Hari yang paling ditunggu-tunggu pun tiba. Di mana Rere akan melahirkan. Dokter juga sudah mengatakan saat kandungan Rere berusia 7 bulan, jika bayi mereka kembar. Tentu itu membuat kebahagiaan hadir berkali-kali lipat. Rasa syukur terus Ares ungkapkan, begitupun dengan Rere. Saat ini, Rere sudah berada di ruang bersalin. Dua jam yang lalu saat dokter memeriksa, wanita itu sudah bukaan ke-8. Berulang kali juga Rere sudah merasakan kontraksi dan mules. Di sisi lain, Ares dengan setia menunggu istrinya itu. Sesekali memberi kecupan hangat dan mengusap pelipisnya yang basah karena bulir keringat. Keluarga besar Ares juga masih dalam perjalanan. Tetapi untuk Tania dan Tio sudah menyusul begitu Rere dibawa ke rumah sakit tadi pagi akibat merasakan kontraksi yang begitu hebat. “Nanti waktu lahiran, mau ditemenin aku atau Mama?” tanya Ares. Ia bertanya seperti itu sebab, dirinya sendiri tidak tega untuk melihat proses lahiran secara langsung dan siapa tau saja jika Rere ingin ditemani ole
"Ayahhh!" Si kecil Amy berlari menghampiri Ares yang baru saja memasuki rumah.Satu minggu tidak berjumpa, membuat gadis kecil itu merindukan ayahnya. Begitu juga dengan Ares yang sudah rindu akan suasana rumah dan ocehan-ocehan kedua anaknya."Anak ayah!" Ares langsung menggendong tubuh mungil Amy. Rasa lelah hilang begitu saja saat melihat putri kecilnya, lalu disusul dengan kehadiran Rere yang tersenyum lebar. Wanita itu langsung menghambur di pelukan suaminya. Tentu saja ia juga merasa rindu. "Ugh, sayangku. Rindu sekali, satu minggu terasa seperti satu tahun," ujar Ares membalas pelukan Rere. "Rama mau ikutan!" Bocah laki-laki yang entah dari mana itu tiba-tiba saja terlihat. Ia berlari kecil dan memeluk kaki Ares, ikut bergabung ke dalam pelukan. Jika begini, sudah terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.“Jagoan papa!" ujar Ares berjongkok, saat pelukannya pada Rere sudah terlepas. Kini, ia mengangkat tubuh bocah laki-laki itu hingga membuatnya menggendong si kembar. “O
Ares Danuarta .....Pria itu, dia adalah suamiku Dia, pria yang hatinya masih setia tertaut dengan mantan kekasihnya dan masih saling berhubungan hingga sekarang. Di saat pernikahan kita sudah berjalan selama 7 tahun.Aku telah kehilangannya selama bertahun-tahun yang lalu. Mencintainya dalam diam sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekarang, saat dia sudah menjadi milikku. Ah, tidak. Mungkin sampai detik ini aku tidak pernah memilikinya. Tidak akan pernah baik dulu, sekarang maupun nanti.Jadi, jika aku diberi kesempatan untuk menjadi pelakor. Aku ingin sekali merebut pria itu. Agar dia bisa mencintaiku dan memandangku sepenuh hati dengan segenap jiwanya. Seperti seorang pria yang menatap wanita yang dicintainya.
"Ares ... biarkan aku memilikimu seutuhnya." Raisa, kekasih Ares. Mereka sudah berhubungan sejak 9 tahun lalu, bahkan lebih lama dari usia pernikahan Ares dengan Rere.Ares menatap Raisa sembari tersenyum. Tangannya membelai halus pipi kekasihnya itu. "Sabarlah sedikit lagi, sayang. Mengakhiri hubungan pernikahanku dengannya tidak semudah seperti yang kita bayangkan.""Sebelum meninggal, kakek sudah terlebih dulu berpesan untuk meminta cucu dariku dengannya. Kamu tau itu kan." Lanjut Ares. "Dan sampai detik ini, aku belum bisa memenuhi permintaan terakhirnya. Karena aku masih belum bisa menyentuhnya."Raisa menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan. Ia mengangguk, berusaha menarik bibirnya untuk tersenyum. "Ya, aku mengerti. Aku akan menunggumu lagi." Ares menarik Raisa ke dalam pelukannya, lalu memberikan kecupan hangat pada kening kekasihnya itu. "Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti dan memahamiku."Raisa tidak menjawab, hanya menanggapi dengan anggukan. Ares tidak menci
Seperti yang sudah Ares katakan pada Raisa, jika ia akan mengajak jalan-jalan kekasihnya itu sebelum dirinya pergi selama 2 pekan ke Singapura. “Bunganya sangat indah, terima kasih, sayang.” Raisa tersenyum lebar, memberikan kecupan manis di sudut bibir Ares. “Membelinya di toko Rere?” tanya Raisa menebak.Ares mengangguk singkat, hanya tidak ingin merusak momen mereka. “Pergi sekarang?” tanyanya mengalihkan. Raisa mengangguk, masih dengan memeluk bunga aster pemberian Ares. “Ayo!” Ares membukakan pintu mobil untuk Raisa, tidak lupa memasangkan sabuk pengaman. Hal-hal kecil yang selalu Ares perhatikan, tentu mampu membuat Raisa semakin jatuh hati padanya dan sulit untuk melepaskan. Maka dari itu, saat Ares mempertahankan hubungan mereka dan meyakinkan Raisa jika Ares sangat mencintainya, di detik itu juga Raisa berjanji tidak akan lagi melepaskan dan merelakan Ares untuk wanita lain. Sekalipun dia adalah Rere, istri pria itu. “Bagaimana sebelum ke pantai, kita mampir makan dulu? Aku
Selama perjalanan menuju bandara, baik Rere maupun Ares tidak ada yang membuka suara. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Rere, gadis itu sedikit merasa terbebani dengan perkataan Tania, ibu Ares. Mertuanya itu sangat berharap jika kembalinya mereka dari Singapura membawa kabar baik. Di mana kali ini harus berhasil yang artinya Rere harus hamil. Rere menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Ares yang mendengar, sontak menoleh ke arah Rere. “Kenapa, Re?” “Aku tidak apa-apa, kak.”“Jika merasa tidak enak badan, kamu bisa kembali ke rumah, Re. Tidak perlu dipaksa, kan.”“Aku sungguh tidak apa, serius.” Rere menoleh ke arah Ares, meyakinkan pada pria itu jika dirinya memang baik-baik saja. Ia hanya memikirkan perkataan Tania. Selebihnya tidak ada. Lagipula Ares tidak berada di sana, saat Tania mengatakan hal itu padanya. Hanya ada mereka berdua saja. “Tapi jika memang kak Ares merasa keberatan dengan keberadaanku, aku akan kembali. Itu tidak masalah.”“Tidak, bukan begitu,
“Bagaimana hubunganmu dengan Ares, Re?” tanya Serena, sahabat Rere sejak kecil. Selain itu, Serena juga sudah mengenal Ares sejak dulu, karena papanya merupakan rekan sekaligus sahabat papa pria itu. “Ya, begitulah, Na. Sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan dia yang masih bersama Raisa.”“Kamu tidak berniat ingin merebutnya? Membuat Ares menjadi milikmu seutuhnya.” Entah sudah yang ke berapa kali sejak pernikahan Rere dan Ares, Serena selalu menanyakan hal yang sama. Selain Rere, Serena juga mengetahui hubungan gelap Ares dengan kekasih dari masa lalunya. “Sebenarnya aku memiliki keinginan. Kamu juga sudah tau, aku menyukai kak Ares sejak dulu, Na.” Rere menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi aku merasa, ikatan mereka semakin lama seperti sulit untuk dihancurkan. Hubungan mereka sudah sembilan tahun. Kita tau itu.” “Membuat kak Ares mencintaiku, itu tentu tidak mudah. Bahkan terasa sangat mustahil menghancurkan hubungan mereka.” Lanjut Rere dengan su
“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room. Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu. Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau R