"Bunda, Ayok masuk. Kok berdiri di situ aja, sih," ajak Keyra.Jasmine memberanikan diri masuk ke ruangan pribadi iparnya itu. Pikirannya mulai di rasuki rasa heran saat teringat aktivitas yang ia habiskan tadi siang di kantornya Justin."Kenapa lah dari kemaren, aku-nya masuk ke kamar pribadinya pak Justin aja, ya?".Ia melangkah pelan sambil menelisik ruangan yang terlihat Wah di matanya. "ini kamar apa istana raja, sih. Kenapa bisa sebesar dan semewah ini, ya,". Perempuan itu tak henti- hentinya berdecak kagum.Lalu matanya kembali memperhatikan bocah cilik yang masih mencari-cari peralatan sekolahnya, dan bertanya, "udah ketemu, Key?""Belum ketemu,Bunda. Bunda bantuin dong," rengek Keyra."Iya, bunda bantuin. Tapi coba di ingat-ingat dulu, Keyra letakinnya di mana. Mungkin pun ada yang mindahin, ga?" ujar Jasmine.Bocah kecil itu tampak berfikir sambil memegang pipinya dengan jemari telunjuk mungilnya. Melihat tingkah bocil sok bergaya dewasa itu. Membuat ia terkekeh kecil semba
Dering ponsel Justin berbunyi. Ia langsung menerima panggilan tersebut yang berasal dari mertuanya. Sapaan salam yang ramah terdengar ramah dari seberang telpon. Justin membalasnya."Iya, Bun, ada apa?"tanyanya kemudian.Lalu Ia mendengar dengan seksama penjelasan dari mertuanya mengenai Keyra, putrinya. Yang katanya peralatan sekolahnya tertinggal di rumah. Sampai akhirnya mertuanya menanyakan perihal tentang password kamarnya, yang telah baru saja ia rubah, menjadi tanggal pernikahannya dengan Jasmine. Justin tersenyum kecil saat tau jika yang menemani Keyra adalah Jasmine sendiri. Ia pun bergegas pulang demi melihat istrinya yang ada di rumah.Walaupun ia tau keberadaan Jasmine di sana hanya sebentar. Melihat pintu rumah terbuka. Pria itu segera menyusul mereka yang ada di lantai dua. Ia tersenyum melihat Keyra yang berjalan keluar dari kamar dengan girang sambil memegang peralatan sekolahnya.Netranya berbinar ketika melihat Daddynya yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Gadis ke
"Arrrgh..., Argh..., panasss,!. Suara teriakan dari seorang wanita yang bernama asli Jasmine, tapi mengingat dirinya sebagai Midea membuat seluruh orang yang mendengar menangis pilu di hatinya, termasuk Justin. Bagaimana tidak, baru saja Midea merasakan kebahagiaan di hari ulang tahun putranya yang ke empat. Wanita itu harus menahan rasa sakit lantaran menahan hasrat birahinya yang bergejolak saat ini. Ia didapati oleh Justin dalam keadaan yang memprihatinkan setelah dijebak oleh tiga pria yang sengaja menyemprotkannya dengan parfum perangsang berdosis tinggi."Sentuh aku, Tolong aku, Justiiin!" teriak De Jasmine dari dalam kamar mandi yang sengaja dikunci. Teriakan itu kembali terdengar saat pria yang dipanggil namanya itu tak kunjung datang menghampirinya. Sementara pria yang bernama Justin itu belum bisa memenuhi keinginan hasrat birahi mantan istrinya yang sedang menggila. Pasalnya, sekarang ini, ia sedang berusaha membujuk Jason, papa kandung dari mantan istrinya itu, agar
Menit demi menit hingga beberapa jam terlewati begitu saja. Dua insan yang baru saja disatukan kembali dalam ikatan suci itu masih bergumul mesra di atas ranjang berukuran king size tersebut.Keduanya larut dalam peluh yang bercampur nikmat tersebut. Desahan demi desahan saling bersahutan di antara mereka yang saling menikmati permainan panas dengan berbagai macam gaya tersebut.Ruangan ber AC yang telah disetel paling dingin itu pun tak bisa menutupi hawa panas akibat terbakar gairah dari keduanya. Baik Midea, yang belum hilang efek dari parfum perangsang yang tanpa sengaja dihirupnya, maupun Justin, yang telah lama menahan hasrat lelakinya, dikarenakan terlalu lama tak menyalurkannya kepada seorang wanita.Karena faktor itu jugalah, makanya Justin dulunya amat membenci Midea yang seorang model dewasa serta diketahui mengencani banyak pria. Bahkan rasa benci Justin kian memuncak kala Midea telah dengan sengaja dan juga terang-terangan menjebak dirinya agar bisa menikahinya.Pernikaha
Adzan subuh berkumandang terdengar sebagian di telinganya para penghuni hotel mewah tersebut, termasuk Mona yang sangat sulit sekali untuk terlelap dalam tidurnya lantaran ia harus memikirkan banyak hal untuk acara sakral pagi ini. Pagi ini adalah puncak peresmian acara sakral untuk pernikahan putra mereka satu-satunya dengan mantan istrinya kembali. "Sudah bangun, Ma? kok cepat amat?" tanya Arfan saat melihat istrinya yang baru keluar dari kamar mandi. "Iya, pa," sahutnya singkat seraya mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. "Mau hubungi siapa, Ma?" tanya Arfan. "Justin, Pa. Biar dia juga harus bersiap-siap, untuk melakukan ijab Qabul ulang di depan Penghulu," jawab Mona. "Emang harus? Kan udah sah?"tanya Arfan. "Momennya, pa? Untuk dijadikan kenang-kenangan ntar waktu mereka tua nanti. Dulu kan Justin nikah pertama kali sama Dea ga ada foto, baju nikah, apa lagi acara resepsi. Berbeda saat kita nikahi Justin dengan almarhumah Namira dulunya," jawab Mona mengingatkan
Justin kembali ke kamar pribadi miliknya. Ruang kamar president suite yang berada di lantai teratas dari gedung mewah sebuah hotel milik keluarganya. Di mana istrinya ada di sana sejak semalam. Ia ingin memastikan apakah Midea sudah bangun atau belum. Karena saat ia meninggalkan Midea, istrinya itu masih tidur dengan lelapnya. Namun Betapa terkejutnya Justin, saat ia mendapati kamarnya yang kosong tanpa ada istrinya di kamar ini. Ia melihat ke arah meja nakas di mana pakaian yang sengaja ia letakkan di sana kini sudah tak ada lagi. "Pasti dia kembali ke kamarnya," pikir Justin yang segera pergi dari sana menuju ke ruang suite family room. Sesampainya di sana, Justin berniat mengetuk pintu kamar di mana tante Alma dan Dean menginap. Mereka memang sudah berada di hotel ini sedari hari pertama saat temannya tante Alma mengikuti sebuah event fashion yang bertaraf internasional itu. Bahkan Midea yang menjadi salah satu modelnya pun turut berhasil mendapatkan gelar juara favorit pilih
Saat Jasmine yang secara spontan menghardik Justin. Seketika itu juga ia menyadari sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia meraba lehernya sendiri yang baru saja seperti mengeluarkan suara, meskipun tak sempurna dengan suara yang pernah di milikinya dulu. Antara percaya dan tidak, bahwa suara yang muncul secara spontan yang ia tujukan untuk pria yang ada di hadapannya kini, adalah suara yang memang keluar dari tenggorokannya sendiri. "Suaraku," gumamnya tak percaya sembari terus meraba-raba lehernya. "Suaraku kembali," gumamnya lagi yang mulai diliputi rasa senang. Sementara Justin mulai merasa gelisah saat melihat perubahan sikapnya Midea yang seolah olah tak mengenali dirinya. "Tante, Retha, pak Satria, Suaraku kembali,". ucapnya senang seraya tersenyum lebar. "Aku bisa bicara lagi," ucap Jasmine girang. "Mama, Mama," ucapnya. "Aku harus kasih tau mama, sekarang juga. Mama pasti senang kalau anak gadisnya sudah bisa bicara lagi, tante," ujarnya seraya tersenyum lebar. " Tan
Justin berlari menghampiri tubuh istrinya yang tergeletak di pinggir jalan, yang tengah dikerumuni orang banyak tersebut. Sehingga membuat kemacetan di kawasan tersebut."Mideaaa," teriaknya dengan penuh kekhawatiran.Justin menerobos masuk ke sekerumunan orang-orang yang hanya menatap dengan segala seribu rasa pada istrinya. Entah itu rasa iba atau penasaran bagaimana kondisi dari korban yang terserempet mini bus tersebut.Tanpa menghiraukan segala macam komentar orang-orang tentang dirinya, Justin langsung mengangkat tubuh istrinya yang terdapat beberapa luka di bagian kaki dan tangannya itu, dan dengan segera melarikannya ke rumah sakit terdekat dengan menggunakan taxi yang lewat."De," panggilnya lirih seraya menggenggam erat tangan wanita yang mulai terlihat pucat itu."Tolong di percepat, pak," pinta Justin pada supir taxi yang sesekali meliriknya melalui kaca spion.Supir taxi tersebut melakukan apa yang di pinta oleh penumpangnya itu. Setibanya di rumah sakit, Justin segera b
Dering ponsel Justin berbunyi. Ia langsung menerima panggilan tersebut yang berasal dari mertuanya. Sapaan salam yang ramah terdengar ramah dari seberang telpon. Justin membalasnya."Iya, Bun, ada apa?"tanyanya kemudian.Lalu Ia mendengar dengan seksama penjelasan dari mertuanya mengenai Keyra, putrinya. Yang katanya peralatan sekolahnya tertinggal di rumah. Sampai akhirnya mertuanya menanyakan perihal tentang password kamarnya, yang telah baru saja ia rubah, menjadi tanggal pernikahannya dengan Jasmine. Justin tersenyum kecil saat tau jika yang menemani Keyra adalah Jasmine sendiri. Ia pun bergegas pulang demi melihat istrinya yang ada di rumah.Walaupun ia tau keberadaan Jasmine di sana hanya sebentar. Melihat pintu rumah terbuka. Pria itu segera menyusul mereka yang ada di lantai dua. Ia tersenyum melihat Keyra yang berjalan keluar dari kamar dengan girang sambil memegang peralatan sekolahnya.Netranya berbinar ketika melihat Daddynya yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Gadis ke
"Bunda, Ayok masuk. Kok berdiri di situ aja, sih," ajak Keyra.Jasmine memberanikan diri masuk ke ruangan pribadi iparnya itu. Pikirannya mulai di rasuki rasa heran saat teringat aktivitas yang ia habiskan tadi siang di kantornya Justin."Kenapa lah dari kemaren, aku-nya masuk ke kamar pribadinya pak Justin aja, ya?".Ia melangkah pelan sambil menelisik ruangan yang terlihat Wah di matanya. "ini kamar apa istana raja, sih. Kenapa bisa sebesar dan semewah ini, ya,". Perempuan itu tak henti- hentinya berdecak kagum.Lalu matanya kembali memperhatikan bocah cilik yang masih mencari-cari peralatan sekolahnya, dan bertanya, "udah ketemu, Key?""Belum ketemu,Bunda. Bunda bantuin dong," rengek Keyra."Iya, bunda bantuin. Tapi coba di ingat-ingat dulu, Keyra letakinnya di mana. Mungkin pun ada yang mindahin, ga?" ujar Jasmine.Bocah kecil itu tampak berfikir sambil memegang pipinya dengan jemari telunjuk mungilnya. Melihat tingkah bocil sok bergaya dewasa itu. Membuat ia terkekeh kecil semba
Candaan dan cibiran terlontar dari mulut kedua pria yang menjadi sahabatnya Justin itu. Terkadang mereka tertawa lepas dan bebas tanpa merasa segan pada sahabat yang menjadi atasan mereka. Cukup lama mereka mengobral obrolan yang ujung-ujungnya mengarah ke Justin seorang.Yang akhirnya membuat Jasmine terjaga. Suara gelak tawa yang terdengar samar di telinganya membuat Jasmine segera bangun dari ranjang yang di tidurinya. Ia merasa terkejut saat mendapati dirinya ada di kamar pribadinya Justin."Mati aku, kok bisa tidur di sini, sih," rutuknya sembari mengingat-ingat bagaimana ia bisa berakhir di sini."Apa pak Justin yang gendong aku lagi ke sini,". pikirannya pun menerka-nerka.Jasmine segera membereskan ranjang agar tidak ketahuan jika dirinya telah lancang tidur di kamar ini. Ia terdiam sejenak sambil memperhatikan keadaan di luar. Hening. itu yang ia rasakan."Apakah mereka sudah pergi?"gumamnya sambil mengintip. Ia membuka lebar pintu kamar itu dan benar saja, suara riuh yang ta
Jasmine memekik pelan saat ada seseorang yang menariknya masuk ke dalam lift, dan itu adalah Justin. Ia berdecak sebal."Iss, pak. Jangan beginilah," protesnya.Akan tetapi, Justin tak perduli. Satu jarinya menekan tombol, sedangkan satu tangan kirinya menggenggam tangan Jasmine. Sementara Jasmine yang merasa risih ingin melepaskan tangannya dari genggaman itu.Namun di tahan oleh Justin seraya berkata,"Nanti, kalau udah sampai atas. Kalau saya lepasin sekarang, ntar kamu pingsan lagi, kayak yang udah-udah. Kamu pikir enak gendong-gendongin kamu. Berat tau,".Seketika itu juga pemilik netra hitam itu melebarkan kelopak matanya mendengar ucapan Justin barusan. Jasmine menunduk seraya mengigit bibir bawahnya. Pipinya bersemu merah menahan malu."Aku di gendong pak Justin. Duh, bikin malu aja lah," desahnya di hati.Justin menarik tangan Jasmine keluar dari lift, dan membawanya masuk ke ruangan pribadinya. Lalu mengambil sebuah kotak makanan, dan meletakkannya di atas setumpuk map di a
Justin hanya bisa tersenyum miring seraya menatap kecewa ketika di tinggal begitu saja oleh Jasmine. Namun hanya bisa pasrah, dan beranjak pergi dari sana. Kembali ke kantor dalam mood yang amburadul. Penolakan demi penolakan selalu saja terjadi setiap ada kesempatan untuk lebih dekat pada istrinya itu."Apa sesulit itu untuk mendekati istri sendiri?" keluhnya resah.Sementara Jasmine masih menepuk pelan dadanya yang masih berdebar karena kejadian tadi. Ia tak ingin larut dalam hal-hal semu. Ia cukup tau diri. Apalagi Justin adalah Iparnya. Biarpun sudah duda. Yah, tetap saja ia harus menjaga jarak dan hati. Karena ia sudah tak memiliki kepercayaan diri lagi pasca kejadian di malam itu."Apakah masih ada pria yang mau menerima dirinya yang sekarang ini?" pikirnya.Pikirannya terhenti saat seorang dosen memanggilnya. Jasmine masuk ke ruangan dosen pembimbingnya, dan melakukan diskusi di sana.Tak banyak yang di kritik apalagi di coret oleh dosping tersebut. Jasmine merasa lega. Itu art
Pagi yang begitu sempurna untuk mengawali hari. Namun tidak untuk Retha dan Jasmine. Masing-masing mereka di repotkan pada yang berkaitan dengan anak. Dimana Retha harus repot dengan perubahan hormon yang terjadi di dirinya. Siapa yang menduga jika tri semester pertamanya, selalu berakhir harus di rawat di rumah sakit, setiap wanita itu memuntahkan seluruh isi perutnya.Sementara Jasmine, di repotkan pada dua bocah, yang entah kenapa suka bertingkah dengan polah yang tak biasa. Semenjak Retha hamil. kedua bocah ini lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, bahkan lebih banyak menginap di rumah ini ketimbang pulang ke rumah Daddy-nya yang besar dan nyaman.Seperti pagi ini, Kedua bocah itu menahan tubuhnya, dan memintanya tidur kembali ketimbang bangun, mandi dan berangkat ke sekolah seperti biasanya. Padahal setiap malam, setelah Jasmine menidurkan mereka berdua di kamar mereka. Wanita itu selalu kembali ke kamarnya sendiri untuk melanjutkan tugas skripsinya kembali.Namun, entah ba
Hubungan kasih sayang antara ibu dan anak itu terus berlanjut. Meskipun Jasmine menyayangi mereka sebagai ponakannya. Namun itu tak jadi soal di mata seorang Justin. Yang penting anak-anaknya tak merasa kehilangan ibunya."Pada dasarnya kamu memanglah seorang yang penyayang, De Jasmine. Jika tidak, hingga kini kamu tak akan pernah perduli pada dua bocah itu," gumam Justin seraya menatap mereka bertiga dari balik jendela kaca rumah Jason.Awalnya Justin ingin singgah ke rumah ini untuk menjemput anak-anaknya pulang. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Jasmine yang dengan sabar mengajarkan dua anaknya membaca dan menulis. Tak ingin terusik karena kehadirannya. Akhirnya ia hanya berdiri di teras rumah ini.Justin kembali ke rumahnya yang hening. Semenjak mama dan papanya kembali ke Jakarta. Kedua bocah itu lebih memilih tidur di rumah Satria atau di rumah Ayah mertuanya.Akan tetapi, semenjak Retha di kabarkan hamil. Kedua anaknya lebih sering menginap di rumah Grandmanya, dika
Justin membuka lebar pintu kamar pribadinya yang ada di ruang kantornya. Menyilahkan Jasmine menggunakan kamar mandinya untuk mengganti pakaian yang sudah ia sediakan."Kamu pakai aja ruangan ini," titah Justin. Lalu pria itu menutup pintu kamar itu, agar Jasmine bisa leluasa berada di sana.Sepeninggalnya Justin. Jasmine tercengang melihat interior di kamar tersebut. Padahal hanya sebuah kamar di ruang kantor. Namun seperti kamar hotel. Ia memperhatikan setiap detail dari ruangan tersebut, sampai akhirnya, netranya berhenti pada sebuah bingkai foto di atas nakas.Jasmine mendekat hanya karena ingin tau siapa saja yang ada di dalam foto tersebut. Ia tersenyum saat melihat dua ponakannya ada di situ dengan senyum manisnya."Mereka memang menggemaskan," ucapnya di selingi senyum tipis. Lalu melirik sekilas ke iparnya yang menggunakan setelan jas pesta, seragam dengan Dean."Seperti pinang di belah dua. Benar-benar mirip. Cocok kali lah. kalian berdua sebagai ayah dan anak. Hehe," gumamn
Cahaya matahari menyeruak masuk dan menerpa wajah manis milik perempuan yang kini di panggil De Jasmine oleh Justin. Wanita itu membuka kelopak matanya perlahan tatkala merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulit wajahnya.Netranya menelisik ke segala arah ruangan itu setelah mengerjapkan matanya sesaat.Kembali ia di kejutkan pada keadaan yang berbeda. tak seperti biasanya terjadi di pagi hari. Ia segera bangkit dari tidurnya dan duduk menepi di ranjang yang berukuran besar itu.Ia mengecek kondisi tubuhnya dan juga pakaiannya yang kini berganti menjadi sebuah dress tidur yang lembut."Akh, sialan. Brengsek," makinya. Berarti kemarin adalah puncak di mana ia akan di bawa ke tempat ini. Berarti ia tak salah jika bayangan hitam itu adalah seorang manusia laknat yang telah berbuat jahat padanya.Jasmine meradang. Segera ia mengganti dress tersebut dengan bajunya yang berada di atas sofa, yang terletak di sudut kamar ini. Jasmine keluar dari kamar dalam keadaan murka. Ia mengambil semb