Selama perjalanan pulang aku hanya diam, sambil menatap ke luar jendela. Karena setelah pemeriksaan akhirnya aku diperbolehkan pulang dengan syarat harus mengikuti prosedur rumah sakit, dan mas Anton menyetujui semuanya. Karena memang mas Anton dan mbak Ema memiliki peran penting dalam kehidupanku semenjak mas Bayu pergi.
Kurasakan mobil yang awalnya melaju kini menepi, bahkan akhirnya mesinnya berhenti setelah berada di pinggir jalan.
"Kenapa berhenti, mas. Bukankah rumahku masih jauh. " Tanyaku heran.
Mas Anton menatapku dengan tajam, lalu menyentak bahuku cukup kuat, hingga aku tersudut di bahu kursi mobil.
"Apa yang kau pikirkan, hah! Apa kau tidak memikirkan keselamatan dirimu, Nia!" Begitu terdengar kemarahan mas Anton, saat mengingat keputusanku tetap memperhatikan bayi ini.
"Aku hanya ingin bayiku, mas." Jawabku cepat, tanganku dengan cepat meremas baju yang aku kenakan hingga kusut.
Mas Anton yang mendengar dengan kasar mengusap wajahnya, lalu melepaskan bahu ku.
"Ini karena kau selalu memikirkan Bayu kan! Cukup Nia, aku mohon cukup. Dia itu pria brengsek, kau tahu itu! Kenapa kau selalu mengharapkannya! Apa kau tidak bisa melupakan pria bodoh itu sedetik saja dari pikirkanmu. Coba kau lihat dirimu, Nia. Kau kacau karena dia. Dan sekarang kau mempertaruhkan hidup dan matimu karena selalu memikirkannya! Apa yang ada di otakmu, hah! "Mendengar kemarahan mas Anton, aku hanya mampu tertunduk sambil meremas baju yang aku kenakan. karena apa yang dikatakan mas Anton benar. Jika aku benar-benar kesulitan melupakan mas Bayu, dari sikap baik dan buruknya, semua masih tersimpan rapi di dalam memori ini.
" Karena aku mencintainya, mas. "Ungkap ku jujur, percuma berbohong, mas Anton pasti mengetahui semuanya meski aku tidak mengatakannya.
" Mencintainya. Ok aku akan bawa mu padanya, aku akan pastikan dia kembali padamu."segah mas Anton emosi, hingga aku terkejut. Karena mesin mobil kembali menyala.
" Jangan, mas. Aku mohon jangan."Pinta ku, sembari menahannya.
Mas Anton menatap ku tidak mengetahui dengan keinginan ku.
" Kenapa? Bukankah kau mencintainya, sekarang aku akan mengantarmu padanya. "Mendengar keseriusan mas Anton, aku dengan cepat menggeleng diiringi derasnya air mataku.
Mas Anton kembali mematikan mesin mobil, lalu menatapku dengan iba.
" Kenapa, Nia. "tanya mas Anton, sembari mengusap bahuku dengan lembut.
" Aku tidak mau memisahkan seorang istri dan anak dari ayahnya, mas."jawabku.
Ku lihat ragang mas Anton mengeras, seperti tengah menahan amarah atas jawabanku. Bahkan tangannya yang sempat mengusap punyaku kini menggenggam setir mobil lalu meremasnya dengan kuat.
" Apa yang kau pikirkan, hah! Coba kau fikir wanita itu telah merebut suamimu! Dia merebut Bayu dari mu dan Nana! Sadarlah, Nia. Aku tahu wanita itu tidak cukup baik darimu. Dan aku yakin kau pasti bisa mendapatkan Bayu kembali."segahnya emosi.
"Tapi aku tidak mau memisahkan mas Bayu dari anak yang dia inginkan dan dari istrinya. aku tidak mau, mas. Cukup aku yang merasakan hal ini, aku tidak ingin ada wanita yang tersakiti hanya karena keinginan ku. Meski aku bisa mendapatkannya."
Mas Anton menggeleng, dia benar-benar shock saat mendengar jawabanku.
"Lalu kau ini apa, Nia."tanya mas Anton dengan nada yang sangat serak, dengan segala emosi yang ia miliki akhirnya hanya tangisan yang mewakili semuanya.
"Biarkan aku menanggung sendiri, mas."jawabku cepat.
Mas Anton semakin kesal, hingga ia memukul setir mobil dengan kuat.
"Tapi kau menyiksa dirimu sendiri, Nia! " Teriak mas Anton, air matanya begitu deras mengalir saat menatapku.
"Aku bisa, mas. Aku bisa, bukankah aku sudah melaluinya sejauh ini, tinggal sedikit lagi. Semuanya akan selesai, "ujarku, tatapan mas Anton seketika berubah teduh padaku, tangannya yang menggengam setir mobil
"Kemari. "Aku cukup terkejut, karena tiba-tiba mas Anton memelukku, jujur aku memerlukan sebuah pelukan untuk menumpahkan semua laraku selama ini. Dan terbukti tangisku benar-benar pecah.
"Sssst … bersabarlah. Kau tidak sendiri, Nia. Aku harap kau tidak pernah melupakan seperti apa perasaan ku padamu, meski aku tahu kau tidak pernah memiliki perasaan sama seperti ku, tapi yakin lah, aku akan selalu peduli padamu, dan jangan berpikir kau sendiri, Nia. Karena aku, Ema dan Nana akan selalu bersamamu."
Aku hanya mengangguk mendengar semua ungkapannya dalam tangis ku, karena aku tidak ingin mengingat kenangan lama.
"Baiklah kita pulang sekarang, Ema dan Nana pasti sudah menunggu. " Mobil kembali melaju memecahkan keheningan malam yang telah menjadi dini hari, karena jam telah menunjukkan pukul 4 pagi.
Anton pov Hari-hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tapi keadaan Nia tetap tidak berubah, justru kini keadaannya semakin memprihatinkan. Karena keseharian yang Nia lalui hanya dihabiskan dengan melamun, kadang ia tiba-tiba menangis. Jujur keadaan ini sangat menyayat hatiku, mengingat seperti apa kondisinya kini, dia tengah hamil dan mengalami komplikasi, dan keadaan itu membuat kesehatan Nia benar-benar menurun. Ini minggu ke 4 Nia menjalani periksa rutin, setelah mengalami pendarahan di malam itu, terkadang aku dan Ema bergantian menemani Nia kerumah sakit untuk periksa, karena waktuku tersita pekerjaan kantor. Aku sangat bersyukur memiliki Ema karena dia sangat baik dan mengerti keadaan kami Sesampainya di rumah sakit, aku dan Ema menunggu hasil pemeriksaan dokter karena hari ini adalah wakt
Ema pov Sore ini Nia sengaja ku minta bersantai di teras, karena aku tidak tega melihatnya seharian ini mengukir wajah sedih saat menatap Nana, aku tahu apa yang kini ia pikirkan dan apa yang ia gundahkan. Jujur aku ingin memarahinya agar dia sadar dengan jalan pikirannya, yaitu selalu memikirkan Bayu, apalagi setelah pertemuannya beberapa jam yang lalu di rumah sakit seperti yang mas Anton sampaikan, keadaan Nia semakin murung setelah kejadian itu. "Jangan banyak pikiran, kamu harus fokus dengan kesehatan, Nia. Ingat kata dokter tadi. Kamu harus istirahat, karena besok adalah operasi persalinanmu,"ujar mas Anton mengingatkan. Aku yang tengah duduk di ruang tengah tersenyum saat melihat kedekatan mereka, aku tahu mas Anton memiliki perasaan cinta pada Nia, bahkan mas Anton sudah menjelaskannya sejak dulu, tapi aku tidak memusingka
Nia pov Nana dengan manja menempelkan telinga dan tangannya pada perut besarku, karena itu selalu penasaran dan ingin tahu dan merasakan setiap adiknya bergerak di dalam sana. Ini salah satu cara Nana agar kami sama-sama bisa tersenyum dan terhibur, karena setelah kejadian tadi sore di teras, Nana tidak berani keluar selain berdiam diri di dalam kamar sembari bersembunyi akibat rasa takutnya atas kedatangan mas Bayu, terlebih ia membuat keributan tadi siang. "Ma! Kata ibu. Besok dede hafiz lahir, ya? Beneran, ma." Aku tersenyum mendengar pertanyaan Nana perihal penjelasan ibu alias mbak Ema, aku sengaja meminta Nana memanggil ibu, karena ketulusan mbak Ema dan mas Anton pantas mendapatkan panggilan itu sejak Nana masih kecil. Ku usap surai panjang Nana sembari tersenyum, meski keadaan k
Author pov Tepat jam 6 pagi Nia dan Anton harus segera berangkat kerumah sakit, sementara Ema sengaja menemani Nana. Karena gadis kecil tersebut belum bangun dari tidurnya setelah lelah menangis semalaman dan mereka sengaja tidak membangunnya agar Nana tidak larut dalam kesedihan. "Percayalah, Allah pasti akan memberikan jalan yang terbaik untuk mu, Nia. Kau harus yakin. Kau pasti bisa melalui semua ini. "Ema mencoba menyemangati Nia sebelum mereka berangkat kerumah sakit, karena kondisi Nia pagi ini semakin drop, bahkan pagi ini kakinya lemas untuk seketika berjalan ke teras. Itu sebabnya Ema sengaja meminta Anton menggendong Nia ke dalam mobil setelah semua perlengkapan siap. "Tentu, mbak Ema. maaf jika selama ini aku selalu merepotkan kalian, dan terimakasih telah menjaga Nana selama ini, " tutur Nia tulus dengan kebaikan mereka. Ema tidak kuasa menahan air matanya saat melihat jurat putus asa yang menghiasi wajah pucat Nia. "Jika Tuhan bisa menukar, aku akan menukar tubuh ku
Bayu pov Aku duduk dengan cemas, karena saat ini Mona tengah berjuang melahirkan anakku di dalam ruang bersalin, aku yang tengah gelisah hanya bisa duduk dengan dalam perasaan khawatir. Dalam kegelisahan yang mendera, tidak sengaja mata ku terpaku menatap sosok yang kemarin aku temui, dan kini mereka sedang berdua. "Nia!"panggilku, dalam rasa cemburu saat melihat kedekatan mereka, tapi di samping itu aku heran apa yang mereka lakukan di sini terlebih Nia tengah duduk di kursi roda sembari mengenakan pakaian khusus dan terpasang selang infus di lengan kirinya. Ku hampiri mereka, karena setelah mendengar panggilan ku mereka berhenti. "Bayu, apa istrimu akan melahirkan? "tanya Anton, jujur aku malas meladeni nya, tapi aku tidak ingin terjadinya keributan hanya karena kebodohan ku. "Yah, kau benar, An,"jawabku asal, sembari memandangi wajah pucat kurus Nia, kini aku baru melihat dengan jelas seperti apa keadaannya dari dekat. Karena kemarin aku terlalu sibuk dengan kebencian dan
Setelah di ruang operasi, Nia segera ditangani oleh dokter dokter spesialis, karena kini kondisi Nia benar-benar stabil, bahkan ia terlihat sangat rileks, saat Nia duduk tenang di atas ranjang operasi. "Dokter, apa dokter bisa memberikan obat bius setengah badan saja pada saya, saya ingin melihat bayi ini lahir. "Dokter bedah dan bersalin serta perawat yang ada disana sesaat saling menatap, karena mereka memiliki kekhawatiran mengingat kondisi Nia benar-benar lemah. "Nyonya, dalam kasus anda ini. Kami tidak ingin adanya resiko membahayakan, jika anda meminta obat bius Anestesi regional, kami khawatir dengan keadaan setengah sadar kondisi anda akan semakin menurun. Ingat nyonya kondisi anda sangat tidak memungkinkan, terlebih lagi kondisi rahim nyonya yang mengalami komplikasi, kami tidak ingin mengambil resiko nyonya, karena obat bius tetap apidueral untuk keadaan anda, kami melakukan semua ini untuk kebaikan anda." Jelas dokter spesialis bedah agar Nia mengerti tujuan mereka. Tap
Bayu pov " Tuan Bayu! "Seru seorang perawat dari arah lain, saat aku menunggu di depan ruang operasi. Anton yang ada di samping ku menatap suster tersebut lalu beralih melirikku. " Ya, saya sus,"balasku lalu bangkit menghampiri Suster tersebut, karena dia rela berjalan dari ruang bersalin menuju ruang operasi demi mencari ku. "Maaf anda harus segera kurang bersalin." Aku memperhatikan raut tegang dari Suster tersebut dengan heran. "Apa yang terjadi suster? "tanyaku ingin tahu. "Maaf sebelumnya, Tuan. Putra Anda tidak bisa kami selamatkan karena nyonya Mona terlalu lama dan malas mengejan, hingga bayinya terlalu banyak tersedak air ketuban dan terlilit tali pusar. Kami sudah melakukan pertolongan semaksimal mungkin pada bayi anda Tuan, tapi sayang semuanya tidak ada hasil." Belum hilang rasa sakit, sedih dan kecewa ku setelah mengetahui keadaan Nia, kini keadaan anakku dari Mona kembali menambah rasa itu. Tuhan, apa ini balasan yang aku dapatkan karena telah menolak pember
Perth pov Anton menatap wajah kusut ku setelah keluar dari ruang bersalin, aku bergegas pergi ke ruang tunggu karena tidak tahan dengan semua kebohongan serta kegilaan Mona. Aku tidak menyangka jika orang yang aku percaya selama ini ternyata tega melakukan itu pada anak-anak kami. "Bay, kau baik-baik saja, kan? " Tegur Anton khawatir, sembari memandangi seperti apa wajahku kini. Karena memang mata ku bengkak akibat banyak menangis dan keadaan ku sangat shock. Kududkan diriku dengan kasar di samping Anton sembari membuang nafas dengan kasar. Karena pikiranku selalu tertuju pada Mona setelah semuanya terungkap. "Emm, aku baik-baik saja, an, " jawab ku, masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa Mona yang selalu aku anggap wanita sempurna kini justru menguak semua kesalahannya sendiri. "Tuan Bayu! " reru seorang suster sesaat keluar dari ruang operasi. Aku dan Anton sontak berdiri lalu bersama-sama menghampiri suster tersebut. "Ya, suster." Aku begitu gugup, karena wajah Sust