Nouval melewati harinya dengan gemilang hari itu. Kasus hari itu berhasil dimenangkannya. Dia sangat gembira. Seisi kantornya turut gembira. Satu lagi poin yang akan menaikkan nama firma hukum mereka.“Sayang, mas berhasil memenangkan kasus hari ini.” Nouval segera mengabarkan hal itu pada Seruni. Di ujung telepon, istri barunya tersenyum, ikut senang.“Yuni ikut senang, Mas. Selamat ya,” balasnya.“Kamu mau makanan apa? Nanti mas belikan,” tawar Nouval. Tiba-tiba dia ingat, belum pernah memberikan apapun untuk Seruni.“Enggak usah, Mas. Mama masak banyak di rumah. Mungkin mengharap Mas akan makan malam di rumah,” cegah istrinya.“Oh, ya udah. Aku pulang sebelum makan malam! Sekarang udah dulu ya. Bos manggil ke ruangannya,” pamit Nouval.“Iya.”Nouval menutup telepon setelah suara lembut itu hilang dari pendengarannya. Dia menuju ruangan atasannya pemilik firma hukum tersebut. Nouval masuk ruangan setelah terdengar suara yang mengijinkannya masuk.“Silakan duduk,” kata atasannya. Nou
Menyadari Sassy sedang merajuk, Nouval tesenyum. Digulungnya tangan kemeja dan mulai mencuci semua peralatan dapur yang kotor. Melihat pakaian kotor bertumpuk di atas mesin cuci, Nouval juga berinisiatif untuk mengantarnya ke loundry agar semuanya rapi.Setelah semua tampak rapi, Nouval mengambil foto kamar dan dapur yang sudah kembali rapi. Dua foto itu dikirimnya pada Sassy, sebelum berangkat kerja.Sassy sedang menyetir saat melihat pesan Nouval masuk. Melihat semua yang semula diberantakinnya kembali rapi, justru membuat hati Sassy emosi.“Apa kau mau bilang, tanpa aku pun kau bisa mengurus rumah!” serunya kesal.“Mengesalkan! Tidak peka! Pengkhianat!” teriaknya kencang sambil memukul kemudi, membuat suara klakson menyala panjang. Para pengendara motor di depan menoleh padanya dengan heran.“Ini lampu merah, Bu!” Mereka menunjuk pada lampu lalu lintas yang menyala merah.Sassy terdiam. Dia berusaha menahan diri dari amarah yang memenuhi dadanya. Dia sedang berada di jalan raya y
Bab 20. Kehilangan KepercayaanSassy tertidur menjelang pagi. Kepalanya sangat sakit akibat menangis dan begadang. Membuatnya malas ke kantor hari itu. Dia hanya ingin bermalas-malasan saja di rumah.Tengah hari, perut yang lapar memaksanya bangun. Turun ke dapur dan membuka kulkas untuk mengambil air minum. Matanya langsung tertuju pada begitu banyak makanan kesukaannya disimpan dalam kulkas. Diambilnya satu kotak penganan dan melihat isinya.Ada kertas kecil pesan Nouval di dalam sana. “Mendadak ke luar kota. Makanannya dihangatkan dulu sebelum makan.”Sassy duduk di meja dapur dan menggigit sepotong brudel tape sambil berpikir. “Dia beneran ke luar kota, atau cuma cari alasan untuk bulan madu?”Keraguan membuat amarahnya kembali bergejolak, membayangkan Nouval menipu demi bisa pergi dengan istri barunya sungguh tak bisa diterima akal Sassy.Tanpa pikir panjang, diambilnya ponsel dan menelepon sekretaris Nouval.“Ya, Bu. Ada yang bisa dibantu?” tanya sekretaris itu ramah.“Nouval d
Sassy sudah sangat emosional. Dia tak lagi dapat berpikir jernih saat ini. Kemarahan lebih menguasai hatinya. Nouval tak mungkin membiarkan tindakan seperti itu dilakukan istrinya.“Stop, Sassy! Kau sudah melakukan banyak kesalahan. Berpikirlah sebelum bertindak!” cegah Nouval.“Persetan!” kata Sassy tak peduli. Baginya, sikap Nouval tadi hanya menunjukkan bahwa cinta suaminya sudah berpindah pada wanita kampung itu. Dan itu justru membuatnya semakin marah saja.“Kau akan menyesal jika melakukannya! Aku tidak akan segan-segan lagi denganmu! Ketika kau sudah tidak menghormati orang tuaku … maka kau akan menerima hal yang sama!” ancam Nouval.Mobil Sassy sudah berhenti sekarang. Berhenti tepat di depan pagar rumah mertuanya. Klaksonnya berbunyi berkali-kali dengan tak sabar, meminta pagar segera dibuka.“Sassy, ini peringatan terakhirku. Sekali kau melewati batasan ini, aku menyerah untuk memahami jalan pikiranmu lagi!” ancam Nouval untuk yang ke sekian kalinya.Pembantu tergopoh-gopoh
Sassy memberi senyuman lebar nan menggoda. Tangannya menyelusup dari pinggang, ke punggung suaminya lalu berkata, “Kita udah lama enggak liburan berdua. Dan karena sangat sibuk serta kamar direnovasi, gak ada salahnya kan kalau kita kemping di halaman saja? Ya ....”Nouval melihat tenda yang sudah dipasang istrinya, serta beberapa lentera kecil di atara sedikit pot dan mesin cuci. Alisnya jadi terangkat. Teras belakang itu sehari-hari dipakai sebagai ruang terbuka yang biasa jadi tempat menjemur pakaian. Lalu teras kecil menghadap halaman berumput serta pot-pot tanaman, biasanya dimanfaatkan untuk acara barbeque agar asap tidak memenuhi rumah. Sekarang ada tenda di atas halaman berumput itu.“Ya sudah, ayo tidur,” ujarnya sambil melangkah ke arah tenda. Dia sudah sangat lelah dan benar-benar ingin istirahat.Sassy kegirangan, karena Nouval tidak keberatan sama sekali dengan pengaturanya. Langkah kakinya ringan saat ikut masuk ke dalam tenda. DIa ingin malam ini menjadi saat yang tepat
Nouval menatap dengan tak senang ke arah Sassy. Sekejap, emosinya naik. Kemudian dia menghela napas panjang dan mendorong Sassy pergi dari sana.“Jangan membuat keributan yang akan kau sesali nanti. Dan biar kuluruskan satu hal padamu. Tak ada wanita manapun yang merebutku darimu. Keputusanmulah yang membuat keluarga kita jadi seperti ini!” Nauval berkata dengan dingin.Sassy masih menentang mata suaminya yang menatap tajam, meskipun kata-kata yang didengarnya barusan telah begitu merobek hatinya. Matanya yang berkaca-kaca membuat dia tak bisa bertahan tetap di sana seperti tujuannya semula.“Aku membencimu!” desisnya marah dan berbalik pergi, menyembunyikan tetesan air mata yang mulai jatuh.Nouval tertegun dan menekan dadanya sendiri. Kata-kata yang tadi diucapkannya telah melukai hatinya sendiri juga. Ada nyeri yang tak terkatakan di hatinya saat melihat mata Sassy yang berembun. Dia bahkan bisa lihat ujung garis bibir istri pertamanya yang mulai turun, menadakan dia akan segera me
Dengan perasaan bersalah yang dalam, Nouval membawa Seruni memeriksakan diri ke IGD rumah sakit dekat kediaman orang tuanya. Sudah seminggu istrinya itu merasa tidak enak badan, pucat, juga tidak terlalu suka makan, hingga bobotnya turun. Tubuhnya yang sintal berisi jadi seperti istri yang teramat sengsara setelah menikah.Menunggu hasil tes yang dilakukan petugas UGD, membuat Nouval menjadi sangat cemas. Terutama karena istri keduanya itu terus menyandarkan kepala ke pundaknya. Begitu pucat dan lemah.“Semoga hasil pemeriksaan nanti bukan hal yang bahaya.” Kata-kata itu lebih ditujukan untuk menenangkan dirinya yang penuh rasa bersalah, ketimbang menenangkan Seruni. Nouva merengkuh wanita muda itu ke dalam pelukannya untuk mengusir dinginnya ac ruangan.“Bapak Nouval,” panggil seorang petugas berpakaian putih.“Ya!” sahut Nouval.“Bisa bertemu dengan dokter, Pak!”Nouval mengangguk dan membantu Seruni berdiri. Perlahan-lahan mereka berjalan menuju ruangan dokter yang sudah dibukakan
Bulan-bulan yang berat, dirasakan oleh tiga orang yang berada dalam kerumitan jalinan rumah tangga poligami mereka.Bagi Sassy, dia sudah merasa ragu tentang keputusannya menerima pernikahan kedua suaminya. Meskipun sudah diusahakannya, tetap saja, rasa egois dan kecemburuan besar di hatinya, menciptakan lubang besar antara dirinya dngan Nouval, yang hari demi hari makin dalam. Membuatnya makin takut dan gamang untuk terus berusaha mendekati suaminya lagi. Dia tengah berada di sebentang tali atas lubang jurang yang teramat dalam itu.Sementara bagi Nouval sendiri, dia tak mampu lagi memenuhi daftar persyaratan yang dibuat Sassy selama kehamilan awal Seruni. Takdir membuat kehamilan istri keduanya itu tidaklah semudah yang dia kira.“Tolong, bersabarlah .... Kehamilan Seruni tidak mudah. Tidak semua calon ibu bisa melewati kehamilan yang ringan dan menyenangkan.”Berkali-kali Nouval meminta pengertian Sassy setiap kali istri pertamanya itu mendebat dan mempertanyakan ketidak hadiranny