Setelah di ruang operasi, Nia segera ditangani oleh dokter dokter spesialis, karena kini kondisi Nia benar-benar stabil, bahkan ia terlihat sangat rileks, saat Nia duduk tenang di atas ranjang operasi.
"Dokter, apa dokter bisa memberikan obat bius setengah badan saja pada saya, saya ingin melihat bayi ini lahir. "Dokter bedah dan bersalin serta perawat yang ada disana sesaat saling menatap, karena mereka memiliki kekhawatiran mengingat kondisi Nia benar-benar lemah.
"Nyonya, dalam kasus anda ini. Kami tidak ingin adanya resiko membahayakan, jika anda meminta obat bius Anestesi regional, kami khawatir dengan keadaan setengah sadar kondisi anda akan semakin menurun. Ingat nyonya kondisi anda sangat tidak memungkinkan, terlebih lagi kondisi rahim nyonya yang mengalami komplikasi, kami tidak ingin mengambil resiko nyonya, karena obat bius tetap apidueral untuk keadaan anda, kami melakukan semua ini untuk kebaikan anda." Jelas dokter spesialis bedah agar Nia mengerti tujuan mereka.
Tapi di dalam diri Nia telah bertekad ingin melihat bayinya untuk yang terakhir kalinya hari ini. " Saya mohon, dokter. Hanya sekali ini. Hanya ini permintaan saya."Dokter yang selalu menangani kehamilan Nia saling menatap saat dokter spesialis bedah hanya mampu menghela nafas, karena mereka tidak bisa menolak keinginan Nia, dengan terpaksa akhirnya ia menyuntikkan obat bius Anestesi regional seperti keinginan Nia tepat ke sumsum tulang belakangnya.
" Rilekslah. Kami akan melakukan yang terbaik untukmu,"ujar dokter spesialis bedah, setelah Nia berbaring di atas ranjang karena sebagian tubuhnya telah mati rasa.
*********""""
Bayu pov
Disini setelah Nia meninggalkan ku, aku hanya bisa termenung menatap pintu ruang operasi setelah tertutup, hingga air mata ini semakin tumpah ruah saat mengingat seperti apa kondisi dan keadaan Nia sebelum pergi.
"Bay, Nia mana? " Anton kembali lalu menanyakan keberadaan Nia yang awalnya bersamaku.
Tapi aku tidak bisa meloloskan kata untuk sekedar menjawab pertanyaannya, karena pikiranku hanya tertuju pada Nia, apa yang terjadi padanya hingga keadaannya sangat memprihatinkan.
"Bayu, ada apa? " Ulang Anton, sembari menatap ku. Karena tangisan ini semakin tidak terkendali, bahkan aku kesulitan mengendalikan diri ini.
"Katakan padaku, An. Apa yang terjadi? Nia kenapa?" tanyaku dengan histeris, sesaat Anton terlihat menghela nafas dalam lalu mengusap pundakku dengan akrab.
"Apa Nia tidak menceritakan apapun padamu tadi? " Aku menggeleng lemas, karena memang tidak ada yang Nia katakan sebelum ia masuk ke dalam ruang operasi. Membuat ku yang menunggu jawaban Anton semakin penasaran apa yang terjadi pada Nia.
"Jujur aku berat menyampaikan ini, tapi kau juga harus tahu apa yang telah terjadi pada Nia, karena kau suaminya dan ayah dari Hafiz."jelas Anton sembari menatap ku dengan penuh persahabatan.
Aku termenung mendengar ucapan Anton terlebih lagi nama yang 'Hafiz' yang Anton sebutkan.
"Hafiz." Tiru ku ingin tahu.
"Ya, Hafiz nama bayi kalian, Nia sangat menyukai nama itu begitu juga dengan Nana."
Rasa sesal seketika menyeruak di dalam diriku saat mengetahui siapa nama nama calon anak kedua ku dari Nia.
Aahh, ayah macam apa aku ini. Kenapa aku sangat egois. Runtukku setelah menyadari kesalahan yang pernah aku lakukan, karena selama ini mengabaikan Nia dan Nana. Hingga kini rasa sesal semakin menggila.
"Kau tahu, selama Nia kembali dari rumah mu, kondisinya sangat memperhatikan, dia selalu sakit dan drop terus-menerus sampai hari ini. kami sudah melakukan berbagai macam cara dan pengobatan agar dia bisa pulih, bahkan Ema memintanya agar melupakan mu, karena setiap mengingat dirimu keadaannya selalu saja memburuk. Tapi sayang semuanya percuma, dia selalu memikirkanmu dan memikirkan dirimu, sehingga dirinya semakin drop seperti ini. "
Bak disambar petir, penjelasan Anton benar-benar membuat ku kehilangan kata dan aku tidak pernah berpikir dan menyangka, jika Nia akan seperti ini hanya karena diriku, diriku yang egois ini.
"Aku tidak mengerti kenapa dia selalu memikirkanmu Bayu, padahal kau telah menyakitinya, mengkhianati dirinya bahkan melukai Nana, aku dan Ema selalu memintanya agar berhenti dan mengikhlaskan semuanya agar ia kembali normal, tapi tetap saja semuanya sia-sia karena dia telalu mencintaimu, dia selalu beranggapan jika dirinya tidak pantas itu sebabnya kau meninggalkan dirinya demi wanita lain, dia merasa sangat buruk hingga dia mengalami depresi dan tekanan mental akut, aku sudah membujuknya agar menemuimu, tapi lagi-lagi, aku di hadapkan dengan pemikiran Nia yang tidak pernah ada di dalam pikiran ku, yaitu dia tidak ingin memisahkan kau dengan anak yang kau inginkan, dia tidak ingin anakmu kehilangan sosok seorang ayah. "
Hatiku semakin hancur, air mata ini seakan-akan tiada habis menetes setiap mendengar penuturan Anton prihal keadaan Nia dan apa ia pikirkan selama ini. Karena semua itu menohok hati ini di mana dulu aku pernah melontarkan kata-kata itu. Aku tidak menginginkan anak yang ia kandung saat itu, bahkan aku memintanya menggugurkannya.
Tuhan, apa yang sudah aku lakukan hingga dia seperti ini, dia terlalu baik untukku, kenapa dia hanya memikirkan orang lain tapi tidak memikirkan seperti apa keadaannya, jika memang mereka datang dan Anton menjelaskan semuanya sejak awal, mungkin aku akan melakukan yang terbaik untuk Nia, tapi sayang semuanya telah terlambat. Bahkan kini aku tidak tahu sejauh mana keadaan buruk Nia.
"Sampai akhirnya, kejadian satu bulan yang lalu menambah buruk kesehatan Nia, dimana dokter mendiagnosa jika kehamilan Nia mengalami komplikasi pendarahan dalam rahim, dan selama itulah keadaan Nia semakin parah dan memprihatinkan, kami selalu mencoba menghiburnya dan berobat kemana-mana, tapi semuanya tidak membuahkan hasil sampai keadaannya seperti ini."Keadaan Anton sama buruknya seperti ku, ia menangis saat menceritakan semuanya, aku tidak bisa berkata apa-apa setelah mengetahui seperti apa perjuangan Nia selama aku mengkhianati dirinya.
"Selama itu, dia tidak bisa tidur nyenyak, bay. Dia selalu menolak makan karena rasa sakit yang selalu datang menyerangnya, bahkan obat dari dokter sekalipun tidak bisa meredam sakit itu, karena dia hanya ingin Hafiz terlahir kedunia dengan usia yang tepat, meski dokter telah menyatakan jika semua sangat beresiko. Tapi apa, dia tetap memperhatikan Hafiz. "
Aku tergugu dalam sesak di dada saat mengetahui, seperti apa keadaan Nia memperjuangkan keselamatan anak ku selama ini.
Berapa berdosanya diri ini Tuhan, karena telah menyakitinya.
"Dan kau harus tahu, yang akan selamat di dalam sana hanya ada satu nyawa dan satu lainnya akan pergi. "
Deg!
Aku mematung dalam air mata penyesalan dan ketakutan, saat mendengar penjelasan terakhir Anton, karena semua keadaan ini berawal dari diriku dan keegoisan ku, andai saja aku tidak berkhianat keadaannya tidak akan seperti ini.
Andai waktu bisa ku putar kembali, aku ingin tetap bersamanya dan membahagiakan nya. Tapi sayang semua sudah terlambat, nasi telah menjadi bubur. Hanya penyesalan yang aku rasakan kini saat mengingat semua perbuatan bejat ku pada Nia dan Nana.
" Tidak ini tidak boleh terjadi! Tidak! "Aku gusar lalu melangkah menuju pintu ruang operasi yang tertutup, karena operasi tengah berjalan.
" Hey, Bay. kau mau apa? "Anton mencoba menahan ku saat ia ingin menerobos masuk ke dalam ruang operasi.
" Hiks aku akan meminta dokter menyelamatkan Nia hiks.. "Histeris ku.
Anton dengan serkas menarik lengan ini hingga aku mundur kembali.
" Percuma! Karena Nia sudah memutuskan semuanya, Bay. Kau terlambat! "
Aku tidak bisa merasakan apapun, rasanya semuanya benar-benar gelap, saat aku mendengar ucapan Anton.
"Tapi bagaimana dengan istriku, An. hiks ... Hiks …."raungku histeris saat mengetahui keadaan ini. Di mana Nia telah mengambil keputusan yang sulit ku terima.
" Aku tahu ini berat, dan aku juga tidak bisa menyalahkan mu seutuhnya, karena keadaan Nia yang semakin memburuk membuatnya nekat memilih jalan ini. "
Lutut ku lemas hingga akhirnya aku terduduk di lantai meratapi keadaan ini, karena aku tidak bisa melakukan apa-apa apa lagi menyelamatkan Nia.
Tuhan, betapa bodohnya aku selama ini, hanya karena kebahagiaan bersama Mona aku mengabaikan Nia yang tengah sakit keras.
" Tenang lah. Dokter sudah berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Nia, sekarang kau bersabar. Kita tunggu hasilnya nanti, "ujar Anton menenangkan keadaan ku yang tengah terpukul akibat kecerobohan yang aku lakukan.
Anton membantuku duduk di kursi tunggu.
" Kau harus kuat Bay."Ulang Anton mencoba menyemangati diriku, karena keadaan ku semakin kacau setelah ia mengetahui keadaan Nia.
Bayu pov " Tuan Bayu! "Seru seorang perawat dari arah lain, saat aku menunggu di depan ruang operasi. Anton yang ada di samping ku menatap suster tersebut lalu beralih melirikku. " Ya, saya sus,"balasku lalu bangkit menghampiri Suster tersebut, karena dia rela berjalan dari ruang bersalin menuju ruang operasi demi mencari ku. "Maaf anda harus segera kurang bersalin." Aku memperhatikan raut tegang dari Suster tersebut dengan heran. "Apa yang terjadi suster? "tanyaku ingin tahu. "Maaf sebelumnya, Tuan. Putra Anda tidak bisa kami selamatkan karena nyonya Mona terlalu lama dan malas mengejan, hingga bayinya terlalu banyak tersedak air ketuban dan terlilit tali pusar. Kami sudah melakukan pertolongan semaksimal mungkin pada bayi anda Tuan, tapi sayang semuanya tidak ada hasil." Belum hilang rasa sakit, sedih dan kecewa ku setelah mengetahui keadaan Nia, kini keadaan anakku dari Mona kembali menambah rasa itu. Tuhan, apa ini balasan yang aku dapatkan karena telah menolak pember
Perth pov Anton menatap wajah kusut ku setelah keluar dari ruang bersalin, aku bergegas pergi ke ruang tunggu karena tidak tahan dengan semua kebohongan serta kegilaan Mona. Aku tidak menyangka jika orang yang aku percaya selama ini ternyata tega melakukan itu pada anak-anak kami. "Bay, kau baik-baik saja, kan? " Tegur Anton khawatir, sembari memandangi seperti apa wajahku kini. Karena memang mata ku bengkak akibat banyak menangis dan keadaan ku sangat shock. Kududkan diriku dengan kasar di samping Anton sembari membuang nafas dengan kasar. Karena pikiranku selalu tertuju pada Mona setelah semuanya terungkap. "Emm, aku baik-baik saja, an, " jawab ku, masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa Mona yang selalu aku anggap wanita sempurna kini justru menguak semua kesalahannya sendiri. "Tuan Bayu! " reru seorang suster sesaat keluar dari ruang operasi. Aku dan Anton sontak berdiri lalu bersama-sama menghampiri suster tersebut. "Ya, suster." Aku begitu gugup, karena wajah Sust
Author pov. Nana sangat bahagia selama beberapa hari tinggal bersama sang ayah, karena ini yang Nana inginkan, kasih sayang dan perhatian sang ayah padanya, meski sosok sang ayah tidak bisa menggantikan posisi sang ibu, tapi Nana cukup senang setidaknya ia bisa sedikit melupakan rasa dukanya setelah kepergian ibunya. Seperti hari ini Bayu menghabiskan waktu bersama Nana, karena dengan seperti itu ia bisa menepis sedikit rasa rindunya pada sang istri dengan memandangi wajah nana. "Papa, kenapa menatap Nana seperti itu, Nana malu tahu." Cicit nana menutupi wajahnya saat Perth terus menerus memandangnya. "Kenapa, emm ..., papa sangat suka melihat wajah Nana. Karena sangat mirip seperti Mama. "Ungkap Bayu mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya selama beberapa hari ini bersama Nana. Nana membuka tutupan tangannya dari wajahnya. "Emm, Bibi dan paman juga selalu mengatakan itu. Nana begitu mirip seperti Mama. " Bayu tersenyum, sembari membelai pipi Nana sayang. Karena seti
Autor pov. Setelah semua selesai, para dokter dan perawat mendorong keluar ranjang di mana jasad Nia terbaring, mereka akan segera memandikan dan mempersiapkan semuanya agar pemakaman segera dilakukan hari ini juga. "Tunggu suster! " Cegat Ema, sembari menggandeng Nana menghampiri ranjang di mana Nia berada. "Tolong jangan terlalu lama, nyonya. Kami harus segera memandikan mengkafankan dan menyolatkan beliau sebelum ke pemakaman. "tutur salah seorang perawat. " Baik sus. "Singkat Ema lalu membuka penutup wajah Nia. Hanya sekejap, Ema berlalu dengan tangis histeris, karena ia tidak kuasa memandang lama wajah damai Nia yang kini telah terbujur kaku. " Pa, Nana ingin melihat Mama untuk yang terakhir kalinya. "Pinta Nana, agar Bayu menggendongnya. Bayu dengan sekuat tenaga menahan diri agar tidak menangis saat berdiri di samping ranjang di mana Nia terbaring. Nana menatap wajah teduh sang Ibu dengan tabah, bahkan sudut bibir mungilnya melengkung dengan cantik saat memandangi
"PAPA … PAPA … MAMA MANA, NANA INGIN BERTEMU MAMA …." Teriak Nana, saat aku dan Anton keluar dari ruang operasi, karena Nia harus segera dimakamkan. Anton disampingku hanya bisa bergeming untuk menjawab pertanyaan dan permintaan sederhana Nana. Disini pertahanan iman ku benar-benar runtuh saat melihat air mata tidak berdosa Nana, gadis sekecil dia telah kehilangan sosok seorang ibu hebat hanya karena diriini. Rasa sesal di hatiku kian menggila hingga dada ini sesak, nafasku tidur teratur jika harus membayangkan bagaimana anak-anakku kelak, bagaimana jika mereka merindukan ibunya, aku tidak kuat, rasanya aku ingin menyusul Nia. "Papa, Mama mana?" Nana mengulang pertanyaannya lagi. Ema yang mendampingi Nana mengusap lembut rambut panjangnya agar ia tenang dan tidak menangis histeris. "Apa yang terjadi, Mas?"tanya Ema dengan penasaran sembari mempertahankan wajah kami berdua. "Dan kau? Apa yang kau lakukan di sini? Tidak cukupkan kau menghina Nia kemarin dan kini kau ingin mend
Bayu pov Setelah merasa lebih baik, ku lirik arloji yang terpasang di tangan ini lalu menghempaskan nafas dalam, karena hari ini adalah jadwal Mona pulang setelah satu minggu di rawat setelah pasca persalinan, dan sejauh ini aku belum jika Nana tinggal di rumah ini bersamaku, aku tahu ini akan menjadi masalah jika Mona pulang, dia pasti akan menentang dan akan marah besar. Tapi aku tidak memiliki cara lain karena Nana adalah tanggung jawabku dan lagi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. "Sayang! " Panggil ku pada Nana yang masih tiduran. "Apa pa! " "Papa mau pergi, Apa Nana mau ikut." Tawar ku lembut, sembari menarik Nana agar berpangku padaku. Beginilah rutinitas kami setiap hari,setelah aku pulang dari kantor,aku sengaja menghabiskan waktu bersama Nana dan menemaninya. Aku sengaja melakukan semua ini untuk menebus rasa sesal dan bersalah di hati ini. "Ikut kemana, pa. Memangnya Papa mau kemana? " "Menjemput mama, Mona. " Wajah Nana seketika berubah setelah menden
Pov Bayu. Hanya berselang satu jam aku kembali dari rumah sakit bersama Mona istriku. Nana yang mendengar mobil ku memasuki halaman rumah bergegas ke teras menyambut kedatangan kami. Begitu jelas terlihat perubahan wajah melihat Nana yang tengah berdiri di teras, ia bergegas turun dengan nafas memburu. "MAS! KENAPA ANAK JANDA ITU ADA DI SINI!! " tunjuk Mona dengan emosi menggebu-gebu, bahkan ia berucap dengan teriakan, Nana yang mendapatkan kemarahan dengan cepat bersembunyi di belakangku setelah aku bergegas menyusul turun. "HEY! APA YANG KAU LAKUKAN ANAK JANDA BODOH! MENYINGKIR DARI SUAMIKU SIAL!" Marah Mona sembari mengumpati Nana dengan kata-kata kasar. Setiap mendengar cercaan Mona kesabaran ku seketika hilang, karena sikapnya benar-benar tidak dewasa bahkan cenderung seperti anak-anak. "Hentikan, Mona. Kau bisa tidak sehari saja bersikap waras dan wajar. " Kesal ku menekan meski tanpa berteriak, ku utarakan uneg-uneg yang ada di hati ini, karena sikap Mona semakin ane
Bayu pov. Hari berganti minggu, selama itu pula aku dan Mona selalu berselisih paham karena keberadaan Nana di sana. Teriak dan cercaan selalu lolos dari bibir Mona setiap aku menolak permintaannya saat ingin mengusir Nana. Semua itu tidak akan pernah terjadi dan aku tidak akan pernah mengabulkannya. Hingga suatu hari Nana tidak tahan dan minta pulang ke rumah Ema. Hatiku benar-benar sakit, karena Nana selalu memohon agar dirinya diantarkan pulang supaya mereka tidak terus menerus bertengkar. Meski seperti itu, aku selalu mencoba membujuk dan mengertikan keadaan ini, karena aku tidak ingin berpisah dengannya, apapun yang terjadi. Itu sebabnya selama Nana tinggal di rumah ini aku sengaja tidur bersamanya, agar Mona tidak berbuat ulah apa lagi mengganggu Nana. " Nana, siap! " Seru ku sembari menggendong Nana menuju ke halaman di mana mobil ku terparkir. "Siap Pa .... Nana sudah tidak sabar ingin bertemu dengan adik Hafiz," balas Nana penuh semangat. Karena hari ini, Hafiz suda