah. Meminta penjelasan dan klarifikasi yang masuk akal. Mas Sagara duduk di sebuah gazebo kecil dekat gerbang sekolah dengan mata berapi-api. Satu menit .. Dua menit .. Sepuluh menit ..

  • Merpati Tanpa Sayap   KAVIAR

    “Mbak, Pak Dadang tadi udah kirim stok seafood yang baru kan? Maaf aku datangnya kesiangan, Mbak. Mbak Dewi jadi ngurusin semuanya sendiri,” ucap Bu Sandra dengan wajah bersalahnya. Langkahnya tergesa-gesa mengambil sarung tangan lateksnya di laci dan langsung mengenakannya dengan secepat kilat. “Udah kok, San. Jangan panik gitu. Tadi aku juga udah bayar Pak Dadang. Semua beres, kok! Ini kan tempat usaha kamu. Kok malah jadi kamu yang sungkan di sini? Tenang aja,” jawab Bu Dewi dengan nada lembutnya. Mode baik Bu Dewi baru bertahan satu jam. Lima menit setelah keluar dari rumahnya, kondisi psikologisnya membaik dan sifat ramah tamahnya kembali mendominasi dirinya. Memang, rumahnya adalah tempat terburuk yang memungkinkan Bu Dewi selalu bersikap jahat. “Tetep aja aku nggak enak, Mbak. Untungnya Mbak Dewi bawa kunci duplikat kios ini. Kalau enggak, nggak kebayang gimana Mbak Dewi bakal nunggu di luar kios sampai aku datang,” jawab Bu Sandra setengah terengah-en

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status