Jasmine termangu menatap sosok itu. darahnya berdesir. Hatinya tiba-tiba berdebar ketika pria itu berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Seketika Jasmine sadar diri. Langsung saja mengalihkan tatapannya ke arah lain. Tak ingin larut dalam pesona pria itu, yang nantinya akan membuat ia kecewa jika diteruskan.Sementara pria yang sedang berjalan ke arah Jasmine ini hanya tersenyum kecil melihat sang istri yang hampir sebulan tak dilihatnya. Langkahnya berhenti tepat di hadapan Jasmine dan menatapnya dengan raut heran."Kamu kenapa?" tanya pria itu."Pak Justin," desisnya."Eng-enggak kenapa-napa. Pak Justin kapan nyampek?" sahutnya pelan."Baru aja. Ayok, saya antar pulang sekalian," ajak Justin sambil menarik lengan Jasmine, dan membawanya masuk ke mobil, tanpa ada bantahan oleh wanita itu."Gimana kerjaannya?" lancar?" tanya Justin."Alhamdulillah, pak. Bapak sendiri, gimana kerjaannya?"Jasmine balas bertanya."Baik. Anak-anak gimana? Ga nakal, kan?" tanyanya basa-basi. Padahal ia tau
Entah perasaan apa yang dirasakan olehnya sekarang ini. Sungguh hal yang membuatnya bingung. Satu sisi ia tak mau terhanyut pada sesuatu perasaan yang tak tentu. Mengambil sikap sadar diri adalah langkahnya selalu. Meskipun itu hanya berlaku paling lama seminggu. Namun setelah itu, pikirannya terganggu oleh pesona si duda tampan itu.Seperti malam ini, siapa yang bisa menolak pesona pria itu. Tepat di saat mereka masuk. Sorot mata kebanyakan wanita hanya melihat pada Justin seorang. Sedangkan dirinya hanya sebagai pelengkap dari kekurangannya yang tak memiliki pendamping pada malam ini."Hmm, dia emang ganteng. Wajar aja, sih kalo ibu-ibu, apalagi yang perempuan-perempuan muda pada ngeliatin," gumam Jasmine di hati dengan wajah tertunduk murung.Pasalnya sekarang ini, Ia sering di abaikan oleh pria itu, lantaran seringnya Justin lebih banyak berinteraksi dengan kolega yang ada di sampingnya.Jasmine mulai merasa jengah. Di keramaian pesta yang meriah, tak satupun manusia yang mau meng
Hingar bingar musik dengan beat yang cepat dan cukup kencang di sebuah night club di salah satu hotel mewah di kota Ini. Dentuman musik yang tengah mengalun keras membuat jantung bahkan gendang telinga jasmine serasa mau pecah.Belum lagi lampu yang berkelap kelip dengan tempo yang cepat menari-nari mengikuti irama musik di ruangan ini. Sehingga sangat mengganggu pandangan Jasmine untuk melihat di sekitarnya.Gadis itu meminum minumannya yang telah disediakan Cindy di pesta ulang tahunnya yang ke 21, untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan yang ia rasakan sedari awal ia memasuki ruangan ini.Untungnya minuman tersebut bukanlah sesuatu yang haram disediakan oleh Cindy. Yaitu berupa minuman cola dan minuman ringan lainnya.Hanya saja minuman tersebut tak bisa membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Ia butuh air murni."Nih, minum," tawar Retha yang mengeluarkan air mineral berukuran sedang dari tasnya."Makasih, Ta," ucap Gadis itu dengan jemarinya.Jasmine mengambil botol be
Jasmine kembali ke area parkiran yang lain untuk mencari mobilnya Retha yang sebenarnya. Namun dikarenakan ia tak sanggup lagi berjalan, akhirnya gadis itu memilih berjongkok di samping mobil.Gadis itu bersembunyi diantara mobil-mobil yang lain dengan kepala yang masih sedikit berdenyut serta rasa mual yang masih terasa. Ia memuntahkan isi perutnya kembali.Sementara itu, Retha yang baru saja tiba di parkiran dan bersiap-siap membuka pintu mobilnya. Seketika itu juga Ia mendengar seseorang yang muntah dari balik mobilnya.Retha memutari mobilnya untuk memastikan sumber suara yang ia dengar saat ini. Retha terhenyak kaget saat mendapati Jasmine sedang berjongkok sedang memuntahkan isi perutnya."Ya ampun, Jasmine," teriak Retha.Lalu gadis itu sedikit membungkukkan tubuhnya untuk memijit-mijit pelan tengkuk Jasmine agar memudahkan temannya itu meluapkan rasa mual yang menderanya saat ini."Udah enakan?" tanya Retha setelah Jasmine berhenti.Jasmine hanya mengangguk pelan seraya meraup
"Hmm, kalau boleh tau, Kapan ulang tahun kamu, Cin?" tanya Indra tiba-tiba."Ngapain lu tanya-tanya soal ulang tahunnya bini gue," Jawab Andra sewot."Ceile, cemburu amat, sih. Gue tu cuma nanya soal tanggal dan tahun yang terjadi di tahun itu?" jawab Indra sewot."Emang penting? lagian kan udah lewat, bro. Mereka bertiga pun ga mau di bahas lagi- nya, "cibir Andra."Ya, gue mau mastiin aja, jika emang bener terjadinya di tahun itu. Di tanggal dan bulan berapa kejadiannya. itu aja, kok," sahut Indra"Alah, udah jadi ma...,". Ucapan pria itu terhenti, saat Cindy mengungkapkan dua kata secara tiba-tiba,"11 Januari,"."Ulang tahunku 11 Januari," ucapnya lagi. Lalu melirik Andra sebal lantaran suaminya itu memperdebatkan pada hal yang tak penting."11 Januari. Itu kan waktu aku mengadakan pesta pertunangan dengan Meyriska, istriku. Ya, kan, sayang," ujar Indra lalu menoleh ke Mey, istrinya yang berada di sampingnya."Hmm, Iya. Kenapa?" tanya Mey."Ya. Yang ga datang waktu itu cuma si Ju
Jasmine mengerjap pelan matanya saat matahari masuk dari celah jendela kaca kamar kostnya."Udah pagi. Hmm, Cepat kali pun," keluhnya di hati.Tubuhnya masih terasa lelah dan netranya pun masih mengantuk. Kejadian semalam berefek pada kondisi fisiknya pagi ini. Ia membalikkan tubuhnya membelakangi jendela dengan niat melanjutkan tidurnya. Jasmine masih enggan untuk bangun, apalagi untuk melanjutkan kegiatannya hari ini.Akan tetapi, dikarenakan alarm ponselnya terus berbunyi sebagai peringatan ujian pertengahan semester di jam kedua. Akhirnya gadis itu pun terpaksa bangkit dari tempat tidurnya dengan bermalas-malasan menuju kamar mandi. Jika bukan karena ujiannya, pingin rasanya ia melanjutkan tidurnya hingga siang.Beberapa saat kemudian...Jasmine tiba di kampus lima menit sebelum ujiannya di mulai. Gadis itu pun mampu menyelesaikan ujian pertengahan semester tersebut dalam kurun waktu empat puluh menit. Lalu disusul Retha dan yang lainnya."Jasmine," panggil Retha yang menyusuri la
Pandangan Jasmine kembali tertunduk setelah Merry menuntaskan cerita tentang dirinya untuk yang kedua kalinya. Ia tersenyum kikuk ketika netra semua orang tertuju padanya. Meskipun Merry telah meminta maaf padanya. Namun tetap saja ia merasa kembali seperti maling tertangkap tangan."Biasa tu, Mine. Ga usah canggung gitu. Kan ga sengaja ceritanya. Lagian pun itu cuma di mobil. Masih bisa di bersihkan," ucap Satria yang mengerti arti sikap Jasmine sekarang ini.Namun tidak bagi seseorang, yang kini sedang menatap Jasmine dengan segudang pertanyaan di kepalanya."Bagaimana bisa kisahnya begitu mirip? Benarkah gadis itu?atau jangan-jangan memang benar dia?jika memang benar, kenapa aku tidak menyadarinya sedari dulu? Mengapa aku begitu bodoh?".Ia teringat bagaimana kisah konyolnya di mulai pada saat itu. Dengan mengendarai mobilnya sendiri menuju ke apartemennya. Ia terpaksa pulang dengan hot pants serta singlet yang melekat di tubuh atletisnya.Pria itu gagal menghadiri undangan seora
Entah apa yang dirasakan oleh keduanya saat menyadari ada sesuatu yang lain ketika mereka saling menatap. Terutama seorang Jasmine. Pandangannya menunduk tatkala menyadari ada perasaan yang aneh di dirinya. Jantungnya berdetak kencang. Namun ia ingat betul bagaimana desir darahnya. Serta debaran yang ia rasakan. Sama persis pada kejadian di malam itu."Ya, Tuhan. Perasaan ini muncul lagi,".Sementara Justin masih menatap Jasmine dengan penuh tanya. Sampai akhirnya ia bangkit dari duduknya dan menghampiri wanita itu, dan mengulurkan tangannya."Ayok kita pulang?"ajaknya.Jasmine menuruti ajakan iparnya itu dan berjalan menuju lift. Di dalam ruangan yang hanya mampu menampung beberapa orang itu. Keduanya saling diam. Meskipun kedua tangannya saling bertaut. Larut dalam di jalan pemikirannya masing-masing.Pintu lift terbuka dengan sendirinya. Mereka berdua keluar. Keduanya masih membisu. Meskipun sudah berada di dalam mobil."Kenapa belum jalan?" tanya Jasmine heran saat melihat iparny
Tak ada hal yang paling membahagiakan ketika seseorang yang di cintai, mau menerima keadaan kita yang sebenarnya, bukan?.Itulah yang dirasakan Jasmine sekarang. Wanita itu tersenyum sumringah saat usai di dandani dengan rapi dan cantik. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan Justin. Ia memutuskan bertunangan dengan pria itu setelah mengungkapkan semua yang di pendamnya, dan Justin menerimanya tanpa syarat."Seperti yang udah aku katakan sebelumnya, aku mencintai kamu tanpa alasan dan juga syarat. Apa adanya. Bukan karena hal yang lain. Apapun kamu yang sekarang ini. Aku terima, Jasmine. I want you to forever. That's All,".Ucapan pria itu membuatnya luluh dan melupakan masa lalunya yang buruk, dengan menerima Justin sebagai pasangan hidupnya kelak."Duh, yang mau jadi calon pengantin. Selamat ya, akhirnya bisa sama abang Justin juga. Moga langgeng sampe kakek nenek, ya? Bahagia terus," ucap Retha senang lantaran usahanya selama ini membuahkan hasil."Makasih, Ta. Kamu juga, ya. M
Ketika berada diantara sadar dan tidak. Samar ia mendengar langkah kaki ringan mendekat kepadanya. Pria itu masih menutup matanya lantaran rasa lelah dan kantuk mendominasi dirinya. Bahkan hampir saja memasuki tahap mimpi. Namun sentuhan ringan di kakinya membuatnya berusaha untuk sadar dengan matanya yang dibiarkan terpejam.Ia cukup merasakan sentuhan lembut itu di kakinya. Lalu kembali ia rasakan di area lehernya. Ia merasakan jika dasinya tengah di tarik oleh seseorang yang tadi. Siapa lain jika bukan De Jasmine, istrinya.Hatinya tersenyum. Ternyata seorang De Jasmine tak akan setega itu padanya. Biarpun tadinya dalam keadaan mode cuek bebek. Wanita ini memang dikenal baik.Ia masih memejamkan matanya. Berharap ada sentuhan lain yang ia rasakan ataupun perhatian lain yang ia dapatkan dari wanita ini. Selimut. Ya, dia butuh selimut untuk menghangatkan tubuhnya yang kedinginan, dikarenakan sedari tadi berada di beranda rumah demi menunggu Jasmine.Namun Ia salah. Ia tak mendengar l
Gerimis senja yang tadinya turun dengan begitu lembutnya. Kini mulai mengguyur deras di sore itu. Seolah-olah meminta kepada manusia yang ada di kota ini untuk menghentikan, dan rehat sejenak dari segala macam aktivitasnya.Semua berhenti dan menunggu hujan mereda di tempat perlindungan. Namun bukannya mereda. Bahkan petir, kilat serta guntur beradu padu menjadi satu, mengiringi suara adzan yang berkumandang di senja itu. Cuaca tak bersahabat bagi mereka yang masih berada di luar ruangan. Sebab angin pun mulai turut menunjukkan perannya dengan berhembus perlahan ke mana saja ia suka.Hal inilah membuat pria berusia 34 tahun itu menjadi resah akan istrinya yang kini entah berada di mana. Jika merujuk pada waktu, harusnya Jasmine telah kembali pulang ke rumah di beberapa menit yang lalu.Akan tetapi, Maghrib telah terlewati begitu saja. Tanda-tanda Jasmine akan kembali pun tidak. Ia berusaha menghubungi istrinya itu melalui ponselnya. Namun nomor yang di tuju tak jua mendapat respon la
"kita break aja, ya?".Suara itu cukup pelan dan lembut terdengar. Seperti kalimat memohon. Namun entah mengapa Kalimat yang barusan muncul dari bibir yang ia kecup dengan penuh gairah kemarin. Bagaikan sebuah alat kejut listrik yang dialiri ribuan volt mendarat di dadanya. Ia seperti mendapatkan serangan jantung mendadak. Yang menyebabkan Dadanya berdebar tak tentu."Apa maksudnya ini, De?" tanya Justin tak mengerti, saat istrinya ini mengembalikan cincin yang baru juga satu hari ia sematkan di jari manis itu."Aku belum bisa menerima ini, karena Aku belum bisa memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini seperti apa. Selama ini aku sudah cukup nyaman kalau hubungan kita adalah sebatas ipar," ucap Jasmine di selingi senyumnya yang tipis."De Jasmine," pekiknya."Selama ini kita sudah saling mengenal bukan? Bahkan kemaren kita sudah...,""Ya, aku tau. Tapi bisa tidak? hal itu jangan di ungkit lagi. Anggap saja kita lagi khilaf," jawab Wanita itu memotong perkataannya Justin."Apa! Khilaf
Pagutan lembut yang dilakukan Justin membuat keduanya terlena untuk melakukan sesuatu yang lebih. Mereka terlena untuk sesaat sebelum akhirnya disadari oleh dering ponselnya Justin.Pria itu baru menghentikan aksinya setelah Jasmine menolak tubuh pria itu agar menjauh dikarenakan suara ponsel tersebut sangat mengganggu situasi saat ini."De Jasmine," desis pria itu kecewa.Jasmine menundukkan pandangannya dan berkata,"angkat dulu telponnya. Mana tau itu penting,". Lalu memunggungi pria itu. Kembali berkutat pada pekerjaannya yang tadi.Ia sempat melirik Justin yang menatapnya kecewa sambil menggigit bibir bawahnya. Namun ia harus berbuat apa. Dering ponsel itu mungkin saja sesuatu yang lebih penting ketimbang yang mereka lakukan tadi. Walaupun ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Bahwa ia juga menikmatinya.Sedangkan Justin terpaksa mengangkat ponselnya yang semakin berisik. Ia menerima panggilan tersebut. Sesekali netranya melirik ke arah Jasmine.Panggilan itu selesai dalam hit
"Dia...,"Tatapannya tak lepas dari wajah Jasmine yang tengah ia cari-cari kesamaannya dengan si bocah rese itu.Justin tersentak saat Jasmine memanggilnya kembali. Ia tersenyum kikuk."Ngelamun aja. Mau, ga?"tanya perempuan itu lagi."Oh, oke. Aku coba," sahut pria itu. lalu mengambil cetakan kecil dengan segala macam bentuk hewan."Kamu sering buat ini ke mereka?" tanyanya seraya mencetak adonan yang terbuat dari campuran tepung dan gula, yang tadinya sudah di pipihkan oleh Jasmine."Mm, ga juga. Biasanya bunda Astrid yang sering buat. Aku jarang ke dapur. Hari ini karena ga ada bunda aja. Makanya iseng ke sini, sambilan ada resep baru yang pingin aku coba," Jawab Jasmine santai sambil melihat ponselnya.Ia memperhatikan bahan-bahan lain yang akan ia olah untuk membuat resep baru. Kali ini ia mencoba memasak masakan yang gurih."Udah full tu. Sini loyangnya biar aku yang panggang," pinta Jasmine saat melihat satu loyang yang telah penuh dengan adonan yang di cetak oleh Justin.Justi
Siang itu ketika Justin berkunjung ke salah satu rumah kontrakan milik sahabatnya, Nadira. Ia melihat seorang gadis berusia sekitar 15 tahun ada di rumahnya Nadira. Nadira adalah teman masa kecilnya yang selalu saja mereka habiskan waktunya bersama."Siapa?" tanyanya pada sahabatnya itu."Anak tetanggaku," sahut Nadira."Oh. Ni, aku bawain belanjaan yang kamu minta," ujar Justin sambil menyerahkan plastik kresek tersebut ke Nadira.Nadira membawa barang belanjaan tersebut ke dalam dapur diikuti bocah yang terlihat akrab dengan sahabatnya itu."Mo masak apa, kak?" tanya gadis itu sambil membuka dan memperhatikan isi di dalam plastik kresek tersebut.Justin yang melihat sikap bocah itu kurang sopan, seketika itu ia menegurnya secara tak langsung," kok di buka-buka gitu, dek""emang kenapa?" tanya gadis itu santai dan terlihat acuh tak acuh."Ya, ga sopan aja. kan kamu ga ada ijin sama yang punya untuk buka-buka tu bungkusan,"."Orang aku udah biasa kok. Ya, kan kak?" sahut gadis itu cue
Tak ada perdebatan lagi siang itu. Dean pamit pada Jasmine ke rumah Justin."Pergi duyu, Bunda. Hati-hati di umah," ucap bocah itu riang sambil melambaikan tangannya pada Jasmine.Jasmine tersenyum sambil membalas lambaian tangan Dean. Seketika wanita itu mengernyitkan dahinya dikarenakan seperti pernah mengalami hal ini. Bayangan antara dirinya dengan seorang bocah sebaya Dean tiba-tiba muncul mengganggu pikirannya."Ini, seperti..., ," Jasmine segera menggeleng pelan untuk menafikan hal yang mengganggu pikirannya sekarang."Mungkin itu hanya Dejavu," gumamnya di hati.Jasmine kembali ke dalam. Hari ini hanya dirinya sendiri yang ada di rumahnya. Wanita itu berniat menghabiskan waktunya di dapur. Sebab bukan tidak mungkin jika Dean dan Keyra kembali mendadak dan meminta menginap di rumah ini. Meskipun ada Oma nya di rumah Justin. Biasanya mereka ingin cemilan sebelum tidur.Sementara Justin membiarkan dua buah hatinya bermain bersama dengan mamanya di rumah. Ia memilih kembali ke ru
Bukan Mona namanya jika membiarkan kesempatan terbuka di depan mata. Ia mulai mendekati Jasmine perlahan dengan dalih cucu. Mona sengaja memaksa Justin untuk menjemput dua cucunya agar kembali ke rumah selama dirinya ada di rumah putranya itu.Justin datang menghampiri rumah Arfan, sang mertua. Di mana ia berharap bertemu seseorang selain dua darah dagingnya."Daddy," panggilan senang dari dua bocah tersebut terdengar kencang."Hallo my girl, my boy," siapanya yang ikutan senang. Ia berlutut lalu merangkul tubuh dua bocah itu."Daddy kapan nyampe-nya?" tanya Keyra."Baru aja sayang," sahut Justin sambil memeluk erat tubuh putrinya."Mana bunda?" tanyanya dengan netranya menelisik ke segala arah."Hmm, kayaknya di kamar, deh. Mau Keyra panggil?"tawar gadis itu."Apa baru pulang kerja, ya?" tanyanya pria ituP lagi."Iya, unda Balu aja puyang kelja," timpal Dean lalu berteriak memanggil, Undaaaaaa, Daddy udah Puyang,"."Eits, udah jangan di panggil, sayang. Biar aja bunda istirahat," te