Bab 14. Hari PernikahanJawaban Nouval terdengar seperti ledakan bom di hati Sassy. Dia terdiam seketika. Berusaha mengingat apa yang dikatakan Nouval terakhir kali mereka bertemu. Akhirnya ingatan itu membuat matanya membesar.“Mereka menikah Minggu ini!”Tubuh Sassy lemas dan langsung jatuh tak berdaya. Dia tidak pingsan, hanya kehilangan seluruh energinya. “Apa yang sudah kulakukan?” batinnya.Air matanya mengalir begitu saja. Dari perlahan hingga menderas dan membuatnya merintih lirih. Hatinya terkoyak menghadapi kenyataan hidup.“Apa kau baik-baik saja?” tanya kliennya yang merasa heran melihat senyumnya dalam sekejap berubah jadi tangis.“Aku sedang menangis. Aku tidak baik-baik saja!” jawabnya dengan emosional.Sassy menutup wajah, menyembunyikannya dari penglihatan orang-orang di bandara. Mendengar nada emosi Sassy, kliennya diam, memberinya waktu untuk menenangkan diri.Sepanjang waktu menunggu, kepala Sassy dipenuhi dengan berbagai hal. Ingatan tentang cinta mereka berdua ya
Masih dengan menatap langit-langit, Seruni bertanya lirih. “Apa Mas tidak menyukaiku? Atau membenciku karena bersedia menerima jadi istri kedua?”Nouval termangu mendengar pertanyaan Seruni. Istrinya itu ada benarnya. Nouval lah yang butuh istri kedua. Itu sebabnya mereka menikah. Kenapa sekarang aku justru mengabaikannya?“Maafkan aku. Aku hanya tak ingin mengejutkanmu,” ucapnya dengan nada lembut karena menyadari kesalahan pemikirannya sendiri.Seruni tak menjawab. Jadi Nouval mematikan lampu. Hingga tersisa satu lampu hias kecil di dekat cermin yang memberi penerangan dalam kamar itu.Tangannya mendapatkan jari jemari Seruni yang dingin, kemudian menggenggamnya dengan lembut. Gadis itu tak menolak tapi juga tidak merespon. Dia hanya terdiam dan memejamkan mata. Mungkin sedang menenangkan hatinya yang gugup.“Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu. Akan kulakukan selembut mungkin,” bisik Nouval dekat di telinga istrinya.Dia dapat merasakan anggukan halus kepala istrinya. Rambu
“Memang bukan dia.” Nouval menjawab jujur. Dia menarik mangkuk soto yang dipesannya dan mulai makan.“Tapi kau seperti sedang bicara dengan seorang wanita. Nada bicaramu lembut dan berhati-hati.” Rekannya itu masih penasaran.“Habiskan makananmu! Setelah ini giliranmu ikut sidang!” ketus Nouval. Dia belum ingin membicarakan tentang Seruni pada siapapun rekan kantornya.“Yah … baiklah. Aku bertanya itu bukan mau selidik-selidik. Cuma, kau tau kan kalau aku jomblo sudah lama. Kalau ada saudara atau kerabat wanitamu yang juga sedang jomblo, tolong … kenalkanlah padaku,” katanya dengan wajah manis.Nouval hanya mengangkat bahu tak menanggapi. Dia lebih memiliih menikmati nasi soto betawi pesanannya.“Dia kalau lagi makan, jangan diajak bicara. Percuma!” Asisten Nouval memberi sedikit nasehat.“Dasar tukang makan!” gerutu rekannya kesal.Nouval baru sampai di kantornya saat panggilan telepon dari Sassy masuk. Dia tertegun. Sejak panggilan kemarin pagi, Nouval memang tidak ada menghubungi a
Nouval tak membiarkan sejengkal pun kuntum bunga itu lepas dari kecupannya. Desahan Seruni terus mengiang di telinganya. Tarian romantis itu mereka nikmati di bawah guyuran air pancuran, mengejar ledakan kembang api yang membuatnya candu.Satu jam kemudian pria itu keluar dari kamar mandi dengan membopong tubuh istrinya yang terkulai dengan mata sayu. Dengan cepat pria muda itu mengunci pintu kamar dan melanjutkan tarian asmara yang entah untuk ke berapa kalinya hari itu.Mama yang naik dengan membawa nampan kopi, terdiam mendengar erangan bercampur komentar putranya yang sangat tidak tau malu. Suara-suara itu saling membaur dari dalam kamar. Dia balik meninggalkan kamar itu dan menemui suaminya di meja makan.“Sepertinya kita harus makan berdua saja. Putramu tidak ada puasnya!” katanya kesal.Suaminya hanya terkekeh. “Seperti mama tidak pernah muda dan jadi pengantin baru saja,” timpal suaminya dengan senyum lebar yang memperlihatkan giginya. Arimbi Ariobimo tersenyum sambil memukul
Nouval melewati harinya dengan gemilang hari itu. Kasus hari itu berhasil dimenangkannya. Dia sangat gembira. Seisi kantornya turut gembira. Satu lagi poin yang akan menaikkan nama firma hukum mereka.“Sayang, mas berhasil memenangkan kasus hari ini.” Nouval segera mengabarkan hal itu pada Seruni. Di ujung telepon, istri barunya tersenyum, ikut senang.“Yuni ikut senang, Mas. Selamat ya,” balasnya.“Kamu mau makanan apa? Nanti mas belikan,” tawar Nouval. Tiba-tiba dia ingat, belum pernah memberikan apapun untuk Seruni.“Enggak usah, Mas. Mama masak banyak di rumah. Mungkin mengharap Mas akan makan malam di rumah,” cegah istrinya.“Oh, ya udah. Aku pulang sebelum makan malam! Sekarang udah dulu ya. Bos manggil ke ruangannya,” pamit Nouval.“Iya.”Nouval menutup telepon setelah suara lembut itu hilang dari pendengarannya. Dia menuju ruangan atasannya pemilik firma hukum tersebut. Nouval masuk ruangan setelah terdengar suara yang mengijinkannya masuk.“Silakan duduk,” kata atasannya. Nou
Menyadari Sassy sedang merajuk, Nouval tesenyum. Digulungnya tangan kemeja dan mulai mencuci semua peralatan dapur yang kotor. Melihat pakaian kotor bertumpuk di atas mesin cuci, Nouval juga berinisiatif untuk mengantarnya ke loundry agar semuanya rapi.Setelah semua tampak rapi, Nouval mengambil foto kamar dan dapur yang sudah kembali rapi. Dua foto itu dikirimnya pada Sassy, sebelum berangkat kerja.Sassy sedang menyetir saat melihat pesan Nouval masuk. Melihat semua yang semula diberantakinnya kembali rapi, justru membuat hati Sassy emosi.“Apa kau mau bilang, tanpa aku pun kau bisa mengurus rumah!” serunya kesal.“Mengesalkan! Tidak peka! Pengkhianat!” teriaknya kencang sambil memukul kemudi, membuat suara klakson menyala panjang. Para pengendara motor di depan menoleh padanya dengan heran.“Ini lampu merah, Bu!” Mereka menunjuk pada lampu lalu lintas yang menyala merah.Sassy terdiam. Dia berusaha menahan diri dari amarah yang memenuhi dadanya. Dia sedang berada di jalan raya y
Bab 20. Kehilangan KepercayaanSassy tertidur menjelang pagi. Kepalanya sangat sakit akibat menangis dan begadang. Membuatnya malas ke kantor hari itu. Dia hanya ingin bermalas-malasan saja di rumah.Tengah hari, perut yang lapar memaksanya bangun. Turun ke dapur dan membuka kulkas untuk mengambil air minum. Matanya langsung tertuju pada begitu banyak makanan kesukaannya disimpan dalam kulkas. Diambilnya satu kotak penganan dan melihat isinya.Ada kertas kecil pesan Nouval di dalam sana. “Mendadak ke luar kota. Makanannya dihangatkan dulu sebelum makan.”Sassy duduk di meja dapur dan menggigit sepotong brudel tape sambil berpikir. “Dia beneran ke luar kota, atau cuma cari alasan untuk bulan madu?”Keraguan membuat amarahnya kembali bergejolak, membayangkan Nouval menipu demi bisa pergi dengan istri barunya sungguh tak bisa diterima akal Sassy.Tanpa pikir panjang, diambilnya ponsel dan menelepon sekretaris Nouval.“Ya, Bu. Ada yang bisa dibantu?” tanya sekretaris itu ramah.“Nouval d
Sassy sudah sangat emosional. Dia tak lagi dapat berpikir jernih saat ini. Kemarahan lebih menguasai hatinya. Nouval tak mungkin membiarkan tindakan seperti itu dilakukan istrinya.“Stop, Sassy! Kau sudah melakukan banyak kesalahan. Berpikirlah sebelum bertindak!” cegah Nouval.“Persetan!” kata Sassy tak peduli. Baginya, sikap Nouval tadi hanya menunjukkan bahwa cinta suaminya sudah berpindah pada wanita kampung itu. Dan itu justru membuatnya semakin marah saja.“Kau akan menyesal jika melakukannya! Aku tidak akan segan-segan lagi denganmu! Ketika kau sudah tidak menghormati orang tuaku … maka kau akan menerima hal yang sama!” ancam Nouval.Mobil Sassy sudah berhenti sekarang. Berhenti tepat di depan pagar rumah mertuanya. Klaksonnya berbunyi berkali-kali dengan tak sabar, meminta pagar segera dibuka.“Sassy, ini peringatan terakhirku. Sekali kau melewati batasan ini, aku menyerah untuk memahami jalan pikiranmu lagi!” ancam Nouval untuk yang ke sekian kalinya.Pembantu tergopoh-gopoh