"Ares ... biarkan aku memilikimu seutuhnya." Raisa, kekasih Ares. Mereka sudah berhubungan sejak 9 tahun lalu, bahkan lebih lama dari usia pernikahan Ares dengan Rere.
Ares menatap Raisa sembari tersenyum. Tangannya membelai halus pipi kekasihnya itu. "Sabarlah sedikit lagi, sayang. Mengakhiri hubungan pernikahanku dengannya tidak semudah seperti yang kita bayangkan.""Sebelum meninggal, kakek sudah terlebih dulu berpesan untuk meminta cucu dariku dengannya. Kamu tau itu kan." Lanjut Ares. "Dan sampai detik ini, aku belum bisa memenuhi permintaan terakhirnya. Karena aku masih belum bisa menyentuhnya."Raisa menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan. Ia mengangguk, berusaha menarik bibirnya untuk tersenyum. "Ya, aku mengerti. Aku akan menunggumu lagi."Ares menarik Raisa ke dalam pelukannya, lalu memberikan kecupan hangat pada kening kekasihnya itu. "Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti dan memahamiku."Raisa tidak menjawab, hanya menanggapi dengan anggukan.Ares tidak mencintai Rere, ia hanya mencintai Raisa. Bahkan sejak dulu, saat mereka pertama kali bertemu duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat Ares masih mencintai dalam diam, tidak berani bertindak untuk mengungkapkan perasaannya. Hingga akhirnya hari kelulusan tiba, Ares memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya pada Raisa, bahkan ia tidak menyangka jika ternyata Raisa juga telah menyimpan perasaan padanya. Lalu setelah itu, mereka memutuskan untuk berpacaran hingga detik ini. Bagi Ares, Rere hanya adik kecilnya. Tumbuh bersama gadis itu yang kini menjadi istrinya karena perjodohan membuat Ares tidak merubah pandangannya pada Rere. Gadis itu masih tetap sama saat mereka pertama bertemu.Sebenarnya, bisa saja Ares menceraikan Rere saat ini juga demi bisa bersama dengan Raisa. Namun, wasiat dari Hanung membuat Ares menahan semua sampai nanti dirinya mampu memenuhi permintaan terakhir kakeknya. Selain itu, ada beberapa hal yang harus Ares pertimbangkan. Seperti Rere, gadis itu tidak bersalah. Sejak awal perjodohan ini terjadi, Rere sama sekali tidak menolak, bahkan tidak menyuarakan pendapatnya tentang apakah dia setuju atau tidak. Rere memilih untuk menuruti semua permintaan Hanung.Ares juga memikirkan bagaimana kehidupan Rere setelah perceraian, meskipun nanti anak mereka akan diasuh sepenuhnya oleh pihak Ares. Tentu saja, karena bagaimanapun anak mereka nanti akan menjadi pewaris sah keluarga Rahardjo. Tidak peduli dari rahim siapa anaknya lahir, karena memang kenyataannya bukan dari wanita yang dicintainya."Sepertinya dalam dua pekan kita tidak bisa bertemu dulu.""Kenapa begitu?" tanya Raisa. Wanita itu membalikkan tubuhnya dari yang tadinya bersandar di dada bidang Ares, kini menjadi menatap ke arah pria itu."Karena aku harus ke Singapura. Ada beberapa pekerjaan di sana."Raisa mengangguk mengerti. "Apakah Rere ikut?"Karena biasanya setiap kali Ares ada pekerjaan yang mengharuskan pria itu berpergian jauh hingga ke luar negeri, Rere memang selalu ikut. Bukan Ares yang menyuruh, tetapi orang tua pria itu yang memang sejak dulu selalu berpesan untuk mengajak Rere, katanya sekalian untuk bulan madu."Tentu kamu sudah tau jawabannya, sayang," balas Ares."Ah, baiklah.""Tidak perlu sedih. Kamu selalu tau, hanya ada kamu yang ada di hatiku," ujar Ares menatap hangat ke arah Raisa."Heem," balas Raisa dengan gumaman. Lalu meletakkan kepalanya di atas dada bidang Ares. Berniat untuk memejamkan matanya sejenak. Menikmati setiap momennya bersama dengan Ares. Entah sampai kapan, mereka akan menikmati momen ini bersama. Karena perlahan, Raisa semakin ragu dengan perasaannya."Sebelum pergi, besok aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Bagaimana?" tanya Ares.Raisa membuka matanya. Tanpa mendongakkan kepala agar menatap Ares. "Ke mana?""Ke mana pun yang kamu inginkan, sayang.""Bagaimana dengan pantai?" tanya Raisa memberi usulan. "Sudah lama aku tidak menikmati suasana pantai."Ares mengangguk, tangannya terus memberi belaian lembut pada rambut Raisa yang panjang menjuntai hingga menutupi punggung telanjangnya. "Anything what you want, sayang.""Terima kasih. Aku mencintaimu," ujar Raisa lalu memeluk erat tubuh Ares yang selalu membuatnya nyaman dan betah berlama-lama untuk berada di dekatnya."Aku lebih mencintaimu, sayang. Tidurlah atau aku akan membuatmu tidak bisa istirahat lagi."Mendengar kalimat Ares, tentu membuat Raisa tertawa pelan. Lalu memberikan pukulan kecil pada dada bidang pria itu. "Kamu sudah bermain cukup lama, sayang. Tidak lagi, aku lelah.""Ares ....." Panggil Raisa membuat Ares yang awalnya ikut memejamkan mata, kini membukanya."Kenapa, sayang?""Berjanjilah padaku, kamu tidak akan meninggalkanku?""I'll promise you, sayang," balas Ares tanpa ragu. "Bahkan tanpa kamu meminta. Aku akan selalu ada untukmu. Aku tidak akan pergi, kecuali kamu yang meminta.""Dan aku tidak akan pernah menyuruhmu untuk pergi, Ares .....""Tentu, tahan aku untuk selalu berada di sisimu."Sudah berulang kali Ares mendengar pertanyaan sama yang selalu dilontarkan oleh Raisa. Ia juga tidak mempermasalahkan. Ares cukup memaklumi, ketakutan Raisa untuk kehilangan dirinya. Tentu saja. Apalagi mereka sudah bersama-sama dalam jangka waktu yang lama. Apalagi, mereka juga menyembunyikan hubungan sejak Ares menikah.Dulu, saat Ares mengatakan harus menikahi Rere karena permintaan kakeknya, Raisa berniat untuk melepaskannya. Namun, Ares menahan karena ia sangat mencintai Raisa bagaimanapun keadaannya. Bahkan baik dari keluarga Ares maupun Raisa sebenarnya sudah mengetahui hubungan mereka. Hanya saja, Hanung yang menentang hubungan mereka. Ia hanya ingin Ares menikah dengan Rere. Tidak dengan wanita lain.Kisah cintanya memang begitu rumit. Di satu sisi, Ares tidak ingin melepaskan Raisa-wanita yang dicintainya. Di sisi lain, Ares juga tidak ingin mengecewakan Hanung, maka dari itu ia memang selalu berusaha untuk memenuhi semua permintaan kakeknya. Sekalipun harus menikah dengan wanita yang tidak dicintai.Ares menghembuskan napasnya berat. Bahkan mengingat saat menikahi Rere, gadis itu baru saja lulus sekolah menengah atas. Tidak lama setelah mereka menikah, Hanung pergi untuk selama-lamanya. Mungkin jauh dari lubuk hatinya Hanung merasa lega, jika Rere sudah berada di tangan yang tepat saat kepergiannya.Ya, Ruella Anastasya. Cucu satu-satunya Kevin Sanjaya. Orang tuanya sudah meninggal saat Rere berusia 5 tahun, karena kecelakaan pesawat. Lalu 3 tahun kemudian, istrinya meninggal karena sakit membuat Kevin setelah itu membesarkan Rere sampai bisa menjadi seorang gadis yang mandiri dengan dibantu satu pengasuh yang bahkan sampai detik ini masih menemani Rere. Meskipun dulu Kevin terbilang sibuk karena urusan usaha yang masih dirintisnya, ia selalu berusaha menyisihkan waktu untuk Rere. Kevin memang sangat menyayangi Rere, maka dari itu saat sakit Kevin begitu bingung dengan siapa nanti Rere setelah ia meninggal.Setelah kepergian Kevin saat Rere berusia 17 tahun, Hanung yang notabennya sahabat Kevin sejak mereka masih muda, berinisiatif untuk merawat gadis itu sampai nantinya Rere paham akan masa depannya jika ia menjadi pewaris tunggal Sanjaya. Lagipula sejak kecil, Rere dan Ares juga sudah sering menghabiskan waktu bersama. Maka dari itu, sebelum Hanung meninggal ia sudah berwasiat terlebih dulu untuk Ares agar menikah dengan Rere. Hanung percaya, jika Ares mampu menjaga Rere selamanya.ᥫ᭡"Selamat siang di Ruella Florist." Rere, gadis itu terlihat cantik mengenakan dress biru muda selutut dengan motif bunga aster dan dipadukan cardigan berwarna senada dengan dressnya. Rambut panjangnya yang sedikit bergelombang dibiarkan tergerai.Rere dengan girly style-nya memang sangat mempesona. Apalagi parasnya yang memang cantik, mampu memikat semua gender dari kalangan semua umur."Ada yang bisa saya bantu?" Rere yang tadinya sibuk menyusun sebuah buket bunga di hadapannya, kini mengalihkan pandangan. Ia mendongak, berniat untuk melihat siapa yang datang.Rere tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat sosok pria yang dikenalnya, berdiri dengan santai di hadapannya. "Kak Ares?""Apakah masih lama?""Apanya?""Tokonya tutup."Rere melihat ke arah jam tangannya. Memastikan jika Ares tidak salah datang kemari. "Iya, karena ini juga masih siang?""Sedangkan toko tutup nanti sore." Lanjut Rere menjelaskan. "Apa kak Ares ada urusan yang perlu kubantu?"Ares menggeleng singkat. Tadinya ia baru saja perjalanan pulang dari kafe milik salah satu temannya. Ia bahkan tidak sadar jika melajukan mobilnya ke arah toko bunga milik Rere. "Ah, tidak ada.""Duduklah, kak. Aku akan membuatkan minuman terlebih dulu."Setelah Rere pergi, barulah Ares duduk di salah satu kursi. Sembari melihat beberapa buket bunga yang sudah tersusun rapi. Sejak kecil, Rere memang sangat menyukai bunga. Toko bunga ini juga hadiah dari Kevin, saat gadis itu berulang tahun yang ke-15. Bahkan daripada mengurus perusahaan milik kakeknya, Rere lebih memilih untuk mengurus toko bunganya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menggabungkan perusahaan milik kakeknya dengan perusahaan milik kakek Ares, Hanung. Lalu, membiarkan Ares untuk mengurus semuanya."Aku ingin memesan bunga aster. Besok kuambil," ujar Ares saat Rere datang dengan nampan berisikan segelas teh dan sepiring cookies."Aster?" tanya Rere memastikan.Ares mengangguk, menatap Rere tanpa ekspresi. "Aster saja, tanpa bunga lain.""Oke. Jam berapa akan kak Ares ambil?""Sekitar jam delapan," balas Ares. "Akan kuberikan untuk Raisa." Lanjutnya menjelaskan tanpa Rere bertanya.Tentu mendengar Ares menyebut nama kekasihnya membuat Rere diam karena terkejut. Tidak menyangka jika Ares akan memberitahukan kepadanya, untuk siapa bunga itu akan diberikan. Rere tersenyum samar. Ia tau betul makna dari bunga aster. Selain menyukai semua jenis bunga, aster adalah favoritnya.Bunga aster yang cantik dengan bentuk menyerupai bintang. Dilambangkan sebagai kesucian, kesetiaan, kesabaran, dan kemurnian. Selain itu juga aster memiliki makna tersembunyi, pesan cinta dan juga kasih sayang.Ares memang sangat mencintai Raisa. Rere tau dan sangat paham akan hal itu. Tapi entah kenapa, setiap kali pria itu menyebut nama Raisa, membuat Rere merasakan sesak dan nyeri di dadanya. Takdir memang sangat menggelikan baginya. Bagaimana bisa ia menjadi penghalang bagi hubungan seseorang? Jika tau Ares masih tetap berhubungan dengan Raisa bahkan saat Hanung meminta mereka putus, Rere juga tidak akan menerima perjodohan pria paruh baya itu. Sekalipun ia sangat mencintai Ares."Kak .....""Iya, Re?"Rere menatap Ares dengan tatapan sendunya. "Tidak bisakah kak Ares membuatku hamil?"Seperti yang sudah Ares katakan pada Raisa, jika ia akan mengajak jalan-jalan kekasihnya itu sebelum dirinya pergi selama 2 pekan ke Singapura. “Bunganya sangat indah, terima kasih, sayang.” Raisa tersenyum lebar, memberikan kecupan manis di sudut bibir Ares. “Membelinya di toko Rere?” tanya Raisa menebak.Ares mengangguk singkat, hanya tidak ingin merusak momen mereka. “Pergi sekarang?” tanyanya mengalihkan. Raisa mengangguk, masih dengan memeluk bunga aster pemberian Ares. “Ayo!” Ares membukakan pintu mobil untuk Raisa, tidak lupa memasangkan sabuk pengaman. Hal-hal kecil yang selalu Ares perhatikan, tentu mampu membuat Raisa semakin jatuh hati padanya dan sulit untuk melepaskan. Maka dari itu, saat Ares mempertahankan hubungan mereka dan meyakinkan Raisa jika Ares sangat mencintainya, di detik itu juga Raisa berjanji tidak akan lagi melepaskan dan merelakan Ares untuk wanita lain. Sekalipun dia adalah Rere, istri pria itu. “Bagaimana sebelum ke pantai, kita mampir makan dulu? Aku
Selama perjalanan menuju bandara, baik Rere maupun Ares tidak ada yang membuka suara. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Rere, gadis itu sedikit merasa terbebani dengan perkataan Tania, ibu Ares. Mertuanya itu sangat berharap jika kembalinya mereka dari Singapura membawa kabar baik. Di mana kali ini harus berhasil yang artinya Rere harus hamil. Rere menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Ares yang mendengar, sontak menoleh ke arah Rere. “Kenapa, Re?” “Aku tidak apa-apa, kak.”“Jika merasa tidak enak badan, kamu bisa kembali ke rumah, Re. Tidak perlu dipaksa, kan.”“Aku sungguh tidak apa, serius.” Rere menoleh ke arah Ares, meyakinkan pada pria itu jika dirinya memang baik-baik saja. Ia hanya memikirkan perkataan Tania. Selebihnya tidak ada. Lagipula Ares tidak berada di sana, saat Tania mengatakan hal itu padanya. Hanya ada mereka berdua saja. “Tapi jika memang kak Ares merasa keberatan dengan keberadaanku, aku akan kembali. Itu tidak masalah.”“Tidak, bukan begitu,
“Bagaimana hubunganmu dengan Ares, Re?” tanya Serena, sahabat Rere sejak kecil. Selain itu, Serena juga sudah mengenal Ares sejak dulu, karena papanya merupakan rekan sekaligus sahabat papa pria itu. “Ya, begitulah, Na. Sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan dia yang masih bersama Raisa.”“Kamu tidak berniat ingin merebutnya? Membuat Ares menjadi milikmu seutuhnya.” Entah sudah yang ke berapa kali sejak pernikahan Rere dan Ares, Serena selalu menanyakan hal yang sama. Selain Rere, Serena juga mengetahui hubungan gelap Ares dengan kekasih dari masa lalunya. “Sebenarnya aku memiliki keinginan. Kamu juga sudah tau, aku menyukai kak Ares sejak dulu, Na.” Rere menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi aku merasa, ikatan mereka semakin lama seperti sulit untuk dihancurkan. Hubungan mereka sudah sembilan tahun. Kita tau itu.” “Membuat kak Ares mencintaiku, itu tentu tidak mudah. Bahkan terasa sangat mustahil menghancurkan hubungan mereka.” Lanjut Rere dengan su
“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room. Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu. Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau R
Untuk pertama kalinya, Ares dan Rere benar-benar tidur bersama di rumah mereka sendiri. Meskipun Ares tidak melebihi batasnya, tapi kejadian semalam benar-benar membuatnya seperti mabuk kepayang. Semua yang ada pada diri Rere, entah kenapa selalu saja membuatnya candu. Hanya dengan sentuhan dan kecupan singkat saja rasanya sudah membuatnya puas. Rere dengan segala keistimewaan dalam dirinya, membuat Ares kadang enggan berpaling. Bahkan ia merasa berat jika harus meninggalkan. Terkadang ia berpikir, bagaimana hidupnya setelah mereka berpisah nanti? Dengan Raisa? Ares tidak yakin, hidupnya akan memiliki warna yang sama ketika saat bersama Rere.Apakah Ares mulai mencintai Rere? Sepertinya tidak. Soal perasaan, untuk siapa yang Ares cintai tentu saja jawabannya adalah Raisa. Namun, Rere adalah persoalan lain. Gadis itu memiliki tempatnya tersendiri dalam diri Ares. Ares tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan pada Rere. Karena yang jelas, Ares belum siap untuk berpisah dengan Rere. Mem
Sejak tadi, Rere tidak beranjak dari tempatnya. Sudah 5 jam lebih, ia duduk di samping batu nisan sembari meletakkan kepalanya di sana. Langit yang tadinya cerah, kini berubah menjadi gelap. Awan hitam mulai menutupi matahari. Semilir angin mulai berhembus dengan tenang. Menandakan jika sebentar lagi hujan akan turun. Rere bahkan tidak berniat untuk beranjak, meskipun tau jika sebentar lagi hujan akan datang. Entah kenapa, setiap kali ia datang ke sini selalu merasa tenang. Ah, tentu saja. Karena di sinilah sekarang, tempat keluarganya berada. Ingin sekali, Rere ikut bergabung tetapi sepertinya Tuhan masih sangat sayang padanya dan memiliki sesuatu hal yang sepertinya akan membuatnya bahagia. Lagipula Rere juga percaya, selalu ada kebahagiaan yang datang setelah kesedihan. Seperti akan ada pelangi setelah hujan reda. “Rere kangen sekali sama kalian,” gumamnya menatap satu-persatu nisan yang berjajar. “Tolong jaga Rere dari sana ya. Kali ini Rere ingin menjadi sosok yang lebih kuat d
Rere mengusap-usap lengannya. Tubuhnya yang terguyur hujan, tentu saja membuat basah seluruhnya. Lalu masuk ke dalam mobil dengan AC yang menyala membuatnya harus menahan dingin. Sedangkan Ares, ia melirik ke arah Rere. Ia pun sadar jika Rere pasti sedang menahan dingin yang begitu menusuk tulang. Hingga tidak sadar, Ares yang mendengus sedikit keras membuat Rere menghentikan aktivitas mengusap-usap lengannya. Gadis itu melirik takut ke arah Ares yang entah kenapa terlihat menyeramkan. Tanpa banyak bicara, Ares menghentikan mobilnya di salah satu toko baju terdekat. Ia turun tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Rere. Tidak berselang lama, Ares datang kembali dengan membawa satu totebag berisikan sepasang baju, beserta bra dan celana dalam. “Pakai.” Ares memberikan totebag pada Rere dan langsung diterima oleh gadis itu. “Di sini?” tanya Rere menatap Ares dengan polos.“Ya, cepat pakai dan jangan banyak bertanya.” Tidak masalah jika Rere harus berganti di dalam mobil, lagipula kaca
“Aku akan mengganti bajuku sebentar, kita akan pergi ke dokter,” ujar Ares. Pria itu akan beranjak dari duduknya, tapi ditahan oleh Rere.“Tidak perlu, kak. Aku hanya merasa sedikit pusing. Nanti juga sembuh sendiri.”“Aku sedang tidak menawarimu, Re. Kita akan ke dokter dan tidak ada penolakan.” Ares menatap Rere dengan tegas. “Badanmu pun juga panas. Jangan menyepelekan.”Bahkan meskipun merasa pusing dan badannya yang panas, Rere tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, menyiapkan makan malam untuk Ares. Lalu saat semua sudah siap, tiba-tiba saja Rere kehilangan keseimbangannya membuat ia hampir saja jatuh, untung saja Ares datang tepat waktu dan dengan cepat menahan tubuhnya. “Duduklah di sini dan jangan ke mana-mana.” “Kak, kamu baru saja pulang dari kantor. Istirahatlah. Aku berjanji besok akan pergi ke dokter diantar oleh Pras.”“Aku tidak merasa lelah,” balas Ares tidak mau dibantah. “Jadi, jangan membantah lagi.”“Oke, baiklah,” balas Rere pelan dengan suara lemasnya. Me