Anton pov
Hari-hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tapi keadaan Nia tetap tidak berubah, justru kini keadaannya semakin memprihatinkan. Karena keseharian yang Nia lalui hanya dihabiskan dengan melamun, kadang ia tiba-tiba menangis.
Jujur keadaan ini sangat menyayat hatiku, mengingat seperti apa kondisinya kini, dia tengah hamil dan mengalami komplikasi, dan keadaan itu membuat kesehatan Nia benar-benar menurun.
Ini minggu ke 4 Nia menjalani periksa rutin, setelah mengalami pendarahan di malam itu, terkadang aku dan Ema bergantian menemani Nia kerumah sakit untuk periksa, karena waktuku tersita pekerjaan kantor. Aku sangat bersyukur memiliki Ema karena dia sangat baik dan mengerti keadaan kami
Sesampainya di rumah sakit, aku dan Ema menunggu hasil pemeriksaan dokter karena hari ini adalah waktu yang tepat kami menunggu keputusan dokter perihal tindakan yang harus Nia jalani.
Karena komplikasi mengakibatkan Nia harus merasakan sakit saat bayinya bergerak, hingga membuat keadaannya semakin memprihatinkan dan sangat buruk.
Aku menunggu dengan rasa khawatir, karena hari ini adalah pemeriksaan terakhir Nia dan keputusan akan diambil hari ini juga, untuk tindakan persalinan yang sempat tertunda beberapa minggu yang lalu.
"Syukurlah, kondisi bayinya sehat. Bahkan sangat memungkinkan untuk operasi secepatnya. Tapi yang menjadi masalah, kondisi Nia sangat lemah. "
Nia yang duduk di sampingku hanya terdiam, karena memang kondisinya sangat lemah dan kurus.
"Jujur, saya hanya ingin nonya Nia pikirkan lagi keputusan ini. Bukankah kita sudah membicarakannya dari awal. Kelahiran kali ini sangat membahayakan keselamatanmu dan bayimu, dan kami disini hanya bisa menyelamatkan salah satu dari kalian. "
Ku usap wajahku dengan kasar, saat mendengar penjelasan dokter spesialis kandungan tersebut. Karena keadaan tidak berubah ternyata meski kehamilan Nia telah mencukupi, tapi keadaan dan komplikasi tetap menggerogotinya dan mengharuskan kami memilih.
"Nyonya, tidak perlu menjadikan ini beban, karena Nyonya Nia masih memiliki pilihan. Jangan lupa nyonya harus istirahat yang cukup, karena mulai hari ini nyonya harus mulai melakukan dapatkan perawatan intensif dari kami, agar kami bisa memantau keadaan anda. Sebab besok operasi caesar akan segera kita lakukan sebelum keadaan nyonya semakin lemah. "
Terlihat Nia meremas ujung baju yang ia kenakan, hingga kusut saat mendengar penjelasan dokter tersebut.
"Maaf dok, apa bisa saya kembali besok?"
Aku tertegun, karena tiba-tiba Nia meminta satu penawaran yang sangat sulit aku terima.
"Nia, kau harus menjalani perawatan. " Segah ku.
Nia menara ku dengan pandangan yang sulit aku artikan.
"Aku hanya ingin bersama Nana untuk malam ini, Mas. "
Aku bergeming saat mendengar apa yang Nia inginkan,dan aku paham apa yang dimaksudkan.
"Tentu, jika itu yang terbaik, anda membutuhkan waktu untuk berpikir dan menenangkan diri agar mendapatkan keputusan yang tepat. Tapi saya minta, besok nyonya harus segera kembali, karena beberapa pemeriksaan harus kita lakukan kembali pagi-pagi, kita harus mengetahui keadaan nyonya lebih lanjut sebelum menjalani operasi. "Jelas dokter panjang lebar, aku yang mendengar hanya bisa diam dan menuruti keinginannya.
Setelah mendapatkan izin kami segera pamit, karena aku ingin Nia segera istirahat setelah sampai di rumah.
"Mas! " Keluh Nia sembari meringis, aku tahu kini komplikasi yang ia alami semakin parah.
"Ayo, duduk duduk. " Aku menuntun Nia agar duduk di sebuah kursi tunggu, karena kami kini berada tidak jauh dari ruang pemeriksaaan yang sempat kami datangi.
Ku pandangi wajah tirus pucat Nia, karena kini keadaannya sangat jauh berbeda dengan dulu, keadaannya kini sangat memprihatinkan, kurus akibat depresi dan komplikasi kehamilan yang ia alami. Bahkan di iris matanya begitu terlihat jika ia sangat kesakitan dan khawatir.
"Percayalah semua akan baik-baik saja. Dokter pasti bisa melakukan yang terbaik untukmu dan Hafis. "
Ku lihat air mata Nia menggenang dan akhirnya tumpah membasahi pipinya, keadaan ini benar-benar membuat ku teriris, jika aku bisa meminta, aku ingin menggantikan posisinya agar dia tidak menerima sakit yang kini ia idap.
Aku tidak bisa memungkiri, jika rasa cinta yang dulu ada kini masih tersimpan untuknya, ini memang gila dan Ema istriku mengetahui semua ini, itu sebabnya aku sadar, rasa cinta ku kini hanya ku setara kan untuk seorang kakak pada adik, meski aku harus menentang perasaan ini.
Senyuman yang dulu aku kagumi kini sirna setelah rumah tangganya di terpa badai, semua kebahagiaannya hilang setelah pengkhianatan Bayu terungkap. Rumah tangga yang ia pertahankan, yang ia banggakan hancur begitu saja hanya karena ketidak setiaan. Ingin rasanya aku menghakimi tapi apalah daya karena aku tidak berhak untuk ikut campur.
"Kemari." Ku tarik Nia agar menyandarkan kepalanya di pundakku, karena keadaan kemah ia hanya bisa bersandar agar tenaganya kembali.
Kurasakan bahunya gemetar, aku tahu saat ini Nia tengah menangis, menangisi keadaan yang tidak bisa ia pilih aku tahu ini sangat sulit. Tapi aku yakin semuanya pasti baik-baik saja, meski aku tetap tidak yakin.
"Optimis lah, semua akan berjalan lancar." Aku mencoba menghibur dan memberikannya kekuatan.
Kurasakan remasan tangan Nia pada ujung kemeja yang kini aku kenakan, saat ia menumpahkan segalanya.
"Aku hanya memikirkan Nana, Mas. Bagaimana dengan nana jika aku tidak ada nanti."
Entah, air mata tiba-tiba menetes begitu saja di pipiku saat mendengar ungkapannya.
"Jangan berkata seperti itu, Nia. Kau akan baik-baik saja dan kau akan selalu bersama Nana dan Hafis kelak, jangan berpikir yang tidak-tidak. Jangan lupakan seberapa lama kita saling mengenal, kau ingat kita berdua tumbuh dan dibesarkan bersama. " Kembali ku tenangkan dia, dengan mengingatkan masa lalu kami yang tumbuh dan dibesarkan di sebuah panti asuhan bersama dahulu, karena kami sama-sama anak yang tidak memiliki orang tua dan dibesarkan di sana. Sampai kami akhirnya memiliki tujuan dan kehidupan masing-masing.
Kami sama-sama tersenyum dalam linang air mata, ketika mengingat semua kenangan itu, kenangan yang tidak pernah terlupakan.
"Ya, aku ingat dan aku tidak pernah melupakan nya, mas."
" Aku, Ema dan Nana menyayangimu, Nia. pikirkan lagi, "ujarku mengingatkan sembari membujuknya.
Aku tahu semua ini berat, keadaan ini mungkin tidak pernah terpikirkan bagi Nia begitu pula dengan ku, tapi inilah yang terjadi kami harus memiliki pilihan dan pilihan Nia telah ia tetapkan sendiri meski ia terdengar sangat egois.
"Tapi aku juga menyayangi bayiku. "Sendu Nia.
" Tapi kenapa, Nia. "Aku ingin tahu apa alasannya, kenapa dia sangat ingin bayinya yang diselamatkan.
"Karena aku tidak mungkin mengorbankan satu nyawa jika aku bisa menolongnya, mas."
Aku tertutup, karena keputusan Nia benar-benar di luar dari harapan ku.
"Hiks … aku mohon, Nia. Jangan seperti ini." Aku mencoba mengingatkan Nia, agar ia memikirkan kembali keputusannya. Karena Nana masih sangat membutuhkan perhati dari seorang ibu.
" Aku lelah, Mas."
Kudekap Nia dalam tangis yang tidak bisa ku kendalikan, karena Nia benar-benar menunjukkan keputusasaan padaku.
"Jangan seperti ini, Nia. "
Jujur aku juga putus asa, karena tidak bisa berbuat banyak selain menangisi keputusan Nia yang tidak bisa diganggu gugat.
"Kau! "tegur dari seorang wanita.
Kurenggangkan dekapan ku dari Nia, sembari menatap wanita itu, setelah kami sama-sama menguasai diri agar bisa menerima keadaan.
"Bayu!" Sapa ku, karena yang mengapa kami ternyata istri muda Bayu. Aku tidak menyangka jika kami akan bertemu di sini, terlebih dengan wanita itu.
"Kalian juga periksa kehamilan?"tanyaku basa basi, meski aku telah mengetahui semua cerita tentang rumah tangga mereka. Tapi aku mencoba tetap bersikap baik pada teman lama ku itu.
"Yah, seperti yang kau lihat,"balasannya singkat, tatapan mata Bayu terlihat tidak bersahabat saat memandangi kami berdua.
"Mas, kita pulang, yuk. Nana pasti sudah menunggu. "Potong Nia cepat, sepertinya dia tidak nyaman dengan tatapan Bayu, terlebih ada Mona di sana juga memandangnya dengan sinis.
" Ooh, ayoo. "Aku juga tidak ingin berlama-lama di sana apa lagi tatapan Bayu tidak bisa di artikan, aku tidak ingin adanya tuduhan atau pikiran yang tidak-tidak terhadap kami berdua, mengingat di antara mereka tidak ada yang namanya perceraian selama ini.
" Bayu, kami duluan, ya. "Pamit ku sembari menuntun Nia, lalu berlalu dari sana, karena Bayu dan Mona tidak memberikan tanggapan apapun atas ucapanku.
Ema pov Sore ini Nia sengaja ku minta bersantai di teras, karena aku tidak tega melihatnya seharian ini mengukir wajah sedih saat menatap Nana, aku tahu apa yang kini ia pikirkan dan apa yang ia gundahkan. Jujur aku ingin memarahinya agar dia sadar dengan jalan pikirannya, yaitu selalu memikirkan Bayu, apalagi setelah pertemuannya beberapa jam yang lalu di rumah sakit seperti yang mas Anton sampaikan, keadaan Nia semakin murung setelah kejadian itu. "Jangan banyak pikiran, kamu harus fokus dengan kesehatan, Nia. Ingat kata dokter tadi. Kamu harus istirahat, karena besok adalah operasi persalinanmu,"ujar mas Anton mengingatkan. Aku yang tengah duduk di ruang tengah tersenyum saat melihat kedekatan mereka, aku tahu mas Anton memiliki perasaan cinta pada Nia, bahkan mas Anton sudah menjelaskannya sejak dulu, tapi aku tidak memusingka
Nia pov Nana dengan manja menempelkan telinga dan tangannya pada perut besarku, karena itu selalu penasaran dan ingin tahu dan merasakan setiap adiknya bergerak di dalam sana. Ini salah satu cara Nana agar kami sama-sama bisa tersenyum dan terhibur, karena setelah kejadian tadi sore di teras, Nana tidak berani keluar selain berdiam diri di dalam kamar sembari bersembunyi akibat rasa takutnya atas kedatangan mas Bayu, terlebih ia membuat keributan tadi siang. "Ma! Kata ibu. Besok dede hafiz lahir, ya? Beneran, ma." Aku tersenyum mendengar pertanyaan Nana perihal penjelasan ibu alias mbak Ema, aku sengaja meminta Nana memanggil ibu, karena ketulusan mbak Ema dan mas Anton pantas mendapatkan panggilan itu sejak Nana masih kecil. Ku usap surai panjang Nana sembari tersenyum, meski keadaan k
Author pov Tepat jam 6 pagi Nia dan Anton harus segera berangkat kerumah sakit, sementara Ema sengaja menemani Nana. Karena gadis kecil tersebut belum bangun dari tidurnya setelah lelah menangis semalaman dan mereka sengaja tidak membangunnya agar Nana tidak larut dalam kesedihan. "Percayalah, Allah pasti akan memberikan jalan yang terbaik untuk mu, Nia. Kau harus yakin. Kau pasti bisa melalui semua ini. "Ema mencoba menyemangati Nia sebelum mereka berangkat kerumah sakit, karena kondisi Nia pagi ini semakin drop, bahkan pagi ini kakinya lemas untuk seketika berjalan ke teras. Itu sebabnya Ema sengaja meminta Anton menggendong Nia ke dalam mobil setelah semua perlengkapan siap. "Tentu, mbak Ema. maaf jika selama ini aku selalu merepotkan kalian, dan terimakasih telah menjaga Nana selama ini, " tutur Nia tulus dengan kebaikan mereka. Ema tidak kuasa menahan air matanya saat melihat jurat putus asa yang menghiasi wajah pucat Nia. "Jika Tuhan bisa menukar, aku akan menukar tubuh ku
Bayu pov Aku duduk dengan cemas, karena saat ini Mona tengah berjuang melahirkan anakku di dalam ruang bersalin, aku yang tengah gelisah hanya bisa duduk dengan dalam perasaan khawatir. Dalam kegelisahan yang mendera, tidak sengaja mata ku terpaku menatap sosok yang kemarin aku temui, dan kini mereka sedang berdua. "Nia!"panggilku, dalam rasa cemburu saat melihat kedekatan mereka, tapi di samping itu aku heran apa yang mereka lakukan di sini terlebih Nia tengah duduk di kursi roda sembari mengenakan pakaian khusus dan terpasang selang infus di lengan kirinya. Ku hampiri mereka, karena setelah mendengar panggilan ku mereka berhenti. "Bayu, apa istrimu akan melahirkan? "tanya Anton, jujur aku malas meladeni nya, tapi aku tidak ingin terjadinya keributan hanya karena kebodohan ku. "Yah, kau benar, An,"jawabku asal, sembari memandangi wajah pucat kurus Nia, kini aku baru melihat dengan jelas seperti apa keadaannya dari dekat. Karena kemarin aku terlalu sibuk dengan kebencian dan
Setelah di ruang operasi, Nia segera ditangani oleh dokter dokter spesialis, karena kini kondisi Nia benar-benar stabil, bahkan ia terlihat sangat rileks, saat Nia duduk tenang di atas ranjang operasi. "Dokter, apa dokter bisa memberikan obat bius setengah badan saja pada saya, saya ingin melihat bayi ini lahir. "Dokter bedah dan bersalin serta perawat yang ada disana sesaat saling menatap, karena mereka memiliki kekhawatiran mengingat kondisi Nia benar-benar lemah. "Nyonya, dalam kasus anda ini. Kami tidak ingin adanya resiko membahayakan, jika anda meminta obat bius Anestesi regional, kami khawatir dengan keadaan setengah sadar kondisi anda akan semakin menurun. Ingat nyonya kondisi anda sangat tidak memungkinkan, terlebih lagi kondisi rahim nyonya yang mengalami komplikasi, kami tidak ingin mengambil resiko nyonya, karena obat bius tetap apidueral untuk keadaan anda, kami melakukan semua ini untuk kebaikan anda." Jelas dokter spesialis bedah agar Nia mengerti tujuan mereka. Tap
Bayu pov " Tuan Bayu! "Seru seorang perawat dari arah lain, saat aku menunggu di depan ruang operasi. Anton yang ada di samping ku menatap suster tersebut lalu beralih melirikku. " Ya, saya sus,"balasku lalu bangkit menghampiri Suster tersebut, karena dia rela berjalan dari ruang bersalin menuju ruang operasi demi mencari ku. "Maaf anda harus segera kurang bersalin." Aku memperhatikan raut tegang dari Suster tersebut dengan heran. "Apa yang terjadi suster? "tanyaku ingin tahu. "Maaf sebelumnya, Tuan. Putra Anda tidak bisa kami selamatkan karena nyonya Mona terlalu lama dan malas mengejan, hingga bayinya terlalu banyak tersedak air ketuban dan terlilit tali pusar. Kami sudah melakukan pertolongan semaksimal mungkin pada bayi anda Tuan, tapi sayang semuanya tidak ada hasil." Belum hilang rasa sakit, sedih dan kecewa ku setelah mengetahui keadaan Nia, kini keadaan anakku dari Mona kembali menambah rasa itu. Tuhan, apa ini balasan yang aku dapatkan karena telah menolak pember
Perth pov Anton menatap wajah kusut ku setelah keluar dari ruang bersalin, aku bergegas pergi ke ruang tunggu karena tidak tahan dengan semua kebohongan serta kegilaan Mona. Aku tidak menyangka jika orang yang aku percaya selama ini ternyata tega melakukan itu pada anak-anak kami. "Bay, kau baik-baik saja, kan? " Tegur Anton khawatir, sembari memandangi seperti apa wajahku kini. Karena memang mata ku bengkak akibat banyak menangis dan keadaan ku sangat shock. Kududkan diriku dengan kasar di samping Anton sembari membuang nafas dengan kasar. Karena pikiranku selalu tertuju pada Mona setelah semuanya terungkap. "Emm, aku baik-baik saja, an, " jawab ku, masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa Mona yang selalu aku anggap wanita sempurna kini justru menguak semua kesalahannya sendiri. "Tuan Bayu! " reru seorang suster sesaat keluar dari ruang operasi. Aku dan Anton sontak berdiri lalu bersama-sama menghampiri suster tersebut. "Ya, suster." Aku begitu gugup, karena wajah Sust
Author pov. Nana sangat bahagia selama beberapa hari tinggal bersama sang ayah, karena ini yang Nana inginkan, kasih sayang dan perhatian sang ayah padanya, meski sosok sang ayah tidak bisa menggantikan posisi sang ibu, tapi Nana cukup senang setidaknya ia bisa sedikit melupakan rasa dukanya setelah kepergian ibunya. Seperti hari ini Bayu menghabiskan waktu bersama Nana, karena dengan seperti itu ia bisa menepis sedikit rasa rindunya pada sang istri dengan memandangi wajah nana. "Papa, kenapa menatap Nana seperti itu, Nana malu tahu." Cicit nana menutupi wajahnya saat Perth terus menerus memandangnya. "Kenapa, emm ..., papa sangat suka melihat wajah Nana. Karena sangat mirip seperti Mama. "Ungkap Bayu mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya selama beberapa hari ini bersama Nana. Nana membuka tutupan tangannya dari wajahnya. "Emm, Bibi dan paman juga selalu mengatakan itu. Nana begitu mirip seperti Mama. " Bayu tersenyum, sembari membelai pipi Nana sayang. Karena seti