Menunggu Bulan

Menunggu Bulan

last updateHuling Na-update : 2021-08-11
By:  Parwati Rudra  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
16Mga Kabanata
1.8Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
Leave your review on App

Berkisah tentang seorang tuan muda yang bernama Rayi jatuh cinta pada Raya, putri pembantunya. Raya yang masih belia tak menyadari perhatian yang diberikan Rayi padanya. Ia masih menjaga jarak tidak berani berharap banyak. Hingga suatu hari ibu Rayi berniat menjodohkan dengan putri cantik dari keluarga kaya yang bernama Hanum. Wanita itu sangat mengharapkan menantu yang baik yang jelas bibit, bebet, dan bobotnya yang kelak memberikan cucu dari kalangannya. Rayi tak dapat menolak permintaan wanita yang telah melahirkannya. Ia sangat takut penyakit jantung yang diderita ibunya kambuh yang akan ia sesali sepanjang hidup. Bagaimana nasib percintaan Rayi dengan Raya? Apakah Rayi bahagia menjalani kehidupan pernikahannya? Akankah Raya mendapat pengganti tuan muda? Kisah fiksi ini sangat seru untuk diikuti. Berlatar budaya Jawa dengan setting Jawa tengah dan pesantren, kisah Rayi dan Raya menjadi sangat menarik untuk disimak. Banyak nilai luhur yang disampaikan. Ajaran gama yang kental akan sangat menambah khazanah wawasan pembaca. Buka gembok, baca ceritanya, lalu vote. Kalian akan mendapatkani kejutan setiap babnya.

view more

Pinakabagong kabanata

Libreng Preview

Pandangan Pertama

#Part_01“Mbok, makanan sudah siap belum? Kamar tidur? Kamar mandi juga, sudah disikat belum? Hari ini Den Rayi pulang lho!" suara nyonya rumah terdengar lantang memekikkan telinga.Pagi itu kediaman Anjani yang biasa sunyi berubah gaduh. Seluruh penghuni bersiap menyambut tuan muda. Putra tunggal yang diharapakan menjadi penerus keluarga. Ia biasanya pulang setahun sekali hanya pada saat Ramadan tiba. Waktu yang singkat inilah yang membuat ibunya ingin selalu memberikan yang terbaik untuknya.Akan tetapi, tahun ini berbeda. Rayi pulang karena telah menyelesaikan pendidikannya. Ia akan kembali untuk mengabdi dan berbakti pada ibu tercinta. Ndoro Anjani sangat senang akhirnya mereka bisa berkumpul bersama."Sampun, Ndoro," jawab mbok Yati setengah berteriak dari dapur. Ruangan yang luas membuatnya harus senan

Magandang libro sa parehong oras

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
16 Kabanata

Pandangan Pertama

 #Part_01   “Mbok, makanan sudah siap belum? Kamar tidur? Kamar mandi juga, sudah disikat belum? Hari ini Den Rayi pulang lho!" suara nyonya rumah terdengar lantang memekikkan telinga. Pagi itu kediaman Anjani yang biasa sunyi berubah gaduh. Seluruh penghuni bersiap menyambut tuan muda. Putra tunggal yang diharapakan menjadi penerus keluarga. Ia biasanya pulang setahun sekali hanya pada saat Ramadan tiba. Waktu yang singkat inilah yang membuat ibunya ingin selalu memberikan yang terbaik untuknya. Akan tetapi, tahun ini berbeda. Rayi pulang karena telah menyelesaikan pendidikannya. Ia akan kembali untuk mengabdi dan berbakti pada ibu tercinta. Ndoro Anjani sangat senang akhirnya mereka bisa berkumpul bersama. "Sampun, Ndoro," jawab mbok Yati setengah berteriak dari dapur. Ruangan yang luas membuatnya harus senan
Magbasa pa

Curahan Hati Raya

Bopo Rayi, Raden Candra meninggal dunia saat usianya menginjak remaja. Sejak saat itu ia seperti kehilangan arah. Tak ada lagi keceriaan dan lebih sering mengurung diri di dalam kamar. Anjani sangat khawatir dengan keadaan itu. Ia takut Rayi depresi. Atas saran keluarga besarnya, putra semata wayang itu pun dimasukkan ke pesantren. Ada banyak pertimbangan yang membuat Anjani rela melepas sang putra. Ia berharap hal itu akan memberikan manfaat untuk masa depan Rayi. Selain itu, di sana banyak teman sebaya dengannya sehingga perlahan ia dapat melupakan kesedihannya. Tepukan lembut Rayi menyadarkan Anjani dari lamunan. Ia tersenyum tipis, lalu mengusap kepala sang putra. Sepuluh tahun sudah Rayi menimba ilmu dan kini ia kembali. Tak ada yang berubah, putranya masih seperti dulu. Sedikit manja dan usil. "Le, mulai besok kamu yang ke pabrik, ya. Bu e capek, mau istirahat aja di rumah." Ndoro Anjani membuka pembicaraan. Ia berpikir sudah waktunya Rayi meneruskan ke
Magbasa pa

Merasa Kehilangan

#Part_03     Raya sungguh berbahagia. Cita-citanya melanjutkan pendidikan di tempat impian akan segera tercapai. Rayi dan ndoro putri Anjani telah berhasil meyakinkan ibunya.   "Nduk, nanti di sana jangan nakal ya. Bawa diri baik-baik. Belajar yang rajin. Jangan bikin malu Ndoro Anjani dan Den Rayi." Mbok Yati berlinang air mata menasehati putri bungsunya. Diusap lembut kepala Raya dengan penuh kasih sayang.   "Iya, Mbok. Raya janji akan belajar sungguh-sungguh." Raya memeluk erat simboknya. Mereka seakan tak ingin berpisah.   Mbok Yati memiliki tiga buah hati. Dua laki-laki dan satu perempuan. Ayah Raya meninggal saat dia masih dalam kandungan. Kehadiran Raya merupakan rizki terindah yang tak ternilai. Ia menjadi pelipur lara dalam kesedihan. Sejak saat itu semua kebutuhan mbok Yati dan ketiga anaknya menjadi tanggung ja
Magbasa pa

Gelora Cinta

#Part_04   Alhamdulillah, ya, Allah!" rasa syukur terucap dari bibir Raya. Ia bersorak gembira, mendengar namanya disebutkan. Kini Ia akan belajar di pesantren Rayi bersama teman-teman yang berjumlah ratusan santri. Mereka pun bergegas menghambur ke luar menemui keluarganya.   "Den, saya diterima! Saya diterima!" sorak Raya bersemangat.   Raya segera berlari memeluk erat Rayi. Kemudian menyandarkan kepala di dada tuan muda. Tetes bulir bening mewarnai kelopak mata ungkapan rasa suka cita. Sungguh ia tak sadar apa yang telah dilakukannya. Gadis itu tenggelam dalam euphoria kebahagiaan.   Entah apa yang dipikirkan Rayi, ia membalas pelukan Raya. Tangan kekarnya melingkar erat. Membenamkan semakin dalam dan mencium lembut kepala gadis kecil itu yang telah memberinya kebahagiaan.   "Iya. Kamu memang pantas mend
Magbasa pa

Masa Penantian

#Part_05 Aisyah mempersilakan Raya duduk. Lalu, ia menuangkan segelas air dan memberikan pada gadis itu. Adik Ustaz Soleh yang dipercaya sebagai keamanan asrama itu tersenyum tipis melihat tangan Raya gemetar saat menerima gelas. Raya terlihat ketakutan.Dalam ruangan dengan penerangan seadanya, kecantikan Raya masih jelas terpancar. Dipandangi dalam-dalam gadis yang baru beberapa jam masuk ke asrama itu dengan tatapan menyelidik. Tanya jawab ringan pun diajukan, Aisyah ingin mengenal pribadi Raya lebih dalam.Gadis yang belum genap berusia 16 tahun itu terkejut tatkala Aisyah menanyakan hubungannya dengan tuan muda Rayi, sampai-sampai pemuda tampan itu mencantumkan namanya sebagai wali yang boleh mengunjunginya. Masih dalam kebingungan Raya berterus terang. "Saya anak abdi ndalem di rumah Den Rayi, Ustazah. Ndoro Anjani majikan simbok saya."Mendengar kejujuran Raya, keadaan berbalik. Aisyah tampak terpaku, tak percaya. Namun begitu, adik S
Magbasa pa

Penyesalan Rayi

 #Part_06  Hari-hari berjalan sangat cepat. Rayi dalam waktu singkat mampu menaikkan produksi dan juga menambah relasi. Pabrik tua yang dulu berdiri kukuh di pinggiran desa disulap menjadi pabrik raksasa. Semua mesin dan peralatan yang dulu teronggok tak berguna beralih fungsi menjadi mesin serbaguna. Rayi sangat bersemangat. Kabar keberhasilan dan prestasi Raya memacunya menjadi lebih baik setiap saat. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya layak untuk dibanggakan. Ia mampu bekerja tidak hanya mengandalkan warisan leluhur saja. Selain itu berkat dukungan ibu tercinta, ia berani merogoh kocek dalam untuk mendatangkan beberapa insinyur teknik mesin. Dengan pengetahuan yang mereka miliki alat-alat itu kembali berfungsi dan menghasilkan uang berkali-kali lipat. Anjani bahagia dan bangga pada putra semata wayangnya. "Le ... Alhamdulillah. Us
Magbasa pa

Senyum Anjani

#Part_07  Azan Maghrib berkumandang. Suaranya begitu nyaring mengagungkan nama tuhan semesta alam. Rayi, Mbok Yati, dan Pak Kusno mendengarkan dengan khusuk sembari menjawab panggilan azan. Rayi meminta Mbok Yati tidak pergi kemanapun selama dirinya berjemaah. Ditemani Kusno, Rayi melangkah menuju musalla segera setelah terdengar iqomah. Selepas jemaah mereka menuju ke ruangan. Serangkaian doa telah Rayi panjatkan, ia sangat berharap kesembuhan ibu tercinta. Ia pun berjanji akan menjadi anak yang lebih berbakti dan menuruti segala keinginan ibunda. Melihat tuannya kembali, Mbok Yati gantian izin melaksanakan salat. Sama halnya Rayi, ibu Raya itu pun ingin majikannya kembali segera pulih.  Tampak seorang dokter dan dua perawat kembali masuk ke kamar. Mereka memeriksa nadi Anjani, denyut jantung, dan juga membuka matanya. Setelah beberapa kali pengecekan semuanya kembali stab
Magbasa pa

Bakti atau Hati

#Part_08 Lepas salat Subuh, Mbok Yati bersiap pulang. Setelah merapikan sofa, ia lalu memisahkan pakaian kotor Anjani untuk dibawa pulang. Sembari menunggu jemputan, ia berbincang ringan dengan majikannya itu. Mbok Yati sangat bersyukur, Ndoro Anjani berangsur pulih."Jangan terlalu capek, ya, Mbok. Kalau nanti simbok ikutan sakit, semuanya repot," ujar Anjani sembari mengusap-usap punggung tangan ibu Raya.Tak lama berselang tampak diambang pintu, sopir pribadi Anjani telah tiba. Sesuai perintah Rayi, pagi-pagi sekali Kusno kembali ke rumah sakit. Ia segera mengangkut barang-barang yang sudah disiapkan Mbok Yati. Keduanya pun berpamitan dan berlalu meninggalkan kamar VIP. Mbok Yati berjanji, setelah tugasnya selesai akan segera ke rumah sakit dan membawakan keperluan majikannya."Hati-hati, Pak Kusno. Kamu juga, Mbok!" tukas Anjani.Senyum Rayi merekah bagai hari mendung berubah cerah. Ia bersyukur Anjani masih diberikan panjang umur
Magbasa pa

Berdamai dengan Keadaan

 Gending klasik Jawa mengalun mendayu di rumah Hanum. Suaranya merdu, menyejukkan kalbu. Sekeliling rumah dihias indah, disulap semakin mewah dan megah. Senyum merekah terpancar di wajah juragan Suryo dan istrinya, juragan Sonia.Bahagia membuncah putri kesayangan mereka akan menapaki biduk rumah tangga. Semua laden bersiap saat acara pengajian dihelat. Para tamu jauh dan para jemaah pengajian satu per satu mulai berdatangan. Mereka ingin ikut serta mendoakan kebahagiaan kedua mempelai.Hanum duduk di kursi. Dengan mengenakan baju kurung dan batik grompol, siap untuk didandani. Perias terlihat berhati-hati saat mulai menyapukan beraneka jenis bedak di wajah cantiknya. Ia tampak kewalahan karena calon pengantin selalu bergerak-gerak, tak mau diam. Hanum sangat sibuk dengan ponselnya. Berulang kali ia menelepon seseorang dan tak segan meminta perias berhenti karena dapat menggangu konsentrasinya."Udah sih, Mbak. Udah gerah, nih! Masih kurang apalagi?
Magbasa pa

Bimbang

  Gimana udah enakan? Obatnya udah diminum belum?" tanya ustazah Aisyah sambil terus mengompres Raya. Gadis itu lemah tak berdaya. Seminggu lebih sudah,  Raya tak enak badan. Ia merasa dingin di pagi hari dan demam tinggi di saat malam. Teman-temannya mulai khawatir dengan keadaannya. Sudah berobat namun belum sembuh juga. Walaupun begitu ia tetap saja melakukan aktivitas seperti biasa. "Iya, Mbak. Alhamdulillah. Terima kasih." jawab Raya lirih. Bibirnya sangat kering, sangking panasnya. "Kamu ini memang susah kalau dibilangin, ngeyel!" Aisyah membelalakkan matanya. Dia gregetan dengan tingkah polah Raya yang tak pernah mau istirahat walau sedang tidak sehat. "Mbak, aku ini lagi sakit. Jangan diomelin." pinta Raya. Wajahnya mecucu membuat Aisyah tak bisa menahan tawa. Setelah malam itu, Ustazah Aisyah menjadi wali kamar Raya. Ia dipercaya Ustaz Solekh, sahabat baik Rayi untuk menjaga gadis itu. Ketika mendengar Raya sakit, di
Magbasa pa
DMCA.com Protection Status